"Tidak, Mbak. Aku tidak trauma, tetapi untuk saat ini, aku ingin fokus pada anakku dulu. Belum ada setahun aku bercerai, aku juga masih belum tahu proses perceraianku.” Asma menjawab apa yang memang menjadi rencana untuk kehidupan dirinya.Khansa menghela nafasnya. Dia hanya ingin melihat Arya, laki-laki yang sudah dianggap adiknya berbahagia dengan wanita yang dicintainya. Dan dia melihat ada cinta di mata Arya untuk Asma.“Kalau memang hal itu yang kamu inginkan saat ini, aku tidak bisa memaksanya. Lakukan apa yang menurutmu baik. Tapi, kalau boleh tahu, bagaimana perasaanmu pada Arya?”Asma menghela nafas panjang. Sejujurnya dia belum mengetahui perasaannya sendiri. “Secara jujur, aku memang merasa nyaman berada di dekatnya seperti beberapa tahun yang lalu saat kami menjalin persahabatan. Aku merasakan kehadiran seseorang yang selalu melindungiku, menghiburku, mengingatkanku, seperti beberapa tahun yang lalu.”Khansa tersenyum mendengar jawaban Asma. Dia juga melihat ada cinta di
“Apakah Ibu setuju jika aku menjadi ayah sambung Randi?” tanya Arya memastikan maksud pertanyaan ibunya.Ibu Intan menatap putranya yang duduk di kursi yang ada di depannya.“Arya, kamu adalah anak satu-satunya ibu. Ibu ingin kamu melanjutkan kehidupanmu. Kamu tidak mungkin selamanya sendiri. Aisyah sudah tenang di tempatnya. Bagaimanapun juga kamu harus mencari pengganti Aisyah. Kamu membutuhkan penerus keluarga kita dan Ibu juga sudah menginginkan cucu darimu. Ibu sudah mengenal Asma sejak kalian masih duduk di bangku sekolah. Dia wanita yang baik. Apalagi kalian sudah pernah dekat, bahkan dulu ibu mengira kalian itu pacaran. Ibu tahu jika di dalam salah satu ruang hatimu masih ada setitik cinta yang tertinggal untuk Asma sejak dulu. Mungkin inilah yang dinamakan jodoh. Kalian dipertemukan kembali ketika diantara kalian sudah tidak ada pasangan di samping kalian. Dan kamu juga tahu, Randi masih membutuhkan sosok ayah dalam perkembangannya.”Ibu Intan mengemukakan pendapatnya pada Ar
"Mas Uki mengenal mas Arya? Aku mengenal Mas Arya dari Mbak Khansa, anak pengasuh pondok tempat aku mondok. Kalau enggak salah Mas Arya itu suami dari adiknya. Pada saat itu, kita tidak sengaja bertemu dan kebetulan kami sama-sama akan pergi ke panti asuhan, jadi mas Arya menawarkan tumpangan. Apa perlu aku menanyakannya pada Mas Arya tentang keberadaan mbak Asma?” Laila berusaha tenang ketika menjelaskan kebersamaannya dengan Arya agar tidak menimbulkan kecurigaan.“Iya, Arya pernah bersahabat dengan Asma. Aku mengira kamu dekat dengan Arya. Kemungkinan Asma bersama Arya kecil karena mereka tidak berkomunikasi lagi setelah lulus sekolah.”“Oh ya, apakah Mas Uki pernah menemui mantan suami Mbak Asma?” tanya Laila yang teringat dengan obrolannya bersama Asma dan Khansa terkait status perceraian Asma. Dia mencoba mengalihkan pembicaraan mengenai Arya.“Aku belum pernah menemui Tanto sejak dia menyerahkan surat gugatan cerai. Kami tidak memikirkan status perceraian Asma karena kami masih
“Abah, saya berterima kasih dengan perhatian Abah. Insya Allah saya sudah ikhlas dengan kepergian Aisyah, Abah. Kepergiannya untuk selamanya memang sudah suratan takdir dari Allah. Abah tidak perlu khawatir, insya Allah saya pasti akan menikah kembali. Namun, saya masih perlu waktu untuk memutuskan langkah selanjutnya dan sejujurnya saya sudah menemukan orang yang akan saya jadikan istri, tetapi saya masih harus meyakinkan dirinya. Maafkan saya, Abah, karena tidak bisa memenuhi permintaan Abah. Saya yakin Laila akan mendapatkan laki-laki yang lebih baik dari saya,” ucap Arya yang mencoba menggunakan kata-kata tepat dan bisa diterima oleh Abah Muksin untuk menolak permintaannya.Arya menatap laki-laki tua yang tetap dianggapnya sebagai orang tua walaupun sudah tidak ada yang mengikatkan hubungan mereka setelah kematian Aisyah, istri Arya yang merupakan putri bungsu Abah Muksin dan Ummi Hawa. Suasana ruangan tersebut yang tenang sehingga suara helaan nafas dari Abah Muksin terdengar ole
“Asma, aku mendengar kalau kambing untuk aqiqah Randi baru ada satu ekor. Aku ingin membantu kamu. Apakah aku boleh membelikan satu ekor lagi untuk Randi?” tanya Arya pada Asma yang sedang duduk di ruang tamu panti asuhan. Mereka baru saja melepaskan kepulangan orang tua Khansa setelah dua hari menginap di panti asuhan.Sepuluh hari lagi memang akan menjadi momen penting bagi Asma dan anaknya, Randi. Asma telah berencana untuk melaksanakan aqiqah untuk putranya yang baru lahir. Namun, ada satu masalah yang membuat Asma khawatir. Dia hanya memiliki satu ekor kambing untuk aqiqah, padahal seharusnya membutuhkan dua ekor.Asma menatap Arya. Dia terkejut dengan permintaan Arya. Dia memang pernah menanyakan terkait jumlah kambing untuk aqiqah sang anak. Selain dia mencari informasi dari berbagai artikel yang terkait aqiqah, dia juga menanyakannya pada Khansa yang lebih paham dengan agama. Walaupun dia hanya mempunyai satu ekor kambing, tetapi masih bisa dilaksanakan. Dia pun tidak mau menu
“Asma!”“Mas Uki!”Terdengar panggilan dari mulut Asma maupun Uki. Setelah itu, hanya tatapan yang berkomunikasi di antara mereka. Mata keduanya berkaca-kaca sambil saling mendekat.Anak-anak yang berada di ruangan itu pun bingung dengan apa yang terjadi di ruangan tersebut. Mereka menghentikan pekerjaannya dan hanya saling pandang.Kedua saudara itu langsung melemparkan diri mereka ke dalam pelukan satu sama lain. Air mata kebahagiaan dan rindu mengalir begitu deras, meluapkan semua perasaan yang mereka simpan selama setahun ini. Rasanya seperti air bah yang mengalir membanjiri ruangan itu. Setelah Asma menikah, mereka memang jarang sekali bertemu. Bahkan, setahun belakangan ini mereka tidak pernah bertemu.Khansa dan beberapa orang yang berada di ruang tengah dekat dengan bagian dapur, terkejut mendengar suara tangis Asma yang berada di ruang tamu.“Bu, itu di ruang tamu seperti suara Asma menangis. Ada apa ya?” tanya Khansa pada Ibu Aminah yang berada di sampingnya.“Iya, Mbak. Itu
“Sekali lagi maafkan aku, Mas. Aku masih belum bisa pulang ke rumah. Tapi, aku berjanji jika aku sudah siap bertemu bapak sama ibu, aku akan pulang.”Mendengar jawaban Asma, Uki pun menghela nafasnya. Dia sangat tahu betul, Asma memang orang yang tidak gampang dipengaruhi maupun dibujuk. Dia teringat dengan tekad Asma yang tetap ingin menikah dengan Tanto walaupun kedua orang tuanya tidak merestui.“Kamu memang keras kepala. Aku hanya mengingatkan akibat sifat keras kepalamu inilah yang menyebabkan kamu nekat menikah dengan Tanto dan akhirnya menjadi seperti ini. Kamu ditinggalkan oleh suamimu.”Ucapan Uki cukup menohok bagi Asma. Dia menyadari jika dirinya memang sangat keras kepala dan egois. Dia pun menundukkan kepalanya dan air mata tak bisa terbendung. Asma terisak di hadapan sang kakak.Uki yang melihat hal tersebut merasa bersalah pada Asma. Dia tidak bermaksud menyinggung sang adik. Dia pun memeluk Asma yang terisak.“Maafkan aku. Aku tidak bermaksud membuatmu bersedih dan men
"Masa kamu tidak mengingatku sih, Ari?” tanya Uki yang sudah berada di depan Arya.Asma tidak memperhatikan Uki dan Arya. Dia sibuk menenangkan Randi yang menangis karena celananya basah. Popoknya sudah tembus yang membuatnya celananya basah sehingga Randi tidak merasa nyaman.Mendengar panggilan padanya yang memang hanya satu orang yang memanggilnya Ari, dia pun terkejut.“Mas Uki?”Uki tersenyum seraya menepuk bahu Arya. Selain menjadi sahabat Asma, Arya juga dekat dengan kakak Asma. Mereka terkadang pergi bersama ketika ada pertandingan sepak bola di sekolah karena Uki merupakan kakak kelasnya.“Apa kabarnya?” tanya Uki. Dia tidak menyangka bahwa Arya dan Asma sudah bertemu.“Alhamdulillah baik, Mas. Bagaimana kabar Mas Uki? Kayaknya kita terakhir bertemu ketika Mas Uki mau merantau ke kota ya?”“Alhamdulillah baik juga. Iya, kalau tidak salah kalian masih duduk di kelas 2 akhir.”Mereka belum sempat melanjutkan obrolan, Asma sudah mendekati mereka berdua.“Apa Asma bisa meminta to