Suara gemericik air terdengar di salah satu sudut ruangan. Terlihat sosok perempuan yang memakai setelan baju rumahan sedang bergelut bersama setumpuk pakaian. Dengan mengenakan celana panjang dan kaos oblong berwarna hitam ia berjalan membawa seember baju yang baru saja selesai dibersihkan.
Rambutnya terurai panjang dengan wajah sedikit basah yang menambah kesan cantik dan sederhana. Berulang kali tangannya memeras baju basah dan ia jemur di halaman belakang rumah.
Dengan lincah perempuan bernama Ayda Karisma menjemur semua pakaian sambil berjoget ala oppa korea. Lagu yang diputar melalui ponsel milik Ayda terdengar ke seluruh ruangan. “Moment is yet to come, yeah.” Ayda pun mulai bersenandung.
Di momen kebahagiaan yang sederhana, aksi Ayda terhenti saat suara musik berganti menjadi nada dering panggilan. Setelah memastikan tangannya tidak basah, Ayda pun langsung meraih ponselnya di atas meja. “Iya, halo. Dengan saya sendiri, ada apa ya?” tanyanya dengan ramah sambil berusaha untuk merapikan rambutnya.
[Kami ingin memberitahukan kalau lamaran Anda diterima. Silahkan datang besok pagi untuk penandatanganan kontrak dan mulai bekerja.]
Sontak Ayda membelalakkan mata saat mendengar kata “keterima”. Setelah sekian lama berjuang melamar kerja, kini saatnya Ayda mendapatkan hasilnya. Tanpa menjawab apa pun Ayda hanya menganggukkan kepala dan tak bisa berkata-kata. Hingga akhirnya, setelah panggilan pun terputus. Ayda pun langsung berjingkat gembira sambil memegang gagang sapu di tangannya “Ayah … Ayda dapat kerja!” soraknya yang merasa sangat bahagia.
Menjadi seorang lulusan sarjana memang tidak bisa menjamin kehidupan yang mewah. Setelah berjuang di masa kuliah, Ayda harus kembali berjuang untuk mencari kerja di tempat yang sesuai dengan impiannya. Berbagai batu loncatan sudah Ayda lakukan dengan sabar. Dukungan dari ayah dan adiknya lah yang membuat Ayda dapat bertahan di segala keadaan.
“Ayahhhhhh!!!” teriak Ayda dengan suara yang menggelegar sambil berlari keluar rumah.
Lelaki paruh baya yang sedang mencuci angkot kesayangannya pun langsung menghentikan aktivitasnya. Pandangannya tertuju pada gadis yang ia sayangi dengan sepenuh hati. “Ada apa Ayda? Teriakan kamu itu bisa bangunin macan yang lagi tidur di dalam gua,” celetuk Rahman, ayah Ayda.
Sedangkan perempuan yang menjadi sumber kebisingan pun hanya nyengir tak beraturan. “Maaf, Ayah. Ayda tuh lagi seneng banget! Pokoknya Ayah juga pasti langsung ikut merasa senang setelah tau kabar bahagianya,” jelas Ayda dengan ekspresi yang membuat Rahman penasaran.
“Ada apa sih memangnya? Kamu menang hadiah?” Rahman mencoba untuk menebak isi pikiran putrinya.
“Ayda diterima kerja, Ayah!” teriaknya yang kembali menggetarkan sejagat raya.
Sontak Rahman pun langsung terdiam dengan ekspresi bahagia yang terlihat jelas di wajahnya. “Akhirnya.”
***
“Ayah … Ayda udah telat nih,” seru Ayda yang terlihat sedang sibuk bersiap untuk berangkat kerja di hari pertamanya.
Suasana pagi yang baru telah dimulai. Ayda melahap nasi goreng sambil merias wajahnya dengan bedak dan lipstik seadanya. Hari ini adalah hari pertama Ayda bekerja. Hari istimewa dan bersejarah dalam hidupnya. Sebagai lulusan sarjana, ini adalah pekerjaan yang sangat Ayda impikan. Menjadi sekretaris dari bos pemilik perusahaan ternama.
“Ini Ayda. Pakai bajunya dan bersiaplah. Ayah ingin memanaskan Gugun sebentar,” titah Rahman sambil menyodorkan satu buah pakaian.
“I-ini apa Ayah?” tanya Ayda dengan kerutan di dahinya.
“Baju spesial untuk kamu pakai di hari pertama kerja. Ayah sengaja membelikannya untuk kamu. Pakai ya, awas kalau tidak.”
Ayda tersenyum kaku dan meraih pakaian pemberi sang ayah. Dalam hati Ayda merasa ragu saat pertama kali melihat baju berwarna putih tulang yang terlihat sangat indah. Meski baru melihat sekilas, Ayda bahkan sudah merasa yakin kalau baju ini kekecilan untuknya. “Apa Ayah tidak salah ukuran? Ini sepertinya terlalu kecil untuk Ayda,” ucapnya dengan ragu.
Rahman yang sedang mencari kunci angkotnya pun langsung menatap Ayda dan tertawa. “Ayah ini sudah mengenal betul bagaimana besar tubuh kamu. Pakai saja. Ayah yakin akan terlihat bagus,” sergahnya dan langsung berjalan keluar rumah untuk memanaskan mobil angkot yang diberi nama Gugun.
Dengan terpaksa Ayda pun berjalan ke kamarnya untuk berganti pakaian. Ukuran tubuh mungil Ayda memang sulit di tebak. Berisi dan tidak terlalu kurus menjadi sesuatu yang membingungkan. Belum lagi tinggi badannya yang selalu menjadi bahan perdebatan. Kurang tinggi atau pun cukup tinggi selalu menjadi jawaban dari setiap pertanyaan.
“Astaga ayah. Bajunya ngepas banget, kalau dipakai sesak. Kalau ngga di pakai lebih sesak lagi karena ayah pasti marah dan merasa ngga dihargai. Duh simalakama banget deh,” gerutu Ayda saat melihat dirinya di depan kaca.
Harga memang sesuai dengan kualitas yang ada. Ayda sangat mengenal ayahnya yang pasti membeli pakaian ini di pasar malam dekat rumah. Dengan berat hati Ayda pun terpaksa memakainya.
Desain baju rombe-rombe di bagian dada setidaknya menutupi tubuh Ayda yang terlihat sangat ketat saat memakainya. Setelah memastikan penampilannya pas, Ayda pun berjalan keluar kamar untuk berpamitan. Ayda berharap hari ini akan berjalan sesuai dengan keinginan. Tidak ada masalah, hambatan ataupun kesalahan yang ia lakukan.
Dengan menaiki motor kesayangannya, Ayda melaju membelah jalan. Untuk menghindari kemacetan kota, Ayda memang sengaja berangkat lebih pagi. Setelah bergulat dengan angin dan ramainya kendaraan, Ayda pun tiba di gedung bertingkat yang mencuri perhatian.
“Ini gedung atau roti lapis ya. Tebal banget,” gumam Ayda sambil memarkirkan motornya.
Dengan penuh semangat, Ayda pun melangkah masuk sambil melihat keadaan sekitar. Sesampainya di meja resepsionis, Ayda pun langsung menanyakan ruang kerjanya. “Saya pegawai baru di perusahaan ini,” urainya dengan jelas.
Perempuan yang terlihat sangat rapi dengan kemeja putih pun tersenyum ke arah Ayda. “Sekretaris baru ya?” tanyanya sambil mencatat sesuatu di atas kertas.
“Iya. Nama saya Ayda Karisma.”
“Oh oke. Ini, cari ruangan kamu. Saya sengaja menuliskannya di atas kertas, karena kantor ini sangat luas. Jadi, kamu pasti akan merasa kesulitan untuk mencarinya,” ucap penjaga meja resepsionis dengan sangat ramah.
Sebuah kertas yang akan menjadi penunjuk jalan pun diberikan pada Ayda yang langsung menerimanya. “Terima kasih,” balas Ayda dan langsung melanjutkan langkah sesuai dengan petunjuk arah.
Tidak sulit baginya untuk mencari ruangan yang akan menjadi tempatnya bekerja. Semangat Ayda tak akan hilang hanya dengan mencari alamat sebuah ruangan. Letak ruangan yang berada di lantai tiga mengharuskan Ayda untuk menaiki lift agar cepat sampai di sana.
Dengan berusaha tenang, Ayda menarik napas dan mengembuskannya dengan perlahan. Untuk menjaga penampilan, Ayda pun mengeluarkan sebuah kaca saat sudah berada di dalam lift. “Jangan sampai kamu terlihat jelek di hari pertama bekerja Ayda. Penampilan harus menjadi perhatian yang utama,” gumamnya sambil menggoreskan lipstik di bibirnya.
Brukk!
Lift yang semula berjalan tiba-tiba berhenti. Lipstik yang sedang digunakan pun langsung terlepas dari genggaman tangan Ayda. “Ya ampun, kenapa sih ini liftnya,” gerutunya sambil berusaha mengambil lipstik dengan cara membungkukkan tubuhnya tanpa sedikit pun merasa panik.
Breetttt!
“Ba-bajunya,” cicit Ayda sambil meraba bagian lengan kanannya yang sudah terekspos dengan sempurna.
“Wow.”
Satu kata yang terdengar dari lelaki berjas hitam membuat Ayda langsung membelalakkan mata. Pasalnya Ayda tidak mengira bahwa ada seseorang yang bersama dengannya di dalam lift. Karena terlalu fokus saat mencari letak ruangan, Ayda sampai mengabaikan keadaan sekitar.
Hingga kini hanya ada Ayda dengan lelaki berparas tampan bak artis korea dengan mulut yang sedikit terbuka. Pandangan lelaki itu bahkan masih menatap bebas lengan kanan Ayda yang terlihat jelas. Terlebih keberadaan bahan berbentuk tali berwarna hitam sangat menarik perhatian. “Ma-maaf,” urai lelaki itu saat tersadar.
Brakkk!
Ayda menjatuhkan tasnya dan membalikkan badan ke hadapan lelaki yang sudah membuatnya merasa geram. “Lepas jas Anda sekarang!” tutur Ayda dengan emosi yang membara. Ekspresi wajah yang terlihat menakutkan membuat Ayda terlihat seperti harimau. “Saya bilang lepas!” tegasnya lagi sambil mulai beraksi.“A-apa! Jangan mendekat atau sa-” lelaki itu berusaha menyelamatkan diri saat Ayda tiba-tiba mendekat dan menutup mulutnya.Tatapan mereka saling bertemu. “Tampan,” gumam Ayda dalam hatinya yang terpesona dengan lelaki di hadapanya. Namun, saat kembali tersadar Ayda pun langsung memaksa lelaki itu untuk melepas jas yang digunakan. Masih dengan membekap mulut lelaki tampan di hadapanya, Ayda merasa gemetar. Untuk pertama kalinya Ayda bersikap seperti preman dan memaksa seseorang.Lelaki yang berhidung mancung pun tak berkutik dan mengikuti semua perintah Ayda. Setelah jasnya terlepas dengan sempurna, Ayda pun langsung mengenakan jas itu untuk menutupi bagian lengan kanan tubuhnya. “Saya buk
Setumpuk berkas pekerjaan memenuhi meja kerja Ayda yang sedang fokus menjalani hukumannya. Waktu sudah menunjukkan pukul sembilan malam, tapi Ayda masih belum menyelesaikan tugas yang diberikan. Tidak banyak waktu lagi yang Ayda miliki, dengan konsentrasi dan semangat tinggi Ayda berusaha menyelesaikan kembali semua tugasnya.Akan tetapi, tiba-tiba Ayda teringat bahwa dirinya belum mengabari sang ayah yang pasti mencemaskannya. Tanpa berpikir lama, Ayda pun mencoba menghubungi Rahman untuk memberitahu kalau dirinya akan pulang telat. Namun, entah kenapa Ayda merasa khawatir karena Rahma tak kunjung menjawab panggilannya.Hingga akhirnya, di percobaan kedua panggilan telepon pun terhubung. “Halo, Ayah dari mana aja sih? Ayda telepon ko lama banget diangkatnya,” keluhnya yang merasa cemas.[“Ayah sedang di jalan kenanga. Tadi ada orang yang menyewa angkot ayah. Ini baru mau pulang, tapi tiba-tiba angkot ayah mogok. Sekarang ayah lagi mau minta bantuan orang di jalan. Kamu sendiri sudah
“Me-menikah?” Ayda mengulang kalimat yang membuat syok pikiranya. Lelaki yang sama kembali datang, dengan perkataan yang mengubah keadaan. “Ini bukan saat yang tepat untuk bercanda, Pak,” imbuhnya sambil bangun dari posisinya.“Saya tidak bercanda. Pikirkanlah keadaan ayah kamu dan jangan membuang waktu hanya untuk menangisi lelaki tidak berguna seperti dia,” ujarnya sambil menunjuk ke arah belakang Ayda.Sosok lelaki yang sudah sangat mengecewakan terlihat jelas, Ayda meremas tangannya dan kembali membalikkan badan ke arah lelaki yang sudah memberikan tawaran dadakan padanya. “Baiklah, saya terima.” Dengan gemetar Ayda meraih uluran tangan yang diberikan.Lelaki yang berdiri tegak dengan tawaran dadakan itu adalah Arya pemilik perusahaan ternama. “Pilihan yang bagus, ikutlah dengan saya,” titahnya dan menatap tajam ke arah Zayn yang berdiri tidak jauh di hadapannya.Dengan penuh keyakinan, Ayda melangkahkan kakinya. Ia sudah berjanji pada dirinya sendiri untuk tidak menoleh ke arah b
Ayda yang menyadari kehadiran dokter pun langsung bangkit dari duduknya. “I-iya dok, saya anak dari pasien yang berada di dalam.”Dokter yang terlihat berumuran sama dnegan ayah Ayda pun menganggukkan kepala. “Operasi pasien berjalan dengan lancar, tapi sepertinya akan membutuhkan waktu lama untuk pasien bisa sadar. Jadi, Mbak sekarang tidak perlu khawatir. Keputusan Mbak untuk segera melakukan operasi ini sudah benar. Saya akan berusaha semaksimal mungkin untuk membuat ayah Mbak segera pulih.”Ayda mengulum senyumnya dengan mata berkaca-kaca. “Terima kasih banyak dokter,” ucapnya sambil menangkupkan kedua tangan di depan dada.Perasaan yang semua diliputi rasa khawatir pun akhirnya bisa merasa tenang. Ayda terus mengucap syukur dalam hati. Dokter yang sudah menyelesaikan tugasnya pun berlalu pergi.“Sepertinya harus ada satu orang lagi yang harus kamu beri ucapan terima kasih.”Ayda mengalihkan pandangan dan menatap seseorang yang berdiri tidak jauh dari posisinya. Senyuman yang terl
“Ini kamar kamu dan Arya. Nenek sudah menyiapkan segalanya. Kamu bisa mandi dan bersiap untuk malam pertama kalian,” ucap Darma, nenek Arya yang terlihat sangat menyukai Ayda.“Ma-malam pertama?” Ayda tersenyum gugup saat mendengar dua kata yang membuat jantungnya langsung berdegup kencang.Darma pun ikut tersenyum dan memahami kegugupan yang Ayda rasakan. “Jangan khawatir, Arya adalah lelaki yang lembut. Nenek yakin dia pasti akan memperlakukan kamu dengan baik. Selama ini nenek tidak mengira kalau dia bisa mendapatkan istri yang baik seperti kamu. Selama ini dia selalu menghabiskan waktu untuk bekerja dan bekerja,” urainya yang berusaha untuk membuat Ayda merasa nyaman.Memiliki keluarga yang penuh kehangatan memang menjadi impian dari setiap orang. Ayda bersyukur karena nenek Darma bisa memahami dirinya meskipun belum mengenal lama. “Terima kasih Nek. Ayda senang bisa diterima dengan baik di keluarga ini,” sahutnya dengan senyum bahagia.Tanpa berlama-lama, Ayda pun langsung masuk
“Duhh … sakit banget sih ini badan gue,” keluh Ayda saat merasa sakit di seluruh tubuhnya. Alarm yang berbunyi membangunkan Ayda dari tidurnya. Dengan perlahan ia mengerjapkan mata dan merasa kesulitan untuk bergerak. Sampai akhirnya, setelah sepenuhnya sadar Ayda langsung membelalakkan mata ketika melihat Arya yang tidur tepat di hadapannya. “Aaaa!” teriak Ayda sambil mendorong tubuh Arya dengan sangat kencang.Brukkk!Tubuh yang masih belum mendapatkan kesadaran sepenuhnya pun langsung terjatuh ke lantai setelah mendapatkan serangan dadakan. “Aydaaa!” pekik Arya yang merasa sangat terkejut sekaligus sakit pada tubuhnya.Ayda yang merasa bersalah pun langsung bangkit dari posisi tidurnya dan membantu Arya untuk bangun. Akan tetapi, dengan kasar Arya menolaknya.“Kamu itu bisa ngga sih ngga bikin saya kesal sekali aja! Baru juga nikah sehari sama kamu, tapi badan saya udah remuk semua,” keluh Arya sambil memegang pinggangnya.Sedangkan Ayda yang merasa tidak enak pada Arya pun langsun
“Bapak jahat banget sih nyuruh saya minum jamu yang pahit kayak gini. Saya ‘kan harus kerja, Pak. Kalau pas di kantor saya muntah-muntah gimana?” gerutu Ayda yang masih bisa merasakan pahit di lidahnya.Sedangkan Arya yang sudah mendukung keinginan nenek Darma hanya diam dan tertawa saat melihat ekspresi lucu Ayda setelah meminum jamu yang terasa membingungkan. “Memangnya kamu berani nolak nenek? Semalam juga saya minum. Jadi, sekarang gantian dong. Biar adil,” sahutnya tanpa rasa bersalah.Dengan tatapan intens, Ayda menatap Arya. “Dasar suami durhaka!” gumamnya dalam hati yang tak bisa mengatai suami sekaligus bosnya secara langsung.“Kenapa ngeliatin saya kayak gitu? Kamu pasti mengumpat saya dalam hati ‘kan?” cecar Arya yang seakan mengetahui isi hati Ayda.“Ihh nggak, Pak. Curigaan banget sih. Lagi pula kalau mau mengumpat Bapak saya bisa ngelakuinnya secara langsung kali,” elak Ayda sambil mengalihkan wajahnya ke arah jendela mobil.Perjalanan menuju kantor terasa sangat menegan
"Dimana ya gue nyimpen berkas laporannya. Kalau pak Arya nanyain, gimana? Malah gue belum bikin salinannya lagi,” ucap Ayda sambil melihat setumpuk berkas di atas meja kerjanya.Waktu kerja telah selesai, tetapi Ayda masih harus berada di kantor karena tiba-tiba Arya memberikan pekerjaan tambahan untuknya. Setelah mencari berkas penting yang ingin ia berikan ke Arya, Ayda un merasa frustasi karena tak kunjung menemukannya. Ia terlihat sangat lelah dan panik karena takut kena tatapan menakutkan seperti sebelumnya.“Ayda!” panggil Arya yang sudah berdiri tepat di depan meja Ayda.“Iya, Pak,” sahut Ayda yang langsung bangkit dari duduknya dan menatap Arya.“Dimana berkas yang harus saya tanda tangani? Apa kamu sudah mengeceknya?” tanya Arya yang terlihat sangat menyeramkan saat di jam kerja.Dalam kondisi panik, Ayda pun menganggukkan kepala. “Saya sudah mengeceknya, Pak. Sebentar lagi akan saya berikan ke meja Bapak,” jawabnya yang berusaha bersikap tenang.“Tidak perlu. Saya ingin mena
*** “Aydaaaaa!” teriak seseorang sambil merentangkan tangannya. Begitu juga dengan Ayda yang ikut merentangkan tangan sambil berlari menghampiri sosok yang sangat berarti dalam hidupnya. “Ayda kangen banget sama Nenek,” lirihnya dalam pelukan hangat yang sudah lama tak ia rasakan. “Nenek juga sangat merindukan kamu, Ayda. Setelah sekian lama, akhirnya nenek bisa bernapas lega saat melihat kehadiran kamu kembali di rumah ini,” sahut Darma yang sudah setia menanti. Ayda yang merasa terharu pun meneteskan bulir air mata dan langsung menghapusnya. “Maafkan Ayda ya, Nek. Selama ini Ayda pasti sudah membuat hati Nenek sangat terluka,” ungkapnya merasa menyesal. Saat teringat dengan kehadiran Darma secara berulang kali untuk membujuk dirinya yang hanya menyisakan luka. “Sudahlah. Nenek sudah mengetahui alasan dibalik sikap dingin kamu. Sekarang kita lupakan semua masa lalu dan mulai lembaran baru,” sergah Darma yang tak ingin merusak suasana. Tanpa mengingat kenangan pahit dalam hidup,
“Kejarlah. Kalian memang ditakdirkan untuk bersama.” Kalimat yang terdengar menenangkan membuat senyum mengembang sempurna di wajah Ayda. Setelah perjuangan panjang kini akhirnya, ia bisa bernapas lega. Merangkai kisah yang terhenti dengan hati yang telah pulih. “Terima kasih … Ibu,” urai Ayda dengan tatapan penuh kasih sayang. Marisa yang tak menyangka Ayda akan memanggilnya ibu pun langsung meneteskan air mata. Menantu yang selama ini sangat ia benci ternyata memiliki hati yang tulus dan kuat. “Pesawatnya akan pergi dalam waktu satu jam dari sekarang. Cepatlah kejar Arya!” titah Marisa memberitahu Ayda. Tanpa berpikir lama, Ayda pun langsung menganggukkan kepala. saat hendak melangkah pergi, tak lupa Ayda bersalaman dengan Marisa dan mengecup sekilas pipinya. “Ayda tidak akan melupakan kebaikan ibu,” ujarnya dan langsung berlari ke tepi jalan. Mencari kendaraan yang bisa membawanya pada Arya. Dengan penuh semangat, Ayda menunggu taksi yang lewat. Hingga akhirnya, setelah menunggu
“Tidak Ayah. Ayda sudah tidak memiliki hak atas hubungan ini.”Dengan tatapan penuh keyakinan, Rahman berusaha menggapai tangan Ayda yang terkepal kuat. “Kamu selalu memiliki hak atas hubungan ini, Ayda. Ego yang membuat kamu membatasi sesuatu yang tak terbatas. Selama ini kalian terpisah dengan jarak yang diciptakan oleh Marisa, tapi sekarang Tuhan telah memberikan jalan.” Rahman menjeda kalimatnya.Tatapan terus tertuju pada Ayda yang terlihat kehilangan arah. “Sampai kapan Ayda? kamu akan berbohong pada diri kamu sendiri? Apalagi yang harus kamu pikirkan. Saat ini Arya sudah menyerah. Lalu apa kamu akan melakukan hal yang sama?” sambungnya penuh dengan tanya.Sementara itu, pikiran yang kembali berkecamuk membuat Ayda merasa tertekan. Kenyataan dan perasaan berjalan tak beriringan. Ingin rasanya Ayda berlari ke tempat jauh tanpa masalah dan kembimbangan hati yang mengikutinya. Setelah berpikir keras, Ayda pun mendongakkan wajah menatap ke arah Rahman yang berdiri di hadapannya.Ber
“Sudah tidak ada yang harus dipertahankan. Hubungan ini hanya akan saling menyakiti. Saya sudah cukup banyak belajar dari kisah ini. Terima kasih Mas … atas kenangan indah yang telah kamu berikan beserta kehadiran Amara di dalamnya.”Dengan raut penuh luka, Arya mengulum senyuman. “Tidak saya sangka hubungan kita akan berakhir dengan cara ini Ayda. cinta dibalik kesepakatan harus berakhir di atas sebuah keputusan yang sangat menyakitkan. Saya sadar hubungan ini berawal dari sisi egois saya. Namun, satu hal yang saya yakini. Saya tidak akan pernah menyesal.”Tanpa mengatakan apapun, Ayda hanya mengepal kuat kedua tangannya.“Terima kasih untuk kehadiran kamu dan Amara dalam hidup saya. titip putri kecil saya. Saya berikan kebebasan sepenuhnya pada kamu untuk mengurus perceraian kita. Saya tidak akan menghalangi kebahagiaan kamu yang sudah tidak memiliki tempat untuk saya di dalamnya,” sambung Arya yang lebih terlihat pasrah.Sementara itu, Ayda yang merasakan hatinya semakin hancur han
[“Apa yang kamu bicarakan Ayda? Mana mungkin ibu kamu melakukan hal seburuk itu.”]Ayda mengernyitkan dahinya saat Rahman mengelak dari pembicaraan yang mengarah pada masa lalu. Ia bahkan tak kunjung mendapatkan jawaban pasti tentang apa yang sebenarnya terjadi. Hanya ada pertanyaan yang terus terlontar sebagai bahan untuk menghindar.Rasa curiga yang sudah ada pun semakin berkembang nyata. Ayda hanya bisa meratapi nasib yang kini terasa kembali memburuk. Namun, kehadiran sang buah hati di dunia ini seakan memberikan semangat baru dalam hidup Ayda. Ia tak akan pernah menyerah. Masa lalu tak akan mempengaruhi apa yang saat ini sedang ia alami.“Baiklah. Ayda tunggu kehadiran ayah,” ucap Ayda pasrah saat Rahman masih belum siap untuk terbuka padanya.Setelah menutup panggilan telepon, Ayda pun hendak beristirahat sejenak. Menenangkan pikiran sambil menatap sendu ke arah bayi mungil yang tertidur sangat lelap. Situasi yang sulit ditebak membuat Ayda bahkan belum sempat memikirkan nama ya
“Saya bukan berasal dari keluarga kaya. Saya tidak sepadan dengan keluarga Arya yang bergelimang harta. Dengan latar belakang saya ini, Tante membenci saya dan bahkan menyuruh saya untuk meninggalkan Arya meskipun saya sedang mengandung anaknya,” ungkap Ayda yang tidak ragu untuk mengungkapkan perasaanya.Sudah cukup selama ini dirinya diam. Sekarang tidak lagi, Ayda harus berani menyuarakan isi hati dan pikiran di akhir statusnya sebagai seorang istri. “Benar ‘kan Tante? Itu alasan dibalik rasa benci yang Tante rasakan pada saya.” Ayda mengangkat wajahnya dengan penuh keberanian.Menatap Marisa yang terlihat sangat serius menanggapi perkataannya. Suasana pun mulai terasa menegangkan. Saat yang dinanti akhirnya tiba, Ayda berharap bisa melepaskan semua rasa sesak di dada yang disebabkan oleh sikap ibu mertuanya.“Sudah berani ya kamu sekarang? Baiklah. Saya akan memberitahu kamu alasan dibalik rasa benci yang selama ini saya miliki untuk kamu,” sahut Marisa dengan tatapan yang sulit d
"Tarik napas! Dorong yang kuat Ibu!" ujar dokter yang ikut menarik napas. Sudah hampir satu jam lamanya, Ayda berjuang di dalam sebuah ruangan yang terletak di rumah sakit. Dengan peluh keringat yang membasahi wajah, Ayda berusaha sekuat tenaga untuk mengeluarkan sang buah hati. Meski tanpa didampingi orang terkasih, Ayda bertekad untuk bisa menguatkan dirinya sendiri. Telah tiba waktunya bagi Ayda untuk berjuang lebih keras lagi. Hari yang sudah ia persiapkan akhirnya tiba. "Saya yakin Ibu Ayda pasti bisa! Agar lebih semangat, saya akan panggilkan suami ibu yang sedang menunggu di luar," papar dokter Ani yang menangani proses melahirkan Ayda. Disela napas yang mulai tak beraturan, Ayda mengernyitkan dahinya. "Su-suami?" Seingatnya ia tidak datang ke rumah sakit bersama Arya. Dirinya juga melarang Bayu untuk memberitahu Arya bahwa dirinya sedang berada di rumah sakit. "Iya suami Ibu. Saya akan segera memanggilnya," ujar dokter Ani yang langsung membalikkan badan. Akan tetapi, den
8 bulan kemudian … “Saya tidak akan lupa bahwa saat ini Mas Arya masih berstatus sebagai suami saya. Meski hubungan kita sudah tidak baik-baik saja, tetapi saya bukan wanita yang akan melanggar aturan dalam pernikahan,” tegas Ayda dengan sorot mata lelah. Seiring berjalannya waktu, hari demi hari terasa semakin sulit bagi Ayda. Perjuangan mengandung sambil tetap bekerja untuk mengisi hari demi hari memang tidak mudah. Namun, Ayda tak ingin menjadi wanita yang lemah. Meski sering kali mendapat berbagai masalah yang datang. Ayda berusaha untuk tetap kuat dan berdiri di atas kemampuannya sendiri. Seperti saat ini, Ayda berdiri di atas balkon perusahaan bersama Arya yang menatap intens ke arahnya. “Saya tidak suka melihat kamu terlalu dekat dengan Bayu, terlebih jika sedang berada di kantor. Bagaimana pun juga kita harus menjaga nama baik pernikahan kita di hadapan semua karyawan termasuk Bayu. Saya yakin kamu juga pasti sadar kalau Bayu bukan hanya menganggap kamu sebagai seorang tema
“Bayu.” “Sini!” ajak lelaki yang sudah lebih dulu berada di dalam lift. Tanpa ragu, Ayda pun masuk ke barisan beberapa orang yang tersenyum ke arahnya. Keberadaan Arya yang berada di barisan paling belakag tak menyurutkan semangatnya untuk bekerja. “Pagi,” sapa Ayda kepada semua penghuni lift yang lebih dulu berada di sana. “Pagi, Bu Ayda,” balas semua staff secara bersamaan. Kecuali Arya yang terlihat sibuk dengan ponsel yang berada di tangannya. Sementara itu, Bayu yang terlihat berbinar melihat kedatangan Ayda langsung mengeluarkan sesuatu dari dalam saku celananya. “Ini untuk Mbak,” ucapnya memberikan satu botol susu rasa cokelat. Ayda yang sangat suka susu cokelat pun langsung meraihnya. “Terima kasih,” balasnya dengan senyuman. “Sama-sama. Senang bisa melihat Mbak Ayda setelah sekian lama.” Bayu ikut mengembangkan senyumnya. “Saya juga senang bisa bertemu dengan kamu lagi, Bayu,” sahut Ayda sambil berjalan keluar lift setelah pintu terbuka. Tanpa mempedulikan pandangan Ar