William sama sekali tidak bisa tidur malam itu setelah Alexandra memutuskan untuk tidur di ranjang yang sama dengannya. Ia tidak tahu bagaimana caranya melepaskan pelukan gadis itu dan pergi menjauh karena takut dirinya tak dapat menahan dirinya.“Lex, kalau yang kamu peluk bukan aku. Aku nggak tau apa jadinya sekarang,” kata William. Mau tak mau dia memiringkan tubuhnya dan menghadap ke arah Alexandra.Ia membuka selimut dan memperlihatkan wajah polos Alexandra yang sedang terlelap dalam mimpinya.Jari William menyelipkan anak rambut Alexandra ke belakang telinganya. Lalu mengusap pipi Alexandra dengan lembut.Wajah yang dia lihat ketika masih bayi, kini sudah berubah menjadi sosok gadis yang cantik yang terkadang menyebalkan.Dia tidak menyangka jika bayi yang pernah dia gendong kini berada di pelukannya.“Ibu, Kakak, maafkan aku,” kata William pelan. Godaan yang dia dapatkan benar benar begitu besar malam ini. Bahkan masalah Thea malam itu tak ada apa apanya.Jari telunjuk William
William menyesap anggurnya. Bayangan kejadian beberapa waktu yang lalu benar benar membuatnya gelisah. Dia hampir gila karena sudah mencium Alexandra tadi.Dia lelaki dan dia normal. Tak mungkin dia bisa menolak bibir seorang gadis yang ada di hadapannya.“Boleh kutemani?” Seorang wanita tiba tiba duduk di sebelah William.William mengangguk setelah melihat wajah si wanita sebentar.“Sendirian?”“Kamu bisa melihat sendiri kalau aku duduk sendiri,” balasnya dengan tak minat.Wanita itu terkekeh, kemudian memesan minuman yang sama seperti William.“Mau kutemani juga malam ini? Aku bebas malam ini.”Melirik ke bayangan wanita di sebelahnya. William berpikir jika paras wanita tersebut lumayan cantik. Bibir yang tebal dan penuh dan juga bulu matanya yang lentik. Pakaiannya lumayan terbuka, dengan menunjukkan belahan dadanya.“Boleh,” jawab William. “Tapi aku akan minum satu gelas lagi.”Wanita itu mengangguk, menunggu William minum hingga kemudian mabuk.Setelah mabuk, William dibawa pergi
William mengamati pakaian Alexandra dari atas sampai bawah. Celana jeans yang robek robek, lalu kaos longgar dan rambut panjang yang digerai. Ia baru menyadarinya jika Alexandra memang masih kecil baginya. Tapi mengapa dia melakukan hal itu tadi malam? Perasaan tak enak muncul lagi di benak William.“Kenapa om? Nggak suka aku pakai baju begini?” tanya Alexandra sambil mengenakan sepatu converse nya, dia menoleh ke arah William lalu berdiri.“Nggak, kan wajar kamu masih remaja. Jadi harus pakai pakaian yang sesuai sama usia kamu.”William berjalan mendahului Alexandra, sementara gadis itu mempercepat langkahnya agar bisa berjalan bersama dengan William.William melirik dari atas, ia masih ingat bagaimana dulu keponakannya itu malu jika berjalan di sampingnya. Tapi kini dia memilih berjalan untuk berjalan di sisinya dan begitu percaya diri.“Habis makan kita ke mana?” tanya Alexandra.“Pulang.”“Hah? Pulang? Nggak mau main dulu.”“Mau main ke mana? Aku sudah bohong pada gurumu, Lex.”“Y
“Kamu nggak makan?” tanya William ketika dia sudah mulai mengunyah makanannya. Sementara Alexandra masih membutuhkan jawaban dari William.“Siapa wanita seksi tadi, Om? Kayaknya dekat banget sama Om.”William hampir saja tersedak dengan makanannya. “Dia pemilik hotel ini. Dia mengenalku mungkin dari beberapa berita di media.”Alexandra mengangguk-angguk tapi tak lantas percaya.“Kamu butuh jawaban yang seperti apa? Dia mantan kekasihku? Sementara aku selalu menghabiskan lebih banyak waktu denganmu, Alexandra.”“Benar juga.”William mengangguk-angguk meyakinkan Alexandra.“Tapi dia …”“Karena aku tampan makanya dia ingin mengenalku.”“Baiklah, kalau masalah itu aku nggak bisa menyangkalnya.” Baru lah setelah itu Alexandra baru mau memakan makanannya.William masih tak habis pikir, jika ternyata tadi malam dia menghabiskan satu malamnya bukan dengan wanita penghibur melainkan pemilik hotel. Tak hanya merasa malu, William juga merasa tidak enak karena sudah menganggap Nikita seperti it
Sudah hari ke tujuh William memimpikan Thea, dan itu bukan keinginannya juga untuk memimpikan Thea. Padahal di kehidupan nyata mereka hanya bicara saat ada pekerjaan dan jika itu diperlukan sekali. Karena William selalu meminta Evan untuk mewakilinya.“Kenapa mimpi aneh itu lagi?” gumam William. Dia sudah duduk di tepi ranjang sambil memegang kepalanya dengan kedua tangannya. Anehnya setelah dia memimpikan Thea, ada perasaan aneh yang mengganjal. Seperti perasaan rindu, padahal setiap hari mereka bertemu.Hari pertama ia bermimpi, rasa itu tidak semenjadi-jadi seperti sekarang. Dia hanya merasa senang melihat Thea. Hari kedua dia ingin selalu melihat Thea. Hingga akhirnya hari ke tujuh, saat dia bermimpi melakukan hubungan intim dengan Thea. Dia merasa hal itu seperti nyata, dan dia merasakan sensasi itu.“Om kenapa?” tanya Alexandra yang tau tau ada di depan William.William menggeleng.“Om sakit? Tapi kepala om dingin banget.”“Bisa buatkan aku teh hangat?”Alexandra pun mengangguk
Alexandra pulang ke rumah pada pukul sembilan malam. Saat dia masuk ke dalam apartemen, dia mendapati di seluruh ruangan masih gelap dan tak ada tanda tanda jika William sudah pulang.“Om Will ke mana? Padahal udah jam sembilan, katanya nggak pulang malam,” gumam Alexandra.Alexandra mencoba untuk mengirimkan pesan pada William tapi satu jam kemudian baru dibalas jika dia akan pulang jam satu malam.Tak terima jika William pulang jam satu, Alexandra pun langsung menghubungi lelaki itu.“Om ada di mana? Memangnya ada golf sampai jam satu?” tanya Alexandra yang mulai curiga pada William.“Aku ada urusan dengan teman temanku. Kamu tidur dulu.”“Teman? Siapa?”“Kamu nggak kenal, Lex,” jawab William yang terdengar lelah.“Baiklah kalau begitu.” Dengan enggan Alexandra menutup teleponnya. Jawaban dari William entah mengapa sama sekali tidak bisa membuatnya merasa lega, malahan dia ingin tahu siapa teman William karena tidak biasanya lelaki itu seperti sekarang.**Di sisi lain, William seda
Paginya, Alexandra yang sudah siap dengan seragam sekolahnya tidak menemukan William ada di mana mana. Padahal biasanya omnya itu duduk di kursi meja makan, atau jika tidak sedang membaca laporan dari tablet di sofa depan kamar.Namun, William kali ini sudah berangkat lebih dulu.Dia meninggalkan secarik kertas di atas meja makan yang bertuliskan jika sarapan sudah dia siapkan. Dia ada urusan mendesak hingga tak bisa pergi mengantarnya sekolah. Sebagai ganti, Evan yang akan datang untuk menjemputnya.Dan benar saja, selang beberapa detik Evan sudah masuk dengan pakaiannya yang rapi.“Ayo, kamu udah siap, kan?” tanya Evan.“Om Will kenapa berangkat pagi pagi, Om?” tanya Alexandra.“Dia ada urusan mendesak katanya.”“Tapi kan… dia bisa bangunin aku.”“Mungkin gak sempat, Lex.”Alexandra langsung turun mood-nya pagi itu gara gara omnya. Padahal dia ingin bersama dengan William sedikit lama. Di dalam mobil pun Alexandra tidak berbicara sama sekali. Dia hanya melamun dan menatap jendela d
Setelah memastikan jika Alexandra sudah tidur malam itu. William bergegas membuka pintu apartemen di mana Thea sudah menunggunya satu jam yang lalu.“Dia udah tidur?” tanya Thea. William mengangguk lalu membawanya ke dalam kamarnya.Setibanya di kamar, Thea langsung mencium bibir William dengan rakus seakan dia sudah tidak bertemu dengan William selama bertahun tahun.“Thea, tunggu dulu,” bisik William. “Jangan sekarang, aku takut kalau Alexandra bangun dan kejadian waktu itu terjadi lagi.”“Kejadian apa? Harusnya kamu sudah waktunya memikirkan dirimu sendiri, Sayang? Sampai kapan kamu harus memikirkan Alexandra?”William mengerutkan keningnya. Dia melihat Thea sudah melucuti pakaiannya sendiri. Thea memagut bibir William dan mendorong lelaki itu ke atas ranjang.“Kunci pintunya,” suruh William.**Pagi harinya, William bangun lebih dulu. Dia menyiapkan sarapan seperti biasa di dapur sambil menunggu Alexandra muncul dari kamarnya.Keluar dari kamarnya, Alexandra pagi itu menggulung ra