"Yaudah deh iya...kita gausah pergi ke bioskop. Streaming aja di rumah, oke ?" ucap Dios berusaha menenangkan Friska, dia tidak ingin sahabatnya itu mengingat kembali peristiswa naas yang pernah menimpa gadis itu.
"Awas lu kalau tiba-tiba maksa gue lagi!" timbal Friska dengan nada ketus
"Siap nyonya, Friska" balas Dios dengan nada mengalah. Friska pun membuka pintu kamarnya, ia melihat wajah Dios yang terlihat lesu karena gagal menonton di bioskop dengan tiket vvip gratis. Friska menghela nafas, ia menunjukan layar handphone yang ia genggam yang ternyata adalah handphone Dios yang sebelumnya sempat tertinggal di kasur. Di layar itu menunjukan percakapan antara Dios dan Friska
"Nih, Diona bilang dia mau nonton bareng lu" ucap Friska sambil menyerahkan handphone tersebut pada sang pemiliknya. Dios membuka mulutnya lebar, tercengang tak percaya
"Maksud lu gimana, Freeze ?" tanya Dios memastikan maksud dari ucapan Friska
"Tadi, gue chat Diona pake hp lu, gue ngajak dia nonton bareng, dan dia bilang mau" jawab Friska dengan malas
"Nonton ? nonton apa Freeze, gue kan gak punya duit buat nonton di bioskop" tukas Dios dengan wajah khawatir
"Ya pake tiket di tangan lu itu laaah pala burung hmmm gausah pura-pura gak ngerti sama jalan pikir gue deh" balas Friska dengan ketus.
Dios yang merasa senang pun akhirnya tersenyum dan memeluk Friska dengan kuat hingga gadis tersebut sulit untuk bernafas. Friska memukul-mukul punggu Dios sambil berkata "Lepasiiiin" berulang kali, sampai akhirnya Dios melepaskan pelukannya dan mencium kening Friska.
"Makasih ya Freeze...lu emang orang paling baik yang pernah gue kenal...gue sayang banget sama lu" ucap Dios sebelum akhirnya ia meninggalkan ruang kamar Friska untuk bersiap-siap di rumahnya. Friska menghela nafas melihat kekonyolan Dios, jelas sekali dari tadi Dios menyetujui ide Friska untuk menggunakan tiket tersebut berdua dengan Diona, namun laki-laki tersebut berusaha untuk bersikap enggan. Hah, jika bukan Friska, siapalagi yang bisa menebak Dios dengan mudah seperti itu. Friska pun duduk kembali menatap soal matematika, ia membenarkan kacamatanya yang bengkok dan merapihkan rambutnya, bersiap untuk belajar kembali. Hanya berjalan beberapa menit, gadis tersebut mulai merasa sepi.
Rasanya aneh bagi gadis itu tiba-tiba merasakan sepi padahal ia sudah sering kali sendiri. Entah apa yang membuat gadis tersebut merasakan perasaan yang sebelumnya tidak pernah ia rasakan. Tiba-tiba saja ia merindukan Dios, berharap laki-laki itu tetap disini bersamanya, menjahili dirinya, atau mengajaknya ribut.
"Dasar bego ! apasih yang gue pikirin" tukas Friska pada dirinya sendiri sambil memukul-mukul kepalanya beberapa kali dengan pukulan kecil.
"Tring...tring...tring" bunyi bel sepeda dari halaman depan rumah Friska, jelas saja gadis itu tahu siapa pemilik dari bel sepeda tersebut. Gadis itu pun segera menghampiri jendela, melihat keluar, dimana ada Dios dengan mengenakan kemeja kotak-kotak yang dibiarkan terbuka dan menampilkan kaos abu-abu di dalamnya. Dios melambaikan tangannya sambil tersenyum dan berteriak "Freeze, do'ain gue ya biar lancar jalan bareng Diona !"
"Iya, bawel !" jawab Friska.
Dios pun segera mengayuh sepedanya dan meninggalkan rumah Friska.
"Dasar kepala burung ! cowok mana yang ke bioskop berdua sama cewek tapi pakai sepeda" ucap Friska dalam hati sambil menggeleng-gelengkan kepalanya.
"Tring" sebuah notifikasi e-mail masuk muncul dari handphone Friska yang terletak di atas meja belajar. Friska pun menghampiri meja berlajar tersebut dan mengambil handphone, memang beberapa hari ini ia sedang menunggu e-mail dari panitia sebuah kompetisi matematika yang sempat ia daftar, untuk itu setiap kali ponsel berbunyi pasti langsung segera ia cek untuk memastikan bahwa dirinya tidak terlambat mendapatkan informasi dari panitia kompetisi tersebut. Namun, lagi-lagi e-mail yang muncul bukanlah dari panitia kompetisi. Kali ini, e-mail tersebut berasal dari seseorang dengan alamat e-mail bernama Rio. Friska mengingat-ingat nama tersebut, karena ia sama sekali tidak ingat memiliki kenalan bernama Rio, namun setelah ia melihat percakapan e-mail terdahulu dengan pemilik e-mail Rio tersebut, Friska langsung teringat bahwa e-mail tersebut adalah e-mail dari seseorang yang menjadi teman berkirim suratnya selama di rawat di rumah sakit. Orang yang sering kali mendengarkan ceritanya mengenai peristiwa yang ia alami, cerita-cerita yang tidak bisa ia sampaikan pada siapapun termasuk Dios sekalipun. Namun, sudah lama pula ia tidak saling berkirim surat elektronik dengan orang tersebut, yang membuat gadis itu bertanya-tanya apakah orang tersebut sedang mengalami suatu kejadian yang tidak mengenakan dan membutuhkan teman cerita makanya menghubungi Friska kembali ?
Friska pun langsung membalas pesan yang isinya "Hai" tersebut. Friska membalasnya dengan sapaan "Hai juga, bagaimana kabarmu? sudah lama ya dari pesan yang terakhir kali kita kirim"
Tak lama pesannya langsung dibalas orang pemilik alamat e-mail Rio tersebut, sangat cepat untuk ukuran membalas pesan e-mail, karena biasanya pesan e-mail itu lebih sering diabaikan dan dibalas lambat ketimbang pesan yang dikirim menggunakan aplikasi chat berwarna hijau yang sedang tren.
"Kabar baik, bagaimana denganmu sendiri ? Maaf karena lama tidak membalas pesanmu, aku sibuk menjalani terapi dan akhirnya bisa keluar dari rumah sakit baru-baru ini. Setelah keluar dari rumah sakit, aku langsung disibukkan dengan kepindahan rumah dan sekolahku" isi dari balasan pesan tersebut.
Friska baru saja ingin membalas pesan tersebut, namun ia kalah cepat dengan teman berkirim suratnya itu, pasalnya Friska segera mendapatkan e-mail baru lagi dari orang tersebut. E-mail yang berisikan alamat rumah baru dari orang itu.
"Aku pindah ke alamat tersebut dan bersekolah di dekat sana, jika kamu ada waktu, mari kita bertemu" isi e-mail dari orang itu.
Friska membaca alamat rumah yang dikirimkan oleh orang itu, dan menyadari bahwa alamat rumah itu sama dengan alamat rumahnya dan Dios, hanya saja beda nomor rumah. Dios dengan nomor rumah A53, Friska dengan nomor rumah A52, dan orang itu yang ternyata rumahnya bernomor A51, yang tak lain adalah tetangga Friska.
Mata gadis itu membulat, mulutnya terbuka lebar, perasaannya campur aduk antara senang dan terkejut. Karena tanpa disangka ia bisa bertemu dengan teman surat-menyuratnya, bahkan kini mereka bertetanggaan. Friska pun langsung berlari ke luar rumah sambil menggenggam handphonenya. Gadis itu ingin mengecek langsung kepindahan dari tetangga barunya, dan benar saja, para kurir dari jasa angkut barang sedang sibuk mengangkut perabotan baru ke dalam rumah tersebut, rumah yang sudah cukup lama kosong kini akan ramai.
Tiba-tiba Friska teringat bahwa dirinya belum membalas pesan e-mail dari orang tersebut. Lantas ia pun segera membalas pesan itu dengan perasaan gembira. Sudah lama gadis tersebut tidak merasakan kegembiraan seperti ini. Pertemuan yang sebenarnya sudah lama diharapkan oleh gadis itu. Karena Friska selalu ingin tahu sosok dari orang yang penuh perhatian dan selalu memotivasi dirinya tersebut, bahkan karena orang itu pula Friska jadi sangat menyukai matematika lebih dari apapun.
Friska menekan tombol keyboard, merangkai kata untuk membalas pesan tersebut.
"Ayo kita bertemu saat ini juga ! aku sudah berada di luar rumahmu" balas Friska dengan antusias
Selang beberapa menit setelah e-mail Friska tersebut terkirim, keluar sosok Rio dari dalam rumah bernomor A51 tersebut. Tubuhnya tinggi tegap, ia mengenakan kaos abu-abu dibalut dengan sweater dan celana jeans yang sama-sama berwarna hitam. Rambut Rio di belah kesamping, kaca mata bertengger di tulang hidungnya. Kulitnya yang berwarna putih pucat membuat dia terlihat seperti orang yang sedang sakit. Rio menengok ke kanan dan kiri mencari sosok Friska hingga akhirnya ia menemukan sosok tersebut sedang berdiri di halaman sebelahnya sambil melambaikan tangan dan mendekap handphone di dadanya. Rio dengan canggung menghampiri sosok tersebut. Ia menggaruk lehernya yang tidak gatal dan kepalanya sedikit tertunduk. Sekilas senyum nampak di wajahnya yang pucat."Hai..." Sapa Friska dengan canggung. Rio mendongak, menatap Friska, membuatnya teringat akan kali pertama ia bertemu dengan gadis itu di koridor rumah sakit, sosoknya yang dulu terlihat lemah dan menderita, namun sekarang gadi
Dios memburu nafas, kakinya telah lelah mengayuh sepeda, keringat bercucuran membasahi wajah, leher serta baju yang dikenakannya. Diona memandang Dios, tampak terkejut dengan apa yang dilihatnya"Kamu dateng kesini pakai sepeda ?" tany Diona, mata gadis itu membulat dan mulutnya ternganga.Dios mengagguk dengan pelan kemudian tertawa dengan bangga."Ini rekor bersepeda terjauh yang pernah aku lakuin, dan itu semua terjadi karena kamu my princess" ucap Dios di sela nafasnya yang tidak teratur."Gila ya kamu ! gimana kalau kamu sampai pisan di jalan ?" balas Diona dengan nada tinggi, hampir seperti membentak"Buktinya aku gak pingsan kan ? itu karena keinginan aku buat ketemu kamu sangat besar sampai bisa menahan rasa lelah akibat perjalanan jauh yang harus aku tempuh dengan bersepeda" ucap Dios, mencoba membuatnya terdengar lebih puitis. Diona menggelengkan kepala, ia menarik lengan Dios "Sini masuk rumah dulu, istirahat" titah Diona. Dios men
"Yuhuuuu Friska... lo dimana ? gue mau cerita nih" teriak Dios saat mulai memasuki ruang tamu rumah Friska. Dios menengok kesana kemari, dilihatnya Rio yang tengah duduk di kursi, Rio tertegun dengan kehadiran Dios disana, Rio merasa canggung karena bertemu dengan orang yang sebelumnya hanya bisa ia dengar dari cerita Friska. Rio mencoba untuk tersenyum, dan mengangkat tangan kanannya, dengan kaku melambaikan tangan untuk menyapa kedatangan Dios. Dios mengernyitkan kening, matanya menyipit, menyelidiki sosok Rio yang belum pernah ia jumpai sebelumnya. "Lo...siapa ya ?" tanya Dios Friska turun dari lantai atas dengan tergesa-gesa, menuruni tangga dengan langkah yang cepat, dalam hitungan detik, gadis itu sudah berdiri di depan Dios dengan napas yang memburu. "Kok lo udah balik ?" tanya Friska, gadis itu menelan air ludah dengan berat. Dios memandang Friska dengan aneh "Ngapain lo tadi jalan buru-buru gitu ? Sengaja ya lo biar jatuh dari tangga,
“Ayooooo Dios ! cetak golnya ! Go Dios ! Go Dios ! Go ! Go Dios ! Go Dios ! Go !” sorak sekumpulan siswi perempuan di SMA Nusa Kasih dengan penuh semangat memeriahkan acara Pekan Olahraga yang sedang berlangsung di siang hari itu. Beberapa dari mereka berteriak teriak melihat kelincahan kaki idola mereka dalam menggocek bola, si Raja Bola yang selalu mencetak gol dalam setiap permainan yang ia jalani. Bahkan kehadirannya di dalam tim sepak bola SMA Nusa Kasih memberikan sekolah tersebut piala kejuaraan sepak bola hingga ke tingkat nasional. Kebanggaan guru olahraga. Tidak hanya itu saja yang membuat ia menjadi idola banyak siswa khususnya siswa perempuan di sekolahnya, karena jika hanya berdasarkan prestasi, maka mereka juga memiliki Jaka yang selalu membawa piala kejuaraan di bidang olahraga basket, namun sayangnya Jaka tidak sepopular Dios dan bahkan ia tidak memiliki sekolompok siswi yang mengidolakannya, yang akan rela berpanas-panasan untuk menyemangati dia seorang
Diona memegangi jendela seperti yang diminta Dios, dan kemudian cowok itu masuk ke dalam perpustakaan masih dengan mengenakan sepatu."Dioooos..." ucap Diona dengan geram saat melihat sepatu Dios tersebut membawa tanah ke dalam ruangan. Dios mengikuti arah tatapan gadis itu dan langsung mengetahui alasan gadis tersebut geram."Oops. Maaf ya hehe" jawab Dios sambil cengengesan, ia pun melepas sepatunya dan menaruh di sudut ruangan."Simpan di rak sepatu dong, masa disitu" ucap Diona, namun Dios mengelak dengan menjawab "Nanti ketahuan dong kalau aku lagi disini, yang""Yaudah sini, gue aja yang simpenin sepatu lu" balas Diona sambil merebut sepatu milik Dios dan meletakannya di rak sepatu depan ruang perpustakaan. Beberapa orang murid yang lewat dan melihat Diona langsung menyapa dirinya yang kemudian dibalas oleh senyum manis.Diona pun kembali masuk ke perpustakaan dan melanjutkan aktivitasnya membaca majalah fashion disana.Diona dan
"Haduuh panas banget sih hari ini" ucap Dios sambil mengibas-ngibaskan buku catatan matematik ke wajahnya agar ia bisa merasakan hembusan angin yang sejuk dari kegiatan mengibas buku tersebut. Friska yang melihat Dios pun merasa iba, ia pun segera menghentikan kegiatannya mengerjakan soal matematika di buku paket yang ia pinjam dari perpustakaan sekolah. "Gue ambilin minuman dulu deh ya" tawar Friska yang langsung disambut dengan penuh semangat oleh Dios. Laki-laki itu dengan sergap duduk di kasurnya, merentangkan tangannya, menampakan dada bidangnya yang dilapisis oleh kaos bergambarkan snoopy "Uh emang lu orang terbaik yang pernah gue kenal...sini peluk dulu" ucap Dios dengan nada manja. Namun, alih-alih memeluk laki-laki tampan itu, Friska malah melempari dengan bantal sofa, yang langsung bisa membuat Dios mengaduh kesakitan karena lemparan dari gadis itu tepat mengenai wajah tampannya. "Belajar tuh yang bener" balas Friska dengan ketus sebelum akhirnya ia keluar
"Tok...tok...tok..." seseorang mengetuk pintu kamar Friska, membuat gadis itu dan Dios segera terbangun dari posisi tidurnya. Friska berjalan untuk membuka pintunya. Nampak seorang wanita paruh baya berambut ikal dengan kemeja putih dan rok span berwarna hitam, wanita itu menengok ke dalam kamar"Sudah mamah duga, pasti ada Dios datang" ucap wanita tersebut yang ternyata adalah ibu Angela yang merupakan ibu kandung dari Friska. Mata wanita itu berbinar, nampak senang. Ia mengeluarkan dua buah tiket bioskop dari sakunya "Tada...mamah siapin tiket bioskop buat kalian main ke luar" lanjut ibu Angela dengan nada girang, dan senyum lebar yang membuat susunan giginya terlihat jelas.Dios yang ikut senang pun langsung berlari ke arah ibu Angela, menyerobot tiket tersebut sambil merangkul Friska "Widiiih...bisa nonton bioskop gratis nih...terimakasih ya tante" ucap Dios sambil mengedipkan sebelah matanya, membuat ibu Angela tertawa, bahkan ibu kandung Friska pun nampaknya sela