Diona memegangi jendela seperti yang diminta Dios, dan kemudian cowok itu masuk ke dalam perpustakaan masih dengan mengenakan sepatu.
"Dioooos..." ucap Diona dengan geram saat melihat sepatu Dios tersebut membawa tanah ke dalam ruangan. Dios mengikuti arah tatapan gadis itu dan langsung mengetahui alasan gadis tersebut geram.
"Oops. Maaf ya hehe" jawab Dios sambil cengengesan, ia pun melepas sepatunya dan menaruh di sudut ruangan.
"Simpan di rak sepatu dong, masa disitu" ucap Diona, namun Dios mengelak dengan menjawab "Nanti ketahuan dong kalau aku lagi disini, yang"
"Yaudah sini, gue aja yang simpenin sepatu lu" balas Diona sambil merebut sepatu milik Dios dan meletakannya di rak sepatu depan ruang perpustakaan. Beberapa orang murid yang lewat dan melihat Diona langsung menyapa dirinya yang kemudian dibalas oleh senyum manis.
Diona pun kembali masuk ke perpustakaan dan melanjutkan aktivitasnya membaca majalah fashion disana.
Diona dan Dios duduk di kursi perpustakaan paling belakang dan jauh dari tempat Friska berada. Keberadaan Friska disana seperti tidak dianggap oleh mereka. Bukan karena tidak ingin menyapa atau mengajak berbicara gadis itu, malah sebaliknya, Friska yang tidak ingin disapa atau diajak bicara oleh siapapun.
"Kamu kenapa gak makan di kantin dulu princess ku ?" tanya Dios pada Diona dengan penuh perhatian. Diona menggeleng meskipun matanya tetap fokus pada majalah yang ia baca namun telinganya masih mampu merespon terhadap semua suara termasuk suara Dios saat itu.
"Makan dulu dong sayang nanti kamu sakit loh" ucap Dios sambil cengengesan dan mengelus rambut Diona yang lurus dan halus seperti sutera.
"Aduuuh...aku itu lagi diet" jawab Diona
"Ngapain sih diet segala, orang kamu udah cantik gini kok" balas Dios, sambil mengacak-acak rambut Diona
"Ih Diooooos ! rambut gue jadi berantakan tau..." rengek Diona, si cantik keturunan bule tersebut
"Biarin aja! siapa suruh jadi orang gemesin" balas Dios sambil cengengesan.
Friska yang terganggu oleh kebisingan dari dua insan popular di belakangnya tersebut, akhirnya memutuskan untuk beranjak dari sana. Mata Dios yang kebetulan saja terarah kepada gadis tersebut, secara refleks memanggil Friska "Freeze ! mau kemana ?" tanya Dios yang lantas membuat Friska maupun Diona menengok ke arahnya. Friska yang menengok karena kesal akan Dios yang melanggar permintaannya untuk tidak saling mengenal dan memanggil di sekolah, dan Diona yang menengok karena ia baru tahu bahwa Dios si cowok populer akan memanggil cewek lain selain dirinya.
Friska menghujani Dios dengan tatapan penuh amarah, seperti singa yang siap untuk menyerang mangsanya, sedangkan Dios yang melihat ekspreasi tersebut baru menyadari bahwa dirinya telah melakukan kesalahan. Ia menutup mulutnya dengan kedua tangan "ops, keceplosan deh" gumamnya sambil menengok ke arah Diona yang saat itu menatapnya dengan penuh tanda tanya.
Friska tak mampu lagi berkata-kata pada sahabat masa kecilnya tersebut, dan dari pada dia meladeninya Dios lalu memperpanjang urusan yang ada, ia lebih memilih untuk pergi dari tempat sana tanpa berkata-kata. Sekaranng tinggal Dios dan Diona di ruangan sana.
"Sejak kapan lu manggil Friska dengan sebutan Freeze ? panggilan sayang ya ?" tanya Diona. Tersirat api cemburu di mata gadis tersebut.
"Haha...panggilan cemburu apanya! itu kan cuma ngeledek...iya itu ngeledek, freeze, si cewek dingin...semua orang juga tau kalau Friska itu bakalan cocok dengan panggilan Freeze" jelas Dios dengan kikuk. Dalam hati Dios, ia merasa bersalah karena telah menjelek-jelekan sahabatnya seperti ini. "Nanti malem gue teraktir lu bakso deh Freeze" ucapnya dalam hati.
"Hm....gitu, ya" balas Diona yang dibalas dengan anggukan mantap dari Dios "Iya sayang, beneran seratus persen" jawab Dios.
"Yaudah kalau gitu, tapi...kalaupun kalian deket, lu mesti kasih tau gue ya" uacap Diona dengan nada memerintah
"Ke-kenapa ya harus ngasih tau ?" tanya Dios dengan ragu.
"Ya...siapa tau gue juga bisa temenan sama dia, iya kan ?" jawab Diona dengan santai dan sebuah senyuman terukir di wajah gadis tersebut yang membuat kecantikannya bertambah berkali-kali lipat dan membuat hati Dios meleleh saat itu juga.
"Cantik banget sih kamu, my princess" goda Dios
"Apa sih geli deh!" balas Diona sambil mendorong Dios agar sedikit menjauh darinya.
"I love you, Princess Diona-ku" ucap Dios sambil menatap Diona dengan penuh cinta, bibirnya tersenyum saat melihat wajah Diona yang memerah karena malu
"Dasar playboy!" balas Diona berbasa-basi
"Kok playboy sih...aku kayak gini cuma ke kamu doang loh" balas Dios dengan nada serius
"Tuh...kan tuh...mulut buaya!" balas Diona tak mau kalah
"Oh gitu yaaa...yaudah nih rasain mulut buaya nya..." balas Dios sambil mencondongkan bibirnya dan mendekatkan diri ke Diona yang langsung membuat gadis itu spontan bergerak menjauh sambil tertawa
"Udah...ampun deh ampun" ucap Diona di tengah tawanya.
Tiba-tiba segerombolan wajah mengintip dari balik jendela perpustakaan, siapa lagi kalau bukan wajah-wajah usil dari para sahabat Dios, anggota tim sepak bola kelasnya
"Cieee! pantes aja lu menolak jajan, ternyata mau berduaan sama The lord of beauty of this school" celetuk John sambil menyeruput es kuwut yang digenggamnya. Teman-teman Dios yang lain pun tak ingin kalah meramaikan suasana tersebut.
"Jadian napa jadian ! jangan main backstreet gini, uhuy !" celetuk Saka dan yang lainnya pun ikut mendukung dengan saling berteriak "Jadian ! jadian ! jadian !" secara bersamaan dan berulang kali, membuat Diona merasa malu, terlihat dari wajahnya yang semakin memerah. Sedangkan Dios, alih-alih merasa malu, dirinya lebih merasa takut bahwa kebisingan tersebut akan memancing para fansnya untuk datang dan memperunyam suasan yang ada. Lantas ia pun melemparkan majalah fashion yang ada di depannya ke arah para teman-temannya tersebut "Udah woy, berisik lu pada ! bubar ! bubar !" teriak Dios sambil berdiri dari tempat tersebut dan berjalan ke luar. Sebelum ia benar-benar meninggalkan gadis tersebut, ia menggerakan tangannya ke telinga, membentuk tanda telepon. Suatu isyarat yang menandakan bahwa nanti dia akan menghubunungi Diona lagi. Diona pun tersenyum dibuatnya.
Setelah jam istirahat selesai, para tim sepakbola bola pun berkumpul di lapangan untuk melanjutkan pertandingan di babak kejuaraan. Dios dan teman-temannya bersiap-siap di pinggir lapangan, melakukan peregangan badan. Dan murid yang lain pun mengikuti mereka memenuhi lapangan, menjadikan lapangan yang panas itu ramai. Kali ini Friska duduk di pinggir lapangan, di bawah pohon yang rimbun masih dengan buku matematikanya, ia sedang menyelesaikan soal matematika di dalam kepalanya tanpa menulis. Melatih daya nalar dari otaknya.
Bbeberapa murid yang melihat keseriusan Friska menjadi tertegun dan beberapa di antaranya berbisik-bisik "kapan ya gue bisa kayak Friska yang serius sama satu hal". Namun bisikan-bisikan tersebut sama sekali tidak dihiraukan oleh gadis tersebut.
"Pwiiiit!" suara peluit pun terdengar dengan keras yang menandakan pertandingan sepak bola siang itu dimulai kembali !
"Haduuh panas banget sih hari ini" ucap Dios sambil mengibas-ngibaskan buku catatan matematik ke wajahnya agar ia bisa merasakan hembusan angin yang sejuk dari kegiatan mengibas buku tersebut. Friska yang melihat Dios pun merasa iba, ia pun segera menghentikan kegiatannya mengerjakan soal matematika di buku paket yang ia pinjam dari perpustakaan sekolah. "Gue ambilin minuman dulu deh ya" tawar Friska yang langsung disambut dengan penuh semangat oleh Dios. Laki-laki itu dengan sergap duduk di kasurnya, merentangkan tangannya, menampakan dada bidangnya yang dilapisis oleh kaos bergambarkan snoopy "Uh emang lu orang terbaik yang pernah gue kenal...sini peluk dulu" ucap Dios dengan nada manja. Namun, alih-alih memeluk laki-laki tampan itu, Friska malah melempari dengan bantal sofa, yang langsung bisa membuat Dios mengaduh kesakitan karena lemparan dari gadis itu tepat mengenai wajah tampannya. "Belajar tuh yang bener" balas Friska dengan ketus sebelum akhirnya ia keluar
"Tok...tok...tok..." seseorang mengetuk pintu kamar Friska, membuat gadis itu dan Dios segera terbangun dari posisi tidurnya. Friska berjalan untuk membuka pintunya. Nampak seorang wanita paruh baya berambut ikal dengan kemeja putih dan rok span berwarna hitam, wanita itu menengok ke dalam kamar"Sudah mamah duga, pasti ada Dios datang" ucap wanita tersebut yang ternyata adalah ibu Angela yang merupakan ibu kandung dari Friska. Mata wanita itu berbinar, nampak senang. Ia mengeluarkan dua buah tiket bioskop dari sakunya "Tada...mamah siapin tiket bioskop buat kalian main ke luar" lanjut ibu Angela dengan nada girang, dan senyum lebar yang membuat susunan giginya terlihat jelas.Dios yang ikut senang pun langsung berlari ke arah ibu Angela, menyerobot tiket tersebut sambil merangkul Friska "Widiiih...bisa nonton bioskop gratis nih...terimakasih ya tante" ucap Dios sambil mengedipkan sebelah matanya, membuat ibu Angela tertawa, bahkan ibu kandung Friska pun nampaknya sela
"Yaudah deh iya...kita gausah pergi ke bioskop. Streaming aja di rumah, oke ?" ucap Dios berusaha menenangkan Friska, dia tidak ingin sahabatnya itu mengingat kembali peristiswa naas yang pernah menimpa gadis itu."Awas lu kalau tiba-tiba maksa gue lagi!" timbal Friska dengan nada ketus"Siap nyonya, Friska" balas Dios dengan nada mengalah. Friska pun membuka pintu kamarnya, ia melihat wajah Dios yang terlihat lesu karena gagal menonton di bioskop dengan tiket vvip gratis. Friska menghela nafas, ia menunjukan layar handphone yang ia genggam yang ternyata adalah handphone Dios yang sebelumnya sempat tertinggal di kasur. Di layar itu menunjukan percakapan antara Dios dan Friska"Nih, Diona bilang dia mau nonton bareng lu" ucap Friska sambil menyerahkan handphone tersebut pada sang pemiliknya. Dios membuka mulutnya lebar, tercengang tak percaya"Maksud lu gimana, Freeze ?" tanya Dios memastikan maksud dari ucapan Friska"Tadi, gue chat Diona pake hp l
Selang beberapa menit setelah e-mail Friska tersebut terkirim, keluar sosok Rio dari dalam rumah bernomor A51 tersebut. Tubuhnya tinggi tegap, ia mengenakan kaos abu-abu dibalut dengan sweater dan celana jeans yang sama-sama berwarna hitam. Rambut Rio di belah kesamping, kaca mata bertengger di tulang hidungnya. Kulitnya yang berwarna putih pucat membuat dia terlihat seperti orang yang sedang sakit. Rio menengok ke kanan dan kiri mencari sosok Friska hingga akhirnya ia menemukan sosok tersebut sedang berdiri di halaman sebelahnya sambil melambaikan tangan dan mendekap handphone di dadanya. Rio dengan canggung menghampiri sosok tersebut. Ia menggaruk lehernya yang tidak gatal dan kepalanya sedikit tertunduk. Sekilas senyum nampak di wajahnya yang pucat."Hai..." Sapa Friska dengan canggung. Rio mendongak, menatap Friska, membuatnya teringat akan kali pertama ia bertemu dengan gadis itu di koridor rumah sakit, sosoknya yang dulu terlihat lemah dan menderita, namun sekarang gadi
Dios memburu nafas, kakinya telah lelah mengayuh sepeda, keringat bercucuran membasahi wajah, leher serta baju yang dikenakannya. Diona memandang Dios, tampak terkejut dengan apa yang dilihatnya"Kamu dateng kesini pakai sepeda ?" tany Diona, mata gadis itu membulat dan mulutnya ternganga.Dios mengagguk dengan pelan kemudian tertawa dengan bangga."Ini rekor bersepeda terjauh yang pernah aku lakuin, dan itu semua terjadi karena kamu my princess" ucap Dios di sela nafasnya yang tidak teratur."Gila ya kamu ! gimana kalau kamu sampai pisan di jalan ?" balas Diona dengan nada tinggi, hampir seperti membentak"Buktinya aku gak pingsan kan ? itu karena keinginan aku buat ketemu kamu sangat besar sampai bisa menahan rasa lelah akibat perjalanan jauh yang harus aku tempuh dengan bersepeda" ucap Dios, mencoba membuatnya terdengar lebih puitis. Diona menggelengkan kepala, ia menarik lengan Dios "Sini masuk rumah dulu, istirahat" titah Diona. Dios men
"Yuhuuuu Friska... lo dimana ? gue mau cerita nih" teriak Dios saat mulai memasuki ruang tamu rumah Friska. Dios menengok kesana kemari, dilihatnya Rio yang tengah duduk di kursi, Rio tertegun dengan kehadiran Dios disana, Rio merasa canggung karena bertemu dengan orang yang sebelumnya hanya bisa ia dengar dari cerita Friska. Rio mencoba untuk tersenyum, dan mengangkat tangan kanannya, dengan kaku melambaikan tangan untuk menyapa kedatangan Dios. Dios mengernyitkan kening, matanya menyipit, menyelidiki sosok Rio yang belum pernah ia jumpai sebelumnya. "Lo...siapa ya ?" tanya Dios Friska turun dari lantai atas dengan tergesa-gesa, menuruni tangga dengan langkah yang cepat, dalam hitungan detik, gadis itu sudah berdiri di depan Dios dengan napas yang memburu. "Kok lo udah balik ?" tanya Friska, gadis itu menelan air ludah dengan berat. Dios memandang Friska dengan aneh "Ngapain lo tadi jalan buru-buru gitu ? Sengaja ya lo biar jatuh dari tangga,
“Ayooooo Dios ! cetak golnya ! Go Dios ! Go Dios ! Go ! Go Dios ! Go Dios ! Go !” sorak sekumpulan siswi perempuan di SMA Nusa Kasih dengan penuh semangat memeriahkan acara Pekan Olahraga yang sedang berlangsung di siang hari itu. Beberapa dari mereka berteriak teriak melihat kelincahan kaki idola mereka dalam menggocek bola, si Raja Bola yang selalu mencetak gol dalam setiap permainan yang ia jalani. Bahkan kehadirannya di dalam tim sepak bola SMA Nusa Kasih memberikan sekolah tersebut piala kejuaraan sepak bola hingga ke tingkat nasional. Kebanggaan guru olahraga. Tidak hanya itu saja yang membuat ia menjadi idola banyak siswa khususnya siswa perempuan di sekolahnya, karena jika hanya berdasarkan prestasi, maka mereka juga memiliki Jaka yang selalu membawa piala kejuaraan di bidang olahraga basket, namun sayangnya Jaka tidak sepopular Dios dan bahkan ia tidak memiliki sekolompok siswi yang mengidolakannya, yang akan rela berpanas-panasan untuk menyemangati dia seorang