Share

Prahara 4. Terpesona

Author: Irhen Dirga
last update Last Updated: 2025-02-22 19:14:37

Malam menunjukkan pukul 10, namun Fatan belum kembali, perasaan Jingga campur aduk, ia merasakan sesak didalam sana, tak ada yang bisa ia lakukan selain menerima semua ini, ia mau marah, ia mau mengamuk, tapi ia merasa tidak berhak melakukan itu.

Sebenarnya Jingga istri atau hanya simpanan? Yang akan dituju jika dibutuhkan.

Jingga melihat semua makanan yang sudah ia siapkan diatas meja, semuanya menjadi dingin. Entah sudah berapa kali Jingga memanaskannya, ia begitu effort menyambut kepulangan suaminya. Namun, sayangnya ia kembali kecewa dengan effortnya sendiri.

Jingga berbaring di sofa seraya menonton tv, ia tidak punya tenaga apa pun untuk ke kamar. Buat apa ke kamar jika penghuninya hanya dirinya, pernikahan yang seharusnya menjadi hal yang membahagiakan malah menjadi hal yang menyedihkan seperti ini.

Jingga menunggu suaminya pulang entah akan pulang atau tidak. Jingga meraih ponselnya dan melihat malam menunjukkan pukul 10 lewat, Jingga menyerah, tak perlu menunggu, suaminya akan pulang dengan sendirinya.

Pertanyaan Jingga, apakah ia harus tetap diam dan menerima semuanya? Walau ia tahu yang dilakukan suaminya salah?

Beberapa saat kemudian, Jingga kehausan, ia melangkah menuju dapur, tadinya mau tidur, tapi sepertinya ia butuh minum. Alih-alih ke kamar, Jingga melangkah menuju sofa dan berbaring disana.

Fatan masuk ke apartemennya dan melihat makanan sudah tersedia di atas meja makan, sementara itu Jingga ketiduran di sofa, Fatan memandang wajah Jingga, rasa bersalah menghantuinya, mengapa ia korbankan Jingga hanya karena masa lalunya kembali?

Jingga bergerak gelisah, ia mendengar suara piring, ia membuka pejaman matanya dan menoleh ke arah meja makan, Fatan saat ini sedang makan.

Jingga tersenyum dan bangkit dari pembaringannya.

“Mas, kamu sudah pulang?” tanya Jingga.

“Sudah. Apa saya membangunkanmu.”

Jingga menggeleng dan berkata, “Mas, kenapa saya tidak dibangunkan? Saya pasti akan memanaskannya. Itu makanannya sudah dingin.”

“Tidak apa-apa. Kamu istirahat saja,” kata Fatan.

“Saya buatkan kopi, Mas,” kata Jingga lagi.

“Saya suruh kamu istirahat, jadi dengarkan saya.”

“Saya akan istirahat tapi selesai kamu makan.”

Sebenarnya Fatan sudah makan, namun karena melihat effort istrinya sampai tidur di sofa, Fatan memilih untuk makan. Walaupun perutnya akan meledak rasanya.

Jingga menuangkan minum untuk suaminya lalu menaruhnya. Fatan terus memandang istrinya diam-diam, lalu kembali makan ketika Jingga melihatnya. Ada senyum di ujung bibir Fatan.

Fatan akui, istrinya adalah gadis yang cantik, dengan hijab yang ia kenakan, bahkan Fatan kagum pada Jingga ketika melihat Jingga mengajar mengaji di pesantren tempat Ibrahim mengajar.

Selama ini, Fatan belum pernah melihat wajah dan bentuk rambut di balik hijab itu.

“Apa berhijab itu nyaman?” tanya Fatan, pertanyaan yang keluar begitu saja.

“Heem? Iya, Mas. Nyaman sekali. Ada apa?”

“Saya hanya bertanya. Soalnya saya tidak pernah liihat kamu buka hijab.”

“Saya akan membukanya.” Jingga lalu membuka peniti hijabnya.

“Eh jangan, bukankah tidak diperbolehkan untuk membuka didepan pria sepertiku?” tanya Fatan menggeleng.

Jingga tertawa kecil mendengar perkataan suaminya, Fatan jadi ikut tersenyum melihat senyuman cantik gadis didepannya.

“Mas, kamu lupa kalau kita sudah suami istri?” tanya Jingga.

“Terus?”

“Hanya suami saya yang sudah mahrom yang dapat melihat rambut saya, Mas.”

“Jangan buka di sini, nanti ada yang mengintip.”

Jingga tersenyum lalu mengangguk. “Baik, Mas.”

Apa yang Fatan tak syukuri? Jingga adalah gadis yang baik, wanita yang sholeha, akhlaknya baik, cantik, mandiri dan juga pintar masak, bahkan dia menghargai keluarga Aksara. Keluarga Jingga juga sangat menyayanginya sebagai menantu.

Jingga keluar dari kamar mandi dengan rambut setengah basa karena sudah di lap Jingga menggunakan handuk kecil.

Fatan yang masih menekuri layar tabletnya menoleh sesaat melihat istrinya.

Fatan membulatkan mata penuh dengan tatapan penuh pertanyaan, melihat Jingga keluar dari kamar mandi tanpa hijab, bahkan rambutnya basah.

Jingga malu sekali, dan menggaruk leher belakangnya. Jingga tidak tahu bagaimana Fatan akan menilainya.

“Mas, ada apa?” tanya Jingga.

Fatan tak bergeming sama sekali, ia masih menatap Jingga, menatap gadis yang selama ini tidak pernah membuka hijabnya didepannya. Ternyata dibalik hijab Fatan terkejut, secantik itu istrinya.

Fatan memandang Jingga, tatapannya penuh rasa kagum, cantik dan wangi, rambutnya tebal dan panjang.

“Mas, mas,” panggil Jingga.

“Iya?”

“Ada apa? Apa aku cocoknya pakai hijab saja di depanmu?” tanya Jingga.

“Tidak. Eh maksudnya, tidak mungkin kamu tidur dengan hijab,” jawab Fatan mengelus leher belakangnya. “Mau pakai atau tidak, kamu sama-sama cantik.”

Jingga tersenyum mendengarnya. “Ayo kita tidur, Mas.”

Fatan mengangguk, jantungnya berdetak kencang, ia gugup, karena takjub dengan kecantikan istrinya yang enak dipandang.

Fatan sebenarnya hanya bingung bagaimana menjelaskan hubungannya dengan Elsa. Fatan dan Elsa belum kembali seperti biasanya, masih seperti teman seadanya, namun Fatan terus memberikan Elsa harapan bahwa hubungan lama mereka tak pernah Fatan lupakan.

Fatan bukan jahat, setidaknya itu menurut Jingga.

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Related chapters

  • Cinta Pertama : Aku Bukan Orang Ketiga   Prahara 5. Kedatangan Elsa

    Jingga terus menunggu apa yang mungkin bisa Fatan lakukan sebagai suami, apakah ia akan diterkam malam ini, atau hanya angan belaka saja? Jingga harus menerima apa pun itu, jika memang suaminya belum siap, ya tidak ada salahnya untuk menunggu.Jingga tidak merasakan gerakan Fatan, Jingga mendongak melihat suaminya yang saat ini sudah memejamkan mata seolah ia tidak ada di sini , Jingga kecewa tapi masih berpikir bahwa akan ada waktu lain, bagaimanapun sudah menjadi pasangan suami istri yang artinya akan bertemu setiap hari , waktu untuk melakukan malam pertama itu tidak pupus dia juga berusaha tenang dan tidak memaksa keadaan jingga tahu jika saat ini suaminya itu sedang kebingungan karena cinta pertamanya kembali.Akhirnya kantuk menjemputnya.Suara shalawat di masjid terdengar. Jingga bangun untuk shalat subuh. Ia melihat suaminya masih terlelap. Jingga menghampiri Fatan dan duduk di tepi ranjang.“Mas, ayo bangun, kita shalat subuh,” ajak Jingga.Jingga menyentuh lengan suaminya. “

    Last Updated : 2025-02-22
  • Cinta Pertama : Aku Bukan Orang Ketiga   Prahara 6. Peringatan

    “Berjuang lah untuk pernikahanmu, Nak, itu lah tugasmu sebagai seorang istri,” kata Nania menatap ibunya. “Seberat apa pun itu, kamu hanya harus melakukan sesuatu yang mungkin dapat merebut suamimu, kamu adalah Wanita dan istri yang sah di mata Allah, dan yang sah akan kalah dengan yang tidak ada hubungannya. Perkara hati mungkin memang miliknya, tapi di mata Allah, semua pahala datang kepadamu.” Nania sedih mendengar curhatan putrinya, sejak dulu Jingga memang suka curhat pada ibunya. Ia lebih baik curhat kepada ibunya daripada pada orang lain. “Sekarang Fatan sedang kebingungan, jadi tuntun dia pada Allah. Niscaya apa yang kamu inginkan akan kamu dapatkan, Nak.” Nania melanjutkan. “Iya, Bu. Mungkin Jingga terlalu banyak pikiran. Jingga hanya takut suami Jingga masuk ke dalam api neraka.” “Ibu hanya bisa ngasih saran, coba kamu panggil suamimu. Bicarakan ini baik-baik, jika dia tidak menerimanya, kamu bisa mencobanya lagi nanti, tugas istri bukan hanya sekedar memasak, membersihk

    Last Updated : 2025-02-22
  • Cinta Pertama : Aku Bukan Orang Ketiga   Prahara 7. Belum Usai

    Jingga tak habis pikir suaminya tengah di rumah cinta pertamanya untuk menenangkannya, dan mungkin melakukan hubungan diluar batas.Tak butuh waktu lama, Fatan masuk ke apartemennya dan melihat Jingga sedang duduk di sofa menunggunya. Jingga butuh penjelasan hari ini.“Mas, apa Elsa sudah tenang?” tanya Jingga menatap suaminya, seolah pertanyaan itu adalah pertanyaan yang menyinggung.“Maafkan Elsa, ya,” ucap Fatan.“Jangan minta maaf pada saya, Mas, saya yang salah karena masuk di antara kalian,” jawab Jingga menunduk sesaat lalu kembali mendongak menatap suaminya. “Apa yang Elsa katakan memang benar, semua ini memang seharusnya menjadi miliknya.”“Jingga, kamu tidak akan paham perasaan saya.”“Kamu minta saya pahami, Mas? Apa tidak terbalik?”“Iya. Saya tahu, saya salah,” ucap Fatan.“Saya tak akan pernah memaksamu memilih hidupmu, tapi saya harap kamu memilih di antara kami, agar tidak ada yang terluka. Saya siap pergi jika kamu suruh pergi.”“Jingga, bukan kamu yang salah. Tapi pe

    Last Updated : 2025-02-22
  • Cinta Pertama : Aku Bukan Orang Ketiga   Prahara 8. Ibu Mertua Turun Tangan

    Jingga menatap langit dengan tatapan sedih, inikah pernikahan yang dia inginkan? Berat rasanya menerima setiap jengkal langkah kaki Fatan untuk ke rumah Elsa. Ia sudah mengetahui dimana suaminya sering pergi, namun ia tak memiliki keberanian untuk marah ataupun meninggikan suaranya.Masakan yang sering masak jarang sekali di sentuh, kadang di sentuh, kadang juga tidak. Fatan menoleh melihat istrinya itu tengah duduk diam di teras apartemen, Fatan memandang punggung Jingga dan akhirnya pergi meninggalkan Jingga.Fatan menerima kasih sayang Jingga, menerima perhatian Jingga dengan senang hati namun tak bisa memberikan hatinya.*Elsa melihat di sekitar kafe dan mencari seseorang yang memanggilnya kemari, Elsa melihat seseorang melambaikan tangan, gadis itu adalah Fani, adiknya Fatan.Elsa melangkah dengan anggunnya mendekati Fani dan Rista–sang Ibu mertua. Yang ia anggap.“Ma, Fani jadi tahu kalau Abang itu suka sama Elsa yang modis. Sementara Kak Jingga kan penampilannya biasa saja, t

    Last Updated : 2025-02-24
  • Cinta Pertama : Aku Bukan Orang Ketiga   Prahara 9. Paksaan Elsa

    “Mas, kita shalat isya sama-sama yuk,” ajak Nilam.“Apa sih, Jingga, kamu ganggu orang saja kerjaannya.” Fatan begitu marah.“Mas, apa kamu tidak mendengar suara azan, itu artinya kita di suruh shalat mas, lagian tidak memakan waktu lama kok. Hanya beberapa menit saja,” kata Jingga lagi masih tetap keukeuh mengajak suaminya.“Saya bilang tidak ya tidak,” kata Fatan. “Setelah kerjaan saya selesai juga saya akan ke rumah Elsa.”“Mas,” lirih Jingga.“JINGGA!”“Mas, kamu tahu nggak malam ini malam apa?” tanya Jingga menatap suaminya yang cuek, dan tidak menjawab pertanyaannya. “Malam ini adalah malam Nifsu Syaban. Bulan Syaban merupakan salah satu bulan yang istimewa dalam Islam, terletak di antara Rajab dan Ramadan. Di dalamnya terdapat malam Nifsu Syaban, yang diyakini sebagai malam penuh berkah, ampunan, dan pengabulan doa.”Fatan masih cuek dan tidak mengatakan apa pun, ia masih sibuk dengan tab miliknya.“Mas, asal kamu tahu saja umat Islam dianjurkan untuk memanfaatkan momen ini den

    Last Updated : 2025-03-02
  • Cinta Pertama : Aku Bukan Orang Ketiga   Prahara 10. Aneh

    Jingga POV.Aku keluar dari kamar karena merasa haus, aku menoleh melihat ranjang disampingku dan Mas Fatan belum pulang, ia pasti sedang bermadu kasih dengan Elsa.Ya Allah … aku tahu ini juga Sebagian dari dosaku karena membiarkan suamiku melakukan maksiat di luar sana, namun apa kah dayaku untuk menahannya? Dia memiliki masa lalu, memiliki kehidupan sebelum bertemu denganku, aku mana tahu akan terjadi hal seperti ini. Bukan menyesali pernikahanku dengan Mas Fatan, namun kehadiran masa lalunya yang membuatku tak bisa berbuat apa-apa.Elsa benar, aku mungkin istri sah Mas Fatan, namun hati, perasaan dan jiwa Mas Fatan di miliki Elsa. Apa yang bisa aku lakukan?Aku meraih air mineral dan meneguknya, aku duduk di kursi depan meja makan dengan helaan napas halus, aku melihat jam dinding yang telah menunjukkan pukul 2 malam. Namun, Mas Fatan belum Kembali.Aku memiliki hak untuk marah, bukan? Apalagi melihat maksiat didepanku, sepandai-pandainya aku dalam agamaku, tapi aku akan tetap b

    Last Updated : 2025-03-02
  • Cinta Pertama : Aku Bukan Orang Ketiga   Prahara 11. Fatan Sakit

    Aku pulang cepat setelah jam mata kuliahku selesai, aku langsung mampir belanja, selama menikah aku tidak pernah diberi uang oleh Mas Fatan, jadi aku gunakan uangku sendiri.Aku belanja kebutuhan rumah dan semua yang Mas Fatan butuhkan, aku juga membeli beberapa obat-obatan untuk persiapan di rumah, agar nanti jika salah satu dari kami sakit, lebih mudah untuk mencegahnya.Sesampainya aku di apartemen, ku lihat Elsa baru keluar dari rumahnya, aku sempat kaget dan tak percaya ketika tahu Elsa tinggal di unit sebelah kami, tepat di sebelah. Mungkin Mas Fatan melakukan itu agar lebih dekat dengan Elsa.Elsa melihat apa yang aku tenteng. “Habis belanja?”“Kelihatannya bagaimana?” tanya Elsa.“Ya sepertinya begitu.”“Ya sudah. Jangan tanya lagi jika sudah jelas.”“Ya ampun, kamu memang tidak pernah menyerah sama sekali, ya. Percuma kamu melakukan semua ini, Fatan tidak akan pernah melihat ke arahmu. Dia hanya mencintaiku,” kata Elsa seolah memberitahu dengan penekanan.“Mau dia cinta sama

    Last Updated : 2025-03-07
  • Cinta Pertama : Aku Bukan Orang Ketiga   Prahara 12. Hari ke 2 Mas Fatan Sakit

    Aku menaruh bubur yang sudah ku buat diatas nakas, aku duduk di tepi ranjang, lalu menoleh melihat Mas Fatan yang masih tertidur dengan lelap. Ternyata ketika sakit seperti ini, Mas Fatan tak bisa apa-apa, demamnya tinggi dan ia terus berkeringat.Aku harus sigap bukan? Ini bukan tentang perbuatannya kepadaku, melainkan ini tentang aku yang berstatus istrinya. Terkadang aku berusaha menerima semuanya, tapi terkadang didalam hati, aku tidak menerimanya. Selalu bingung dengan apa yang terjadi.Ku tatap wajahnya, tampan sekali. Siapa yang tak akan menyukainya? Bibirnya di bentuk dengan rapi, kedua bola matanya, warna kulitnya dan rambutnya. Semua terpahat dengan rapi, bukan hanya Elsa atau aku, setiap wanita pasti akan menyukainya.“Mas,” panggilku ketika melihat Mas Fatan bergerak gelisah.Mas Fatan membuka pejaman matanya dan melihatku dengan samar, duduk disampingnya.“Mas, ayo makan, saya sudah buatkan bubur,” kataku.Mas Fatan lalu bangkit dari pembaringannya, aku membantu

    Last Updated : 2025-03-14

Latest chapter

  • Cinta Pertama : Aku Bukan Orang Ketiga   Prahara 21. Jangan Ganggu Jingga

    Jingga masuk ke kamarnya setelah membersihkan badan, ia masih menggunakan hijabnya sementara itu suaminya sudah berbaring di atas tempat tidur seraya bermain ponsel sejak tadi ponsel suaminya itu sudah berdering menandakan seseorang mendesak untuk berbicara. Jingga duduk di depan cermin mengenakan pelembab seadanya tanpa Skin Care lengkap Jingga tetap terlihat cantik dan seperti merawat diri. Tak lama kemudian Jingga menoleh dan melihat lirikan suaminya, sepertinya Fatan tak enak hati padanya karena ponselnya sejak tadi bergetar. “Mas angkat saja siapa tahu saja penting,” kata Jingga berusaha untuk tidak terganggu walau ia sudah tahu seseorang yang mendesak ingin berbicara itu sudah pasti Elsa. “Baiklah. Saya keluar sebentar.” Fatan lalu melangkahkan kakinya keluar dari kamar Fatan memilih berdiri di teras rumah mertuanya dan mengangkat telepon dari Elsa. Fatan melirik ke dalam rumah. Ibrahim dan Nania tengah ke masjid, sementara itu Jedar dan Bara sudah di kamar. ‘Halo?’

  • Cinta Pertama : Aku Bukan Orang Ketiga   Prahara 20. Dilecehkan

    Jingga dan Fatan tiba di rumah kedua orangtua Jingga, Fatan langsung memarkirkan mobil di depan rumah, lalu mereka keluar dari mobil, di sambut langsung oleh Ibrahim dan Nania, sementara itu Jedar duduk di kursi teras seraya memainkan bibirnya yang kesal.Jingga dan Fatan langsung meraih tangan Nania dan Ibrahim, lalu mencium punggung tangan keduanya, seperti itu lah ajaran kepada yang lebih tua.“Ayo masuk, Nak,” ucap Ibrahim mempersilahkan Fatan masuk.“Jedar, kamu buatkan Jingga sama Fatan minum, ya,” titah Nania.“Apa sih, Bu, kayak siapa aja yang datang, lebay banget.”“Jedar, adikmu dan Adik iparmu datang, kamu harus melayani mereka. Mereka itu tamu kita,” kata Nania masih menatap Jedar yang bodoh amat.“Nggak mau ah, aku nggak mau,” tolak Jedar.“Udah, Bu, nanti Jingga saja yang buat minum.” Jingga menggeleng.“Apa sih, kamu kan juga anak Ibu, harusnya kamu yang buat minum, mentang-mentang kamu adalah kesayangan Ibu, jadi kamu kalau kemari mau dilayanin gitu? Lebay. Aku aja ngg

  • Cinta Pertama : Aku Bukan Orang Ketiga   Prahara 19. Ke Desa

    “Mas, kamu masih di rumah? Tidak bekerja?” tanya Jingga keluar dari kamarnya.“Tidak,” jawab Fatan. “Oh iya. Tadi, Bapak dan Ibu menelpon saya. Menyuruh kita berdua untuk berkunjung.”“Bapak sama Ibu menelpon?” “Iya. Menyuruh kita berkunjung, katanya hari ini kamu tidak ada mata kuliah.” Fatan menjawab.Jingga menautkan alisnya, tumben sekali kedua orangtuanya memberanikan diri menelpon Fatan langsung, Jingga jadi tidak enak hati. Karena tidak ingin membuat Fatan tak nyaman.“Jadi?” tanya Jingga menatap suaminya.“Ya kita berkunjung,” jawab Fatan.“Mas mau berkunjung?”“Iya.”“Pekerjaan mas bagaimana?”“Tidak masalah.”“Mas, jika terpaksa jangan ya, saya tidak mau membuat kamu terbebani oleh permintaan Ibu dan Bapak.” Jingga melanjutkan membuat Fatan menoleh dan menatap istrinya.“Kenapa kamu melarang saya ke sana? Ada apa?”“Saya hanya tidak mau kamu terbebani oleh permintaan Ibu sama Bapak.” Jingga menjawab.“Saya mau ke sana, lagian saya terbebani atau tidak, itu bukan urusan kamu,

  • Cinta Pertama : Aku Bukan Orang Ketiga   Prahara 18. Penjelasan

    “Ada apa denganmu?” tanya Fatan menatap istrinya yang saat ini dipenuhi dengan amarah. Fatan memegang lengan istrinya, membuat Jingga menghempaskan genggaman itu.“Jangan sentuh saya, Mas,” ucap Jingga melangkah mundur.“Jingga, kamu salah paham sepertinya,” kata Fatan. “Biar saya jelaskan.”“Sudah, Mas. Kamu tidak perlu menjelaskan apa pun.” Jingga menggeleng. “Saya minta sama kamu untuk tidak melakukan hal tidak senonoh di tempat ini, dimana saya tinggal di sini. Jika kamu mau melakukan itu di sini, saya akan pergi.”“Jingga, hal tak senonoh seperti apa yang kamu maksud?”“Mas, tolong bawa Elsa pergi dari sini,” pintah Jingga. “Aku mohon.”Fatan tidak bisa menjelaskan hal itu sekarang, karena Jingga terlihat tak bisa diajak bicara, ia akan percaya dengan apa yang ia lihat, jadi Fatan memilih membawa Elsa pergi dari sini.“Fat, kamu sudah janji padaku akan melindungiku,” kata Elsa.“Saya akan suruh bagian keamanan melindungimu,” jawab Fatan.“Tapi—”“Ayo pergi,” ajak Fatan.“Lebay se

  • Cinta Pertama : Aku Bukan Orang Ketiga   Prahara 17. Tidak Segan-Segan

    “Bu Jingga, hari ini ada acara makan malam kantor. Ibu ikut, ‘kan?”“Insha Allah, Bu,” jawab Jingga.“Bu Jingga harus ikut dong, bukannya Pak Reno itu temannya Bu Jingga, ya?”“Senior, Bu.”“Eh iya. Senior. Lupa saya. Bu Jingga harus sempatkan datang.”Jingga tersenyum, ia akan izin ke suaminya dulu, jika suaminya mengizinkan ia akan pergi, jika tidak ia memilih pulang, melewatkan makan malam bersama keluarga besar universitas tempatnya bekerja.Jingga lalu mengirim pesan ke suaminya, tak lama pesannya sudah dibaca, namun beberapa menit kemudian tidak ada balasan sama sekali. Jingga menganggap bahwa suaminya mengizinkannya.“Saya ikut, Bu,” ucap Jingga pada dua wanita yang ada dihadapannya saat ini.“Nah gitu dong. Kita harus akrab, Bu, tidak boleh terlepas, ya. Siapatahu saja kecantikan Bu Jingga pindah ke kami,” kekeh salah satunya membuat Jingga hanya tersenyum mendengarkan.***Jingga sudah berada di tengah semua dosen kampus, ia hanya minum air putih dan beberapa cemilan didepann

  • Cinta Pertama : Aku Bukan Orang Ketiga   Prahara 16. Menghindar

    Jingga menatap senduh ke arah Fatan yang sejak tadi diam saja dan duduk memandangi sunset malam di luar sana, Jingga tidak bisa diam saja dan langsung mengikis jarak mendekati suaminya.“Mas,” ucap Jingga.Fatan menatap Jingga yang kini sudah duduk dihadapannya.“Apa ada masalah?” tanya Jingga.“Tidak ada,” jawab Fatan.“Kalau ada masalah, saya bisa mas jadikan teman cerita.”“Ini bukan urusan kamu,” jawab Fatan lagi membuat Jingga mengukir senyum di wajahnya.Jingga sudah terbiasa dengan jawaban kasar suaminya, Jingga menyesap teh herbal dihadapannya dan kembali berkata, “Tidak apa-apa jika mas tidak mau cerita, yang penting kalau ada masalah jangan dipendam sendirian.”Fatan menunduk sesaat dan kembali menatap Jingga, gadis yang begitu tenang dan baik hati, sesakit apa pun yang Fatan lakukan kepadanya, Jingga tetap tersenyum.“Mas mungkin merindukan Elsa,” ucap Jingga.Suaminya menautkan alis dan merasa aneh dengan perkataannya, Jingga tersenyum lagi. Alih-alih menjaga ucapannya agar

  • Cinta Pertama : Aku Bukan Orang Ketiga   Prahara 15. Permintaan Elsa

    Fatan menoleh sesaat melihat Elsa yang saat ini terlihat diam saja, mereka saat ini tengah di perjalanan menuju kantor, Fatan akan mengantarkan Elsa ke tempat kerjanya.Elsa terlihat kesal, sejak tadi mulutnya manyun tak jelas.“Ada apa?” tanya Fatan.“Kamu berubah sama aku,” jawab Elsa menoleh sesaat melihat Fatan.“Apa? Berubah? Apanya yang berubah?” tanya Fatan.“Dua hari ini kamu kemana sih? Teleponku tidak di angkat, pesanku tidak dibalas, apa lagi yang kamu lakukan dengan Jingga?” tanya Elsa kesal lalu menghentak kakinya dibawah sana.“Saya sudah menjawabnya, bukan?” ujar Fatan. “Jawaban seperti apa yang kamu inginkan sebenarnya?”“Fat, biasanya kamu tidak pernah loh seperti ini, tidak bertemu denganku sehari saja kamu pasti mencariku, tapi kayaknya kamu tahan banget ya jauh dari aku,” kata Elsa menoleh sesaat.“Kalau saya berubah, saya tidak akan memilih mengantarmu ke kantor, sementara membiarkan Jingga naik taksi.”“Aku butuh uang,” kata Elsa.“Tumben kamu minta uang, biasanya

  • Cinta Pertama : Aku Bukan Orang Ketiga   Prahara 14. Tanpa Batas Limit

    Author POV.Fatan keluar dari kamar ketika sudah Bersiap ke kantor, ada perasaan senang yang tidak bisa ia jelaskan, ada sesuatu yang mengganjal di hatinya setelah semalam dirinya meraih haknya pada Jingga dan Jingga memberikannya tanpa menolak, ya mereka suami istri, tak aka nada penolakan. Karena melakukan hal itu juga adalah ibadah.Bahkan Fatan tak mengingat Elsa sejak kemarin.“Eh mas? Kamu sudah bangun?” tanya Jingga yang saat ini sedang mengerjakan bahan mata kuliahnya hari ini. Jingga lalu melangkah menuju dapur. “Ayo mas, sarapan. Semuanya sudah siap.”“Kamu sudah mau ke kampus?” tanya Fatan.“Iya, Mas.” Jingga mengangguk membalikkan piring makan Fatan dan memuat nasi goreng diatas piring. Sementara itu Fatan sudah duduk di hadapannya. “Hari ini jadwal mata kuliah saya hanya satu, mungkin setelah selesai, saya ke desa dulu menengok Ibu dan Bapak.”Fatan mengangguk, alih-alih menawarkan diri, Fatan hanya bilang ‘iya’.“Nanti kalau kamu sempat kita ke desanya sama-sama ya, Mas,

  • Cinta Pertama : Aku Bukan Orang Ketiga   Prahara 13. Malam Pertama Yang Tertunda

    Mama dan Fani sudah pulang, aku langsung membereskan semua yang ada diatas meja makan, lalu tak lama kemudian Mas Fatan keluar dari kamar dan duduk di dekat teras apartemen.Aku menoleh sesaat dan tak mau mengatakan apa pun, dia pasti menyalahkanku karena memberitahu Mama dia sakit.Apa Mas Fatan menunggu seseorang? Apa Mas Fatan menunggu Elsa datang? Aku bertanya-tanya sendirian.Aku membuatkan teh herbal dan membawanya ke hadapan Mas Fatan.“Mas, minum teh dulu, ya,” kataku menaruhnya diatas meja kecil.“Apa ini?”“Ini teh herbal, Mas, kata Mama kamu harus meminumnya, bagus untuk Kesehatan.” Aku menjawab.Mama memang membawa teh untuk kami, Mama mengatakan baik untuk Kesehatan jadi ku buat saja.Mas Fatan mengangguk lalu menyesapnya pelan. Aku tersenyum melihatnya, apa yang ku suguhkan, selalu ia makan dan ia minum, ia masih menghargaiku sebagai istrinya. Hanya saja ku lihat dia tidak memiliki semangat untuk menjalani hari ini.“Mas, apa saya panggilkan Elsa?” tanyaku.“Tidak usah,”

Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status