Share

Tak Bisa Tidur

Penulis: Lysa_Yovita22
last update Terakhir Diperbarui: 2023-12-07 11:41:29

Cuaca di kota Chesnut cukup baik pagi ini. Sayangnya, tubuh Jenia terasa remuk. Semalam, Thomas tega membiarkannya tidur di lantai yang dingin. Hanya berlapis selembar selimut tipis, milik Jenia sendiri.

Tak hanya itu, entah jam berapa akhirnya Jenia bisa memejamkan mata. Karena tak mudah baginya untuk membuang rasa yang bercampur aduk. Mengingat ada Jamael di lantai bawah.

Jenia benci melihat sikap sok tenang yang ditampilkan mantan kekasihnya itu. Jenia benci melihat bagaimana mesranya Freya menggelayut manja di lengan kokoh yang pernah menawarkan kedamaian padanya.

Entah berapa lama dan banyak Jenia membatin sambil menatap hampa ke langit-langit kamar. Bukan hanya itu, Jenia pun melengkapinya dengan ratapan tanpa suara. Hanya air mata yang berlinang sampai akhirnya dia kelelahan.

Sekarang, Jenia terbangun dengan wajah yang mengerikan. Mata panda itu berpadu dengan cekungan yang tampak makin dalam. Belum lagi tulang pipi yang menonjol.

Jenia bergegas bangun lalu melipat selimut. Takut mengganggu tidur lelapnya Thomas, Jenia berjingkat pelan menuju arah kamar mandi.

Setelah selesai membersihkan diri, Jenia mengeluarkan pakaian yang akan dikenakan Thomas ke kantor. Digantungnya rapi di tempat yang bisa dijangkau suaminya.

Jenia melirik jam, masih ada waktu luang untuk membuat sarapan. Maka dia pun keluar dari kamar, berjalan menuju dapur.

"Selamat pagi, Nona Jenia." Emma si koki, menyapa dengan ramah.

"Jenia saja, Bibi," balasnya tak kalah sopan dan ramah. "Ada yang bisa aku bantu?"

"Tidak ada, Nona, eh Jenia. Duduklah. Anda ingin dibuatkan apa?"

Jenia menggeleng. "Tidak, jangan repot-repot. Aku bisa makan apa saja setelah semuanya selesai sarapan."

Mata wanita paruh baya itu menyorot sedih, tetapi langsung dialihkannya pandangan. Agar menantu tertua di rumah itu tidak merasa dikasihani.

"Bibi hendak memasak apa?"

"Nona Muda suka sekali *farmers omelette* dan untuk Nyonya biasanya ditambah irisan *bacon*. Tuan Muda biasanya makan apa saja yang ada di meja."

Jenia menganggukkan kepala. Thomas memang terkadang tidak rewel urusan perut. Lelaki itu hanya suka mengomel jika pakaian kerjanya tidak sesuai presisi. Harus licin tanpa bekas lipatan.

Jenia membayangkan menu kesukaan Freya. Itu adalah kentang yang ditumis dengan bumbu lalu disiram telur serta susu. Makanan yang mengenyangkan dan enak.

"Apa Bibi hanya memasak menu khusus untuk ketiganya saja?" Entah mengapa Jenia memikirkan menu sarapan pagi untuk Jamael.

Emma yang sedang menyiapkan bahan makanan, langsung menoleh. "Maksudnya, Tuan Jamael?"

"Ya. Karena semalam aku melihatnya datang bersama adik ipar."

"Oh, beliau sama sekali tidak pernah rewel. Dia akan makan tanpa suara dan komentar, Nona. Sepertinya dia suami yang baik dan menyenangkan." Emma tertawa pelan.

'Ya, dia memang baik dan menyenangkan. Tapi itu sebelum dia mengingkari janji dan meninggalkan aku sendiri. Lalu aku terjebak dalam pernikahan menyedihkan ini.' Jenia membuang muka.

Baru saja membahasnya, Jamael masuk ke dapur lalu tertegun di depan bingkai pintu. Perempuan yang pernah mengisi hati, hari dan ranjangnya, ada di sana.

'Walau kondisinya sudah jauh berbeda, tetapi detak jantung ini masih sama, Jenia.' Jamael menatap sendu. Sungguh betapa ingin merengkuh tubuh ringkih itu dalam dekapan untuk meminta maaf.

Sayangnya, semua tidak bisa lagi sama. Ada cincin yang melingkar di jemari keduanya. Ikatan pernikahan yang sah di depan Tuhan dan hukum.

"Ah, Tuan Muda. Panjang umur. Jenia baru saja bertanya tentangmu." Emma tertawa kecil.

Berdesir darah Jamael. Muncul keinginan untuk menggoda mantan kekasihnya itu. "Oh, ya? Dia bertanya apa, Bibi Emma?"

Jangan tanya apa yang Jenia alami. Wajahnya seperti terbakar api dan detak jantungnya terdengar sangat kencang. Jenia sampai harus memalingkan wajahnya.

"Nona bertanya tentang menu sarapan yang Anda sukai. Ya, aku menjawab kalau Anda tidak pilih-pilih makanan." Emma berucap santai sembari mulai memasak.

"Bibi benar. Aku memang tidak pernah pilih-pilih makanan," jawab Jamael seraya mengambil posisi untuk duduk di sebelah Jenia. "Hanya ketika jatuh cinta saja, aku pernah memilih dengan sangat hati-hati."

Kalimat itu diucapkan sangat pelan, tetapi terdengar jelas di telinga Jenia. Api kemarahan kembali berkobar setelah mendengar suara Jamael. Tatapan keduanya bertemu.

Jika Jenia menatap penuh emosi, Jamael sebaliknya. Ia rindu dengan bibir tipis milik Jenia. Pinggul ramping menggoda yang pernah berdansa bersama Jamael di malam-malam terindah dalam hidupnya. Lalu desah manja yang terdengar serupa simponi merdu di telinga.

'Terkutuklah kau, Jamael! Kenapa malah membayangkan malam bersama Jenia? Bukannya kau seharusnya bersimpuh meminta maaf atas semua kesalahan dan sikap pecundang itu?' Hati Jamael malah mengejek apa yang sedang dipikirkan oleh otaknya.

"Aku tau apa arti pandangan itu. Menjauh, Jamael! Pecundang sepertimu hanya tau mematahkan hati," bisik Jenia, sinis.

Jamael yang baru selesai berolahraga lari keliling komplek perumahan, tampak seksi di mata Jenia. Dengan peluh masih menetes juga aroma tubuh yang Jenia hafal betul.

Bukan hanya Jamael, tetapi Jenia pun mengingat dengan detail masa lalu semanis dan sepanas apa yang mereka punya. Hanya saja, di kepala Jenia, ada rentetan kekejaman Thomas yang menjadi hukuman atas kesalahan dalam menjaga kesucian.

"Bibi, aku kembali nanti saja. Sepertinya Thomas butuh aku di kamar." Sengaja Jenia menekankan kata kamar, agar Jamael tak lagi menatap penuh cinta.

Sialnya hal itu memang berpengaruh di Jamael. Apalagi melihat sikap terburu-buru Jenia keluar dari dapur.

Emma menghampiri Jamael seraya meletakkan secangkir kopi. "Padahal Nyonya dan Tuan Muda, tidak ada yang memperlakukan Nona dengan baik. Kadang, aku berpikir kalau Nona Jenia itu titisan peri karena hatinya begitu tulus."

Thomas mengerjap, meyakinkan diri kalau Emma benar-benar sedang membocorkan rahasia pernikahan Jenia. "Dia ... menderita?"

Emma melihat sekeliling, memastikan tidak ada orang lain di antara keduanya. "Tentu saja. Aku sering mendengar Nyonya mencaci maki menantunya lewat ponsel. Lalu tertawa puas setelah menjatuhkan mental gadis itu."

Jamael menelan ludah. 'Pantas saja tubuhnya begitu kurus. Aku bahkan bisa melihat bagaimana dalamnya cekungan di tulang selangka itu. Kurus tak terurus.'

"Ah, maafkan aku karena sudah bergosip sepagi ini, Tuan Muda. Tapi tolong jagalah rahasia ini. Karena istri Anda pun tidak suka padanya." Emma berbisik sekali lagi.

"B-baik, Bibi Emma."

Bukan Jamael gugup karena menyimpan rahasia. Namun, rasa prihatin atas nasib Jenia membuatnya merasa bersalah. Semalam, Jamael pun tak bisa memejamkan mata dengan mudah.

Semua kenangan manis bersama Jenia, rasa penyesalan juga permintaan maaf yang mungkin tak ada gunanya, bercokol terus di kepala Jamael. Ia ingin memperbaiki keadaan, tetapi Jenia dengan tegas menolak.

Pagi ini, Jamael melihat luka di mata yang dahulu selalu menyorot hangat. Setelah sempat tertegun dan tak habis pikir dengan perubahan drastis yang terjadi pada penampilan Jenia.

Ingin sekali Jamael mendatangi Jenia, mengajaknya berbicara dari hati ke hati. Hanya berbicara, karena tak mungkin melanjutkan apa yang pernah terputus paksa di antara keduanya.

Lamunan itu terhenti ketika melihat sosok Thomas yang memasuki ruang makan. Jamael tak mampu menahan diri untuk mencari keberadaan Jenia.

"Cari siapa?" tanya Thomas, ikut menatap ke arah pintu.

Jamael tersenyum tipis. "Kekasihku."

Thomas tertawa kecil. "Freya? Jam segini? Sebuah keajaiban jika dia bangun pagi, Bro."

Jamael hanya mengedikkan bahu. Tentu Thomas tak perlu tahu kalau sebenarnya Jenia lah yang dicarinya, bukan?

Bab terkait

  • Cinta Ipar Belum Kelar    Belum Usai

    Tubuh Jenia yang ringkih itu sudah banjir peluh. Seisi rumah yang biasa ditempati bersama Thomas, sudah dibersihkan. Jenia masih sibuk mengatur napas yang terasa ngos-ngosan sambil duduk di depan televisi. Benda yang cukup jarang ditonton di waktu pagi hingga petang. Jenia duduk di kursi makan. Semilir angin berhembus masuk dari jendela kaca yang sengaja dibiarkan terbuka lebar. Bahan makanan yang masih tersisa di kulkas, bisa diolah agar Jenia bisa makan. Tanpa harus pulang ke kediaman mertuanya dengan perut lapar. Apalagi Thomas hanya memberikan uang sekadar untuk ongkos saja. Jenia menarik napas dalam-dalam. Berkali-kali diembuskannya agar merasa lebih lega. Nyatanya, tidak. Ganjalan di dalam hatinya tetap saja enggan beranjak."Kenapa takdir hidup selucu ini? Aku harus bertemu dengan mantan pacar yang berengsek itu dengan status ipar." Jenia menatap kesal pada satu titik objek di depan matanya. Terlebih lagi melihat sikap sok polos yang ditampilkan Jamael. Jenia benci. Ingin

    Terakhir Diperbarui : 2024-01-15
  • Cinta Ipar Belum Kelar    Anggap Tak Kenal

    Plakkk!Satu tamparan mendarat telak lagi di pipi Jamael. Jari telunjuk Jenia mengacung seiring dengan tatapan marah. "Kau! Benar-benar tidak tahu malu. Kenapa kau melakukan hal seperti tadi, hah? Kau sengaja ingin menempatkan aku seperti perempuan murahan?"Jamael tersenyum, menahan rasa sedih yang menjalar di dada. Padahal tadi ia sudah merasa jemawa. Merasa sudah bisa menggapai kembali hati satu-satunya perempuan yang sangat dicintainya itu."Sampai kapan pun, jangan berakting kalau kita pernah saling kenal! Jangan menambah berat masalah dalam hidupku. Bagiku, kau sudah lama mati, Tuan Jamael Morgan!" Jenia menatap penuh benci dan marah sebelum pergi dari ruang keluarga itu.Air matanya luruh tanpa bisa dicegah. Dia merasa sudah mengkhianati pernikahan bersama Thomas. Walau selama ini, dia sendiri tidak bisa memastikan apakah Thomas setia. Namun, bagi Jenia, pernikahan mereka tetaplah hal yang paling sakral di dunia.'Ampuni aku, Tuhan. Aku malah seperti terkena hipnotis. Bodohnya

    Terakhir Diperbarui : 2024-01-20
  • Cinta Ipar Belum Kelar    Ultimatum Dari Jamael

    "Kenapa kau?" Thomas menatap heran pada wajah pucat Jenia.Jenia tak mampu berkata apa pun. Detak jantungnya menggila. Takut kalau Thomas mendengar semua kalimat ketusnya untuk Jamael."Apa kau sudah selesai membersihkan kamar Freya?" Tatapan Thomas malah semakin tidak bersahabat."I-iya, sudah." Telapak tangan Jenia semakin lembab."Bagus. Aku tak suka mendengarnya menggerutu tentang lambannya kau. Pergilah. Kau bau!" Thomas mengusir Jenia.Dengan segera Jenia berlalu. Tak bisa dipungkiri bahwa di balik sikap takutnya, ada rasa lega luar biasa. Karena Thomas tidak tahu ada hubungan apa di antara dirinya dengan Jamael.Sayangnya, Jamael mendengar ucapan ketus yang dilontarkan Thomas untuk Jenia. Lelaki itu memejamkan mata, merasa bersalah karena ada andilnya dalam kemalangan yang menimpa sang mantan pacar.'Maafkan aku, Jenia. Si pengecut ini memang sangat buruk. Dengan apa aku bisa menebus semua dosa di masa lalu?' Jamael menghela napas berat.Sudah ada ikatan yang sakral di antara m

    Terakhir Diperbarui : 2024-01-28
  • Cinta Ipar Belum Kelar    Ancaman Thomas

    Jenia mengumpati sikap ingin tahu yang berlebihan di kepalanya. Karena ketika Jamael melirik ke arahnya, lengkap dengan senyum simpul khas itu, Freya malah mendengkus keras. Lalu mengusir Jenia begitu saja.Sudah berkali-kali Jenia berusaha mengalihkan isi kepalanya, tetap saja rasa ingin tahu itu mendominasi. Padahal ada hal yang seharusnya lebih menjadi bahan pemikiran, karena semalaman Thomas tidak kembali ke rumah. "Nona, kenapa?" Emma mengernyitkan dahi.Jenia seperti tertangkap basah. "Hah? Ti-tidak ada apa-apa, Bibi." Dipamerkannya senyum yang malah mirip seperti seringai itu.Bukannya Emma tidak memperhatikan sikap aneh dari Jenia. Hanya saja, jika Jenia tidak bercerita, tentu tak pantas untuk Emma mendesaknya.Emma mungkin hanyalah koki, tetapi semua aktivitas dalam kediaman keluarga Evra, tak luput dari pengamatannya. Termasuk kekejaman yang dialami Jenia. Emma mendekat. Lalu menatap sekeliling, memastikan tidak ada penguping di ruang dapur itu. "Jika terlalu sakit, belaja

    Terakhir Diperbarui : 2024-02-03
  • Cinta Ipar Belum Kelar    Membujuk Jenia

    Jenia tampak lebih pucat. Sekujur tubuhnya terasa remuk akibat pelampiasan nafsu dari sang suami. Tentu dia tidak bisa mengadukan nasibnya ke siapa pun juga.Bibi Emma tidak enak badan. Karena itulah Jenia yang berkutat di dapur. Walau ada beberapa asisten rumah tangga lain, Daisy tak mengizinkan ada yang meringankan beban pekerjaan Jenia di dapur.Jenia tampak kelelahan karena sejak jam lima pagi sudah harus berkutat pada menu makanan. Dengan semua keinginan yang berbeda pula. Roti dan sosis panggang untuk Thomas. Sup kaldu asparagus lengkap dengan daging matang sempurna untuk Freya. Ayam mentega rendah lemak beserta rolade untuk Daisy. Tanpa sadar, Jenia membuat pie ayam untuk Jamael. Menu yang dahulu selalu dibuatkannya untuk sang mantan. Tepat ketika semua menu sudah terhidang rapi di atas meja, Jamael masuk ke dapur. Laki-laki itu memang tipe manusia pagi. Ia bahkan sudah selesai melakukan olahraga lari keliling perumahan."Selamat pagi, Pumpkins Juice. Di mana Bibi Emma?" tan

    Terakhir Diperbarui : 2024-02-05
  • Cinta Ipar Belum Kelar    Jenia

    Jenia menyeka keringat yang membanjir. Terhitung tiga hari dia tidak mengunjungi rumah lama. Jadi Jenia harus memastikan semua perkakas rumah bebas dari debu.Jenia khawatir tiba-tiba Thomas berkunjung dan memeriksa kondisi rumah. Suaminya itu tak segan untuk mencolek perabotan. Memastikan tidak ada debu yang tertinggal. Jenia membuka kulkas. Masih ada sisa apel, sosis dan telur. "Setidaknya aku masih bisa makan."Dia memang bersikeras menolak keinginan gila Jamael. Untung saja Jamael masih bisa diancam dengan kenekatan Jenia yang akan melompat keluar dari mobil, jika dipaksa mengikuti keinginan sang mantan.Walau jadinya Jamael mengetahui di mana tempat tinggal Jenia bersama Thomas, sebelum diminta untuk pindah. Jamael memang tidak mengatakan apa pun, karena Jenia langsung turun tanpa basa-basi.Setelah makan, Jenia menyeduh secangkir teh chamomile. Masih ada sisa beberapa kantung teh lagi. Jenia masih bisa tersenyum mengingat semua kenangannya di rumah ini.Walau Thomas sering memp

    Terakhir Diperbarui : 2024-02-17
  • Cinta Ipar Belum Kelar    Kemarahan Jamael

    Sedang sibuk berkubang dalam penyesalan tak berkesudahan, Thomas masuk ke kamar dan melihat Jenia duduk melamun di depan jendela kaca.Pasangan normal akan menghampiri lalu memeluk dari belakang, sambil melabuhkan kecupan manis di kepala. Namun, Thomas malah melempar tasnya ke lantai. Sehingga menimbulkan suara berisik yang tentu saja mengagetkan Jenia."Tom, kau sudah pulang." Jenia langsung sibuk memungut tas kerja sang suami. Thomas berdecih lalu mendekati Jenia. Tanpa belas kasihan, dicengkeramnya dagu sang istri. "Dengar, Keledai! Aku tak akan kembali ke rumah lama. Di sana aku selalu ingat semua upaya membangun rumah tangga, kau balas dengan hinaan telak."Jenia meringis. Bukan hanya karena menahan rasa sakit, tetapi aroma alkohol yang cukup menyengat keluar dari bibir Thomas. "Kau ini hanyalah alat balas dendam, Keledai! Jadi jalani saja semua kebusukan yang kau tuai." Thomas menghempaskan tubuh Jenia sampai terduduk di lantai.Tanpa peduli dengan ringisan Jenia, Thomas langs

    Terakhir Diperbarui : 2024-02-21
  • Cinta Ipar Belum Kelar    Rumah Sakit

    Ketika membuka mata, Jenia merasa asing dengan objek pandangannya. Saat mencoba beringsut, rasa nyeri menyerang sampai Jenia meringis menahan sakit."Pumpkins Juice, kau sudah sadar?" Jamael yang tadinya berkutat dengan ponsel, langsung berlari menghampiri."Jamael? Kenapa kau ada di sini?"Jamael langsung duduk di sebelah ranjang pasien itu. "Kau pingsan. Jadi aku membawamu ke rumah sakit. Tolong katakan padaku, kenapa kau sampai pingsan, hm?"Ingin sekali Jamael mengelus lembut rambut Jenia. Seperti yang dahulu selalu dilakukannya setiap ada kesempatan berduaan. Betapa cintanya belum pernah meredup untuk perempuan pemilik hatinya ini. "Tidak ada. Aku hanya ... agak ceroboh." Jenia membuang muka, memilih untuk menatap jarum infus di tangan ketimbang wajah Jamael. Jenia tahu kalau Thomas tidak akan suka ada pengaduan tentang sikap monsternya itu. Karena tak ingin menambah panjang masalah, Jenia memilih untuk menutupinya. Walau Jamael mendesaknya. "Katakan, apa kau bahagia?" Jamael

    Terakhir Diperbarui : 2024-03-03

Bab terbaru

  • Cinta Ipar Belum Kelar    Rumah Sakit

    Ketika membuka mata, Jenia merasa asing dengan objek pandangannya. Saat mencoba beringsut, rasa nyeri menyerang sampai Jenia meringis menahan sakit."Pumpkins Juice, kau sudah sadar?" Jamael yang tadinya berkutat dengan ponsel, langsung berlari menghampiri."Jamael? Kenapa kau ada di sini?"Jamael langsung duduk di sebelah ranjang pasien itu. "Kau pingsan. Jadi aku membawamu ke rumah sakit. Tolong katakan padaku, kenapa kau sampai pingsan, hm?"Ingin sekali Jamael mengelus lembut rambut Jenia. Seperti yang dahulu selalu dilakukannya setiap ada kesempatan berduaan. Betapa cintanya belum pernah meredup untuk perempuan pemilik hatinya ini. "Tidak ada. Aku hanya ... agak ceroboh." Jenia membuang muka, memilih untuk menatap jarum infus di tangan ketimbang wajah Jamael. Jenia tahu kalau Thomas tidak akan suka ada pengaduan tentang sikap monsternya itu. Karena tak ingin menambah panjang masalah, Jenia memilih untuk menutupinya. Walau Jamael mendesaknya. "Katakan, apa kau bahagia?" Jamael

  • Cinta Ipar Belum Kelar    Kemarahan Jamael

    Sedang sibuk berkubang dalam penyesalan tak berkesudahan, Thomas masuk ke kamar dan melihat Jenia duduk melamun di depan jendela kaca.Pasangan normal akan menghampiri lalu memeluk dari belakang, sambil melabuhkan kecupan manis di kepala. Namun, Thomas malah melempar tasnya ke lantai. Sehingga menimbulkan suara berisik yang tentu saja mengagetkan Jenia."Tom, kau sudah pulang." Jenia langsung sibuk memungut tas kerja sang suami. Thomas berdecih lalu mendekati Jenia. Tanpa belas kasihan, dicengkeramnya dagu sang istri. "Dengar, Keledai! Aku tak akan kembali ke rumah lama. Di sana aku selalu ingat semua upaya membangun rumah tangga, kau balas dengan hinaan telak."Jenia meringis. Bukan hanya karena menahan rasa sakit, tetapi aroma alkohol yang cukup menyengat keluar dari bibir Thomas. "Kau ini hanyalah alat balas dendam, Keledai! Jadi jalani saja semua kebusukan yang kau tuai." Thomas menghempaskan tubuh Jenia sampai terduduk di lantai.Tanpa peduli dengan ringisan Jenia, Thomas langs

  • Cinta Ipar Belum Kelar    Jenia

    Jenia menyeka keringat yang membanjir. Terhitung tiga hari dia tidak mengunjungi rumah lama. Jadi Jenia harus memastikan semua perkakas rumah bebas dari debu.Jenia khawatir tiba-tiba Thomas berkunjung dan memeriksa kondisi rumah. Suaminya itu tak segan untuk mencolek perabotan. Memastikan tidak ada debu yang tertinggal. Jenia membuka kulkas. Masih ada sisa apel, sosis dan telur. "Setidaknya aku masih bisa makan."Dia memang bersikeras menolak keinginan gila Jamael. Untung saja Jamael masih bisa diancam dengan kenekatan Jenia yang akan melompat keluar dari mobil, jika dipaksa mengikuti keinginan sang mantan.Walau jadinya Jamael mengetahui di mana tempat tinggal Jenia bersama Thomas, sebelum diminta untuk pindah. Jamael memang tidak mengatakan apa pun, karena Jenia langsung turun tanpa basa-basi.Setelah makan, Jenia menyeduh secangkir teh chamomile. Masih ada sisa beberapa kantung teh lagi. Jenia masih bisa tersenyum mengingat semua kenangannya di rumah ini.Walau Thomas sering memp

  • Cinta Ipar Belum Kelar    Membujuk Jenia

    Jenia tampak lebih pucat. Sekujur tubuhnya terasa remuk akibat pelampiasan nafsu dari sang suami. Tentu dia tidak bisa mengadukan nasibnya ke siapa pun juga.Bibi Emma tidak enak badan. Karena itulah Jenia yang berkutat di dapur. Walau ada beberapa asisten rumah tangga lain, Daisy tak mengizinkan ada yang meringankan beban pekerjaan Jenia di dapur.Jenia tampak kelelahan karena sejak jam lima pagi sudah harus berkutat pada menu makanan. Dengan semua keinginan yang berbeda pula. Roti dan sosis panggang untuk Thomas. Sup kaldu asparagus lengkap dengan daging matang sempurna untuk Freya. Ayam mentega rendah lemak beserta rolade untuk Daisy. Tanpa sadar, Jenia membuat pie ayam untuk Jamael. Menu yang dahulu selalu dibuatkannya untuk sang mantan. Tepat ketika semua menu sudah terhidang rapi di atas meja, Jamael masuk ke dapur. Laki-laki itu memang tipe manusia pagi. Ia bahkan sudah selesai melakukan olahraga lari keliling perumahan."Selamat pagi, Pumpkins Juice. Di mana Bibi Emma?" tan

  • Cinta Ipar Belum Kelar    Ancaman Thomas

    Jenia mengumpati sikap ingin tahu yang berlebihan di kepalanya. Karena ketika Jamael melirik ke arahnya, lengkap dengan senyum simpul khas itu, Freya malah mendengkus keras. Lalu mengusir Jenia begitu saja.Sudah berkali-kali Jenia berusaha mengalihkan isi kepalanya, tetap saja rasa ingin tahu itu mendominasi. Padahal ada hal yang seharusnya lebih menjadi bahan pemikiran, karena semalaman Thomas tidak kembali ke rumah. "Nona, kenapa?" Emma mengernyitkan dahi.Jenia seperti tertangkap basah. "Hah? Ti-tidak ada apa-apa, Bibi." Dipamerkannya senyum yang malah mirip seperti seringai itu.Bukannya Emma tidak memperhatikan sikap aneh dari Jenia. Hanya saja, jika Jenia tidak bercerita, tentu tak pantas untuk Emma mendesaknya.Emma mungkin hanyalah koki, tetapi semua aktivitas dalam kediaman keluarga Evra, tak luput dari pengamatannya. Termasuk kekejaman yang dialami Jenia. Emma mendekat. Lalu menatap sekeliling, memastikan tidak ada penguping di ruang dapur itu. "Jika terlalu sakit, belaja

  • Cinta Ipar Belum Kelar    Ultimatum Dari Jamael

    "Kenapa kau?" Thomas menatap heran pada wajah pucat Jenia.Jenia tak mampu berkata apa pun. Detak jantungnya menggila. Takut kalau Thomas mendengar semua kalimat ketusnya untuk Jamael."Apa kau sudah selesai membersihkan kamar Freya?" Tatapan Thomas malah semakin tidak bersahabat."I-iya, sudah." Telapak tangan Jenia semakin lembab."Bagus. Aku tak suka mendengarnya menggerutu tentang lambannya kau. Pergilah. Kau bau!" Thomas mengusir Jenia.Dengan segera Jenia berlalu. Tak bisa dipungkiri bahwa di balik sikap takutnya, ada rasa lega luar biasa. Karena Thomas tidak tahu ada hubungan apa di antara dirinya dengan Jamael.Sayangnya, Jamael mendengar ucapan ketus yang dilontarkan Thomas untuk Jenia. Lelaki itu memejamkan mata, merasa bersalah karena ada andilnya dalam kemalangan yang menimpa sang mantan pacar.'Maafkan aku, Jenia. Si pengecut ini memang sangat buruk. Dengan apa aku bisa menebus semua dosa di masa lalu?' Jamael menghela napas berat.Sudah ada ikatan yang sakral di antara m

  • Cinta Ipar Belum Kelar    Anggap Tak Kenal

    Plakkk!Satu tamparan mendarat telak lagi di pipi Jamael. Jari telunjuk Jenia mengacung seiring dengan tatapan marah. "Kau! Benar-benar tidak tahu malu. Kenapa kau melakukan hal seperti tadi, hah? Kau sengaja ingin menempatkan aku seperti perempuan murahan?"Jamael tersenyum, menahan rasa sedih yang menjalar di dada. Padahal tadi ia sudah merasa jemawa. Merasa sudah bisa menggapai kembali hati satu-satunya perempuan yang sangat dicintainya itu."Sampai kapan pun, jangan berakting kalau kita pernah saling kenal! Jangan menambah berat masalah dalam hidupku. Bagiku, kau sudah lama mati, Tuan Jamael Morgan!" Jenia menatap penuh benci dan marah sebelum pergi dari ruang keluarga itu.Air matanya luruh tanpa bisa dicegah. Dia merasa sudah mengkhianati pernikahan bersama Thomas. Walau selama ini, dia sendiri tidak bisa memastikan apakah Thomas setia. Namun, bagi Jenia, pernikahan mereka tetaplah hal yang paling sakral di dunia.'Ampuni aku, Tuhan. Aku malah seperti terkena hipnotis. Bodohnya

  • Cinta Ipar Belum Kelar    Belum Usai

    Tubuh Jenia yang ringkih itu sudah banjir peluh. Seisi rumah yang biasa ditempati bersama Thomas, sudah dibersihkan. Jenia masih sibuk mengatur napas yang terasa ngos-ngosan sambil duduk di depan televisi. Benda yang cukup jarang ditonton di waktu pagi hingga petang. Jenia duduk di kursi makan. Semilir angin berhembus masuk dari jendela kaca yang sengaja dibiarkan terbuka lebar. Bahan makanan yang masih tersisa di kulkas, bisa diolah agar Jenia bisa makan. Tanpa harus pulang ke kediaman mertuanya dengan perut lapar. Apalagi Thomas hanya memberikan uang sekadar untuk ongkos saja. Jenia menarik napas dalam-dalam. Berkali-kali diembuskannya agar merasa lebih lega. Nyatanya, tidak. Ganjalan di dalam hatinya tetap saja enggan beranjak."Kenapa takdir hidup selucu ini? Aku harus bertemu dengan mantan pacar yang berengsek itu dengan status ipar." Jenia menatap kesal pada satu titik objek di depan matanya. Terlebih lagi melihat sikap sok polos yang ditampilkan Jamael. Jenia benci. Ingin

  • Cinta Ipar Belum Kelar    Tak Bisa Tidur

    Cuaca di kota Chesnut cukup baik pagi ini. Sayangnya, tubuh Jenia terasa remuk. Semalam, Thomas tega membiarkannya tidur di lantai yang dingin. Hanya berlapis selembar selimut tipis, milik Jenia sendiri.Tak hanya itu, entah jam berapa akhirnya Jenia bisa memejamkan mata. Karena tak mudah baginya untuk membuang rasa yang bercampur aduk. Mengingat ada Jamael di lantai bawah. Jenia benci melihat sikap sok tenang yang ditampilkan mantan kekasihnya itu. Jenia benci melihat bagaimana mesranya Freya menggelayut manja di lengan kokoh yang pernah menawarkan kedamaian padanya. Entah berapa lama dan banyak Jenia membatin sambil menatap hampa ke langit-langit kamar. Bukan hanya itu, Jenia pun melengkapinya dengan ratapan tanpa suara. Hanya air mata yang berlinang sampai akhirnya dia kelelahan.Sekarang, Jenia terbangun dengan wajah yang mengerikan. Mata panda itu berpadu dengan cekungan yang tampak makin dalam. Belum lagi tulang pipi yang menonjol.Jenia bergegas bangun lalu melipat selimut. T

DMCA.com Protection Status