Kata kata terakhir ibunya bukanlah sebuah kata manis yang menghiburnya. Melainkan sebuah ancaman halus yang membuat William bingung harus memutuskan harus menikah dengan Thea atau mengirim Alexandra kuliah keluar negeri.“Nanti William beri kabar ibu.”“Janji?”“Iya Bu, William janji.”William mengempaskan dirinya di kursi. Dia terhenyak dan pusing bagaimana bisa foto seperti itu bisa terekspos mengingat selama ini tidak pernah ada kabar mengenai dirinya tersebar di internet.“Jadi, apakah berita ini harus ditutup, Pak?”William mendongak.“Kalau aku menutupnya apakah keadaan bisa membaik?”Evan tidak tahu harus menjawab apa pada William. Jadi dia hanya menelengkan kepalanya dengan ekspresi wajah yang bingung.“Aku akan menjemput Alexandra,” kata William. “Dan langsung pulang.”Evan mengangguk mengerti.Saat membuka pintu, William melihat Thea memandangnya dengan ekspresi yang panik dan gelisah.“Bagaimana ini?” tanya Thea. Dia memegang kedua tangan William.“Jaga sikapmu, Thea. Kita
Alexandra masuk ke dalam mobil William setelah membuat om-nya itu menunggu selama dua jam lebih. Dia duduk dan mengenakan sabuk pengaman tanpa mengatakan apa apa pada William.“Aku nggak ada maksud buat bohong sama kamu,” kata William. Mobil berjalan meninggalkan kafe.“Aku udah nggak peduli lagi, Om.”William seperti tak percaya dengan ucapan Alexandra barusan.“Cuma, aku jadi yakin alasan apa yang membuat om mau aku pindah ke asrama sekolah.“Karena Thea kan?”William diam. Bahkan dia tidak sanggup melirik ke arah Alexandra karena kebohongannya sudah ketahuan begitu cepat.“Jadi begitu? Ngusir aku biar kalian bebas di apartemen berdua. Karena aku cuma beban buat Om.”“Bukan begitu, Lex.”“Terus apa?”William diam sampai bermenit menit kemudian.Alexandra tertawa sarkas. “Om udah nggak bisa menyangkal.” kemudian Alexandra diam sampai tiba di apartemen.Dia berharap bisa beristirahat dengan tenang di dalam kamarnya. Karena hari ini dia benar benar dibuat jungkir balik oleh pria yang b
“Kamu mau ke mana, William?” tanya Thea saat William meninggalkan meja makan.“Makan di luar.”“Tapi… makananmu kan belum kamu habiskan.”“Aku nggak nafsu makan.”Thea berdecak kesal saat makanan yang sudah dia buat menjadi sia-sia. Padahal dia berharap jika setelah memakan masakan darinya William jadi sedikit berubah dan berbalik membenci Alxandra. Namun, idenya itu malah tidak sesuai rencana karena William lebih memilih untuk makan di luar.“Dasar gadis sialan, dia nggak tau berapa banyak uang yang aku keluarkan untuk membeli ramuan itu,” gerutu Thea.**William pulang setelah dua jam kemudian.Lampu di seluruh ruangan sudah mati, tapi dia tak yakin kalau ALexandra sudah tidur malam itu. Sebab William sempat melihat jika keponakannya itu masih aktif di media sosialnya beberapa menit yang lalu.William menggantungkan makanan di knop pintu kamar Alexandra. Ayam goreng pedas adalah kesukaan Alexandra. Jadi saat perjalanan pulang dia membelikannya untuk Alexandra karena tadi dia melihat
Alexandra berjalan di lorong sekolah dengan hati yang sedikit lebih ringan daripada kemarin. Suasana hatinya sedang baik saat ini, apalagi tadi malam dia tidur dengan William. Bukan tidur di satu ranjang yang sama, melainkan dia tidur di atas pangkuan William. Sementara William dalam posisi duduk dengan punggung bersandar di sofa. Hingga tadi pagi keduanya pun bangun dan mendapati seluruh badan pegal pegal karena tidur tidak benar.“Lex!” panggil Emily. Dia berada jauh di belakang Alexandra.Alexandra menunggu sahabatnya itu dan berjalan bersama.“Udah buka grup chat kelas kita?” tanya Emily.Alexandra menggeleng.“Buka mading sekolah dulu, habis itu buka grup chat.”Alexandra memandang bingung Emily. Karena Emily tidak sabar dengan kelemotan Alexandra akhirnya dia membuka ponselnya sendiri kemudian menunjukkan sebuah video yang membuatnya terkejut setengah mati.“Ini … ini.. siapa yang mempostingnya di sini?”Emily menutup mulutnya karena terkejut.“Jadi ini bener kamu, Lex? Kamu sa
Alexandra keluar dari ruang guru meninggalkan William yang masih bicara dengan wali kelasnya. Ia yakin jika bukan karena om-nya adalah penyumbang terbesar di sekolah, dia sudah dikeluarkan sejak video itu tersebar di sekolah.“Gimana hasilnya?” tanya Emily.“Disuruh tinggal di asrama.”“Nggak apa-apa deh, daripada dikeluarin.”Alexandra menghela napasnya. Kemudian mengingat ingat kejadian tadi malam. Dia yakin jika Thea yang sudah mengambil video mereka berdua. Jika bukan, siapa lagi yang ingin membuat dirinya menghilang dari apartemen tersebut agar bisa berduaan dengan William.“Bener bener licik!” Alexandra mengacak-acak rambutnya sendiri. Ada penyesalan dalam dirinya mengapa harus melakukan hal itu padahal dia tahu ada Thea di apartemen William.“Terus om kamu gimana?”“Ya nggak gimana-gimana. Lulus sekolah aku mau ikut nenek aja.”“Yah, kalah dong dari sekertaris gatel itu.”Alexandra menaikkan satu alisnya.“Rebut balik om Will. Ngapain kamu ke luar negeri. Kalau emang bukan sama
Evan mengeluarkan dua koper di dalam garasi. Satunya berisi buku dan alat sekolah Alexandra dan semua kebutuhan yang dia butuhkan selama satu bulan di asrama sementara satu lagi baju baju miliknya.Alexandra sudah berdiri di depan gerbang asrama, diam diam memandang William yang menyeret koper ke arahnya.“Seminggu sekali kita bisa ketemu, kan Om?” tanya Alexandra.“Bisa.”“Jangan bohong.”“Belajar yang rajin. Lulus sekolah …”“Aku ikut nenek. Jadi om nggak perlu buru buru menikah.”“Kamu tahu dari mana?”“Nenek menelponku waktu itu.”William sama sekali tidak tahu jika ibunya pernah menghubungi Alexandra, karena ibunya tidak mengatakan apa apa masalah tersebut.“Kalau ada apa apa kamu bisa hubungi aku.”“Kayaknya hubungi om Evan lebih bisa dipercaya.” Alexandra menaikkan kedua alisnya kepada Evan.“Ya benar. Aku akan datang kalau kamu butuh bantuan.”“Karena aku nggak bisa masuk. Aku antar sampai sini ya.”Alexandra mengangguk.“Aku tunggu akhir pekan ini. Kalau nggak, aku kabur.”Wi
Satu minggu akhirnya berlalu. Alexandra berhasil melewati satu minggunya hanya berada di asrama tanpa bertemu dengan William. Kendati sering menelpon omnya itu. Tapi rasanya aneh ketika tak bisa melihatnya secara langsung. Hari ini William sudah berjanji pada Alexandra jika dia akan membawa ponakannya itu jalan jalan. Akan tetapi, sudah lewat dua jam William belum juga muncul di depan gerbang asrama. “Kamu nunggu siapa, Lex?” tanya sekuriti asrama pada Alexandra. “Om saya pak.”“Oh mau jalan jalan?”Alexandra mengangguk dengan bersemangat. Tetapi semangatnya itu luntur saat tepat tiga jam William tak kunjung datang ke asrama. “Lex!” panggil seseorang. Alexandra yang sudah putus harapan ke olah. Tapi dia terkejut saat mendapati Ethan yang datang ke asramanya. Alexandra memang menceritakan masalah tersebut pada Ethan. Bahwa dia pindah ke asrama karena terjadi masalah internal. Alexandra tak bisa mengatakan apa itu karena takut hanya akan membuat Ethan khawatir. “Kayaknya kamu buk
Mendengar Alexandra bicara seperti itu membuat William tak dapat berkata apa-apa. Dia mengatupkan rahangnya setelah Alexandra menarik tangannya dengan kasar.William tidak tahu jika ternyata Alexandra akan semarah itu padanya. Itu memang salahnya, pikirnya. Semua berawal saat Thea mulai memasuki hidupnya kemudian segalanya menjadi sedikit demi sedikit berubah.Hanya dapat melihat punggung Alexandra, William tidak bisa menahan gadis itu cukup lama.Sementara itu, Alexandra mengusap air matanya dengan punggung tangannya dengan kasar. Ia menahan sekuat tenaga agar tidak menjatuhkan air matanya di depan William.Marah? Kesal? Dan juga kecewa menjadi satu. Seminggu dia menahan rindunya pada William. Tapi William rupanya malah menyepelekan janjinya. Atau sebenarnya bukan masalah itu, karena Alexandra selalu membayangkan apa yang sedang dilakukan William dan Thea tiap malam tanpa ada dia di apartemen.“William bodoh!” umpat Alexandra. Tak masuk ke kamarnya, dia malah masuk ke atap asrama di