"Lina, apakah kamu bisa mengerjakan soal ini?"Suara familiar di telinga membuatku langsung membuka mata.Di depanku ada teman-teman sekelas yang mengenakan seragam sedang bercanda tawa. Ada pula papan tulis yang dipenuhi soal-soal matematika.Ini adalah pemandangan yang sering muncul dalam mimpiku sejak Bagas memaksaku untuk bercerai.Aku selalu ingin kembali ke masa SMA, masa-masa Bagas paling mencintaiku.Jadi, apakah aku bermimpi lagi?"Lina, aku bertanya padamu. Kenapa kamu melamun?" Sebuah tangan yang indah dan panjang melambai di depan mataku.Aku berbalik dan langsung bertemu dengan senyuman Bagas yang lebar.Bibirnya membentuk lengkungan yang indah, mata hitamnya menunjukkan kilauan lembut yang bersinar. Dia menatapku tanpa berkedip.Aku seketika tertegun.Sudah berapa lama aku tidak melihat Bagas menunjukkan senyuman seperti ini?Mungkin setahun, dua tahun, atau bahkan lebih lama lagi.Aku sudah tidak ingat.Reaksi pertamaku adalah merasa mimpi ini sangat nyata, tapi ada inst
Aku berjalan ke ruang tamu dan kebetulan melihat ayahku keluar dari dapur. Ayah terbatuk-batuk akibat asap yang tebal."Uhuk ... uhuk!"Tangan ayah terus mengibas di depan hidung. Ketika melihatku, wajahnya menunjukkan rasa segan. "Kamu sudah pulang sekolah, ya? Masakannya gosong, tunggu sebentar, ya."Sebelum ayah selesai bicara, aku sudah melompat ke pelukannya.Aku memeluknya erat-erat, menyembunyikan wajahku di bahunya yang lebar."Ada apa?" Ayah terdiam sejenak, lalu menepuk punggungku untuk menghibur. "Itu hanya gosong, bukan masalah besar. Ayah bisa masak lagi. Atau, kita makan di luar saja?"Aku tidak jawab, hanya menangis terus menerus.Setelah ibu meninggal, aku terjebak dalam kesedihan tanpa menyadari bahwa itu juga masa tersulit bagi ayahku. Selanjutnya untuk mendukungku dalam ujian akhir, ayah mengesampingkan pekerjaannya yang sibuk. Dia mulai belajar memasak dan mengurus semua pekerjaan rumah.Aku malah menganggap semua itu sebagai hal yang wajar dan bahkan pernah berteng
Apakah mungkin bukan tipe kesukaannya yang berubah, tapi hanya perasaannya padaku yang sudah sirna.Meskipun tidak ada Sari, tetap akan ada wanita lain yang menggantikan posisiku di hatinya."Lina!" Begitu melihatku, Bagas bersikap seolah menemukan penyelamat. Dia langsung berteriak.Namun, aku berjalan melewati mereka tanpa menoleh. Aku bisa melihat wajah Bagas yang tiba-tiba menjadi kaku.Selama beberapa hari ke depan, aku terus mengabaikan Bagas.Mungkin kecuekanku akhirnya membuatnya tidak tahan. Suatu hari sepulang sekolah, dia menghentikanku di tengah jalan."Lina, kenapa kamu tiba-tiba jadi dingin padaku?" Bagas menatapku dengan serius. Ketika aku melihatnya, matanya tampak merah dan ada lingkaran hitam di bawahnya. Jelas sekali dia tidak tidur dengan baik akhir-akhir ini."Apakah gara-gara kemarin adik kelas itu mengaku perasaannya padaku?" tebak Bagas, lalu melangkah lebih dekat ke arahku. "Aku nggak terima dia! Aku ....""Aku hanya ingin fokus belajar." Aku memotong ucapan Ba
"Aku hanya bilang bahwa urusan pas kuliah dibicarakan ketika kuliah saja," ucapku dengan datar. "Aku nggak pernah bilang ingin pacaran denganmu."Bagas terhuyung, kedua tangannya mengepal dengan kuat.Dia mungkin sudah yakin betul bahwa aku akan bersamanya.Dia tidak pernah mengambil aksi tanpa kepastian. Dulu begitu, sekarang pun sama.Dia berani berselingkuh dengan Sari secara terang-terangan juga karena dia tahu betul bahwa aku sangat mencintainya hingga tidak bisa hidup tanpanya.Akan tetapi, tidak ada seorang pun di dunia ini yang tidak bisa hidup tanpa seseorang. Aku tidak akan bergantung pada siapa pun lagi, baik diriku yang sekarang maupun diriku yang akan datang.Aku tidak menoleh lagi, berbalik dan masuk ke dalam rumah.Namun, Bagas tidak menyerah. Sepanjang liburan, dia datang ke depan rumahku setiap hari dan terus-menerus meneleponku. Akhirnya, bahkan ayahku pun mulai curiga dan bertanya tentang hubungan kami.Dia tahu bahwa aku pernah menyukai Bagas, tetapi dia juga menyad
"Baik, saya akan lebih teliti lagi!" ujar satpam.Usai itu, aku berbalik untuk mengucapkan terima kasih kepada pria yang baru saja membantuku, tetapi entah kapan dia sudah pergi tanpa jejak.Selama beberapa waktu setelah kejadian itu, aku tidak melihat Bagas lagi.Kemudian, aku mendengar dari satpam bahwa dia pernah datang beberapa kali, tetapi selalu diusir. Pihak kampus telah menghubungi orangtuanya dan meminta mereka untuk membawanya kembali ke kampus. Kalau tidak, dia akan menghadapi kemungkinan dikeluarkan.Orang tua Bagas terpaksa pergi ke luar kota untuk mengawasinya secara langsung.Meskipun begitu, dia tetap bolos banyak mata kuliah. Hingga aku lulus, aku baru tahu ketika menghadiri reuni bahwa Bagas masih harus mengulang beberapa mata kuliah.Setelah lulus, aku mengumpulkan kembali koneksi yang dulu aku bangun untuk Bagas dan mengundang mereka satu per satu ke perusahaan ayahku.Berkat kerja sama yang baik antara aku dan ayah, perusahaan kami berkembang pesat dan berkemungkin
Dia adalah kakak tingkat yang menyelamatkanku di depan gerbang kampus.Tak disangka, hari ini dia menyelamatkanku lagi.Aku pun mentraktirnya makan dan mengetahui namanya, Darwin Vandasia.Kami saling bertukar kontak dan menjadi semakin akrab.Aku menyadari bahwa pandangan hidup kami sejalan, minat kami juga mirip. Lucunya, sebulan kemudian tetangga sebelah menghubungi ayahku untuk memperkenalkanku seorang calon pasangan, kebetulan dia yang diperkenalkan padaku.Enam bulan kemudian, kami menikah.Pada hari pernikahan, Darwin khawatir aku akan kelelahan mengenakan sepatu hak tinggi, jadi dia membiarkanku beristirahat di ruang rias sementara dia menyambut para tamu.Tiba-tiba, Bagas menerobos masuk.Dia tampak kumuh dengan mata kemerahan karena lelah.Saat melihatku mengenakan gaun pengantin, kilatan rasa takjub dan sakit hati bercampur dalam matanya."Lina."Dia melangkah mendekat, suaranya serak. "Aku baru saja bermimpi. Dalam mimpi itu, kita menikah. Tapi, aku mengkhianatimu dan jatuh
Hari ini aku ditemani ayahku menghadiri lelang tahunan di Kota Dipa.Lelang kali ini sangat penting, baik bagiku maupun ayah.Sebab, barang peninggalan ibuku akan dilelang di acara kali ini.Pemilik rumah lelang ini adalah teman lama ayah sehingga kami bisa mendapat tempat duduk di barisan paling depan. Setelah beberapa sesi berlangsung, akhirnya kalung rubi milik ibuku dikeluarkan."Dua miliar." Tanpa ragu, aku langsung menawarkan harga tinggi."Sepuluh miliar."Beberapa detik kemudian, seseorang langsung menawar dengan harga berkali-kali lipat.Suara itu terdengar agak familiar.Aku menoleh dan ternyata yang menawar adalah asistennya Bagas Saputra.Asisten itu juga melihatku, tapi tatapannya tampak gugup dan dia segera mengalihkan pandangannya.Seorang asisten jelas tidak mungkin punya sepuluh miliar. Tawaran ini pasti dari Bagas.Melihat ekspresi wajahnya, aku langsung paham untuk siapa kalung wanita ini akan diberikan.Kini, wanita bernama Sari Juwita itu adalah kesayangan Bagas, b
Aku menatapnya dengan dingin. "Kamu seharusnya memanggilku Nyonya Saputra.""Oh, maaf. Aku lupa." Sari menutup mulutnya seolah-olah terkejut. Gerakannya dibuat-buat agar terlihat imut, sementara wajahnya penuh sindiran. "Tapi bukankah Nyonya Saputra akan segera bercerai? Memanggilmu Nona Lina seharusnya nggak masalah, bukan?"Dia hanyalah seorang karyawan kecil di Grup Saputra, tapi sama sekali tidak menunjukkan rasa hormat padaku.Sebab, dia tahu betul bahwa kini statusku sebagai Nyonya Saputra hanyalah simbol belaka. Cepat atau lambat, status ini akan menjadi miliknya."Pak Toni, cepat ambil kalungnya," ujar Sari sambil berbalik ke arah Toni. "Kak Bagas barusan bilang dia sudah mendarat. Dia akan segera datang menjemputku. Dia pasti tidak sabar melihatku memakai kalung rubi ini!"Saat melihat wajah Sari yang penuh kemenangan dan membayangkan kalung peninggalan ibuku akan dikenakan di lehernya, aku benar-benar merasa jijik.Namun, aku menahan amarahku karena teringat ayahku. "Sari Juw