Share

Diboyong Pulang

Author: Lysa_Yovita22
last update Last Updated: 2023-11-21 19:40:09

Melihat angkuhnya sosok berstatus Ibu mertua itu, Jenia berkali-kali meneguk ludah. Kesan tak ramah yang selama ini selalu muncul, sekarang semakin tampak saja.

Wanita paruh baya yang sudah dihinggapi dengan kerut-kerutan halus di wajah itu, hanya menatap masam. "Kenapa lama sekali?"

Thomas mendengkus keras. "Mama jangan menambah buruk moodku. Semua gara-gara siput tak berguna di belakangku."

Jenia menggigit bibirnya. Padahal sejak turun dari mobil tadi, Thomas hanya melenggang santai. Semua barang bawaan Jenia lah yang membawanya sampai ke hadapan sang mertua.

"Bawa masuk ke kamar putraku. Astaga, bisakah aku meletakkan kau di kamar pembantu saja?" Daisy tampak sangat kesal.

"Terserah Mama saja. Aku lapar." Thomas masuk begitu saja, mengabaikan Jenia yang masih direpotkan dengan koper-koper itu.

Tidak ada satu pun yang berniat untuk membantu Jenia. Lagipula Jenia sudah mengetahui di mana letak kamar Thomas, di lantai dua. Jadi semuanya seperti membiarkan saja kegiatan itu.

Jenia ngos-ngosan setelah dua kali naik turun tangga. Yang ketiga kalinya, Jenia bingung apakah tas kumal berisi barang pribadinya boleh diikutkan masuk ke kamar Thomas.

Jenia celingukan. Tidak ada siapa pun. Masih terngiang jelas kalau ibu mertuanya keberatan Jenia tidur di kamar Thomas.

Perut Jenia berbunyi keras. 'Lebih baik aku letakkan saja dulu di kamar. Kalau Mama keberatan, aku bisa pindah.'

Ragu, Jenia menapaki tangga lalu menuju di mana dapur berada. Dia butuh makanan untuk membungkam rasa lapar. Kakinya berhenti menapak ketika melihat Thomas dan keluarga bercengkrama riang di area meja makan.

"Mau apa?" tanya Daisy, sinis.

"Mmh, ak-aku ... lapar, Mama," jawab Jenia, canggung.

"Duduklah! Temani aku makan." Thomas tiba-tiba bersuara, lengkap dengan senyum manis yang sangat langka terjadi.

"Tom, apa-apaan?!" Daisy tampak tak terima.

"Mama, Jenia istriku. Dia punya tempat di meja makan kita." Thomas malah santai membantah Daisy.

Sebenarnya, Jenia merasa heran. Namun, lirikan mata Thomas membuatnya harus menurut. Baru saja Jenia meletakkan bokongnya di kursi, tepat di sebelah sang suami, Thomas malah memindahkan daging asap beserta spaghetti carbonara ke atas piring kosong untuk Jenia.

"Habiskan! Lalu bereskan semua pakaian milikku."

"Ba-baik." Jenia gugup. Tanpa berani melirik ke arah ibu mertuanya, Jenia makan dengan lahap.

Suara dengkusan yang terdengar mencemooh, diabaikan oleh Jenia. Yang penting, perutnya terisi penuh.

Tak terdengar suara apa pun lagi dari sepasang ibu dan anak itu. Mereka seperti menjadikan Jenia sebagai tontonan menarik. Lengkap dengan kalimat hinaan dalam batin masing-masing.

"Terima kasih, Thomas, Mama," ucap Jenia tulus, sambil membereskan semua peralatan makan bekas pakainya.

Tak lupa Jenia pun membawa serta peralatan milik Thomas. Tanpa menunggu jawaban, Jenia langsung mencuci sampai bersih.

"Pergilah ke kamar. Jangan keluar sebelum aku perintahkan!" Thomas melirik sepintas.

"Baik. Aku permisi."

Ketika langkah kaki Jenia baru saja melewati pintu, terdengar suara gerutuan keras dari mulut Daisy. "Apa-apaan kau ini! Enak sekali dia makan dengan lahap masakan Mama."

Entah kenapa, Jenia mendadak ingin menguping pembicaraan itu. Karena memang sangat langka Thomas berlaku baik kepadanya.

"Ayolah, Mama. Dia masih istriku. Sesekali boleh saja kita berbuat baik untuknya. Setelah ini, dia akan sangat sibuk. Membereskan rumah ini dan rumahku."

Jenia mengigit bibirnya kuat-kuat. Ternyata mereka memang sulit untuk bersikap baik, sekeras apa pun Jenia berusaha.

"Lagipula, Freya akan datang berkunjung." Thomas menimpali lagi.

Jenia memejamkan matanya. Satu orang lagi yang akan menjadi sosok menakutkan baginya. Ingin lari, tetapi Jenia tak punya uang dan tempat berlindung.

"Ah, ya. Freya pasti punya segudang cara untuk mengerjai gadis murahan itu." Daisy tertawa puas. "Bagaimana dengan mantan pacarmu? Kalian jadi bertemu?"

Berdesir darah Jenia. Rasa penasarannya muncul, apakah selama ini Thomas berselingkuh di belakangnya?

"Tidak. Aku tak ingin menjalin hubungan dengan pengkhianat. Dia tak ada bedanya dengan si Keledai! Murahan."

Jenia tak tahu harus bersyukur atau tidak karena Thomas bersikap dingin ke mantan yang dibanggakan mertuanya itu. Hanya saja, julukan keledai itu tetap saja terasa menyakitkan.

Jenia tak ingin berlama-lama lagi di sana. Hatinya sakit. Lebih baik dia memisahkan diri dan menikmati kesendirian di kamar.

Jenia memindahkan semua pakaian ke lemari yang masih cukup kosong itu. Di laci bagian bawah, ada satu kotak berwarna merah. Tadinya Jenia ingin tahu apa isinya, tetapi hatinya melarang.

Baru saja selesai merapikan semua barang bawaan milik Thomas, giliran Jenia merasa bingung. "Di mana isi tasku disusun?"

Jenia menghela napas panjang, demi menghindari pertikaian, disimpannya tas lusuh itu di sudut lemari. Tatapannya menyapu sekeliling. Nuansa abu gelap mendominasi, memberi kesan maskulin pada seisi kamar.

Seumur-umur, baru kali ini Jenia akan tinggal lama. Karena sejak menikah, Thomas sudah memutuskan untuk tinggal terpisah. Mengingat hubungan mereka berdua sangat ditentang keras oleh pihak keluarga.

"Sekarang, aku harus mengalah. Entah berapa lama bisa bertahan di sini." Jenia menghela napas berat. "Mungkin sampai akhirnya dia menyerah dan mengusirku."

Pernikahan yang Jenia sendiri tak tahu akan berujung seperti apa, masih akan tetap dijalani. Walau entah sampai kapan. Selama ini, hatinya sudah terlanjur mati. Caci maki dan hujatan ditelannya semua.

Thomas tidak pernah lagi bersikap manis. Terkadang, Jenia tertawa miris mengingat perjalanan hidupnya. Segala perundungan membuatnya merasa jauh dari kata layak untuk sekedar dicintai.

'Sebenarnya cinta itu apa? Sejak aku ditinggalkan dengan segudang janji palsu, setelah itu pula harapanku mati.' Jenia merasa tak berharga.

Jenia beranjak ke arah balkon kamar. Semilir angin menyambutnya. Jenia sampai memeluk dirinya sendiri agar sedikit lebih hangat. Karena dress selutut yang dikenakannya terbuat dari bahan yang sudah menipis dimakan waktu.

Rambutnya berkibar dimainkan oleh angin. Pipinya kemerahan walau cukup cekung dan bentuk wajah yang makin tirus. Pendar cahaya kecantikannya tampak memudar.

Binar matanya pun redup. Seakan-akan kalah pada suratan takdir yang sedang dijalani. Suara debuman pintu membuatnya menoleh.

"Sudah selesai semua yang aku perintahkan?"

"Sudah."

"Ayo, turun. Kau harus menemui Freya. Tanyakan kepadanya apa yang bisa kau kerjakan untuk membantunya di rumah ini."

Jenia menelan ludah. Dia benar-benar akan dijadikan pembantu di rumah mertuanya sendiri?

"Kenapa wajahmu malah berkerut seperti itu? Ck! Kau semakin jelek saja!" Thomas menggerutu. "Sudah aku katakan kalau tenagamu dibutuhkan di sini dan di rumah lama. Tidak ada yang gratis, Keledai!"

Jenia hanya diam. Melawan pun tak akan ada gunanya. Thomas tak akan segan memukul dan melontarkan kalimat kasar.

"Ayo, turun. Jangan pasang wajah masam! Jangan menambah malu di depan orang lain." Thomas berjalan mendahului.

Jenia yang mengekori langkah Thomas, mendadak tertegun di anak tangga lantai dasar. Matanya mengerjap berkali-kali.

'Ya Tuhan, apakah aku sudah mulai kembali berhalusinasi seperti dahulu? Aku harus memendam kembali ingatan menyedihkan ini.' Jenia menatap sedih pada satu titik objek pandangan yang mendadak membuatnya bungkam.

Sementara itu, wanita muda yang mengenakan dress selutut tanpa lengan balas menatap sinis. "Kakak, ada apa dengan istrimu?"

Thomas menoleh ke belakang, menatap gusar pada istrinya yang mendadak berubah menjadi patung batu.

Related chapters

  • Cinta Ipar Belum Kelar    Bertemu Mantan

    Otak Jenia dipaksa untuk berpikir keras. Baginya ini semua seperti halusinasi yang sudah lama tidak muncul. Hanya saja, rasanya seperti tak tahu diri jika masih menganggap sosok laki-laki itu nyata."Berhentilah bersikap bodoh!" Thomas menghardik, pelan, tetapi berdesis di telinga Jenia."Ini suamiku. Jamael Morgan." Freya menoleh ke arah laki-laki bermata kehijauan itu. Tentu saja Jenia tidak tahu-menahu tentang pernikahan Freya. Karena Thomas dan Daisy melarang keras Jenia untuk datang ke acara pesta. Jenia mengerjap, lagi. 'Ternyata ini bukan halusinasi. Dia ... nyata dan masih hidup.'Luka dalam yang ditinggalkan oleh sosok tinggi tegap dengan tatapan hangat meneduhkan hati itu, kembali berdenyut. Jenia terpaksa menundukkan pandangan."Dasar perempuan aneh! Ayo, Jamie. Kita masuk. Aku rindu masakan Mama." Freya menggandeng lengan Jamael.Tawa ceria yang terdengar dari bibir seksi Freya, semakin menambah luka hati Jenia. Bagaimana bisa sang mantan pacar, pemilik cinta pertama, se

    Last Updated : 2023-11-22
  • Cinta Ipar Belum Kelar    Tak Bisa Tidur

    Cuaca di kota Chesnut cukup baik pagi ini. Sayangnya, tubuh Jenia terasa remuk. Semalam, Thomas tega membiarkannya tidur di lantai yang dingin. Hanya berlapis selembar selimut tipis, milik Jenia sendiri.Tak hanya itu, entah jam berapa akhirnya Jenia bisa memejamkan mata. Karena tak mudah baginya untuk membuang rasa yang bercampur aduk. Mengingat ada Jamael di lantai bawah. Jenia benci melihat sikap sok tenang yang ditampilkan mantan kekasihnya itu. Jenia benci melihat bagaimana mesranya Freya menggelayut manja di lengan kokoh yang pernah menawarkan kedamaian padanya. Entah berapa lama dan banyak Jenia membatin sambil menatap hampa ke langit-langit kamar. Bukan hanya itu, Jenia pun melengkapinya dengan ratapan tanpa suara. Hanya air mata yang berlinang sampai akhirnya dia kelelahan.Sekarang, Jenia terbangun dengan wajah yang mengerikan. Mata panda itu berpadu dengan cekungan yang tampak makin dalam. Belum lagi tulang pipi yang menonjol.Jenia bergegas bangun lalu melipat selimut. T

    Last Updated : 2023-12-07
  • Cinta Ipar Belum Kelar    Belum Usai

    Tubuh Jenia yang ringkih itu sudah banjir peluh. Seisi rumah yang biasa ditempati bersama Thomas, sudah dibersihkan. Jenia masih sibuk mengatur napas yang terasa ngos-ngosan sambil duduk di depan televisi. Benda yang cukup jarang ditonton di waktu pagi hingga petang. Jenia duduk di kursi makan. Semilir angin berhembus masuk dari jendela kaca yang sengaja dibiarkan terbuka lebar. Bahan makanan yang masih tersisa di kulkas, bisa diolah agar Jenia bisa makan. Tanpa harus pulang ke kediaman mertuanya dengan perut lapar. Apalagi Thomas hanya memberikan uang sekadar untuk ongkos saja. Jenia menarik napas dalam-dalam. Berkali-kali diembuskannya agar merasa lebih lega. Nyatanya, tidak. Ganjalan di dalam hatinya tetap saja enggan beranjak."Kenapa takdir hidup selucu ini? Aku harus bertemu dengan mantan pacar yang berengsek itu dengan status ipar." Jenia menatap kesal pada satu titik objek di depan matanya. Terlebih lagi melihat sikap sok polos yang ditampilkan Jamael. Jenia benci. Ingin

    Last Updated : 2024-01-15
  • Cinta Ipar Belum Kelar    Anggap Tak Kenal

    Plakkk!Satu tamparan mendarat telak lagi di pipi Jamael. Jari telunjuk Jenia mengacung seiring dengan tatapan marah. "Kau! Benar-benar tidak tahu malu. Kenapa kau melakukan hal seperti tadi, hah? Kau sengaja ingin menempatkan aku seperti perempuan murahan?"Jamael tersenyum, menahan rasa sedih yang menjalar di dada. Padahal tadi ia sudah merasa jemawa. Merasa sudah bisa menggapai kembali hati satu-satunya perempuan yang sangat dicintainya itu."Sampai kapan pun, jangan berakting kalau kita pernah saling kenal! Jangan menambah berat masalah dalam hidupku. Bagiku, kau sudah lama mati, Tuan Jamael Morgan!" Jenia menatap penuh benci dan marah sebelum pergi dari ruang keluarga itu.Air matanya luruh tanpa bisa dicegah. Dia merasa sudah mengkhianati pernikahan bersama Thomas. Walau selama ini, dia sendiri tidak bisa memastikan apakah Thomas setia. Namun, bagi Jenia, pernikahan mereka tetaplah hal yang paling sakral di dunia.'Ampuni aku, Tuhan. Aku malah seperti terkena hipnotis. Bodohnya

    Last Updated : 2024-01-20
  • Cinta Ipar Belum Kelar    Ultimatum Dari Jamael

    "Kenapa kau?" Thomas menatap heran pada wajah pucat Jenia.Jenia tak mampu berkata apa pun. Detak jantungnya menggila. Takut kalau Thomas mendengar semua kalimat ketusnya untuk Jamael."Apa kau sudah selesai membersihkan kamar Freya?" Tatapan Thomas malah semakin tidak bersahabat."I-iya, sudah." Telapak tangan Jenia semakin lembab."Bagus. Aku tak suka mendengarnya menggerutu tentang lambannya kau. Pergilah. Kau bau!" Thomas mengusir Jenia.Dengan segera Jenia berlalu. Tak bisa dipungkiri bahwa di balik sikap takutnya, ada rasa lega luar biasa. Karena Thomas tidak tahu ada hubungan apa di antara dirinya dengan Jamael.Sayangnya, Jamael mendengar ucapan ketus yang dilontarkan Thomas untuk Jenia. Lelaki itu memejamkan mata, merasa bersalah karena ada andilnya dalam kemalangan yang menimpa sang mantan pacar.'Maafkan aku, Jenia. Si pengecut ini memang sangat buruk. Dengan apa aku bisa menebus semua dosa di masa lalu?' Jamael menghela napas berat.Sudah ada ikatan yang sakral di antara m

    Last Updated : 2024-01-28
  • Cinta Ipar Belum Kelar    Ancaman Thomas

    Jenia mengumpati sikap ingin tahu yang berlebihan di kepalanya. Karena ketika Jamael melirik ke arahnya, lengkap dengan senyum simpul khas itu, Freya malah mendengkus keras. Lalu mengusir Jenia begitu saja.Sudah berkali-kali Jenia berusaha mengalihkan isi kepalanya, tetap saja rasa ingin tahu itu mendominasi. Padahal ada hal yang seharusnya lebih menjadi bahan pemikiran, karena semalaman Thomas tidak kembali ke rumah. "Nona, kenapa?" Emma mengernyitkan dahi.Jenia seperti tertangkap basah. "Hah? Ti-tidak ada apa-apa, Bibi." Dipamerkannya senyum yang malah mirip seperti seringai itu.Bukannya Emma tidak memperhatikan sikap aneh dari Jenia. Hanya saja, jika Jenia tidak bercerita, tentu tak pantas untuk Emma mendesaknya.Emma mungkin hanyalah koki, tetapi semua aktivitas dalam kediaman keluarga Evra, tak luput dari pengamatannya. Termasuk kekejaman yang dialami Jenia. Emma mendekat. Lalu menatap sekeliling, memastikan tidak ada penguping di ruang dapur itu. "Jika terlalu sakit, belaja

    Last Updated : 2024-02-03
  • Cinta Ipar Belum Kelar    Membujuk Jenia

    Jenia tampak lebih pucat. Sekujur tubuhnya terasa remuk akibat pelampiasan nafsu dari sang suami. Tentu dia tidak bisa mengadukan nasibnya ke siapa pun juga.Bibi Emma tidak enak badan. Karena itulah Jenia yang berkutat di dapur. Walau ada beberapa asisten rumah tangga lain, Daisy tak mengizinkan ada yang meringankan beban pekerjaan Jenia di dapur.Jenia tampak kelelahan karena sejak jam lima pagi sudah harus berkutat pada menu makanan. Dengan semua keinginan yang berbeda pula. Roti dan sosis panggang untuk Thomas. Sup kaldu asparagus lengkap dengan daging matang sempurna untuk Freya. Ayam mentega rendah lemak beserta rolade untuk Daisy. Tanpa sadar, Jenia membuat pie ayam untuk Jamael. Menu yang dahulu selalu dibuatkannya untuk sang mantan. Tepat ketika semua menu sudah terhidang rapi di atas meja, Jamael masuk ke dapur. Laki-laki itu memang tipe manusia pagi. Ia bahkan sudah selesai melakukan olahraga lari keliling perumahan."Selamat pagi, Pumpkins Juice. Di mana Bibi Emma?" tan

    Last Updated : 2024-02-05
  • Cinta Ipar Belum Kelar    Jenia

    Jenia menyeka keringat yang membanjir. Terhitung tiga hari dia tidak mengunjungi rumah lama. Jadi Jenia harus memastikan semua perkakas rumah bebas dari debu.Jenia khawatir tiba-tiba Thomas berkunjung dan memeriksa kondisi rumah. Suaminya itu tak segan untuk mencolek perabotan. Memastikan tidak ada debu yang tertinggal. Jenia membuka kulkas. Masih ada sisa apel, sosis dan telur. "Setidaknya aku masih bisa makan."Dia memang bersikeras menolak keinginan gila Jamael. Untung saja Jamael masih bisa diancam dengan kenekatan Jenia yang akan melompat keluar dari mobil, jika dipaksa mengikuti keinginan sang mantan.Walau jadinya Jamael mengetahui di mana tempat tinggal Jenia bersama Thomas, sebelum diminta untuk pindah. Jamael memang tidak mengatakan apa pun, karena Jenia langsung turun tanpa basa-basi.Setelah makan, Jenia menyeduh secangkir teh chamomile. Masih ada sisa beberapa kantung teh lagi. Jenia masih bisa tersenyum mengingat semua kenangannya di rumah ini.Walau Thomas sering memp

    Last Updated : 2024-02-17

Latest chapter

  • Cinta Ipar Belum Kelar    Rumah Sakit

    Ketika membuka mata, Jenia merasa asing dengan objek pandangannya. Saat mencoba beringsut, rasa nyeri menyerang sampai Jenia meringis menahan sakit."Pumpkins Juice, kau sudah sadar?" Jamael yang tadinya berkutat dengan ponsel, langsung berlari menghampiri."Jamael? Kenapa kau ada di sini?"Jamael langsung duduk di sebelah ranjang pasien itu. "Kau pingsan. Jadi aku membawamu ke rumah sakit. Tolong katakan padaku, kenapa kau sampai pingsan, hm?"Ingin sekali Jamael mengelus lembut rambut Jenia. Seperti yang dahulu selalu dilakukannya setiap ada kesempatan berduaan. Betapa cintanya belum pernah meredup untuk perempuan pemilik hatinya ini. "Tidak ada. Aku hanya ... agak ceroboh." Jenia membuang muka, memilih untuk menatap jarum infus di tangan ketimbang wajah Jamael. Jenia tahu kalau Thomas tidak akan suka ada pengaduan tentang sikap monsternya itu. Karena tak ingin menambah panjang masalah, Jenia memilih untuk menutupinya. Walau Jamael mendesaknya. "Katakan, apa kau bahagia?" Jamael

  • Cinta Ipar Belum Kelar    Kemarahan Jamael

    Sedang sibuk berkubang dalam penyesalan tak berkesudahan, Thomas masuk ke kamar dan melihat Jenia duduk melamun di depan jendela kaca.Pasangan normal akan menghampiri lalu memeluk dari belakang, sambil melabuhkan kecupan manis di kepala. Namun, Thomas malah melempar tasnya ke lantai. Sehingga menimbulkan suara berisik yang tentu saja mengagetkan Jenia."Tom, kau sudah pulang." Jenia langsung sibuk memungut tas kerja sang suami. Thomas berdecih lalu mendekati Jenia. Tanpa belas kasihan, dicengkeramnya dagu sang istri. "Dengar, Keledai! Aku tak akan kembali ke rumah lama. Di sana aku selalu ingat semua upaya membangun rumah tangga, kau balas dengan hinaan telak."Jenia meringis. Bukan hanya karena menahan rasa sakit, tetapi aroma alkohol yang cukup menyengat keluar dari bibir Thomas. "Kau ini hanyalah alat balas dendam, Keledai! Jadi jalani saja semua kebusukan yang kau tuai." Thomas menghempaskan tubuh Jenia sampai terduduk di lantai.Tanpa peduli dengan ringisan Jenia, Thomas langs

  • Cinta Ipar Belum Kelar    Jenia

    Jenia menyeka keringat yang membanjir. Terhitung tiga hari dia tidak mengunjungi rumah lama. Jadi Jenia harus memastikan semua perkakas rumah bebas dari debu.Jenia khawatir tiba-tiba Thomas berkunjung dan memeriksa kondisi rumah. Suaminya itu tak segan untuk mencolek perabotan. Memastikan tidak ada debu yang tertinggal. Jenia membuka kulkas. Masih ada sisa apel, sosis dan telur. "Setidaknya aku masih bisa makan."Dia memang bersikeras menolak keinginan gila Jamael. Untung saja Jamael masih bisa diancam dengan kenekatan Jenia yang akan melompat keluar dari mobil, jika dipaksa mengikuti keinginan sang mantan.Walau jadinya Jamael mengetahui di mana tempat tinggal Jenia bersama Thomas, sebelum diminta untuk pindah. Jamael memang tidak mengatakan apa pun, karena Jenia langsung turun tanpa basa-basi.Setelah makan, Jenia menyeduh secangkir teh chamomile. Masih ada sisa beberapa kantung teh lagi. Jenia masih bisa tersenyum mengingat semua kenangannya di rumah ini.Walau Thomas sering memp

  • Cinta Ipar Belum Kelar    Membujuk Jenia

    Jenia tampak lebih pucat. Sekujur tubuhnya terasa remuk akibat pelampiasan nafsu dari sang suami. Tentu dia tidak bisa mengadukan nasibnya ke siapa pun juga.Bibi Emma tidak enak badan. Karena itulah Jenia yang berkutat di dapur. Walau ada beberapa asisten rumah tangga lain, Daisy tak mengizinkan ada yang meringankan beban pekerjaan Jenia di dapur.Jenia tampak kelelahan karena sejak jam lima pagi sudah harus berkutat pada menu makanan. Dengan semua keinginan yang berbeda pula. Roti dan sosis panggang untuk Thomas. Sup kaldu asparagus lengkap dengan daging matang sempurna untuk Freya. Ayam mentega rendah lemak beserta rolade untuk Daisy. Tanpa sadar, Jenia membuat pie ayam untuk Jamael. Menu yang dahulu selalu dibuatkannya untuk sang mantan. Tepat ketika semua menu sudah terhidang rapi di atas meja, Jamael masuk ke dapur. Laki-laki itu memang tipe manusia pagi. Ia bahkan sudah selesai melakukan olahraga lari keliling perumahan."Selamat pagi, Pumpkins Juice. Di mana Bibi Emma?" tan

  • Cinta Ipar Belum Kelar    Ancaman Thomas

    Jenia mengumpati sikap ingin tahu yang berlebihan di kepalanya. Karena ketika Jamael melirik ke arahnya, lengkap dengan senyum simpul khas itu, Freya malah mendengkus keras. Lalu mengusir Jenia begitu saja.Sudah berkali-kali Jenia berusaha mengalihkan isi kepalanya, tetap saja rasa ingin tahu itu mendominasi. Padahal ada hal yang seharusnya lebih menjadi bahan pemikiran, karena semalaman Thomas tidak kembali ke rumah. "Nona, kenapa?" Emma mengernyitkan dahi.Jenia seperti tertangkap basah. "Hah? Ti-tidak ada apa-apa, Bibi." Dipamerkannya senyum yang malah mirip seperti seringai itu.Bukannya Emma tidak memperhatikan sikap aneh dari Jenia. Hanya saja, jika Jenia tidak bercerita, tentu tak pantas untuk Emma mendesaknya.Emma mungkin hanyalah koki, tetapi semua aktivitas dalam kediaman keluarga Evra, tak luput dari pengamatannya. Termasuk kekejaman yang dialami Jenia. Emma mendekat. Lalu menatap sekeliling, memastikan tidak ada penguping di ruang dapur itu. "Jika terlalu sakit, belaja

  • Cinta Ipar Belum Kelar    Ultimatum Dari Jamael

    "Kenapa kau?" Thomas menatap heran pada wajah pucat Jenia.Jenia tak mampu berkata apa pun. Detak jantungnya menggila. Takut kalau Thomas mendengar semua kalimat ketusnya untuk Jamael."Apa kau sudah selesai membersihkan kamar Freya?" Tatapan Thomas malah semakin tidak bersahabat."I-iya, sudah." Telapak tangan Jenia semakin lembab."Bagus. Aku tak suka mendengarnya menggerutu tentang lambannya kau. Pergilah. Kau bau!" Thomas mengusir Jenia.Dengan segera Jenia berlalu. Tak bisa dipungkiri bahwa di balik sikap takutnya, ada rasa lega luar biasa. Karena Thomas tidak tahu ada hubungan apa di antara dirinya dengan Jamael.Sayangnya, Jamael mendengar ucapan ketus yang dilontarkan Thomas untuk Jenia. Lelaki itu memejamkan mata, merasa bersalah karena ada andilnya dalam kemalangan yang menimpa sang mantan pacar.'Maafkan aku, Jenia. Si pengecut ini memang sangat buruk. Dengan apa aku bisa menebus semua dosa di masa lalu?' Jamael menghela napas berat.Sudah ada ikatan yang sakral di antara m

  • Cinta Ipar Belum Kelar    Anggap Tak Kenal

    Plakkk!Satu tamparan mendarat telak lagi di pipi Jamael. Jari telunjuk Jenia mengacung seiring dengan tatapan marah. "Kau! Benar-benar tidak tahu malu. Kenapa kau melakukan hal seperti tadi, hah? Kau sengaja ingin menempatkan aku seperti perempuan murahan?"Jamael tersenyum, menahan rasa sedih yang menjalar di dada. Padahal tadi ia sudah merasa jemawa. Merasa sudah bisa menggapai kembali hati satu-satunya perempuan yang sangat dicintainya itu."Sampai kapan pun, jangan berakting kalau kita pernah saling kenal! Jangan menambah berat masalah dalam hidupku. Bagiku, kau sudah lama mati, Tuan Jamael Morgan!" Jenia menatap penuh benci dan marah sebelum pergi dari ruang keluarga itu.Air matanya luruh tanpa bisa dicegah. Dia merasa sudah mengkhianati pernikahan bersama Thomas. Walau selama ini, dia sendiri tidak bisa memastikan apakah Thomas setia. Namun, bagi Jenia, pernikahan mereka tetaplah hal yang paling sakral di dunia.'Ampuni aku, Tuhan. Aku malah seperti terkena hipnotis. Bodohnya

  • Cinta Ipar Belum Kelar    Belum Usai

    Tubuh Jenia yang ringkih itu sudah banjir peluh. Seisi rumah yang biasa ditempati bersama Thomas, sudah dibersihkan. Jenia masih sibuk mengatur napas yang terasa ngos-ngosan sambil duduk di depan televisi. Benda yang cukup jarang ditonton di waktu pagi hingga petang. Jenia duduk di kursi makan. Semilir angin berhembus masuk dari jendela kaca yang sengaja dibiarkan terbuka lebar. Bahan makanan yang masih tersisa di kulkas, bisa diolah agar Jenia bisa makan. Tanpa harus pulang ke kediaman mertuanya dengan perut lapar. Apalagi Thomas hanya memberikan uang sekadar untuk ongkos saja. Jenia menarik napas dalam-dalam. Berkali-kali diembuskannya agar merasa lebih lega. Nyatanya, tidak. Ganjalan di dalam hatinya tetap saja enggan beranjak."Kenapa takdir hidup selucu ini? Aku harus bertemu dengan mantan pacar yang berengsek itu dengan status ipar." Jenia menatap kesal pada satu titik objek di depan matanya. Terlebih lagi melihat sikap sok polos yang ditampilkan Jamael. Jenia benci. Ingin

  • Cinta Ipar Belum Kelar    Tak Bisa Tidur

    Cuaca di kota Chesnut cukup baik pagi ini. Sayangnya, tubuh Jenia terasa remuk. Semalam, Thomas tega membiarkannya tidur di lantai yang dingin. Hanya berlapis selembar selimut tipis, milik Jenia sendiri.Tak hanya itu, entah jam berapa akhirnya Jenia bisa memejamkan mata. Karena tak mudah baginya untuk membuang rasa yang bercampur aduk. Mengingat ada Jamael di lantai bawah. Jenia benci melihat sikap sok tenang yang ditampilkan mantan kekasihnya itu. Jenia benci melihat bagaimana mesranya Freya menggelayut manja di lengan kokoh yang pernah menawarkan kedamaian padanya. Entah berapa lama dan banyak Jenia membatin sambil menatap hampa ke langit-langit kamar. Bukan hanya itu, Jenia pun melengkapinya dengan ratapan tanpa suara. Hanya air mata yang berlinang sampai akhirnya dia kelelahan.Sekarang, Jenia terbangun dengan wajah yang mengerikan. Mata panda itu berpadu dengan cekungan yang tampak makin dalam. Belum lagi tulang pipi yang menonjol.Jenia bergegas bangun lalu melipat selimut. T

DMCA.com Protection Status