Jingga terus saja gelisah, pekerjaannya sudah beres, namun ia tetap duduk di depan meja kerjanya dengan tatapan kosong, yang ia pikirkan saat ini, bagaimana nasib pernikahannya jika suaminya terus memberi harapan kepada Elsa?
Jingga memiliki pulang.
Jingga sudah berusaha tenang, sudah berusaha menerima, mungkin ada yang belum selesai di antara keduanya, namun jika terus dibiarkan dosa pun tetap Jingga pikul.
Disaat Jingga sedang banyak pikiran, Fatan dan Elsa terus bertemu tanpa henti, seolah jika tak bertemu rindu mereka akan terus mengganggu.
Jingga sudah berusaha menahan diri, sudah berusaha membiarkan apa yang terjadi, walau dalam hati selalu ada rasa jengkel, rasa kesal dan tidak terima, namun apalah daya, dia bukan wanita yang benar-benar sempurna.
Elsa adalah wanita yang Fatan sukai, ia cintai, ketika Elsa tiba-tiba meninggalkan Fatan disaat pernikahan akan dilangsungkan beberapa hari lagi, perasaan Fatan benar-benar hancur, walau tanpa kabar dan tanpa pamit, Fatan tidak pernah mempermasalahkan itu. Fatan selalu berharap Elsa kembali dan di hari pernikahannya Elsa kembali dan menghubunginya lagi.Jingga tahu tentang Elsa dari ibu mertuanya, ibu mertuanya mengatakan bahwa apa pun yang terjadi ia tidak boleh menyerah untuk meraih hati suaminya, cinta pertama suaminya bisa menjadi cinta yang tak akan pernah bersatu.
Sampai saat ini, Fatan tidak pernah bertanya kepada Elsa, kemana ia selama ini, apa yang ia lakukan dan bagaimana hidupnya di Los Angeles, dan apa yang dia lakukan di sana. Fatan menatap rapat keinginantahunya. Ia tidak ingin membuat semua hal menjadi tidak terkendali. Ia mengorbankan perasaan Jingga demi bisa bersama Elsa. Andaikan Elsa datang sebelum ia menikahi Jingga, mungkin Fatan tidak akan menjadi suami Jingga, namun sayangnya Elsa datang terlambat. Jingga benar-benar bingung dengan pernikahannya saat ini. Jingga duduk diam di sofa menoleh melihat ibu dan bapaknya yang kini mengobrol, sementara itu kakaknya hanya bermain ponsel. Kala itu Nania dan Ibrahim kebetulan lewat, mereka rencananya mau ke kota dan akhirnya gagal ke kota karena harus menolong Rista dan Halim. Keduanya pun di ajak ke rumah Ibrahim dan menginap. Untungnya tempat mogok mobil Halim dekat dengan kampung keluarga Broto. Akhirnya hubungan keduanya menjadi akrab, Rista melihat sosok Jingga yang masih kuliah kala itu, wajahnya cantik dibalut dengan hijab, memperlihatkan sosoknya yang berakhlak baik. Rista meminta suaminya agar menjodohkan Fatan dengan Jingga. Mungkin itu akan membuat Fatan melupakan Elsa. Fatan setuju tapi dia meminta ke orangtuanya agar memberikannya waktu untuk mengenal Jingga, hingga akhirnya hubungan mereka cukup dekat. Fatan selalu ke rumah Jingga bertamu dan ikut shalat ke masjid bersama ayah mertuanya. Alih-alih menolak, Fatan langsung setuju menikah dengan Jingga. Perjodohan pun di atur, dan akhirnya mereka menikah. Rista, Halim dan Fani menyukai Jingga, sosoknya yang kalem, baik hati, polos dan sholeha membuat mereka merasa tenang dan nyaman. Ditambah lagi keluarga Ibrahim Broto sangat lah baik. Ketika mendengar Elsa kembali, Rista tidak tenang, ia harus mengajari Fatan untuk tak perduli dengan Elsa yang kembali. Karena itu akan membuat harga diri Fatan jatuh. Keluarga Aksara sangat lah terkenal di kota ini, bisnisnya dimana-mana, beberapa bidang di satu divisi cukup lengkap. Membuat keluarga Aksara terkenal dan bisnisnya semakin maju.***
Jingga melihat seisi apartemen sudah sangat lengkap. Fasilitasnya bukan main-main, ada dua kamar di sini, dan juga dapur yang cukup luas. Ini bukan apartemen biasa. Jingga membuka kulkas dan melihat isi kulkas kosong. Ia hanya punya uang 500ribu, sisa dari uang ongkosnya dari desa ke kota. Jingga memilih ke swalayan. Jingga melihat ada swalayan di area gedung apartemen ini, Jingga akan berbelanja di sana. Bahkan ada tempat gym, ada juga kolam renang umum khusus pemilik unit di apartemen ini, ada wahana permainan anak, ada juga lapangan basket dan lapangan futsal. Semuanya cukup lengkap di sini. Jingga melangkahkan kakinya keluar dari apartemen dan menuju swalayan. Jingga menoleh kanan kiri ketika melihat pasangan muda sedang berbelanja sama-sama, sementara ia harus menahan diri untuk tetap kuat di saat suaminya tergoda wanita lain.Jingga menatap seisi supermarket yang sudah tersedia di apartemen ini, semuanya terlihat rapi dan luas, Jingga mencari satu persatu bahan makanan yang ia butuhkan, semua dijual di sini. Jingga bangga dengan pencapainnya menjadi Nyonya Fatan. Salah satu penghuni apartemen di lantai atas. Berbeda lantai artinya berbeda derajat, semakin tinggi tempatmu tinggal, semakin terkenal dan kaya pula sang pemiliknya.
"Mas, kamu mau kemana?" tanya Jingga menatap suaminya yang saat ini sudah bersiap pergi.
"Saya mau bertemu Elsa," jawab Fatan begitu terus terang tanpa menjaga perasaan Jingga.
"Mas, kenapa tidak di rumah? Saya sudah pulang bekerja, dan saya akan masak buat kamu."
"Tidak usah memaksakan diri, jika kamu terlalu memaksakan diri, kamu akan sakit sendiri," kata Fatan menggeleng dan mengenakan jam tangannya. Wanginya menguar, membuat penciuman Jingga merasa sangat dimanjakan.
"Mas, apa Elsa berarti sekali buat kamu?"
"Ya. Dia sangat berarti ... untuk saat ini," jawab Fatan setengah-setengah.
Jingga berusaha tenang dan tidak memikirkan tentang hal lain, yang dihadapannya saat ini adalah suaminya, walau diluar ia tidak bisa menjaga pandangan suaminya, namun di rumah ia akan berusaha membuat Fatan nyaman.
"Mas, kamu di rumah saja, saya akan masak buat kamu, setelah makan kamu bisa keluar."
"Jangan memaksaku, Jingga. Saya sudah katakan, jangan terlalu memaksakan diri, saya lebih suka kamu tidak berusaha." Fatan melanjutkan.
Dulu, ketika mereka baru kenal, Fatan selalu berbicara lembut kepadanya, selalu menjawab setiap pertanyaannya, setelah Elsa kembali, ia malah tidak lagi menerima perlakuan manis itu, kedatangan Elsa di antara mereka benar-benar membuat Fatan berubah.
Jingga harus tetap bersabar.
"Saya pergi dulu," kata Fatan lalu melangkah pergi meninggalkan Jingga yang belum sempat mencium punggung tangannya.
Jingga kembali menelan ludah, menyabarkan diri sendiri, lebih mengalah lagi dan lebih tenang lagi.
Malam menunjukkan pukul 10, namun Fatan belum kembali, perasaan Jingga campur aduk, ia merasakan sesak didalam sana, tak ada yang bisa ia lakukan selain menerima semua ini, ia mau marah, ia mau mengamuk, tapi ia merasa tidak berhak melakukan itu.Sebenarnya Jingga istri atau hanya simpanan? Yang akan dituju jika dibutuhkan.Jingga melihat semua makanan yang sudah ia siapkan diatas meja, semuanya menjadi dingin. Entah sudah berapa kali Jingga memanaskannya, ia begitu effort menyambut kepulangan suaminya. Namun, sayangnya ia kembali kecewa dengan effortnya sendiri.Jingga berbaring di sofa seraya menonton tv, ia tidak punya tenaga apa pun untuk ke kamar. Buat apa ke kamar jika penghuninya hanya dirinya, pernikahan yang seharusnya menjadi hal yang membahagiakan malah menjadi hal yang menyedihkan seperti ini.Jingga menunggu suaminya pulang entah akan pulang atau tidak. Jingga meraih ponselnya dan melihat malam menunjukkan pukul 10 lewat, Jingga menyerah, tak perlu menunggu, suaminya akan
Jingga terus menunggu apa yang mungkin bisa Fatan lakukan sebagai suami, apakah ia akan diterkam malam ini, atau hanya angan belaka saja? Jingga harus menerima apa pun itu, jika memang suaminya belum siap, ya tidak ada salahnya untuk menunggu.Jingga tidak merasakan gerakan Fatan, Jingga mendongak melihat suaminya yang saat ini sudah memejamkan mata seolah ia tidak ada di sini , Jingga kecewa tapi masih berpikir bahwa akan ada waktu lain, bagaimanapun sudah menjadi pasangan suami istri yang artinya akan bertemu setiap hari , waktu untuk melakukan malam pertama itu tidak pupus dia juga berusaha tenang dan tidak memaksa keadaan jingga tahu jika saat ini suaminya itu sedang kebingungan karena cinta pertamanya kembali.Akhirnya kantuk menjemputnya.Suara shalawat di masjid terdengar. Jingga bangun untuk shalat subuh. Ia melihat suaminya masih terlelap. Jingga menghampiri Fatan dan duduk di tepi ranjang.“Mas, ayo bangun, kita shalat subuh,” ajak Jingga.Jingga menyentuh lengan suaminya. “
“Berjuang lah untuk pernikahanmu, Nak, itu lah tugasmu sebagai seorang istri,” kata Nania menatap ibunya. “Seberat apa pun itu, kamu hanya harus melakukan sesuatu yang mungkin dapat merebut suamimu, kamu adalah Wanita dan istri yang sah di mata Allah, dan yang sah akan kalah dengan yang tidak ada hubungannya. Perkara hati mungkin memang miliknya, tapi di mata Allah, semua pahala datang kepadamu.” Nania sedih mendengar curhatan putrinya, sejak dulu Jingga memang suka curhat pada ibunya. Ia lebih baik curhat kepada ibunya daripada pada orang lain. “Sekarang Fatan sedang kebingungan, jadi tuntun dia pada Allah. Niscaya apa yang kamu inginkan akan kamu dapatkan, Nak.” Nania melanjutkan. “Iya, Bu. Mungkin Jingga terlalu banyak pikiran. Jingga hanya takut suami Jingga masuk ke dalam api neraka.” “Ibu hanya bisa ngasih saran, coba kamu panggil suamimu. Bicarakan ini baik-baik, jika dia tidak menerimanya, kamu bisa mencobanya lagi nanti, tugas istri bukan hanya sekedar memasak, membersihk
Jingga tak habis pikir suaminya tengah di rumah cinta pertamanya untuk menenangkannya, dan mungkin melakukan hubungan diluar batas.Tak butuh waktu lama, Fatan masuk ke apartemennya dan melihat Jingga sedang duduk di sofa menunggunya. Jingga butuh penjelasan hari ini.“Mas, apa Elsa sudah tenang?” tanya Jingga menatap suaminya, seolah pertanyaan itu adalah pertanyaan yang menyinggung.“Maafkan Elsa, ya,” ucap Fatan.“Jangan minta maaf pada saya, Mas, saya yang salah karena masuk di antara kalian,” jawab Jingga menunduk sesaat lalu kembali mendongak menatap suaminya. “Apa yang Elsa katakan memang benar, semua ini memang seharusnya menjadi miliknya.”“Jingga, kamu tidak akan paham perasaan saya.”“Kamu minta saya pahami, Mas? Apa tidak terbalik?”“Iya. Saya tahu, saya salah,” ucap Fatan.“Saya tak akan pernah memaksamu memilih hidupmu, tapi saya harap kamu memilih di antara kami, agar tidak ada yang terluka. Saya siap pergi jika kamu suruh pergi.”“Jingga, bukan kamu yang salah. Tapi pe
Jingga menatap langit dengan tatapan sedih, inikah pernikahan yang dia inginkan? Berat rasanya menerima setiap jengkal langkah kaki Fatan untuk ke rumah Elsa. Ia sudah mengetahui dimana suaminya sering pergi, namun ia tak memiliki keberanian untuk marah ataupun meninggikan suaranya.Masakan yang sering masak jarang sekali di sentuh, kadang di sentuh, kadang juga tidak. Fatan menoleh melihat istrinya itu tengah duduk diam di teras apartemen, Fatan memandang punggung Jingga dan akhirnya pergi meninggalkan Jingga.Fatan menerima kasih sayang Jingga, menerima perhatian Jingga dengan senang hati namun tak bisa memberikan hatinya.*Elsa melihat di sekitar kafe dan mencari seseorang yang memanggilnya kemari, Elsa melihat seseorang melambaikan tangan, gadis itu adalah Fani, adiknya Fatan.Elsa melangkah dengan anggunnya mendekati Fani dan Rista–sang Ibu mertua. Yang ia anggap.“Ma, Fani jadi tahu kalau Abang itu suka sama Elsa yang modis. Sementara Kak Jingga kan penampilannya biasa saja, t
“Mas, kita shalat isya sama-sama yuk,” ajak Nilam.“Apa sih, Jingga, kamu ganggu orang saja kerjaannya.” Fatan begitu marah.“Mas, apa kamu tidak mendengar suara azan, itu artinya kita di suruh shalat mas, lagian tidak memakan waktu lama kok. Hanya beberapa menit saja,” kata Jingga lagi masih tetap keukeuh mengajak suaminya.“Saya bilang tidak ya tidak,” kata Fatan. “Setelah kerjaan saya selesai juga saya akan ke rumah Elsa.”“Mas,” lirih Jingga.“JINGGA!”“Mas, kamu tahu nggak malam ini malam apa?” tanya Jingga menatap suaminya yang cuek, dan tidak menjawab pertanyaannya. “Malam ini adalah malam Nifsu Syaban. Bulan Syaban merupakan salah satu bulan yang istimewa dalam Islam, terletak di antara Rajab dan Ramadan. Di dalamnya terdapat malam Nifsu Syaban, yang diyakini sebagai malam penuh berkah, ampunan, dan pengabulan doa.”Fatan masih cuek dan tidak mengatakan apa pun, ia masih sibuk dengan tab miliknya.“Mas, asal kamu tahu saja umat Islam dianjurkan untuk memanfaatkan momen ini den
Jingga POV.Aku keluar dari kamar karena merasa haus, aku menoleh melihat ranjang disampingku dan Mas Fatan belum pulang, ia pasti sedang bermadu kasih dengan Elsa.Ya Allah … aku tahu ini juga Sebagian dari dosaku karena membiarkan suamiku melakukan maksiat di luar sana, namun apa kah dayaku untuk menahannya? Dia memiliki masa lalu, memiliki kehidupan sebelum bertemu denganku, aku mana tahu akan terjadi hal seperti ini. Bukan menyesali pernikahanku dengan Mas Fatan, namun kehadiran masa lalunya yang membuatku tak bisa berbuat apa-apa.Elsa benar, aku mungkin istri sah Mas Fatan, namun hati, perasaan dan jiwa Mas Fatan di miliki Elsa. Apa yang bisa aku lakukan?Aku meraih air mineral dan meneguknya, aku duduk di kursi depan meja makan dengan helaan napas halus, aku melihat jam dinding yang telah menunjukkan pukul 2 malam. Namun, Mas Fatan belum Kembali.Aku memiliki hak untuk marah, bukan? Apalagi melihat maksiat didepanku, sepandai-pandainya aku dalam agamaku, tapi aku akan tetap b
Aku pulang cepat setelah jam mata kuliahku selesai, aku langsung mampir belanja, selama menikah aku tidak pernah diberi uang oleh Mas Fatan, jadi aku gunakan uangku sendiri.Aku belanja kebutuhan rumah dan semua yang Mas Fatan butuhkan, aku juga membeli beberapa obat-obatan untuk persiapan di rumah, agar nanti jika salah satu dari kami sakit, lebih mudah untuk mencegahnya.Sesampainya aku di apartemen, ku lihat Elsa baru keluar dari rumahnya, aku sempat kaget dan tak percaya ketika tahu Elsa tinggal di unit sebelah kami, tepat di sebelah. Mungkin Mas Fatan melakukan itu agar lebih dekat dengan Elsa.Elsa melihat apa yang aku tenteng. “Habis belanja?”“Kelihatannya bagaimana?” tanya Elsa.“Ya sepertinya begitu.”“Ya sudah. Jangan tanya lagi jika sudah jelas.”“Ya ampun, kamu memang tidak pernah menyerah sama sekali, ya. Percuma kamu melakukan semua ini, Fatan tidak akan pernah melihat ke arahmu. Dia hanya mencintaiku,” kata Elsa seolah memberitahu dengan penekanan.“Mau dia cinta sama
Aku menaruh bubur yang sudah ku buat diatas nakas, aku duduk di tepi ranjang, lalu menoleh melihat Mas Fatan yang masih tertidur dengan lelap. Ternyata ketika sakit seperti ini, Mas Fatan tak bisa apa-apa, demamnya tinggi dan ia terus berkeringat.Aku harus sigap bukan? Ini bukan tentang perbuatannya kepadaku, melainkan ini tentang aku yang berstatus istrinya. Terkadang aku berusaha menerima semuanya, tapi terkadang didalam hati, aku tidak menerimanya. Selalu bingung dengan apa yang terjadi.Ku tatap wajahnya, tampan sekali. Siapa yang tak akan menyukainya? Bibirnya di bentuk dengan rapi, kedua bola matanya, warna kulitnya dan rambutnya. Semua terpahat dengan rapi, bukan hanya Elsa atau aku, setiap wanita pasti akan menyukainya.“Mas,” panggilku ketika melihat Mas Fatan bergerak gelisah.Mas Fatan membuka pejaman matanya dan melihatku dengan samar, duduk disampingnya.“Mas, ayo makan, saya sudah buatkan bubur,” kataku.Mas Fatan lalu bangkit dari pembaringannya, aku membantu
Aku pulang cepat setelah jam mata kuliahku selesai, aku langsung mampir belanja, selama menikah aku tidak pernah diberi uang oleh Mas Fatan, jadi aku gunakan uangku sendiri.Aku belanja kebutuhan rumah dan semua yang Mas Fatan butuhkan, aku juga membeli beberapa obat-obatan untuk persiapan di rumah, agar nanti jika salah satu dari kami sakit, lebih mudah untuk mencegahnya.Sesampainya aku di apartemen, ku lihat Elsa baru keluar dari rumahnya, aku sempat kaget dan tak percaya ketika tahu Elsa tinggal di unit sebelah kami, tepat di sebelah. Mungkin Mas Fatan melakukan itu agar lebih dekat dengan Elsa.Elsa melihat apa yang aku tenteng. “Habis belanja?”“Kelihatannya bagaimana?” tanya Elsa.“Ya sepertinya begitu.”“Ya sudah. Jangan tanya lagi jika sudah jelas.”“Ya ampun, kamu memang tidak pernah menyerah sama sekali, ya. Percuma kamu melakukan semua ini, Fatan tidak akan pernah melihat ke arahmu. Dia hanya mencintaiku,” kata Elsa seolah memberitahu dengan penekanan.“Mau dia cinta sama
Jingga POV.Aku keluar dari kamar karena merasa haus, aku menoleh melihat ranjang disampingku dan Mas Fatan belum pulang, ia pasti sedang bermadu kasih dengan Elsa.Ya Allah … aku tahu ini juga Sebagian dari dosaku karena membiarkan suamiku melakukan maksiat di luar sana, namun apa kah dayaku untuk menahannya? Dia memiliki masa lalu, memiliki kehidupan sebelum bertemu denganku, aku mana tahu akan terjadi hal seperti ini. Bukan menyesali pernikahanku dengan Mas Fatan, namun kehadiran masa lalunya yang membuatku tak bisa berbuat apa-apa.Elsa benar, aku mungkin istri sah Mas Fatan, namun hati, perasaan dan jiwa Mas Fatan di miliki Elsa. Apa yang bisa aku lakukan?Aku meraih air mineral dan meneguknya, aku duduk di kursi depan meja makan dengan helaan napas halus, aku melihat jam dinding yang telah menunjukkan pukul 2 malam. Namun, Mas Fatan belum Kembali.Aku memiliki hak untuk marah, bukan? Apalagi melihat maksiat didepanku, sepandai-pandainya aku dalam agamaku, tapi aku akan tetap b
“Mas, kita shalat isya sama-sama yuk,” ajak Nilam.“Apa sih, Jingga, kamu ganggu orang saja kerjaannya.” Fatan begitu marah.“Mas, apa kamu tidak mendengar suara azan, itu artinya kita di suruh shalat mas, lagian tidak memakan waktu lama kok. Hanya beberapa menit saja,” kata Jingga lagi masih tetap keukeuh mengajak suaminya.“Saya bilang tidak ya tidak,” kata Fatan. “Setelah kerjaan saya selesai juga saya akan ke rumah Elsa.”“Mas,” lirih Jingga.“JINGGA!”“Mas, kamu tahu nggak malam ini malam apa?” tanya Jingga menatap suaminya yang cuek, dan tidak menjawab pertanyaannya. “Malam ini adalah malam Nifsu Syaban. Bulan Syaban merupakan salah satu bulan yang istimewa dalam Islam, terletak di antara Rajab dan Ramadan. Di dalamnya terdapat malam Nifsu Syaban, yang diyakini sebagai malam penuh berkah, ampunan, dan pengabulan doa.”Fatan masih cuek dan tidak mengatakan apa pun, ia masih sibuk dengan tab miliknya.“Mas, asal kamu tahu saja umat Islam dianjurkan untuk memanfaatkan momen ini den
Jingga menatap langit dengan tatapan sedih, inikah pernikahan yang dia inginkan? Berat rasanya menerima setiap jengkal langkah kaki Fatan untuk ke rumah Elsa. Ia sudah mengetahui dimana suaminya sering pergi, namun ia tak memiliki keberanian untuk marah ataupun meninggikan suaranya.Masakan yang sering masak jarang sekali di sentuh, kadang di sentuh, kadang juga tidak. Fatan menoleh melihat istrinya itu tengah duduk diam di teras apartemen, Fatan memandang punggung Jingga dan akhirnya pergi meninggalkan Jingga.Fatan menerima kasih sayang Jingga, menerima perhatian Jingga dengan senang hati namun tak bisa memberikan hatinya.*Elsa melihat di sekitar kafe dan mencari seseorang yang memanggilnya kemari, Elsa melihat seseorang melambaikan tangan, gadis itu adalah Fani, adiknya Fatan.Elsa melangkah dengan anggunnya mendekati Fani dan Rista–sang Ibu mertua. Yang ia anggap.“Ma, Fani jadi tahu kalau Abang itu suka sama Elsa yang modis. Sementara Kak Jingga kan penampilannya biasa saja, t
Jingga tak habis pikir suaminya tengah di rumah cinta pertamanya untuk menenangkannya, dan mungkin melakukan hubungan diluar batas.Tak butuh waktu lama, Fatan masuk ke apartemennya dan melihat Jingga sedang duduk di sofa menunggunya. Jingga butuh penjelasan hari ini.“Mas, apa Elsa sudah tenang?” tanya Jingga menatap suaminya, seolah pertanyaan itu adalah pertanyaan yang menyinggung.“Maafkan Elsa, ya,” ucap Fatan.“Jangan minta maaf pada saya, Mas, saya yang salah karena masuk di antara kalian,” jawab Jingga menunduk sesaat lalu kembali mendongak menatap suaminya. “Apa yang Elsa katakan memang benar, semua ini memang seharusnya menjadi miliknya.”“Jingga, kamu tidak akan paham perasaan saya.”“Kamu minta saya pahami, Mas? Apa tidak terbalik?”“Iya. Saya tahu, saya salah,” ucap Fatan.“Saya tak akan pernah memaksamu memilih hidupmu, tapi saya harap kamu memilih di antara kami, agar tidak ada yang terluka. Saya siap pergi jika kamu suruh pergi.”“Jingga, bukan kamu yang salah. Tapi pe
“Berjuang lah untuk pernikahanmu, Nak, itu lah tugasmu sebagai seorang istri,” kata Nania menatap ibunya. “Seberat apa pun itu, kamu hanya harus melakukan sesuatu yang mungkin dapat merebut suamimu, kamu adalah Wanita dan istri yang sah di mata Allah, dan yang sah akan kalah dengan yang tidak ada hubungannya. Perkara hati mungkin memang miliknya, tapi di mata Allah, semua pahala datang kepadamu.” Nania sedih mendengar curhatan putrinya, sejak dulu Jingga memang suka curhat pada ibunya. Ia lebih baik curhat kepada ibunya daripada pada orang lain. “Sekarang Fatan sedang kebingungan, jadi tuntun dia pada Allah. Niscaya apa yang kamu inginkan akan kamu dapatkan, Nak.” Nania melanjutkan. “Iya, Bu. Mungkin Jingga terlalu banyak pikiran. Jingga hanya takut suami Jingga masuk ke dalam api neraka.” “Ibu hanya bisa ngasih saran, coba kamu panggil suamimu. Bicarakan ini baik-baik, jika dia tidak menerimanya, kamu bisa mencobanya lagi nanti, tugas istri bukan hanya sekedar memasak, membersihk
Jingga terus menunggu apa yang mungkin bisa Fatan lakukan sebagai suami, apakah ia akan diterkam malam ini, atau hanya angan belaka saja? Jingga harus menerima apa pun itu, jika memang suaminya belum siap, ya tidak ada salahnya untuk menunggu.Jingga tidak merasakan gerakan Fatan, Jingga mendongak melihat suaminya yang saat ini sudah memejamkan mata seolah ia tidak ada di sini , Jingga kecewa tapi masih berpikir bahwa akan ada waktu lain, bagaimanapun sudah menjadi pasangan suami istri yang artinya akan bertemu setiap hari , waktu untuk melakukan malam pertama itu tidak pupus dia juga berusaha tenang dan tidak memaksa keadaan jingga tahu jika saat ini suaminya itu sedang kebingungan karena cinta pertamanya kembali.Akhirnya kantuk menjemputnya.Suara shalawat di masjid terdengar. Jingga bangun untuk shalat subuh. Ia melihat suaminya masih terlelap. Jingga menghampiri Fatan dan duduk di tepi ranjang.“Mas, ayo bangun, kita shalat subuh,” ajak Jingga.Jingga menyentuh lengan suaminya. “
Malam menunjukkan pukul 10, namun Fatan belum kembali, perasaan Jingga campur aduk, ia merasakan sesak didalam sana, tak ada yang bisa ia lakukan selain menerima semua ini, ia mau marah, ia mau mengamuk, tapi ia merasa tidak berhak melakukan itu.Sebenarnya Jingga istri atau hanya simpanan? Yang akan dituju jika dibutuhkan.Jingga melihat semua makanan yang sudah ia siapkan diatas meja, semuanya menjadi dingin. Entah sudah berapa kali Jingga memanaskannya, ia begitu effort menyambut kepulangan suaminya. Namun, sayangnya ia kembali kecewa dengan effortnya sendiri.Jingga berbaring di sofa seraya menonton tv, ia tidak punya tenaga apa pun untuk ke kamar. Buat apa ke kamar jika penghuninya hanya dirinya, pernikahan yang seharusnya menjadi hal yang membahagiakan malah menjadi hal yang menyedihkan seperti ini.Jingga menunggu suaminya pulang entah akan pulang atau tidak. Jingga meraih ponselnya dan melihat malam menunjukkan pukul 10 lewat, Jingga menyerah, tak perlu menunggu, suaminya akan