Siangnya… Alexandra yang sedang duduk dan menatap pemandangan kolam ikan di depannya mendengar suara langkah mendekat.Ketika dia menoleh dia melihat Nikita sedang berjalan ke arahnya dan pengasuh pamit untuk pergi sebentar.Alexandra membuang wajahnya. Tak mau memandang Nikita.“Aku tau kamu marah padaku, kan?” tanya Nikita.Alexandra diam.“Kamu sudah tidak muda seperti dulu lagi, ALexa.”“Apa Om William yang menyuruhmu ke sini?”Nikita tertawa kecil. “Bukan. Aku datang karena ingin melihatmu.”“Kamu sudah melihatku, jadi sebaiknya kamu pergi,” katanya dengan dingin.“Kalau kamu masih seperti ini, William akan terus melamun di rumah. Aku nggak mungkin membiarkannya, kan?”“Tck!” Alexandra mendecakkan lidahnya. “Sekarang kamu sangat peduli padanya ya.”“Karena meski bagaimanapun aku istrinya, dan dia adalah ayah dari anakku, Abraham.”“Kamu mau pamer kalau kamu sudah punya anak dari om Will? Aku udah tau.”“Lalu bagaimana dengan anakmu? Apa kamu sudah tau? Atau kamu pura pura tidak t
Untuk pertama kalinya sejak Nikita menikah dengan William, baru kali ini dia memandang anaknya penuh dengan tanda tanya besar.Nikita adalah anak perempuannya yang cerdas dan jarang membuat kesalahan besar. Namun, mengapa kali ini dia membuat keputusan seperti ini?“Kamu yakin ingin bercerai dengan William?” tanya ayahnya ketika Nikita datang menemui ayahnya. “Lalu bagaimana dengan Abraham? Kamu tidak kasihan dengan anak itu?”“Tentu saja aku kasihan padanya, tapi sepertinya aku harus berpisah dengannya.”“Apa ada masalah? Dia berselingkuh? Atau dia menginginkan hal lain darimu?”“Bukan, bukan seperti itu. Aku lah yang sudah bosan dengannya. Jadi aku yang memutuskan untuk bercerai.”Ayah Nikita berdiri dengan gusar lalu memandang anaknya tak mengerti.“Dulu aku menentang hubunganmu dengannya, tapi kamu nekat ingin menikahinya.“Lalu saat kalian sudah bersama sampai bertahun-tahun dan aku mulai menyukai William. Kamu malah ingin berpisah dengannya? Ada apa denganmu Nikita?”Nikita tak
“Kenapa kamu harus begitu, Alexa?” tanya William. “Kalau kamu ingin kita kembali, setidaknya kamu harus bersikap baik pada Fiona. Dia adalah anak kandungmu.”Alexandra membuang wajahnya.“Dia membutuhkanmu.”Alexandra tiba tiba meneteskan air matanya lalu mengusapnya dengan kasar.“Aku teringat masa laluku yang buruk ketika melihat anak itu. Aku hamil dengan sepupuku. Lalu aku dibuang oleh mertuaku. Aku ditinggalkan oleh suamiku. Dan aku juga ditinggalkan oleh pria yang aku cintai sejak dulu karena aku hamil anak itu.”William berjalan mendekat ke arah Alexandra. Dokter mengatakan jika mental Alexandra belum stabil. Dan harus berhati-hati di dekat Alexandra agar gadis itu tidak melakukan hal aneh lagi.“Baiklah, maafkan aku, maafkan aku.” William memeluk Alexandra dan menenggelamkan wajah Alexandra dalam dadanya.Alexandra memeluk erat pinggang William. Dia merasakan masa lalu yang menenangkan dan membahagiakan dia rasakan kembali. Dia semakin memeluk erat William yang mampu membuatny
William menatap gundukan tanah merah yang sudah dipenuhi oleh bunga. Dia menatapnya begitu lama, sampai tak sadar jika tangan seseorang menepuknya dari belakang.“Pulang ke tempatku dulu, Abraham menangis dan mencari ibunya,” kata ayah mertuanya waktu itu.William menoleh lalu mengangguk.Fiona masih berada di rumah sakit dan dijaga oleh pengasuhnya. Sementara itu Abraham dibawa ke rumah kakek dan neneknya karena tadi malam dia belum mengetahui jika ibunya sudah pergi untuk selamanya.Dan tadi pagi, ketika dia diberitahu oleh neneknya. Abraham menangis kemudian pingsan. Hingga kemudian tak sempat melihat ibunya untuk terakhir kalinya.Hati William beku. Dia masih berdiri di sana dalam waktu yang cukup lama.Panas terik dia abaikan bahkan ketika mengenai tepat di atas kepalanya.Hingga sebuah payung menghalau panas untuknya. Ketika William melihat ke belakang, dia melihat Alexandra berdiri memegang payung untuknya.Alexandra mengenakan gaun hitam dan kacamata hitam. Dia juga memakai ma
Beberapa hari kemudian …Pintu apartemen Alexandra terdengar bunyi bel. Waktu itu pembantunya sedang pergi membeli sayur untuk di masak hari itu, jadi dia sendiri yang membuka pintu untuk tamu yang datang.Namun, Alexandra terkejut ketika dia melihat William tidak datang sendiri.Ada dua anak kecil berdiri di belakangnya dan menatapnya takut takut.“Aku titip mereka,” kata William tiba tiba.Fiona yang pernah bertemu dengan Alexandra mengenggam ujung jas William dengan erat.“Titip?”William mengangguk.“Hanya sebentar. Nanti aku ke sini lagi jam satu siang.”Alexandra tahu mereka berdua memiliki pengasuh. Dan tiba tiba membawa ke apartemennya adalah sebuah ide William agar dirinya dapat dekat dengan Abraham dan Fiona.“Nanti, ada yang ingin aku katakan padamu.”Alexandra yang bingung membuka pintunya dengan lebar kemudian mempersilakan anak anak itu masuk.“Tapi Pa, ada hantu di rumah ini, Fiona takut,” rengek Fiona.Abraham yang hendak masuk pun mundur lagi kemudian menatap William
Ketika William datang siang itu, anak anak sedang tidur bersama dengan Alexandra di kamarnya.Apartemen yang berantakan dan kamar yang berantakan. Belum lagi wajah Alexandra yang sepertinya dimake up tanpa sepengetahuan wanita itu pun membuat William yakin jika mereka bertiga sudah dekat.“Apa mereka tadi bermain bersama?” tanya William pada pembantu yang mulai membersihkan apartemen.“Iya Pak, benar. Mereka lebih cepat akrab.”William mengangguk mengerti.“Aku akan menunggu di sini kalau begitu.”William memilih untuk duduk di balkon sambil menunggu mereka bertiga bangun.“Jangan bangunkan mereka,” kata William lagi.“Baik Pak.”Hingga satu jam kemudian, pintu balkon digeser oleh seseorang. Lalu dia duduk di sebelah William.Alexandra mengamati wajah lelaki yang sedang memejamkan matanya itu lalu tersenyum.“Jam berapa om datang?” tanya Alexandra.William membuka matanya lalu menoleh ke samping.“Satu jam yang lalu, mungkin. Kenapa kamu bangun?”“Dari kamar kelihatan om William. Jad
Mimpi buruk telah usai, Alexandra kini dapat menjalani hidup bahagianya bersama dengan William. Semua sudah merestui. Tetapi dia melupakan seseorang yang menghantuinya sampai kini.Malam itu Alexandra baru saja kembali dari salon. Dia memutuskan untuk memotong pendek rambutnya yang sudah panjang. Itu pun setelah mendapatkan pujian dari Fiona jika dirinya lebih cantik jika mau memotong rambutnya.Ketika dia hendak membuka pintu apartemennya. Tiba tiba saja ada tangan seseorang yang menarik rambutnya ke belakang.Rambut Alexandra tertarik ke belakang, hampir membuatnya terjatuh.Wajahnya terkejut ketika dia melihat wajah yang sebenarnya tak akan pernah ingin dia temui lagi.“Bisa bisanya kamu hidup enak enakkan di sini, sementara kamu sudah membuat anakku mati!” kata Martha dengan sorot mata yang tajam, seakan siap hendak membunuh Alexandra.“Aku sudah mengikutimu sejak lama, dan semakin aku lihat kamu hidup dengan bahagia. Sementara aku harus bersedih karena kehilangan Ethan.”“Ethan m
Malam itu Alexandra segera bergegas ke arah pintu ketika mendengar pintu dibuka dari luar. Dia tahu bahwa William yang datang karena tadi pagi akan ke apartemen malamnya.“Aku bawa pizza,” kata William. Dia berjalan ke arah sofa di depan tv lalu duduk di sana. Sementara Alexandra langsung mengambil soda di dalam kulkas.“Fiona sama Abraham udah tidur?” tanya Alexandra.William mengangguk. “Udah malam, mereka harus tidur kan?” ia tersenyum ke arah Alexandra. Ketika perempuan itu duduk di sebelahnya William langsung memeluk Alexandra.“Ada apa ini?” tanya Alexandra ragu.William masih memeluk Alexandra. Cukup lama hingga Alexandra menyerah dan membiarkan William memeluknya.Hingga beberapa menit kemudian William mengurai pelukannya, lalu membuka kaleng sodanya.“Aku baru saja menjalani tes kemarin,” kata William tiba tiba.“Tes? Tes apa?”“Tes kesehatan.”“Om sakit?”William menggeleng.“Lalu?”“Ibu kandungku tiba tiba muncul.” William tersenyum kelu. “Terus?”“Anaknya sakit. Dan dia i