Share

Prahara 2. Pertanyaan Jingga

Author: Irhen Dirga
last update Last Updated: 2025-02-22 19:12:25

Pagi hari berjalan seperti biasanya, Fatan belum pulang ke rumah, Jingga sudah bersiap untuk sarapan bersama keluarganya, ketika hendak keluar dari kamarnya, suaminya masuk dan baru pulang.

Jingga hendak meraih tangan Fatan, namun Fatan menghindarinya. Jingga menatap wajah suaminya yang saat ini berganti pakaian.

“Mas, kamu baru pulang? Semalam kamu menginap dimana?” tanya Jingga masih dengan suara yang lembut.

“Saya menginap di rumah Elsa," ucap Fatan berterus terang.

“Elsa? Kenapa kamu menginap di sana, Mas? Apa yang terjadi? Elsa bukan muhrimmu, tapi kamu menginap di sana?” Jingga tak habis pikir, perasaannya memang sudah tidak enak beberapa hari ini, semenjak Elsa datang di tengah mereka.

“Kami sudah terbiasa melakukannya.” Fatan kembali menjawab seolah itu tidak penting bagi Jingga.

Jingga merasa sesak didadanya, ia mengira pernikahan ini akan menjadi pernikahan yang bahagia, setidaknya diawal pernikahan seperti itu, bukan? Tapi, kenapa berbeda? Fatan bukan orang yang jahat, ia anggap Fatan hanya tersesat sesaat, tapi jika terus tersesat, akan kah Fatan menemukan jalan pulang?

“Mas, kamu mau kemana lagi?” tanya Jingga melihat suaminya yang baru pulang dari rumah Elsa, kembali bersiap.

“Saya mau ke kantor. Setelah itu, saya akan menemani Elsa belanja.” Fatan benar-benar tidak menganggap jawabannya akan menyakiti istrinya.

“Mas,” lirih Jingga.

“Sudah ya, saya tidak mau mendengar apa yang ingin kamu katakan. Saya buru-buru.”

“Mas, sarapan dulu yuk, kamu juga belum menyapa Ibu dan Bapak.” Kali ini Jingga harus lebih mengalah dan bersikap tenang.

“Saya sudah menyapa mereka tadi, jadi saya harus langsung pergi. Saya akan sarapan di kantor,” jawab Fatan mengenakan kemeja, untungnya ia sudah mandi di rumah Fani.

“Tapi, kamu pulang kan, Mas? Kamu tidak akan menginap, ‘kan?” Jingga kembali bertanya.

“Hari ini, Jaka akan menjemput kamu, bawa semua barang-barang kamu, untuk sementara kita akan tinggal di apartemen saya untuk sementara waktu. Karena rumah saya masih di renovasi. Saya juga tidak mau tinggal di rumah Mama.”

Jingga mengangguk. 

“Ada pertanyaan lagi?”

Jingga menggeleng.

“Jangan menunggu saya malam ini, saya mungkin pulangnya agak malam.” Fatan melanjutkan.

Fatan lalu melangkah pergi meninggalkan Jingga yang di isi kepalanya masih banyak pertanyaan, namun dihentikan dengan kenyataan yang ada.

***

“Apa? Mang Jaka akan menjemput kamu?” tanya Ibrahim—sang Ayah.

“Iya. Karena itu Jingga izin sama Ibu dan Bapak.”

“Kamu sudah menikah, dimana pun suamimu akan membawamu itu sudah menjadi tanggung jawabnya. Tapi, kamu jangan pernah lupa datang menengok Bapak dan Ibu, ya.” Ibrahim melanjutkan.

“Tentu saja, Pak, Bu,” jawab Jingga.

“Kamu yakin akan bahagia dengan Fatan? Semalam dia tidak pulang, ‘kan? Bahkan dia membuatmu merana di malam pernikahanmu sendiri. Yakin dia tidak akan melakukan itu lagi jika kamu sudah pindah?”

“Jangan doakan adikmu seperti itu.”

“Bu, aku yakin kalau Fatan tidak mencintai Jingga.”

“Mungkin kemarin ada urusan, Nak, kita harus memahaminya.”

“Kalau kamu pindah, jangan lupakan shalat ya, Nak. Tetap dekatkan diri pada Allah, karena hanya Allah yang dapat menolong kita.”

Jingga mengangguk. Baru kali ini ia akan pergi dari rumah ini.

“Aku mau tetap tinggal di sini, Bu, nggak apa-apa, ‘kan?” tanya Jedar.

“Nggak apa-apa lah, Nak.”

“Soalnya rumah Mas Bara juga masih di renovasi katanya.”

“Iya.”

“Assalamu’alaikum,” ucap Mang Jaka dan masuk ke rumah.

“Wa’alaikumussalam. Eh Mang Jaka? Udah datang, ya?”

“Saya di suruh Pak Fatan untuk menjemput Ibu.”

“Baik, Mang. Tunggu sebentar ya.”

“Barang-barang Bu Jingga dimana? Biar saya masukkan ke bagasi mobil.”

Jingga menunjuk kopornya. Ia hanya membawa satu kopor besar.

“Kalau begitu saya tunggu di mobil.”

Jingga memeluk Ibu dan bapaknya, lalu mengecup punggung tangan keduanya. Jingga sudah menikah, ia tidak boleh terus bergantung pada kedua orangtuanya, apa pun masalah pernikahannya, hanya dia yang harus tahu.

“Bu, Pak, kalau begitu Jingga pamit dulu, ya, Jingga janji akan sering nengokin Ibu dan Bapak.”

“Hidup di kota pasti sulit ya, Nak?”

“Insha Allah nggak, Bu, kan ada Mas Fatan. Lagian Jingga juga bisa lebih dekat dengan kampus. Nggak harus bolak-balik naik ojol jauh-jauh.”

Kedua orangtuanya mengangguk. Tak ada yang bisa mereka lakukan selain melepas Jingga pergi.

“Rumah Ibu dan bapak juga kan dekat dari kota, nggak jauh-jauh amat kalau ke kota. Jadi, kalau ada kesempatan ibu dan bapak ke kota, ya," kata Jingga menatap kedua orangtuanya lagi.

Kedua orangtuanya mengangguk lagi.

Jingga lalu memeluk ibu dan bapaknya, lalu memeluk mbaknya. Ada perasaan sedih di hati Jedar melepas adiknya pergi, tidak ada lagi teman berkelahinya. Jingga akan ke kota dan tinggal di sebuah apartemen mewah.

Jingga melambaikan tangan dan pergi meninggalkan rumah. Mang Jaka mempersilahkannya masuk ke mobil dan mereka pergi.

Jingga mendesah napas halus dan menoleh melihat ke arah jendela mobil, dan melihat kedua orangtuanya tengah melambaikan tangan. Jingga sedih sekali. Namun, ia sudah menikah, jadi ia harus mendedikasikan dirinya sebagai istri yang baik.

“Mang, saya boleh bertanya?” tanya Jingga.

“Boleh, Bu, silahkan.”

“Mang nggak usah panggil saya Ibu, panggil Jingga saja.”

“Mana boleh diperkenankan seperti itu, Bu, saya juga tidak bisa melakukannya.”

Jingga mengangguk. “Mang Jaka kenal sama Elsa?”

“Bu Elsa, ya? Kenal.”

“Apa semalam Bapak menginap di sana?”

“Saya tidak tahu, Bu.”

“Mang Jaka nggak usah bohong, karena Mas Fatan bilang sendiri ke saya kalau dia menginap di rumah Elsa.”

“Kalau begitu saya akan jawab sejujurnya. Iya, Bu, Bapak menginap di sana. Tapi, Ibu tidak usah khawatir atuh, karena Bapak tidak mungkin melakukan sesuatu di luar batas. Bapak itu paling tahu batasan kok,” jawab Mang Jaka yang pasti akan membela bosnya.

“Mang Jaka pasti akan mengatakan itu, karena Mas Fatan adalah bosnya Mang Jaka.”

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Related chapters

  • Cinta Pertama : Aku Bukan Orang Ketiga   Prahara 3. Awal Mula Pertemuan

    Jingga terus saja gelisah, pekerjaannya sudah beres, namun ia tetap duduk di depan meja kerjanya dengan tatapan kosong, yang ia pikirkan saat ini, bagaimana nasib pernikahannya jika suaminya terus memberi harapan kepada Elsa?Jingga memiliki pulang.Jingga sudah berusaha tenang, sudah berusaha menerima, mungkin ada yang belum selesai di antara keduanya, namun jika terus dibiarkan dosa pun tetap Jingga pikul.Disaat Jingga sedang banyak pikiran, Fatan dan Elsa terus bertemu tanpa henti, seolah jika tak bertemu rindu mereka akan terus mengganggu.Jingga sudah berusaha menahan diri, sudah berusaha membiarkan apa yang terjadi, walau dalam hati selalu ada rasa jengkel, rasa kesal dan tidak terima, namun apalah daya, dia bukan wanita yang benar-benar sempurna.Elsa adalah wanita yang Fatan sukai, ia cintai, ketika Elsa tiba-tiba meninggalkan Fatan disaat pernikahan akan dilangsungkan beberapa hari lagi, perasaan Fatan benar-benar hancur, walau tanpa kabar dan tanpa pamit, Fatan tidak pernah

    Last Updated : 2025-02-22
  • Cinta Pertama : Aku Bukan Orang Ketiga   Prahara 4. Terpesona

    Malam menunjukkan pukul 10, namun Fatan belum kembali, perasaan Jingga campur aduk, ia merasakan sesak didalam sana, tak ada yang bisa ia lakukan selain menerima semua ini, ia mau marah, ia mau mengamuk, tapi ia merasa tidak berhak melakukan itu.Sebenarnya Jingga istri atau hanya simpanan? Yang akan dituju jika dibutuhkan.Jingga melihat semua makanan yang sudah ia siapkan diatas meja, semuanya menjadi dingin. Entah sudah berapa kali Jingga memanaskannya, ia begitu effort menyambut kepulangan suaminya. Namun, sayangnya ia kembali kecewa dengan effortnya sendiri.Jingga berbaring di sofa seraya menonton tv, ia tidak punya tenaga apa pun untuk ke kamar. Buat apa ke kamar jika penghuninya hanya dirinya, pernikahan yang seharusnya menjadi hal yang membahagiakan malah menjadi hal yang menyedihkan seperti ini.Jingga menunggu suaminya pulang entah akan pulang atau tidak. Jingga meraih ponselnya dan melihat malam menunjukkan pukul 10 lewat, Jingga menyerah, tak perlu menunggu, suaminya akan

    Last Updated : 2025-02-22
  • Cinta Pertama : Aku Bukan Orang Ketiga   Prahara 5. Kedatangan Elsa

    Jingga terus menunggu apa yang mungkin bisa Fatan lakukan sebagai suami, apakah ia akan diterkam malam ini, atau hanya angan belaka saja? Jingga harus menerima apa pun itu, jika memang suaminya belum siap, ya tidak ada salahnya untuk menunggu.Jingga tidak merasakan gerakan Fatan, Jingga mendongak melihat suaminya yang saat ini sudah memejamkan mata seolah ia tidak ada di sini , Jingga kecewa tapi masih berpikir bahwa akan ada waktu lain, bagaimanapun sudah menjadi pasangan suami istri yang artinya akan bertemu setiap hari , waktu untuk melakukan malam pertama itu tidak pupus dia juga berusaha tenang dan tidak memaksa keadaan jingga tahu jika saat ini suaminya itu sedang kebingungan karena cinta pertamanya kembali.Akhirnya kantuk menjemputnya.Suara shalawat di masjid terdengar. Jingga bangun untuk shalat subuh. Ia melihat suaminya masih terlelap. Jingga menghampiri Fatan dan duduk di tepi ranjang.“Mas, ayo bangun, kita shalat subuh,” ajak Jingga.Jingga menyentuh lengan suaminya. “

    Last Updated : 2025-02-22
  • Cinta Pertama : Aku Bukan Orang Ketiga   Prahara 6. Peringatan

    “Berjuang lah untuk pernikahanmu, Nak, itu lah tugasmu sebagai seorang istri,” kata Nania menatap ibunya. “Seberat apa pun itu, kamu hanya harus melakukan sesuatu yang mungkin dapat merebut suamimu, kamu adalah Wanita dan istri yang sah di mata Allah, dan yang sah akan kalah dengan yang tidak ada hubungannya. Perkara hati mungkin memang miliknya, tapi di mata Allah, semua pahala datang kepadamu.” Nania sedih mendengar curhatan putrinya, sejak dulu Jingga memang suka curhat pada ibunya. Ia lebih baik curhat kepada ibunya daripada pada orang lain. “Sekarang Fatan sedang kebingungan, jadi tuntun dia pada Allah. Niscaya apa yang kamu inginkan akan kamu dapatkan, Nak.” Nania melanjutkan. “Iya, Bu. Mungkin Jingga terlalu banyak pikiran. Jingga hanya takut suami Jingga masuk ke dalam api neraka.” “Ibu hanya bisa ngasih saran, coba kamu panggil suamimu. Bicarakan ini baik-baik, jika dia tidak menerimanya, kamu bisa mencobanya lagi nanti, tugas istri bukan hanya sekedar memasak, membersihk

    Last Updated : 2025-02-22
  • Cinta Pertama : Aku Bukan Orang Ketiga   Prahara 7. Belum Usai

    Jingga tak habis pikir suaminya tengah di rumah cinta pertamanya untuk menenangkannya, dan mungkin melakukan hubungan diluar batas.Tak butuh waktu lama, Fatan masuk ke apartemennya dan melihat Jingga sedang duduk di sofa menunggunya. Jingga butuh penjelasan hari ini.“Mas, apa Elsa sudah tenang?” tanya Jingga menatap suaminya, seolah pertanyaan itu adalah pertanyaan yang menyinggung.“Maafkan Elsa, ya,” ucap Fatan.“Jangan minta maaf pada saya, Mas, saya yang salah karena masuk di antara kalian,” jawab Jingga menunduk sesaat lalu kembali mendongak menatap suaminya. “Apa yang Elsa katakan memang benar, semua ini memang seharusnya menjadi miliknya.”“Jingga, kamu tidak akan paham perasaan saya.”“Kamu minta saya pahami, Mas? Apa tidak terbalik?”“Iya. Saya tahu, saya salah,” ucap Fatan.“Saya tak akan pernah memaksamu memilih hidupmu, tapi saya harap kamu memilih di antara kami, agar tidak ada yang terluka. Saya siap pergi jika kamu suruh pergi.”“Jingga, bukan kamu yang salah. Tapi pe

    Last Updated : 2025-02-22
  • Cinta Pertama : Aku Bukan Orang Ketiga   Prahara 8. Ibu Mertua Turun Tangan

    Jingga menatap langit dengan tatapan sedih, inikah pernikahan yang dia inginkan? Berat rasanya menerima setiap jengkal langkah kaki Fatan untuk ke rumah Elsa. Ia sudah mengetahui dimana suaminya sering pergi, namun ia tak memiliki keberanian untuk marah ataupun meninggikan suaranya.Masakan yang sering masak jarang sekali di sentuh, kadang di sentuh, kadang juga tidak. Fatan menoleh melihat istrinya itu tengah duduk diam di teras apartemen, Fatan memandang punggung Jingga dan akhirnya pergi meninggalkan Jingga.Fatan menerima kasih sayang Jingga, menerima perhatian Jingga dengan senang hati namun tak bisa memberikan hatinya.*Elsa melihat di sekitar kafe dan mencari seseorang yang memanggilnya kemari, Elsa melihat seseorang melambaikan tangan, gadis itu adalah Fani, adiknya Fatan.Elsa melangkah dengan anggunnya mendekati Fani dan Rista–sang Ibu mertua. Yang ia anggap.“Ma, Fani jadi tahu kalau Abang itu suka sama Elsa yang modis. Sementara Kak Jingga kan penampilannya biasa saja, t

    Last Updated : 2025-02-24
  • Cinta Pertama : Aku Bukan Orang Ketiga   Prahara 9. Paksaan Elsa

    “Mas, kita shalat isya sama-sama yuk,” ajak Nilam.“Apa sih, Jingga, kamu ganggu orang saja kerjaannya.” Fatan begitu marah.“Mas, apa kamu tidak mendengar suara azan, itu artinya kita di suruh shalat mas, lagian tidak memakan waktu lama kok. Hanya beberapa menit saja,” kata Jingga lagi masih tetap keukeuh mengajak suaminya.“Saya bilang tidak ya tidak,” kata Fatan. “Setelah kerjaan saya selesai juga saya akan ke rumah Elsa.”“Mas,” lirih Jingga.“JINGGA!”“Mas, kamu tahu nggak malam ini malam apa?” tanya Jingga menatap suaminya yang cuek, dan tidak menjawab pertanyaannya. “Malam ini adalah malam Nifsu Syaban. Bulan Syaban merupakan salah satu bulan yang istimewa dalam Islam, terletak di antara Rajab dan Ramadan. Di dalamnya terdapat malam Nifsu Syaban, yang diyakini sebagai malam penuh berkah, ampunan, dan pengabulan doa.”Fatan masih cuek dan tidak mengatakan apa pun, ia masih sibuk dengan tab miliknya.“Mas, asal kamu tahu saja umat Islam dianjurkan untuk memanfaatkan momen ini den

    Last Updated : 2025-03-02
  • Cinta Pertama : Aku Bukan Orang Ketiga   Prahara 10. Aneh

    Jingga POV.Aku keluar dari kamar karena merasa haus, aku menoleh melihat ranjang disampingku dan Mas Fatan belum pulang, ia pasti sedang bermadu kasih dengan Elsa.Ya Allah … aku tahu ini juga Sebagian dari dosaku karena membiarkan suamiku melakukan maksiat di luar sana, namun apa kah dayaku untuk menahannya? Dia memiliki masa lalu, memiliki kehidupan sebelum bertemu denganku, aku mana tahu akan terjadi hal seperti ini. Bukan menyesali pernikahanku dengan Mas Fatan, namun kehadiran masa lalunya yang membuatku tak bisa berbuat apa-apa.Elsa benar, aku mungkin istri sah Mas Fatan, namun hati, perasaan dan jiwa Mas Fatan di miliki Elsa. Apa yang bisa aku lakukan?Aku meraih air mineral dan meneguknya, aku duduk di kursi depan meja makan dengan helaan napas halus, aku melihat jam dinding yang telah menunjukkan pukul 2 malam. Namun, Mas Fatan belum Kembali.Aku memiliki hak untuk marah, bukan? Apalagi melihat maksiat didepanku, sepandai-pandainya aku dalam agamaku, tapi aku akan tetap b

    Last Updated : 2025-03-02

Latest chapter

  • Cinta Pertama : Aku Bukan Orang Ketiga   Prahara 21. Jangan Ganggu Jingga

    Jingga masuk ke kamarnya setelah membersihkan badan, ia masih menggunakan hijabnya sementara itu suaminya sudah berbaring di atas tempat tidur seraya bermain ponsel sejak tadi ponsel suaminya itu sudah berdering menandakan seseorang mendesak untuk berbicara. Jingga duduk di depan cermin mengenakan pelembab seadanya tanpa Skin Care lengkap Jingga tetap terlihat cantik dan seperti merawat diri. Tak lama kemudian Jingga menoleh dan melihat lirikan suaminya, sepertinya Fatan tak enak hati padanya karena ponselnya sejak tadi bergetar. “Mas angkat saja siapa tahu saja penting,” kata Jingga berusaha untuk tidak terganggu walau ia sudah tahu seseorang yang mendesak ingin berbicara itu sudah pasti Elsa. “Baiklah. Saya keluar sebentar.” Fatan lalu melangkahkan kakinya keluar dari kamar Fatan memilih berdiri di teras rumah mertuanya dan mengangkat telepon dari Elsa. Fatan melirik ke dalam rumah. Ibrahim dan Nania tengah ke masjid, sementara itu Jedar dan Bara sudah di kamar. ‘Halo?’

  • Cinta Pertama : Aku Bukan Orang Ketiga   Prahara 20. Dilecehkan

    Jingga dan Fatan tiba di rumah kedua orangtua Jingga, Fatan langsung memarkirkan mobil di depan rumah, lalu mereka keluar dari mobil, di sambut langsung oleh Ibrahim dan Nania, sementara itu Jedar duduk di kursi teras seraya memainkan bibirnya yang kesal.Jingga dan Fatan langsung meraih tangan Nania dan Ibrahim, lalu mencium punggung tangan keduanya, seperti itu lah ajaran kepada yang lebih tua.“Ayo masuk, Nak,” ucap Ibrahim mempersilahkan Fatan masuk.“Jedar, kamu buatkan Jingga sama Fatan minum, ya,” titah Nania.“Apa sih, Bu, kayak siapa aja yang datang, lebay banget.”“Jedar, adikmu dan Adik iparmu datang, kamu harus melayani mereka. Mereka itu tamu kita,” kata Nania masih menatap Jedar yang bodoh amat.“Nggak mau ah, aku nggak mau,” tolak Jedar.“Udah, Bu, nanti Jingga saja yang buat minum.” Jingga menggeleng.“Apa sih, kamu kan juga anak Ibu, harusnya kamu yang buat minum, mentang-mentang kamu adalah kesayangan Ibu, jadi kamu kalau kemari mau dilayanin gitu? Lebay. Aku aja ngg

  • Cinta Pertama : Aku Bukan Orang Ketiga   Prahara 19. Ke Desa

    “Mas, kamu masih di rumah? Tidak bekerja?” tanya Jingga keluar dari kamarnya.“Tidak,” jawab Fatan. “Oh iya. Tadi, Bapak dan Ibu menelpon saya. Menyuruh kita berdua untuk berkunjung.”“Bapak sama Ibu menelpon?” “Iya. Menyuruh kita berkunjung, katanya hari ini kamu tidak ada mata kuliah.” Fatan menjawab.Jingga menautkan alisnya, tumben sekali kedua orangtuanya memberanikan diri menelpon Fatan langsung, Jingga jadi tidak enak hati. Karena tidak ingin membuat Fatan tak nyaman.“Jadi?” tanya Jingga menatap suaminya.“Ya kita berkunjung,” jawab Fatan.“Mas mau berkunjung?”“Iya.”“Pekerjaan mas bagaimana?”“Tidak masalah.”“Mas, jika terpaksa jangan ya, saya tidak mau membuat kamu terbebani oleh permintaan Ibu dan Bapak.” Jingga melanjutkan membuat Fatan menoleh dan menatap istrinya.“Kenapa kamu melarang saya ke sana? Ada apa?”“Saya hanya tidak mau kamu terbebani oleh permintaan Ibu sama Bapak.” Jingga menjawab.“Saya mau ke sana, lagian saya terbebani atau tidak, itu bukan urusan kamu,

  • Cinta Pertama : Aku Bukan Orang Ketiga   Prahara 18. Penjelasan

    “Ada apa denganmu?” tanya Fatan menatap istrinya yang saat ini dipenuhi dengan amarah. Fatan memegang lengan istrinya, membuat Jingga menghempaskan genggaman itu.“Jangan sentuh saya, Mas,” ucap Jingga melangkah mundur.“Jingga, kamu salah paham sepertinya,” kata Fatan. “Biar saya jelaskan.”“Sudah, Mas. Kamu tidak perlu menjelaskan apa pun.” Jingga menggeleng. “Saya minta sama kamu untuk tidak melakukan hal tidak senonoh di tempat ini, dimana saya tinggal di sini. Jika kamu mau melakukan itu di sini, saya akan pergi.”“Jingga, hal tak senonoh seperti apa yang kamu maksud?”“Mas, tolong bawa Elsa pergi dari sini,” pintah Jingga. “Aku mohon.”Fatan tidak bisa menjelaskan hal itu sekarang, karena Jingga terlihat tak bisa diajak bicara, ia akan percaya dengan apa yang ia lihat, jadi Fatan memilih membawa Elsa pergi dari sini.“Fat, kamu sudah janji padaku akan melindungiku,” kata Elsa.“Saya akan suruh bagian keamanan melindungimu,” jawab Fatan.“Tapi—”“Ayo pergi,” ajak Fatan.“Lebay se

  • Cinta Pertama : Aku Bukan Orang Ketiga   Prahara 17. Tidak Segan-Segan

    “Bu Jingga, hari ini ada acara makan malam kantor. Ibu ikut, ‘kan?”“Insha Allah, Bu,” jawab Jingga.“Bu Jingga harus ikut dong, bukannya Pak Reno itu temannya Bu Jingga, ya?”“Senior, Bu.”“Eh iya. Senior. Lupa saya. Bu Jingga harus sempatkan datang.”Jingga tersenyum, ia akan izin ke suaminya dulu, jika suaminya mengizinkan ia akan pergi, jika tidak ia memilih pulang, melewatkan makan malam bersama keluarga besar universitas tempatnya bekerja.Jingga lalu mengirim pesan ke suaminya, tak lama pesannya sudah dibaca, namun beberapa menit kemudian tidak ada balasan sama sekali. Jingga menganggap bahwa suaminya mengizinkannya.“Saya ikut, Bu,” ucap Jingga pada dua wanita yang ada dihadapannya saat ini.“Nah gitu dong. Kita harus akrab, Bu, tidak boleh terlepas, ya. Siapatahu saja kecantikan Bu Jingga pindah ke kami,” kekeh salah satunya membuat Jingga hanya tersenyum mendengarkan.***Jingga sudah berada di tengah semua dosen kampus, ia hanya minum air putih dan beberapa cemilan didepann

  • Cinta Pertama : Aku Bukan Orang Ketiga   Prahara 16. Menghindar

    Jingga menatap senduh ke arah Fatan yang sejak tadi diam saja dan duduk memandangi sunset malam di luar sana, Jingga tidak bisa diam saja dan langsung mengikis jarak mendekati suaminya.“Mas,” ucap Jingga.Fatan menatap Jingga yang kini sudah duduk dihadapannya.“Apa ada masalah?” tanya Jingga.“Tidak ada,” jawab Fatan.“Kalau ada masalah, saya bisa mas jadikan teman cerita.”“Ini bukan urusan kamu,” jawab Fatan lagi membuat Jingga mengukir senyum di wajahnya.Jingga sudah terbiasa dengan jawaban kasar suaminya, Jingga menyesap teh herbal dihadapannya dan kembali berkata, “Tidak apa-apa jika mas tidak mau cerita, yang penting kalau ada masalah jangan dipendam sendirian.”Fatan menunduk sesaat dan kembali menatap Jingga, gadis yang begitu tenang dan baik hati, sesakit apa pun yang Fatan lakukan kepadanya, Jingga tetap tersenyum.“Mas mungkin merindukan Elsa,” ucap Jingga.Suaminya menautkan alis dan merasa aneh dengan perkataannya, Jingga tersenyum lagi. Alih-alih menjaga ucapannya agar

  • Cinta Pertama : Aku Bukan Orang Ketiga   Prahara 15. Permintaan Elsa

    Fatan menoleh sesaat melihat Elsa yang saat ini terlihat diam saja, mereka saat ini tengah di perjalanan menuju kantor, Fatan akan mengantarkan Elsa ke tempat kerjanya.Elsa terlihat kesal, sejak tadi mulutnya manyun tak jelas.“Ada apa?” tanya Fatan.“Kamu berubah sama aku,” jawab Elsa menoleh sesaat melihat Fatan.“Apa? Berubah? Apanya yang berubah?” tanya Fatan.“Dua hari ini kamu kemana sih? Teleponku tidak di angkat, pesanku tidak dibalas, apa lagi yang kamu lakukan dengan Jingga?” tanya Elsa kesal lalu menghentak kakinya dibawah sana.“Saya sudah menjawabnya, bukan?” ujar Fatan. “Jawaban seperti apa yang kamu inginkan sebenarnya?”“Fat, biasanya kamu tidak pernah loh seperti ini, tidak bertemu denganku sehari saja kamu pasti mencariku, tapi kayaknya kamu tahan banget ya jauh dari aku,” kata Elsa menoleh sesaat.“Kalau saya berubah, saya tidak akan memilih mengantarmu ke kantor, sementara membiarkan Jingga naik taksi.”“Aku butuh uang,” kata Elsa.“Tumben kamu minta uang, biasanya

  • Cinta Pertama : Aku Bukan Orang Ketiga   Prahara 14. Tanpa Batas Limit

    Author POV.Fatan keluar dari kamar ketika sudah Bersiap ke kantor, ada perasaan senang yang tidak bisa ia jelaskan, ada sesuatu yang mengganjal di hatinya setelah semalam dirinya meraih haknya pada Jingga dan Jingga memberikannya tanpa menolak, ya mereka suami istri, tak aka nada penolakan. Karena melakukan hal itu juga adalah ibadah.Bahkan Fatan tak mengingat Elsa sejak kemarin.“Eh mas? Kamu sudah bangun?” tanya Jingga yang saat ini sedang mengerjakan bahan mata kuliahnya hari ini. Jingga lalu melangkah menuju dapur. “Ayo mas, sarapan. Semuanya sudah siap.”“Kamu sudah mau ke kampus?” tanya Fatan.“Iya, Mas.” Jingga mengangguk membalikkan piring makan Fatan dan memuat nasi goreng diatas piring. Sementara itu Fatan sudah duduk di hadapannya. “Hari ini jadwal mata kuliah saya hanya satu, mungkin setelah selesai, saya ke desa dulu menengok Ibu dan Bapak.”Fatan mengangguk, alih-alih menawarkan diri, Fatan hanya bilang ‘iya’.“Nanti kalau kamu sempat kita ke desanya sama-sama ya, Mas,

  • Cinta Pertama : Aku Bukan Orang Ketiga   Prahara 13. Malam Pertama Yang Tertunda

    Mama dan Fani sudah pulang, aku langsung membereskan semua yang ada diatas meja makan, lalu tak lama kemudian Mas Fatan keluar dari kamar dan duduk di dekat teras apartemen.Aku menoleh sesaat dan tak mau mengatakan apa pun, dia pasti menyalahkanku karena memberitahu Mama dia sakit.Apa Mas Fatan menunggu seseorang? Apa Mas Fatan menunggu Elsa datang? Aku bertanya-tanya sendirian.Aku membuatkan teh herbal dan membawanya ke hadapan Mas Fatan.“Mas, minum teh dulu, ya,” kataku menaruhnya diatas meja kecil.“Apa ini?”“Ini teh herbal, Mas, kata Mama kamu harus meminumnya, bagus untuk Kesehatan.” Aku menjawab.Mama memang membawa teh untuk kami, Mama mengatakan baik untuk Kesehatan jadi ku buat saja.Mas Fatan mengangguk lalu menyesapnya pelan. Aku tersenyum melihatnya, apa yang ku suguhkan, selalu ia makan dan ia minum, ia masih menghargaiku sebagai istrinya. Hanya saja ku lihat dia tidak memiliki semangat untuk menjalani hari ini.“Mas, apa saya panggilkan Elsa?” tanyaku.“Tidak usah,”

Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status