“Tidurlah.” William mengantar Alexandra sampai tempat tidurnya. Tapi gadis itu masih bergeming dan duduk di tepi ranjang sambil menatap William.“Jangan pergi,” kata Alexandra, dia memegang tangan William dan mengenggamnya dengan erat seolah tak ingin lelaki itu beranjak dari sana.Tangan William mengusap puncak kepala Alexandra. “Aku di sini… malam ini.”Alexandra menengadah merasakan tatapan William yang begitu lembut dan menenangkannya. Barulah setelah itu Alexandra dapat berbaring di atas tempat tidurnya dengan tenang. Sementara William duduk di tepi ranjang dan membelai kepala Alexandra sampai gadis itu terlelap tidur.Terbersit rasa bersalah dari William untuk kakaknya. Karena dia sudah melewati batas seperti ini. Bukankah hal seperti sekarang sangat lah aneh dilakukan bagi seorang om untuk keponakannya?“Aku benci Thea,” kata Alexandra. William menoleh.“Wanita itu… aku sangat membencinya.”William jadi teringat dengan kejadian tadi malam. Bagaimana jika seandainya dia mengizin
“Pokoknya aku nggak bakal maafin orang yang ganggu acara kita hari ini,” kata Alexandra saat dia masuk ke dalam mobil William.William yang sudah berada di belakang kemudi tersenyum mendengar ucapan dari keponakannya itu.“Kita ke pantai seharian?”“Iya. Kita balik besok pagi.”“Kamu nggak sekolah?”“Izin sakit.”“Nggak boleh.”Alexandra merengek dan mengatakan pada William bahwa dia tidak pernah melakukan perjalanan ke pantai dengan seseorang selama ini. Jadi dia meminta keringanan pada William.“Kalau sampai nilaimu turun, om akan menghukummu.”“Hukum apa?”“Kita nggak akan ketemu satu minggu.”Alexandra menghela napasnya. Lalu menyenderkan punggungnya ke kursi. William sangat tahu bagaimana cara mengancam dirinya.“Oke oke, nilaiku nggak bakalan turun.”“Kalau begitu aku pesan hotel dulu.”“Aku udah pesan kok.”William menoleh. Alexandra tersenyum penuh maksud.**William terkejut ketika Alexandra hanya memesan satu kamar untuk mereka berdua. Hanya saja di dalam kamar ada double be
William sudah kembali segar setelah mengalami waktu yang krisis beberapa waktu yang lalu. Rambutnya masih basah ketika dia keluar dari kamar mandi.Matanya langsung terpaku pada makanan yang sudah terhidang di atas meja.“Lex, makan dulu. Hari ini kamu baru makan tadi pagi, kan?” William melihat ALexandra berbaring memunggunginya. Tubuhnya yang kecil terbungkus oleh sweater tanpa memakai pakaian dulu.“Lex, kamu sakit?” tanya William lagi. Dia menghampiri ranjang Alexandra setelah mengenakan kaosnya yang berwarna putih.“Pakai pakaianmu dulu, setelah itu makan.” Tangan William mengusap kepala Alexandra. Dan gadis itu tidak sedang demam.“Kamu nggak makan?”“Nanti. Aku ngantuk banget om.”“Memangnya tidur jam berapa tadi malam?”“Tiga.”“Kenapa tidur jam tiga?”“Banyak pikiran.” Jawaban dari Alexandra seperti sadar tak sadar.“Jadi begitu ya?” William menyelimuti Alexandra, membiarkan keponakannya itu tidur sebentar. Dia pun akhirnya mengurungkan makan karena tak enak makan sendiri.Di
William sama sekali tidak bisa tidur malam itu setelah Alexandra memutuskan untuk tidur di ranjang yang sama dengannya. Ia tidak tahu bagaimana caranya melepaskan pelukan gadis itu dan pergi menjauh karena takut dirinya tak dapat menahan dirinya.“Lex, kalau yang kamu peluk bukan aku. Aku nggak tau apa jadinya sekarang,” kata William. Mau tak mau dia memiringkan tubuhnya dan menghadap ke arah Alexandra.Ia membuka selimut dan memperlihatkan wajah polos Alexandra yang sedang terlelap dalam mimpinya.Jari William menyelipkan anak rambut Alexandra ke belakang telinganya. Lalu mengusap pipi Alexandra dengan lembut.Wajah yang dia lihat ketika masih bayi, kini sudah berubah menjadi sosok gadis yang cantik yang terkadang menyebalkan.Dia tidak menyangka jika bayi yang pernah dia gendong kini berada di pelukannya.“Ibu, Kakak, maafkan aku,” kata William pelan. Godaan yang dia dapatkan benar benar begitu besar malam ini. Bahkan masalah Thea malam itu tak ada apa apanya.Jari telunjuk William
William menyesap anggurnya. Bayangan kejadian beberapa waktu yang lalu benar benar membuatnya gelisah. Dia hampir gila karena sudah mencium Alexandra tadi.Dia lelaki dan dia normal. Tak mungkin dia bisa menolak bibir seorang gadis yang ada di hadapannya.“Boleh kutemani?” Seorang wanita tiba tiba duduk di sebelah William.William mengangguk setelah melihat wajah si wanita sebentar.“Sendirian?”“Kamu bisa melihat sendiri kalau aku duduk sendiri,” balasnya dengan tak minat.Wanita itu terkekeh, kemudian memesan minuman yang sama seperti William.“Mau kutemani juga malam ini? Aku bebas malam ini.”Melirik ke bayangan wanita di sebelahnya. William berpikir jika paras wanita tersebut lumayan cantik. Bibir yang tebal dan penuh dan juga bulu matanya yang lentik. Pakaiannya lumayan terbuka, dengan menunjukkan belahan dadanya.“Boleh,” jawab William. “Tapi aku akan minum satu gelas lagi.”Wanita itu mengangguk, menunggu William minum hingga kemudian mabuk.Setelah mabuk, William dibawa pergi
William mengamati pakaian Alexandra dari atas sampai bawah. Celana jeans yang robek robek, lalu kaos longgar dan rambut panjang yang digerai. Ia baru menyadarinya jika Alexandra memang masih kecil baginya. Tapi mengapa dia melakukan hal itu tadi malam? Perasaan tak enak muncul lagi di benak William.“Kenapa om? Nggak suka aku pakai baju begini?” tanya Alexandra sambil mengenakan sepatu converse nya, dia menoleh ke arah William lalu berdiri.“Nggak, kan wajar kamu masih remaja. Jadi harus pakai pakaian yang sesuai sama usia kamu.”William berjalan mendahului Alexandra, sementara gadis itu mempercepat langkahnya agar bisa berjalan bersama dengan William.William melirik dari atas, ia masih ingat bagaimana dulu keponakannya itu malu jika berjalan di sampingnya. Tapi kini dia memilih berjalan untuk berjalan di sisinya dan begitu percaya diri.“Habis makan kita ke mana?” tanya Alexandra.“Pulang.”“Hah? Pulang? Nggak mau main dulu.”“Mau main ke mana? Aku sudah bohong pada gurumu, Lex.”“Y
“Kamu nggak makan?” tanya William ketika dia sudah mulai mengunyah makanannya. Sementara Alexandra masih membutuhkan jawaban dari William.“Siapa wanita seksi tadi, Om? Kayaknya dekat banget sama Om.”William hampir saja tersedak dengan makanannya. “Dia pemilik hotel ini. Dia mengenalku mungkin dari beberapa berita di media.”Alexandra mengangguk-angguk tapi tak lantas percaya.“Kamu butuh jawaban yang seperti apa? Dia mantan kekasihku? Sementara aku selalu menghabiskan lebih banyak waktu denganmu, Alexandra.”“Benar juga.”William mengangguk-angguk meyakinkan Alexandra.“Tapi dia …”“Karena aku tampan makanya dia ingin mengenalku.”“Baiklah, kalau masalah itu aku nggak bisa menyangkalnya.” Baru lah setelah itu Alexandra baru mau memakan makanannya.William masih tak habis pikir, jika ternyata tadi malam dia menghabiskan satu malamnya bukan dengan wanita penghibur melainkan pemilik hotel. Tak hanya merasa malu, William juga merasa tidak enak karena sudah menganggap Nikita seperti it
Sudah hari ke tujuh William memimpikan Thea, dan itu bukan keinginannya juga untuk memimpikan Thea. Padahal di kehidupan nyata mereka hanya bicara saat ada pekerjaan dan jika itu diperlukan sekali. Karena William selalu meminta Evan untuk mewakilinya.“Kenapa mimpi aneh itu lagi?” gumam William. Dia sudah duduk di tepi ranjang sambil memegang kepalanya dengan kedua tangannya. Anehnya setelah dia memimpikan Thea, ada perasaan aneh yang mengganjal. Seperti perasaan rindu, padahal setiap hari mereka bertemu.Hari pertama ia bermimpi, rasa itu tidak semenjadi-jadi seperti sekarang. Dia hanya merasa senang melihat Thea. Hari kedua dia ingin selalu melihat Thea. Hingga akhirnya hari ke tujuh, saat dia bermimpi melakukan hubungan intim dengan Thea. Dia merasa hal itu seperti nyata, dan dia merasakan sensasi itu.“Om kenapa?” tanya Alexandra yang tau tau ada di depan William.William menggeleng.“Om sakit? Tapi kepala om dingin banget.”“Bisa buatkan aku teh hangat?”Alexandra pun mengangguk