Share

Pingsan

Author: Lysa_Yovita22
last update Last Updated: 2023-11-09 23:51:13

Seorang perempuan dengan tinggi 167cm tampak tidur nyenyak di atas sofa. Rambut cokelat gelap miliknya tampak berantakan. Tadinya dia berniat untuk menunggu sang suami yang sudah dua hari belum kembali. Namun, malah ketiduran di ruang keluarga.

Suara pintu yang dibuka tak mampu membuatnya terbangun. Karena seharian tadi, ibu mertuanya memaksa untuk ditemani ke supermarket. Wanita itu baru kembali setelah Jenia memasak makanan yang dibawa pulang tanpa disisakan sama sekali.

Tubuh sempoyongan Thomas berhenti di depan sofa. "Lihatlah, Keledai ini! Seharian di rumah kerjanya hanya bermalas-malasan."

Melihat bawahan piyama pendek yang dikenakan Jenia agak tersingkap, seringai nakal muncul di kepala Thomas. Tanpa aba-aba, dilemparnya tas kerja ke lantai. Lalu ditindihnya tubuh Jenia. Tentu saja istrinya terkejut.

"Thomas, kau sudah pulang?" tanya Jenia dengan suara serak. Khas bangun tidur.

Thomas tak menjawab, malah sibuk mencari kepuasannya sendiri. Jenia meringis. "Ah. Sakit. Bi-bisakah lebih lembut?"

Akan tetapi, telinga Thomas seperti sedang tuli. Laki-laki itu terus saja bergerak, melenguh, menceracau lalu meledakkan hasratnya. Padahal Jenia belum merasakan sensasi yang sama.

Thomas menarik diri. "Walau kau bekas, tetapi masih bisa dipakai sesekali. Daripada aku harus mengeluarkan uang untuk menyewa jasa wanita jalang di luar sana."

Laki-laki yang tengah berkeringat itu tidak memungut lengkap pakaiannya. Hanya mencari bokser untuk dikenakan. Tanpa peduli pada perasaan Jenia, Thomas pindah ke kamar lalu tidur lelap dengan suara dengkuran kerasnya.

Jenia masih enggan beranjak. Sakit di bagian bawah tubuhnya, tak sebanding dengan luka hatinya.

Jenia sadar sudah tak suci sejak awal. Namun, bukankah Thomas yang begitu getol mengejar? Berkali-kali Jenia menolak halus, Thomas tetap saja mengirimi hadiah. Bahkan rekan kerjanya di pengalengan ikan tuna pun, sampai merasa risi dengan sikap berlebihan lelaki bermata kelabu itu.

Jenia luluh karena Thomas merawatnya dengan sabar ketika terkena demam tinggi. Penuh perhatian Thomas siaga penuh, menunggui Jenia sepulangnya ia dari kantor. Laki-laki itu bahkan rela menginap di rumah sakit demi memastikan pujaan hatinya baik-baik saja.

Sejak malam itu, Jenia mulai menerima semua perhatian Thomas. Dia mencoba untuk membuka pintu hati untuk cinta yang baru. Dan Jenia sudah mengatakan kalau dirinya jauh dari kata sempurna.

"Aku tak peduli apa pun keadaannya, Jenia. Kau cintaku dan hanya denganmu saja lagu pernikahan menggema di telingaku."

Jenia masih ingat momen itu. Saat Thomas bertekuk lutut sembari mengulurkan cincin yang diletakkan dalam kotak beludru. Saat itu, hubungan mereka baru saja dijalani selama tiga bulan.

Keteguhan hati Thomas selama enam bulan pendekatan, ditambah lagi masa tiga bulan pacaran, bagi Jenia sudah cukup untuk membuktikan cinta itu kembali menyapa. Dia luluh.

Jenia memakai pakaian terbaik yang dihadiahkan Thomas untuk berkunjung ke kediaman keluarga Evra. Sayangnya, penolakan mentah-mentah yang diterima.

Kala itu, Thomas berdiri tegak membela dan berkata kalau ia begitu menginginkan pernikahan bersama Jenia. Lalu semua mimpi indah Jenia tentang konsep pernikahan yang sakral pun berganti menjadi mimpi buruk tak berkesudahan.

Jenia menghela napas panjang berkali-kali. Tubuhnya mulai terasa dingin. Pelan-pelan Jenia membenahi pakaiannya. Lalu beranjak untuk memunguti pakaian milik Thomas yang berceceran di lantai, berikut tas kerjanya pula.

Jenia membiarkan tubuhnya basah di bawah kucuran shower, tanpa melepaskan pakaiannya. Lalu tubuhnya luruh ke lantai.

"Kalau aku sekotor itu, kenapa tidak melepaskan sejak malam itu? Kenapa malah menjadikanku tahanan di rumah ini?"

Jenia ingat bagaimana sumpah serapah yang diterimanya setiap hari. Pernah di titik putus asanya, Jenia meminta untuk dilepaskan dari belenggu pernikahan yang menyakitkan itu. Namun, Thomas menolak.

Thomas beralasan belum puas membalas sakit hatinya atas kebohongan yang dilakukan Jenia. Sebanyak apa pun dia meminta maaf, segigih-gigihnya Jenia membuktikan pengabdiannya sebagai istri, Thomas tetap mendendam.

Tak berhenti sampai di titik itu, Thomas mengiyakan hinaan dari Mama Daisy, kalau Jenia tak lebih dari wanita pembawa sial yang mandul.

Jenia tak pernah dibawa bepergian. Tidak dibelikan pakaian yang layak. Semua yang dia miliki hanyalah dari masa gadisnya dahulu. Uang yang dijatah pun tak bisa digunakan untuk membeli kebutuhan pribadi.

Apa Jenia pernah mengutarakan rasa keberatannya? Tidak. Karena pukulan dan tamparan menjadi jawaban jika dia berani membangkang. Jenia tak punya pilihan.

Tubuhnya sudah menggigil hebat, barulah Jenia berhenti menyiksa diri. Setelah membalut tubuhnya dengan jubah mandi, Jenia berjalan pelan agar tak menimbulkan suara.

Dengkuran keras terdengar. Pertanda Thomas sudah sangat nyaman di dunia mimpi. Tanpa peduli kesakitan yang Jenia terima.

Dengan cepat, Jenia mengganti jubah mandinya menjadi piyama tidur bercelana panjang. Lalu memilih untuk kembali tidur di sofa.

Entah jam berapa sampai akhirnya Jenia berhasil memejamkan mata. Namun, keesokan paginya, teriakan keras Thomas membuatnya langsung lompat dari sofa itu.

Kepala Jenia berdenyut hebat. Tatapannya seperti berbayang. Namun, kewajiban untuk mengurusi bayi besar bernama Thomas tak bisa ditangguhkan.

Dalam keadaan tidak sehat, Jenia memaksakan diri menyiapkan segala sesuatu terkait kebutuhan Thomas. Tepat setelah Thomas pergi bekerja, Jenia pingsan di ruang tamu. Tergeletak begitu saja di lantai yang dingin.

Thomas yang tadinya sudah berada di mobil, mendengkus keras karena menyadari ada berkas yang tertinggal. "Aku pasti akan terlambat," gerutunya.

Thomas meletakkan tasnya begitu saja di mobil. Lalu kembali ke rumah. Ketika membuka pintu lalu berjalan masuk, Thomas mendapati Jenia berada di atas lantai.

"Astaga. Dasar pemalas! Bisa-bisanya dia malah tidur santai di lantai." Thomas melewati Jenia, bergegas menuju kamar untuk mengambil berkas pentingnya.

Ketika kembali ke tempat yang sama, muncul kecurigaan yang membuat Thomas terpaksa membungkuk. Digoyang-goyangkannya lengan kurus Jenia. "Bangun! Hei, Keledai!"

Thomas terkejut ketika merasakan suhu tubuh Jenia yang panas. "Dia pingsan? Karena demam tinggi ini? Menyusahkan saja!"

Thomas terpaksa menggendong tubuh kurus Jenia kembali ke kamar. "Aku tak mau kau mati sekarang. Kau belum cukup membayar semua kebohongan, Jenia!"

Thomas masih menaruh kecewa dan dendam yang begitu besarnya karena cintanya diperdaya Jenia. Bahkan sampai seburuk apa pun perlakuan dan perilakunya ke Jenia, sebenarnya cinta itu tak juga berkurang.

"Kau tak tahu betapa aku merasa bodoh dan menjadi pecundang di matamu. Aku seperti mendapatkan sisa dari bekas perbuatan orang lain." Thomas masih terus mengutarakan isi kepalanya.

Di awal pernikahan, masih ada sisi hatinya yang ikut tersakiti tiap kali melukai perasaan Jenia. Namun, lama-kelamaan semua menjadi biasa. Kemarahan, kelelahan juga tumpukan beban pikiran atas pekerjaan, disalurkan dengan menyiksa Jenia.

Sialnya lagi, Thomas tak bisa membuka hati untuk gadis lain. Ia takut akan kembali terluka seperti mencintai Jenia sebesar itu.

Thomas tak mungkin memanggil dokter ke rumah. Karena ada bekas lebam di punggung Jenia. Emosinya tersulut karena Jenia terlambat menyediakan makan malam.

'Kenapa mencintaimu sesakit ini, Jenia?' Thomas menatap kesal ke arah istrinya yang belum sadarkan diri.

Baru saja Thomas hendak beranjak mencari sesuatu yang bisa membuat Jenia siuman, ponselnya berdering.

"Ya, Mama." Thomas membelalakkan mata mendengar kabar mengerikan yang diterimanya itu. "Baik, aku ke sana sekarang juga."

Related chapters

  • Cinta Ipar Belum Kelar    Tidak Dianggap

    Jenia membuka mata lalu mengerjap berkali-kali. Matanya terasa panas. Akibat demam yang menyerang. Dia merasa heran ketika mengingat seharusnya sedang pingsan di ruang depan, bukan di kamar."Kenapa aku bisa pindah ke kamar? Apa Thomas yang melakukannya?" Jenia hendak duduk, tetapi rasa nyeri di kepala langsung terasa. Jenia menghela napas sejenak. "Ini bukan pertama kalinya aku sakit. Aku pasti bisa mengurus diri sendiri."Jenia memaksakan diri untuk berjalan ke dapur. Tertatih-tatih langkahnya. Dia harus duduk di kursi untuk mengatur napas yang terasa berat. Jenia menahan semua keinginan untuk berbaring meringkuk di dalam selimut. Tidak ada alasan untuk mengasihani diri. Jenia harus makan dan minum obat.Hanya ada roti yang bisa langsung dimakan. Maka Jenia menyeduh teh agar bisa langsung mengisi perutnya. Sebutir pereda demam dan sakit kepala, pun ditelan setelah perut rampingnya terisi.Jenia merasa tenaganya terkuras banyak. Dia kembali tertatih-tatih menuju sofa. Ada ingatan m

    Last Updated : 2023-11-17
  • Cinta Ipar Belum Kelar    Diboyong Pulang

    Melihat angkuhnya sosok berstatus Ibu mertua itu, Jenia berkali-kali meneguk ludah. Kesan tak ramah yang selama ini selalu muncul, sekarang semakin tampak saja.Wanita paruh baya yang sudah dihinggapi dengan kerut-kerutan halus di wajah itu, hanya menatap masam. "Kenapa lama sekali?"Thomas mendengkus keras. "Mama jangan menambah buruk moodku. Semua gara-gara siput tak berguna di belakangku."Jenia menggigit bibirnya. Padahal sejak turun dari mobil tadi, Thomas hanya melenggang santai. Semua barang bawaan Jenia lah yang membawanya sampai ke hadapan sang mertua. "Bawa masuk ke kamar putraku. Astaga, bisakah aku meletakkan kau di kamar pembantu saja?" Daisy tampak sangat kesal. "Terserah Mama saja. Aku lapar." Thomas masuk begitu saja, mengabaikan Jenia yang masih direpotkan dengan koper-koper itu.Tidak ada satu pun yang berniat untuk membantu Jenia. Lagipula Jenia sudah mengetahui di mana letak kamar Thomas, di lantai dua. Jadi semuanya seperti membiarkan saja kegiatan itu. Jenia n

    Last Updated : 2023-11-21
  • Cinta Ipar Belum Kelar    Bertemu Mantan

    Otak Jenia dipaksa untuk berpikir keras. Baginya ini semua seperti halusinasi yang sudah lama tidak muncul. Hanya saja, rasanya seperti tak tahu diri jika masih menganggap sosok laki-laki itu nyata."Berhentilah bersikap bodoh!" Thomas menghardik, pelan, tetapi berdesis di telinga Jenia."Ini suamiku. Jamael Morgan." Freya menoleh ke arah laki-laki bermata kehijauan itu. Tentu saja Jenia tidak tahu-menahu tentang pernikahan Freya. Karena Thomas dan Daisy melarang keras Jenia untuk datang ke acara pesta. Jenia mengerjap, lagi. 'Ternyata ini bukan halusinasi. Dia ... nyata dan masih hidup.'Luka dalam yang ditinggalkan oleh sosok tinggi tegap dengan tatapan hangat meneduhkan hati itu, kembali berdenyut. Jenia terpaksa menundukkan pandangan."Dasar perempuan aneh! Ayo, Jamie. Kita masuk. Aku rindu masakan Mama." Freya menggandeng lengan Jamael.Tawa ceria yang terdengar dari bibir seksi Freya, semakin menambah luka hati Jenia. Bagaimana bisa sang mantan pacar, pemilik cinta pertama, se

    Last Updated : 2023-11-22
  • Cinta Ipar Belum Kelar    Tak Bisa Tidur

    Cuaca di kota Chesnut cukup baik pagi ini. Sayangnya, tubuh Jenia terasa remuk. Semalam, Thomas tega membiarkannya tidur di lantai yang dingin. Hanya berlapis selembar selimut tipis, milik Jenia sendiri.Tak hanya itu, entah jam berapa akhirnya Jenia bisa memejamkan mata. Karena tak mudah baginya untuk membuang rasa yang bercampur aduk. Mengingat ada Jamael di lantai bawah. Jenia benci melihat sikap sok tenang yang ditampilkan mantan kekasihnya itu. Jenia benci melihat bagaimana mesranya Freya menggelayut manja di lengan kokoh yang pernah menawarkan kedamaian padanya. Entah berapa lama dan banyak Jenia membatin sambil menatap hampa ke langit-langit kamar. Bukan hanya itu, Jenia pun melengkapinya dengan ratapan tanpa suara. Hanya air mata yang berlinang sampai akhirnya dia kelelahan.Sekarang, Jenia terbangun dengan wajah yang mengerikan. Mata panda itu berpadu dengan cekungan yang tampak makin dalam. Belum lagi tulang pipi yang menonjol.Jenia bergegas bangun lalu melipat selimut. T

    Last Updated : 2023-12-07
  • Cinta Ipar Belum Kelar    Belum Usai

    Tubuh Jenia yang ringkih itu sudah banjir peluh. Seisi rumah yang biasa ditempati bersama Thomas, sudah dibersihkan. Jenia masih sibuk mengatur napas yang terasa ngos-ngosan sambil duduk di depan televisi. Benda yang cukup jarang ditonton di waktu pagi hingga petang. Jenia duduk di kursi makan. Semilir angin berhembus masuk dari jendela kaca yang sengaja dibiarkan terbuka lebar. Bahan makanan yang masih tersisa di kulkas, bisa diolah agar Jenia bisa makan. Tanpa harus pulang ke kediaman mertuanya dengan perut lapar. Apalagi Thomas hanya memberikan uang sekadar untuk ongkos saja. Jenia menarik napas dalam-dalam. Berkali-kali diembuskannya agar merasa lebih lega. Nyatanya, tidak. Ganjalan di dalam hatinya tetap saja enggan beranjak."Kenapa takdir hidup selucu ini? Aku harus bertemu dengan mantan pacar yang berengsek itu dengan status ipar." Jenia menatap kesal pada satu titik objek di depan matanya. Terlebih lagi melihat sikap sok polos yang ditampilkan Jamael. Jenia benci. Ingin

    Last Updated : 2024-01-15
  • Cinta Ipar Belum Kelar    Anggap Tak Kenal

    Plakkk!Satu tamparan mendarat telak lagi di pipi Jamael. Jari telunjuk Jenia mengacung seiring dengan tatapan marah. "Kau! Benar-benar tidak tahu malu. Kenapa kau melakukan hal seperti tadi, hah? Kau sengaja ingin menempatkan aku seperti perempuan murahan?"Jamael tersenyum, menahan rasa sedih yang menjalar di dada. Padahal tadi ia sudah merasa jemawa. Merasa sudah bisa menggapai kembali hati satu-satunya perempuan yang sangat dicintainya itu."Sampai kapan pun, jangan berakting kalau kita pernah saling kenal! Jangan menambah berat masalah dalam hidupku. Bagiku, kau sudah lama mati, Tuan Jamael Morgan!" Jenia menatap penuh benci dan marah sebelum pergi dari ruang keluarga itu.Air matanya luruh tanpa bisa dicegah. Dia merasa sudah mengkhianati pernikahan bersama Thomas. Walau selama ini, dia sendiri tidak bisa memastikan apakah Thomas setia. Namun, bagi Jenia, pernikahan mereka tetaplah hal yang paling sakral di dunia.'Ampuni aku, Tuhan. Aku malah seperti terkena hipnotis. Bodohnya

    Last Updated : 2024-01-20
  • Cinta Ipar Belum Kelar    Ultimatum Dari Jamael

    "Kenapa kau?" Thomas menatap heran pada wajah pucat Jenia.Jenia tak mampu berkata apa pun. Detak jantungnya menggila. Takut kalau Thomas mendengar semua kalimat ketusnya untuk Jamael."Apa kau sudah selesai membersihkan kamar Freya?" Tatapan Thomas malah semakin tidak bersahabat."I-iya, sudah." Telapak tangan Jenia semakin lembab."Bagus. Aku tak suka mendengarnya menggerutu tentang lambannya kau. Pergilah. Kau bau!" Thomas mengusir Jenia.Dengan segera Jenia berlalu. Tak bisa dipungkiri bahwa di balik sikap takutnya, ada rasa lega luar biasa. Karena Thomas tidak tahu ada hubungan apa di antara dirinya dengan Jamael.Sayangnya, Jamael mendengar ucapan ketus yang dilontarkan Thomas untuk Jenia. Lelaki itu memejamkan mata, merasa bersalah karena ada andilnya dalam kemalangan yang menimpa sang mantan pacar.'Maafkan aku, Jenia. Si pengecut ini memang sangat buruk. Dengan apa aku bisa menebus semua dosa di masa lalu?' Jamael menghela napas berat.Sudah ada ikatan yang sakral di antara m

    Last Updated : 2024-01-28
  • Cinta Ipar Belum Kelar    Ancaman Thomas

    Jenia mengumpati sikap ingin tahu yang berlebihan di kepalanya. Karena ketika Jamael melirik ke arahnya, lengkap dengan senyum simpul khas itu, Freya malah mendengkus keras. Lalu mengusir Jenia begitu saja.Sudah berkali-kali Jenia berusaha mengalihkan isi kepalanya, tetap saja rasa ingin tahu itu mendominasi. Padahal ada hal yang seharusnya lebih menjadi bahan pemikiran, karena semalaman Thomas tidak kembali ke rumah. "Nona, kenapa?" Emma mengernyitkan dahi.Jenia seperti tertangkap basah. "Hah? Ti-tidak ada apa-apa, Bibi." Dipamerkannya senyum yang malah mirip seperti seringai itu.Bukannya Emma tidak memperhatikan sikap aneh dari Jenia. Hanya saja, jika Jenia tidak bercerita, tentu tak pantas untuk Emma mendesaknya.Emma mungkin hanyalah koki, tetapi semua aktivitas dalam kediaman keluarga Evra, tak luput dari pengamatannya. Termasuk kekejaman yang dialami Jenia. Emma mendekat. Lalu menatap sekeliling, memastikan tidak ada penguping di ruang dapur itu. "Jika terlalu sakit, belaja

    Last Updated : 2024-02-03

Latest chapter

  • Cinta Ipar Belum Kelar    Rumah Sakit

    Ketika membuka mata, Jenia merasa asing dengan objek pandangannya. Saat mencoba beringsut, rasa nyeri menyerang sampai Jenia meringis menahan sakit."Pumpkins Juice, kau sudah sadar?" Jamael yang tadinya berkutat dengan ponsel, langsung berlari menghampiri."Jamael? Kenapa kau ada di sini?"Jamael langsung duduk di sebelah ranjang pasien itu. "Kau pingsan. Jadi aku membawamu ke rumah sakit. Tolong katakan padaku, kenapa kau sampai pingsan, hm?"Ingin sekali Jamael mengelus lembut rambut Jenia. Seperti yang dahulu selalu dilakukannya setiap ada kesempatan berduaan. Betapa cintanya belum pernah meredup untuk perempuan pemilik hatinya ini. "Tidak ada. Aku hanya ... agak ceroboh." Jenia membuang muka, memilih untuk menatap jarum infus di tangan ketimbang wajah Jamael. Jenia tahu kalau Thomas tidak akan suka ada pengaduan tentang sikap monsternya itu. Karena tak ingin menambah panjang masalah, Jenia memilih untuk menutupinya. Walau Jamael mendesaknya. "Katakan, apa kau bahagia?" Jamael

  • Cinta Ipar Belum Kelar    Kemarahan Jamael

    Sedang sibuk berkubang dalam penyesalan tak berkesudahan, Thomas masuk ke kamar dan melihat Jenia duduk melamun di depan jendela kaca.Pasangan normal akan menghampiri lalu memeluk dari belakang, sambil melabuhkan kecupan manis di kepala. Namun, Thomas malah melempar tasnya ke lantai. Sehingga menimbulkan suara berisik yang tentu saja mengagetkan Jenia."Tom, kau sudah pulang." Jenia langsung sibuk memungut tas kerja sang suami. Thomas berdecih lalu mendekati Jenia. Tanpa belas kasihan, dicengkeramnya dagu sang istri. "Dengar, Keledai! Aku tak akan kembali ke rumah lama. Di sana aku selalu ingat semua upaya membangun rumah tangga, kau balas dengan hinaan telak."Jenia meringis. Bukan hanya karena menahan rasa sakit, tetapi aroma alkohol yang cukup menyengat keluar dari bibir Thomas. "Kau ini hanyalah alat balas dendam, Keledai! Jadi jalani saja semua kebusukan yang kau tuai." Thomas menghempaskan tubuh Jenia sampai terduduk di lantai.Tanpa peduli dengan ringisan Jenia, Thomas langs

  • Cinta Ipar Belum Kelar    Jenia

    Jenia menyeka keringat yang membanjir. Terhitung tiga hari dia tidak mengunjungi rumah lama. Jadi Jenia harus memastikan semua perkakas rumah bebas dari debu.Jenia khawatir tiba-tiba Thomas berkunjung dan memeriksa kondisi rumah. Suaminya itu tak segan untuk mencolek perabotan. Memastikan tidak ada debu yang tertinggal. Jenia membuka kulkas. Masih ada sisa apel, sosis dan telur. "Setidaknya aku masih bisa makan."Dia memang bersikeras menolak keinginan gila Jamael. Untung saja Jamael masih bisa diancam dengan kenekatan Jenia yang akan melompat keluar dari mobil, jika dipaksa mengikuti keinginan sang mantan.Walau jadinya Jamael mengetahui di mana tempat tinggal Jenia bersama Thomas, sebelum diminta untuk pindah. Jamael memang tidak mengatakan apa pun, karena Jenia langsung turun tanpa basa-basi.Setelah makan, Jenia menyeduh secangkir teh chamomile. Masih ada sisa beberapa kantung teh lagi. Jenia masih bisa tersenyum mengingat semua kenangannya di rumah ini.Walau Thomas sering memp

  • Cinta Ipar Belum Kelar    Membujuk Jenia

    Jenia tampak lebih pucat. Sekujur tubuhnya terasa remuk akibat pelampiasan nafsu dari sang suami. Tentu dia tidak bisa mengadukan nasibnya ke siapa pun juga.Bibi Emma tidak enak badan. Karena itulah Jenia yang berkutat di dapur. Walau ada beberapa asisten rumah tangga lain, Daisy tak mengizinkan ada yang meringankan beban pekerjaan Jenia di dapur.Jenia tampak kelelahan karena sejak jam lima pagi sudah harus berkutat pada menu makanan. Dengan semua keinginan yang berbeda pula. Roti dan sosis panggang untuk Thomas. Sup kaldu asparagus lengkap dengan daging matang sempurna untuk Freya. Ayam mentega rendah lemak beserta rolade untuk Daisy. Tanpa sadar, Jenia membuat pie ayam untuk Jamael. Menu yang dahulu selalu dibuatkannya untuk sang mantan. Tepat ketika semua menu sudah terhidang rapi di atas meja, Jamael masuk ke dapur. Laki-laki itu memang tipe manusia pagi. Ia bahkan sudah selesai melakukan olahraga lari keliling perumahan."Selamat pagi, Pumpkins Juice. Di mana Bibi Emma?" tan

  • Cinta Ipar Belum Kelar    Ancaman Thomas

    Jenia mengumpati sikap ingin tahu yang berlebihan di kepalanya. Karena ketika Jamael melirik ke arahnya, lengkap dengan senyum simpul khas itu, Freya malah mendengkus keras. Lalu mengusir Jenia begitu saja.Sudah berkali-kali Jenia berusaha mengalihkan isi kepalanya, tetap saja rasa ingin tahu itu mendominasi. Padahal ada hal yang seharusnya lebih menjadi bahan pemikiran, karena semalaman Thomas tidak kembali ke rumah. "Nona, kenapa?" Emma mengernyitkan dahi.Jenia seperti tertangkap basah. "Hah? Ti-tidak ada apa-apa, Bibi." Dipamerkannya senyum yang malah mirip seperti seringai itu.Bukannya Emma tidak memperhatikan sikap aneh dari Jenia. Hanya saja, jika Jenia tidak bercerita, tentu tak pantas untuk Emma mendesaknya.Emma mungkin hanyalah koki, tetapi semua aktivitas dalam kediaman keluarga Evra, tak luput dari pengamatannya. Termasuk kekejaman yang dialami Jenia. Emma mendekat. Lalu menatap sekeliling, memastikan tidak ada penguping di ruang dapur itu. "Jika terlalu sakit, belaja

  • Cinta Ipar Belum Kelar    Ultimatum Dari Jamael

    "Kenapa kau?" Thomas menatap heran pada wajah pucat Jenia.Jenia tak mampu berkata apa pun. Detak jantungnya menggila. Takut kalau Thomas mendengar semua kalimat ketusnya untuk Jamael."Apa kau sudah selesai membersihkan kamar Freya?" Tatapan Thomas malah semakin tidak bersahabat."I-iya, sudah." Telapak tangan Jenia semakin lembab."Bagus. Aku tak suka mendengarnya menggerutu tentang lambannya kau. Pergilah. Kau bau!" Thomas mengusir Jenia.Dengan segera Jenia berlalu. Tak bisa dipungkiri bahwa di balik sikap takutnya, ada rasa lega luar biasa. Karena Thomas tidak tahu ada hubungan apa di antara dirinya dengan Jamael.Sayangnya, Jamael mendengar ucapan ketus yang dilontarkan Thomas untuk Jenia. Lelaki itu memejamkan mata, merasa bersalah karena ada andilnya dalam kemalangan yang menimpa sang mantan pacar.'Maafkan aku, Jenia. Si pengecut ini memang sangat buruk. Dengan apa aku bisa menebus semua dosa di masa lalu?' Jamael menghela napas berat.Sudah ada ikatan yang sakral di antara m

  • Cinta Ipar Belum Kelar    Anggap Tak Kenal

    Plakkk!Satu tamparan mendarat telak lagi di pipi Jamael. Jari telunjuk Jenia mengacung seiring dengan tatapan marah. "Kau! Benar-benar tidak tahu malu. Kenapa kau melakukan hal seperti tadi, hah? Kau sengaja ingin menempatkan aku seperti perempuan murahan?"Jamael tersenyum, menahan rasa sedih yang menjalar di dada. Padahal tadi ia sudah merasa jemawa. Merasa sudah bisa menggapai kembali hati satu-satunya perempuan yang sangat dicintainya itu."Sampai kapan pun, jangan berakting kalau kita pernah saling kenal! Jangan menambah berat masalah dalam hidupku. Bagiku, kau sudah lama mati, Tuan Jamael Morgan!" Jenia menatap penuh benci dan marah sebelum pergi dari ruang keluarga itu.Air matanya luruh tanpa bisa dicegah. Dia merasa sudah mengkhianati pernikahan bersama Thomas. Walau selama ini, dia sendiri tidak bisa memastikan apakah Thomas setia. Namun, bagi Jenia, pernikahan mereka tetaplah hal yang paling sakral di dunia.'Ampuni aku, Tuhan. Aku malah seperti terkena hipnotis. Bodohnya

  • Cinta Ipar Belum Kelar    Belum Usai

    Tubuh Jenia yang ringkih itu sudah banjir peluh. Seisi rumah yang biasa ditempati bersama Thomas, sudah dibersihkan. Jenia masih sibuk mengatur napas yang terasa ngos-ngosan sambil duduk di depan televisi. Benda yang cukup jarang ditonton di waktu pagi hingga petang. Jenia duduk di kursi makan. Semilir angin berhembus masuk dari jendela kaca yang sengaja dibiarkan terbuka lebar. Bahan makanan yang masih tersisa di kulkas, bisa diolah agar Jenia bisa makan. Tanpa harus pulang ke kediaman mertuanya dengan perut lapar. Apalagi Thomas hanya memberikan uang sekadar untuk ongkos saja. Jenia menarik napas dalam-dalam. Berkali-kali diembuskannya agar merasa lebih lega. Nyatanya, tidak. Ganjalan di dalam hatinya tetap saja enggan beranjak."Kenapa takdir hidup selucu ini? Aku harus bertemu dengan mantan pacar yang berengsek itu dengan status ipar." Jenia menatap kesal pada satu titik objek di depan matanya. Terlebih lagi melihat sikap sok polos yang ditampilkan Jamael. Jenia benci. Ingin

  • Cinta Ipar Belum Kelar    Tak Bisa Tidur

    Cuaca di kota Chesnut cukup baik pagi ini. Sayangnya, tubuh Jenia terasa remuk. Semalam, Thomas tega membiarkannya tidur di lantai yang dingin. Hanya berlapis selembar selimut tipis, milik Jenia sendiri.Tak hanya itu, entah jam berapa akhirnya Jenia bisa memejamkan mata. Karena tak mudah baginya untuk membuang rasa yang bercampur aduk. Mengingat ada Jamael di lantai bawah. Jenia benci melihat sikap sok tenang yang ditampilkan mantan kekasihnya itu. Jenia benci melihat bagaimana mesranya Freya menggelayut manja di lengan kokoh yang pernah menawarkan kedamaian padanya. Entah berapa lama dan banyak Jenia membatin sambil menatap hampa ke langit-langit kamar. Bukan hanya itu, Jenia pun melengkapinya dengan ratapan tanpa suara. Hanya air mata yang berlinang sampai akhirnya dia kelelahan.Sekarang, Jenia terbangun dengan wajah yang mengerikan. Mata panda itu berpadu dengan cekungan yang tampak makin dalam. Belum lagi tulang pipi yang menonjol.Jenia bergegas bangun lalu melipat selimut. T

DMCA.com Protection Status