"Haduuh panas banget sih hari ini" ucap Dios sambil mengibas-ngibaskan buku catatan matematik ke wajahnya agar ia bisa merasakan hembusan angin yang sejuk dari kegiatan mengibas buku tersebut. Friska yang melihat Dios pun merasa iba, ia pun segera menghentikan kegiatannya mengerjakan soal matematika di buku paket yang ia pinjam dari perpustakaan sekolah.
"Gue ambilin minuman dulu deh ya" tawar Friska yang langsung disambut dengan penuh semangat oleh Dios. Laki-laki itu dengan sergap duduk di kasurnya, merentangkan tangannya, menampakan dada bidangnya yang dilapisis oleh kaos bergambarkan snoopy "Uh emang lu orang terbaik yang pernah gue kenal...sini peluk dulu" ucap Dios dengan nada manja. Namun, alih-alih memeluk laki-laki tampan itu, Friska malah melempari dengan bantal sofa, yang langsung bisa membuat Dios mengaduh kesakitan karena lemparan dari gadis itu tepat mengenai wajah tampannya.
"Belajar tuh yang bener" balas Friska dengan ketus sebelum akhirnya ia keluar dari kamarnya, menuruni anak tangga, berjalan ke dapur untuk memnyiapkan minuman segar untuk sahabt satu-satunya itu. Friska membuka lemari pendingin, lalu mengambil dua buah limun segar dari dalam sana, sebongkah es batu beserta air dingin. Ia mengiris limun tersebut, memasukannya ke dalam gelas berbarengan dengan air dingin, es batu, madu dan beberapa sendok gula pasir, hingga jadilah es limun yang paling segar di siang itu. Friska menempatkan dua gelas limun tersebut ke sebuah tray yang cukup besar, lalu ia melirik lemari tempat ia menyimpan cemilan di rumahnya, gadis itu pun mengambil beberapa bungkus cemilan favoritnya dengan Dios, menempatkan cemilan tersebut ke dalam tray bersampingan dengan jus limun "Hah...enak nih" gumam gadis itu.
Ia pun kembali ke kamarnya yang terletak di lantai dua sambil membopong tray berisikan cemilan dan es tersebut. Ia membuka pintu kamar dengan satu tangannya dan menyimpan tray tersebut di atas meja dekat pintu.
"Es nya udah dateng niih..." ucap Friska, namun ucapannya itu tidak mendapatkan respon dari Dios. Lantas Friska pun menengok ke arah laki-laki itu dan mendapati Dios yang sedang sibuk dengan handphonenya, membuat Friska geram dan menyilangkan kedua tangannya di dada "dasar anak kurang ajar" celetuk Friska, namun masih saja tidak mendapatkan repon dari Dios, hingga akhirnya gadis itu menghampiri Dios, merebut ponselnya dengan kasar
"Eh...eh...eh...kok malah direbut sih ? gak sopan" ucap Dios yang tidak terima dengan pengambilan paksa handphone tersebut
"Emang lagi liat apa sih serius banget ?" tanya Friska sambil mengintip layar handphone milik Dios.
"Aduuh...bukan apa-apa" jawab Dios sambil berusaha mendapatkan kembali handphonenya, namun Friska mencengkeram wajah Dios membuat laki-laki tersebut tidak bisa melihat.
"Dari tadi yang diliatin ceweeeek terus, dasar kepala burung" ucap Friska dengan ketus saat melihat layar handphone Dios yang berisikan kumpulan foto Diona. Friska melemparkan handphone tersebut ke kasur dan mendarat tepat di samping Dios.
"Haduuuh...jangan pake lempar-lemparan handphone segala dong...untung aja ini hp gue gak kenapa-napa" ucap Dios sambil mengelus-ngelus handphonenya dengan kasih sayang. Wajar saja jika Dios takut handphonenya tersebut rusak, pasalnya handphone nya itu adalah handphone yang baru saja ia beli dengan uang yang sudah ia berhasil kumpulkan dari setiap hadiah hasil kememnangan lomba sepak bola yang ia ikuti.
"Percuma lu liatin foto dia terus juga gak akan bikin dia naksir ke lu" ucap Friska sambil berjalan menuju meja, berniat mengambil es limun miliknya. Gadis itu menyeruput es tersebut kemudian duduk kembali di meja belajarnya
"Ey...kata siapaaa? Diona jelas-jelas juga naksir gue juga kali...lu gak lihat ya seberapa mesranya gue dengan Diona sewaktu di perpustakaan" balas Dios sambil cengengesan. Friska menatap sahabatnya dengan malas, kemudian ia menggeleng-gelengkan kepalanya "kalau tau lu cuma cowok berkepala burung, pasti dia gak akan mau mesra-mesraan sama lu" celetuk Friska yang otomatis membuat Dios geram "Yang manggil gue kepala burung, kan cuma lu...dan gak mungkin Diona punya penilaian yang sama kayak lu. Di mata dia, gue ini pangeran" balas Dios dengan penuh percaya diri sambil mengedipkan sebelah mata dan menopang dagu dengan tangannya, membuat Friska ingin menimpuk laki-laki itu lagi dengan bantal yang ukurannya lebih besar dari kepala Dios.
"Gue gak ngerti lagi sama penglihatan para cewek di luar sana...bisa-bisanya mereka ketipu sama tampang lu" ucap Friska sambil menggeleng-gelengkan kepala, namun tangannya masih aktif menulis angka-angka di buku catatan, berusaha memecahkan soal matematika yang terdapat di buku.
"Dan mereka juga ketipu sama sikap lu" balas Dios sambil menertawakan Friska.
"Berisik lu" balas Friska sambil melemparkan buku catatan matematikanya dan lagi-lagi mengenai wajah Dios, membuat laki-laki itu kembali mengaduh kesakitan
"Galak banget sih lu jadi cewek, Freeze" ucap Dios. Friska hanya memutar kedua matanya pertanda ia tidak ingin ambil pusing dengan sebutan Dios terhadap dirinya. Gadis itu lebih memilih untuk kembali berkutat dengan soal matematika lagi.
"Oh iya, Freeze...kira-kira, kalau gue jadian sama Diona...lu gak akan kenapa-napa, kan ?" tanya Dios dengan nada serius sambil menatap foto Diona di handphonenya
"Ya gak kenapa-napa lah, kenapa juga gue mesti kenapa-napa ?" jawab Friska dengan santai
Dios berdiri dari kasur dan menghampiri Friska "Ya siapa tau lu nanti jadi kesepian Freeze" ucap Dios sambil mencubit pipi Friska dengan kedua tangannya, kali ini gantian gadis itu yang dibuat mengaduh kesakitan "Iiii...epasin Ios..." ucap Friska secara tidak jelas, yang maksudnya adalah "Lepasin Dios" namun Dios sama sekali enggan melepaskan cubitannya, entah kenapa laki-laki tersebut senang melihat wajah Friska yang menjadi chubby karena ia cubit.
"Puk" Friska memukul kepala Dios dengan buku paket matematika yang tebal, membuat Dios akhirnya melepaskan cubitannya dan mengelus-ngelus kepalanya sendiri. Friska menatap Dios dengan tatapan menantang, sambil memgang buku paketnya yang tebal, gadis itu berkata "ayo ribut sini, dasar Dios kepala burung!"
Dios yang tidak terima dirinya dikatai kepala burung pun akhirnya mengambil bantal sofa di kasur, menjadikannya tameng kalau-kalau gadis itu menyerangnya dengan buku. "Ayo sini, siapa takut" tantang Dios. Lantas kedua insan tersebut pun saling melempar-lemparkan barang di kamar berukur 4x5 meter tersebut, membuat kamar gadis yang awalnya rapih dan bersih tersebut menjadi hancur lebur seperti kapal pecah.
*****
Selang lima belas menit, Friska dan Dios pun ambruk, keduanya ngos-ngosan sambil berbaring di atas kasur, keduanya kelelahan akibat tenaga mereka yang habis digunakan untuk melempar dan menghindari serangan dari satu sama lain.
"Gue yakin, lu bakal jago main lempar bola, Freeze" ucap Dios masih sambil ngos-ngosan.
"Berisik lu" balas Friska dengan ketus sambil memukul dada Dios dengan lemah. Dios tertawa sambil menatap langit-langit. Baginya sosok Friska dari awal kenalan hingga sekarang tidaklah berubah, dia masih sahabatnya yang barbar, kebarbaran yang membuat gadis tersebut berbeda dari kebanyakan wanita pada umumnya, membuat dirinya menjadi sosok yang asik, dan membuat Dios percaya bahwa tidak akan ada cinta yang muncul di antara mereka berdua.
"Tok...tok...tok..." seseorang mengetuk pintu kamar Friska, membuat gadis itu dan Dios segera terbangun dari posisi tidurnya. Friska berjalan untuk membuka pintunya. Nampak seorang wanita paruh baya berambut ikal dengan kemeja putih dan rok span berwarna hitam, wanita itu menengok ke dalam kamar"Sudah mamah duga, pasti ada Dios datang" ucap wanita tersebut yang ternyata adalah ibu Angela yang merupakan ibu kandung dari Friska. Mata wanita itu berbinar, nampak senang. Ia mengeluarkan dua buah tiket bioskop dari sakunya "Tada...mamah siapin tiket bioskop buat kalian main ke luar" lanjut ibu Angela dengan nada girang, dan senyum lebar yang membuat susunan giginya terlihat jelas.Dios yang ikut senang pun langsung berlari ke arah ibu Angela, menyerobot tiket tersebut sambil merangkul Friska "Widiiih...bisa nonton bioskop gratis nih...terimakasih ya tante" ucap Dios sambil mengedipkan sebelah matanya, membuat ibu Angela tertawa, bahkan ibu kandung Friska pun nampaknya sela
"Yaudah deh iya...kita gausah pergi ke bioskop. Streaming aja di rumah, oke ?" ucap Dios berusaha menenangkan Friska, dia tidak ingin sahabatnya itu mengingat kembali peristiswa naas yang pernah menimpa gadis itu."Awas lu kalau tiba-tiba maksa gue lagi!" timbal Friska dengan nada ketus"Siap nyonya, Friska" balas Dios dengan nada mengalah. Friska pun membuka pintu kamarnya, ia melihat wajah Dios yang terlihat lesu karena gagal menonton di bioskop dengan tiket vvip gratis. Friska menghela nafas, ia menunjukan layar handphone yang ia genggam yang ternyata adalah handphone Dios yang sebelumnya sempat tertinggal di kasur. Di layar itu menunjukan percakapan antara Dios dan Friska"Nih, Diona bilang dia mau nonton bareng lu" ucap Friska sambil menyerahkan handphone tersebut pada sang pemiliknya. Dios membuka mulutnya lebar, tercengang tak percaya"Maksud lu gimana, Freeze ?" tanya Dios memastikan maksud dari ucapan Friska"Tadi, gue chat Diona pake hp l
Selang beberapa menit setelah e-mail Friska tersebut terkirim, keluar sosok Rio dari dalam rumah bernomor A51 tersebut. Tubuhnya tinggi tegap, ia mengenakan kaos abu-abu dibalut dengan sweater dan celana jeans yang sama-sama berwarna hitam. Rambut Rio di belah kesamping, kaca mata bertengger di tulang hidungnya. Kulitnya yang berwarna putih pucat membuat dia terlihat seperti orang yang sedang sakit. Rio menengok ke kanan dan kiri mencari sosok Friska hingga akhirnya ia menemukan sosok tersebut sedang berdiri di halaman sebelahnya sambil melambaikan tangan dan mendekap handphone di dadanya. Rio dengan canggung menghampiri sosok tersebut. Ia menggaruk lehernya yang tidak gatal dan kepalanya sedikit tertunduk. Sekilas senyum nampak di wajahnya yang pucat."Hai..." Sapa Friska dengan canggung. Rio mendongak, menatap Friska, membuatnya teringat akan kali pertama ia bertemu dengan gadis itu di koridor rumah sakit, sosoknya yang dulu terlihat lemah dan menderita, namun sekarang gadi
Dios memburu nafas, kakinya telah lelah mengayuh sepeda, keringat bercucuran membasahi wajah, leher serta baju yang dikenakannya. Diona memandang Dios, tampak terkejut dengan apa yang dilihatnya"Kamu dateng kesini pakai sepeda ?" tany Diona, mata gadis itu membulat dan mulutnya ternganga.Dios mengagguk dengan pelan kemudian tertawa dengan bangga."Ini rekor bersepeda terjauh yang pernah aku lakuin, dan itu semua terjadi karena kamu my princess" ucap Dios di sela nafasnya yang tidak teratur."Gila ya kamu ! gimana kalau kamu sampai pisan di jalan ?" balas Diona dengan nada tinggi, hampir seperti membentak"Buktinya aku gak pingsan kan ? itu karena keinginan aku buat ketemu kamu sangat besar sampai bisa menahan rasa lelah akibat perjalanan jauh yang harus aku tempuh dengan bersepeda" ucap Dios, mencoba membuatnya terdengar lebih puitis. Diona menggelengkan kepala, ia menarik lengan Dios "Sini masuk rumah dulu, istirahat" titah Diona. Dios men
"Yuhuuuu Friska... lo dimana ? gue mau cerita nih" teriak Dios saat mulai memasuki ruang tamu rumah Friska. Dios menengok kesana kemari, dilihatnya Rio yang tengah duduk di kursi, Rio tertegun dengan kehadiran Dios disana, Rio merasa canggung karena bertemu dengan orang yang sebelumnya hanya bisa ia dengar dari cerita Friska. Rio mencoba untuk tersenyum, dan mengangkat tangan kanannya, dengan kaku melambaikan tangan untuk menyapa kedatangan Dios. Dios mengernyitkan kening, matanya menyipit, menyelidiki sosok Rio yang belum pernah ia jumpai sebelumnya. "Lo...siapa ya ?" tanya Dios Friska turun dari lantai atas dengan tergesa-gesa, menuruni tangga dengan langkah yang cepat, dalam hitungan detik, gadis itu sudah berdiri di depan Dios dengan napas yang memburu. "Kok lo udah balik ?" tanya Friska, gadis itu menelan air ludah dengan berat. Dios memandang Friska dengan aneh "Ngapain lo tadi jalan buru-buru gitu ? Sengaja ya lo biar jatuh dari tangga,
“Ayooooo Dios ! cetak golnya ! Go Dios ! Go Dios ! Go ! Go Dios ! Go Dios ! Go !” sorak sekumpulan siswi perempuan di SMA Nusa Kasih dengan penuh semangat memeriahkan acara Pekan Olahraga yang sedang berlangsung di siang hari itu. Beberapa dari mereka berteriak teriak melihat kelincahan kaki idola mereka dalam menggocek bola, si Raja Bola yang selalu mencetak gol dalam setiap permainan yang ia jalani. Bahkan kehadirannya di dalam tim sepak bola SMA Nusa Kasih memberikan sekolah tersebut piala kejuaraan sepak bola hingga ke tingkat nasional. Kebanggaan guru olahraga. Tidak hanya itu saja yang membuat ia menjadi idola banyak siswa khususnya siswa perempuan di sekolahnya, karena jika hanya berdasarkan prestasi, maka mereka juga memiliki Jaka yang selalu membawa piala kejuaraan di bidang olahraga basket, namun sayangnya Jaka tidak sepopular Dios dan bahkan ia tidak memiliki sekolompok siswi yang mengidolakannya, yang akan rela berpanas-panasan untuk menyemangati dia seorang
Diona memegangi jendela seperti yang diminta Dios, dan kemudian cowok itu masuk ke dalam perpustakaan masih dengan mengenakan sepatu."Dioooos..." ucap Diona dengan geram saat melihat sepatu Dios tersebut membawa tanah ke dalam ruangan. Dios mengikuti arah tatapan gadis itu dan langsung mengetahui alasan gadis tersebut geram."Oops. Maaf ya hehe" jawab Dios sambil cengengesan, ia pun melepas sepatunya dan menaruh di sudut ruangan."Simpan di rak sepatu dong, masa disitu" ucap Diona, namun Dios mengelak dengan menjawab "Nanti ketahuan dong kalau aku lagi disini, yang""Yaudah sini, gue aja yang simpenin sepatu lu" balas Diona sambil merebut sepatu milik Dios dan meletakannya di rak sepatu depan ruang perpustakaan. Beberapa orang murid yang lewat dan melihat Diona langsung menyapa dirinya yang kemudian dibalas oleh senyum manis.Diona pun kembali masuk ke perpustakaan dan melanjutkan aktivitasnya membaca majalah fashion disana.Diona dan