Terdengar desahan dan lenguhan panjang dari sebuah kamar hotel. Dua anak manusia yang sedang bercumbu dan berpacu untuk mencapai puncaknya. Hingga akhirnya terdengar erangan panjang yang keluar dari mulut mereka. Keduanya pun lunglai tidak berdaya. Sang pria segera beranjak dan meraih pakaian dan segera memakainya.
Allaric Wiguna, pria tampan dan mapan berusia tiga puluh tahun. Ia seorang pengusaha muda yang sukses diantara teman sejawatnya. Ia telah berhasil menguasai p***r bisnis di Eropa dan Asia. Ia idaman bagi para wanita. Pria sempurna di mata wanita peminat harta. Tapi, tidak banyak yang tahu dibalik kesuksesan dan kesempurnaannya. Dia seorang pria yang angkuh, dingin dan sombong. Bahkan sebagian ada yang mengatakan dirinya adalah srigala yang berwujud manusia. Ia seorang yang kejam pada siapa saja yang tidak mau menuruti keinginannya.
Setelah selesai berpakaian, ia duduk dan menyalakan rokoknya. Asap mengepul di udara. Ia merogoh saku jasnya dan mengambil cek. Lalu mendatanganinya kemudian memberikannya pada wanita yang masih menggeliat di tempat tidur.
"Ini bayaran, atas jasamu," ucapnya melempar cek itu diatas tubuh wanita itu.
"Ric, jadikan Aku wanitamu. Aku akan memanaskan ranjangmu," pinta wanita itu setengah menggoda.
Allaric hanya tersenyum sinis.
"Kau ingin jadi wanitaku?"Wanita itu mengangguk.
"Kau harus terlihat istimewah baru Kau bisa menjadi wanitaku," jawab Allaric
"Apa Aku tidak istimewah di matamu?" tanya wanita yang di ketahui bernama Lisa.
"Bercerminlah, agar Kau tau siapa dirimu. Setelah itu, baru Kau datang padaku," kata Allaric setengah mengejek.
"Allaric, Aku mohon," pinta Lisa.
"Cukup! Tinggalkan tempat ini, atau Aku akan meminta orangku untuk menyeretmu keluar," ancam Allaric.
Wanita itu pun beranjak dan segera memakai pakaiannya. Sebelum pergi, ia sempat kembali menawarkan dirinya pada Allaric. Namun, pemuda itu memberikan kata-kata yang menohok untuk wanita itu. Setelahnya, Allaric pun tersenyum puas. Selepas kepergian wanita itu, seseorang masuk ke dalam kamar. Dia adalah Alan, asisten sekaligus tangan kanan dan orang kepercayaannya.
"Tuan, sudah waktunya pulang," ucap Alan.
"Baiklah, Kau yang selalu mengingatkan Aku untuk pulang," sahutnya.
Alan menundukkan kepalanya dan segera menyiapkan semua barang-barang Allaric yang berada di kamar hotel. Setelahya, mereka pun meninggalkan hotel dan kembali ke rumah. Tiba di rumah, Alan mengantarkan Allaric ke kamarnya.
"Selamat malam, Alan," ucap Allaric di tengah mabuknya.
"Selamat malam Tuan," sahut Alan.
Alan pun turun dan berpamitan pada kepala pelayan.Keesokkan harinya di kantor saat jam makan siang. Alan baru saja menemani tuannya meeting di luar dan baru kembali ke kantor. Allaric berjalan ke arah lift khusus yang terhubung langsung ke ruangannya. Tidak sengaja mata Allaric melihat sesuatu yang menarik perhatiannya. Mata Allaric menatap dengan seksama. Hingga suara Alan membuyarkan konsentrasi Allaric.
"Tuan, liftnya sudah terbuka," ucap Alan.
Allaric memejamkan matanya, menahan kesal. Allaric pun masuk ke dalam lift dan lift pun berjalan naik menuju ruangannya.
Ting ... Allaric keluar dari sana dan masuk ke ruangannya.
"Apa perusahaan, ada menerima karyawan baru?" tanya Allaric.
"Ada, Tuan," jawab Alan.
"Seberapa banyak?"
"Sekitar enam puluh orang," jawab Alan.
Allaric berjalan menuju jendela di ujung ruangannya. Jendela yang di lapisi kaca itu terhubung langsung ke bawah. Tempat di mana para staff biasa bekerja. Sekali lagi mata Allaric menangkap sosok yang dilihatnya tadi.
"Kau tau siapa dia?" tanya sembari menunjuk.
Alan menautkan kedua alisnya.
"Siapa Tuan?" Alan terlihat bingung."Kemari dan lihatlah," panggil Allaric.
Alan pun mendekat dan mengarahkan pandangan matanya ke arah pandangan Allaric.
"Siapa dia?" tanya Allaric.
"Namanya Kirana, salah satu karyawan baru di perusahaan ini," jelas Alan.
"Aku ingin civinya," pinta Allaric.
"Baik, Tuan." Alan segera membuka tab nya dan mulai mencari civi yang di minta oleh bos nya. Tidak lama kemudian, Alan memberikan tab nya pada Allaric.
Senyum Allaric terukir di wajahnya.
"Kirana Prameswari, dua puluh lima tahun. Lulusan terbaik?""Ya, Tuan," jawab Alan.
"Sekarang dia di tempatkan di bagian apa?" tanya Allaric.
Alan pun menjelaskan dimana posisi Kirana dan apa saja yang ia kerjakan. Allaric menautkan kedua alisnya.
"Apa tidak ada posisi lain?" tanya Allaric."Lowongan yang di buka saat itu hanya itu, Tuan," jawab Alan.
"Baiklah, apa saja jadwalku hari ini," tanya Allaric dengan tatapan yang masih ke arah jendela.
Alan kembali membacakan jadwal Tuannya, untuk hari ini. Seolah tidak peduli, Allaric masih memperhatikan sosok Kirana dari ke jauhan.
****
"Kirana tolong kamu photo copy kan berkas ini, semuanya," perintah Maya atasan Kirana."Baik." Kirana beranjak ke mesin photo copy dan mulai mengerjakan tugasnya.
Setelah selesai, Kirana mengantarkannya kepada Maya."Oh ya, tolong kamu selesaikan ini. Setelahnya kamu berikan pada saya. Hari ini juga harus selesai. Soalnya akan di pakai meeting besok," papar Maya panjang lebar."Baik, Bu." Kirana kembali ke mejanya dan mulai mengerjakan pekerjaannya.
Sore menjelang. Semua karyawan telah menyelesaikan tugasnya dan pulang. Hanya tersisa Kirana yang masih saja bergelut dengan komputer dan berkas di atas mejanya. Hingga malam tiba. Kirana belum juga menyelesaikan tugasnya. Akhirnya, ia memutuskan untuk membawanya pulang dan melanjutkannya di rumah.
Allaric baru saja keluar dari dalam lift. Tanpa sengaja ia melihat Kirana yang baru saja naik taxi.
"Apa itu dia?" tanya Allaric."Dia siapa, Tuan?" sahut Alan.
Allaric memutar matanya kesal.
"Maksudku Kirana," jawab Allaric kesal pada asistennya."Iya Tuan,"
"Kenapa dia pulang selarut ini ? Apa yang dia kerjakan?"
"Maya memintanya mengerjakan berkas yang akan kita pakai meeting besok," ungkap Alan.
Allaric hanya mengangguk kemudian masuk ke dalam mobil di susul oleh Alan. Mobil mereka pun meninggalkan kantor dan menuju ke tempat hiburan malam. Tempat di mana biasanya Allaric menghabiskan malam dan uangnya?
****
Kirana tiba di rumahnya. Rumah sederhana yang hanya di huni oleh dirinya dan sang Ibu.
"Baru pulang, Nak? Kenapa larut sekali?" tanya Ayu, Ibunya Kirana."Nana banyak pekerjaan, Ma. Ini juga di bawa pulang sebagian. Nana akan selesaikan malam ini. Sebab, besok mau di pakai meeting," jawab Kirana menjelaskan.
"Jangan terlalu memaksakan diri, Na. Ingat kamu juga butuh istirahat," ucap sang Mama.
"Iya Mama, Nana tau," sahut Kirana tersenyum dan segera masuk ke kamarnya.
Setelah selesai membersihkan diri dan makan malam. Kirana kembali ke kamarnya dan mulai menyelesaikan pekerjaannya.Pagi harinya Kirana tergesa-gesa berangkat ke kantornya. Ia pun melewatkan sarapan bersama Mamanya. Ia memilih membawanya dan akan memakannya di sana.
"Ma, Nana berangkat dulu," pamit Kirana."Hati-hati, Nak. Ingat, jangan lupa sarapan," pesannya.
"Beres Ma," sahut Kirana dari teras rumahnya. Kirana sengaja menggunakan jasa ojek o****e langganannya dari pada taxi. Ia ingin cepat sampai di kantornya dan melanjutkan pekerjaannya, yang tinggal sedikit lagi.
Jalanan macet parah, ojek yang ia gunakan pun tidak bisa bergerak. Kirana terus saja melirik jam di tangannya. Ia pun memutuskan untuk turun dan melanjutkan perjalanannya dengan berjalan kaki. Ia berjalan, berlari dan menyelit diantara kendaraan. Ia tidak menyadari, jika seseorang memperhatikan tingkahnya dari dalam mobil.
"Kau lihat!" cetus Allaric.
Alan segera menoleh kearah telunjuk bos nya. Alan menaikkan kedua alisnya, ia terkejut dengan tingkah Kirana yang berjalan kaki menuju kantornya.
"Cerdas," puji Allaric.
Alan hanya tersenyum mendengar ucapan bos nya.
bersambung.
Allaric tiba di kantornya. Ia langsung masuk ke lift khusus yang langsung menuju ke ruangannya. Matanya kembali mencari keberadaan Kirana. Namun, gadis itu belum terlihat."Apa dia belum tiba?" tanya Allaric pada Alan."Belum Tuan," jawab Alan."Jam berapa meeting pagi ini di mulai?""Jam delapan, Tuan,"Allaric melirik arloji mahalnya terlihat jika saat ini waktu menunjukkan baru setengah delapan. Waktu terus berlalu Allaric masih ingin menunggu Kirana. Tapi, Alan kembali menyadarkannya jika saat ini ada klien yang telah menunggunya. Allaric pun beranjak saat ia keluar dari lift. Tanpa di sengaja ia berpas-pasan dengan Kirana yang baru saja tiba.Kirana sendiri terkejut saat Allaric berdiri tepat di hadapannya. Mata mereka beradu pandang, Allaric hanyut dalam manik coklat milik Kirana."Kirana," tegur Maya. Wanita itu pun segera menghampirinya."Maafkan anak buah Saya, Tuan," ucap Maya.Allaric segera berlalu tanpa mempedulikan kehadi
Sejak malam itu, Kirana sudah meminta ojek online langganannya untuk menunggunya pulang. Sehingga itu membuat Allaric kesal karena tak bisa mendekati gadis yang membuatnya penasaran. Sekarang sudah tidak ada kesempatan lagi untuk bisa dekat dengannya.Hari sudah berganti hampir seluruh karyawan telag pulang. Hanya Kirana yang masih betah di kantor. Sebenarnya bukan betah akan tetapi, karena banyak kerjaan yang membuatnya tertahan di kantor."Tuan, ayo kita makan malam sudah waktunya untuk makan malam," ajak Alan yang masih memperhatikan Allaric yang sibuk dengan laptonya."Aku tidak lapar! Kalau Kau lapar, makan saja duluan," timpal Allaric."Tuan, sepertinya Kirana pun belum makan," hardik Alan masih berusaha untuk meminta Bos nya untuk makan.Seketika Allaric pun menutup laptopnya. "Kirana lembur lagi?" tanyanya sambil menoleh pada Alan.Alan pun mengangguk.Allaric pun beranjak bangun dan membereskan semua pekerjaanya dan
"Caritahu tentang Kirana lebih jauh. Aku mau tau ada hubungan apa? Antara dia dan Davindra." Allaric menutup teleponnya.Allaric mengepal tangannya kesal. Ia mengingat bagaimana bahagianya saat Kirana berada dalam pelukan Davindra. Allaric kembali meneguk minuman yang ada di tangannya.Alan masuk dan menyerahkan beberapa berkas pada Bos nya."Ini berkas nama-nama calon seketaris Anda, Tuan." Alan meletakkan map berwarna biru di depan Allaric.Allaric terlihat melamun dengan wajah sedikit di tekuk. Alan terus saja memperhatikan ekspresi wajah Bos nya."Ada masalah, Tuan?" tanya Alan.Allaric menarik nafas kasar. "Kemarin aku tidak sengaja melihat, Kirana berpelukan dengan seseorang," gumam Allaric tiba-tiba.Alan terkejut dan mengernyitkan dahi. "Siapa, Tuan?""Davindra," jawab Allaric dengan geram."Apa? Bagaimana mungkin?" tanya Alan bingung."Aku sudah mengutus seseorang untuk mencaritahu. Aku tidak mau
Kirana terkejut saat ia di angkat menjadi sekretaris pribadi Allaric. Ia pun segera menghampiri Alan untuk bertanya."Tuan, Saya ingin bertanya. Mengapa nama Saya...?""Diangkat menjadi sekretaris pribadi tuan Allaric," sahut Alan.Kirana mengangguk cepat."Karena Aku dan Tuan melihat, hanya Kau yang patut mengisi tempat itu," ujar Alan."Tapi, Saya tidak menginginkan posisi itu," protes Kirana."Bukan Kamu yang memutuskan. Tapi, tuan Allaric lah yang memilih," timpal Alan."Mengapa tidak meminta persetujuan dari Saya?" tanya Kirana dengan kesal."Dengar Kirana, seharusnya Kamu senang dipilih oleh tuan sendiri. Di luar sana ratusan bahkan ribuan yang menginginkan posisi itu," ucap Alan."Tapi, Saya tidak menginginkannya," sela Kirana ketus."Sudahlah, Saya tidak mau berdebat sama Kamu. Kalau Kamu merasa keberatan. Kamu bisa menemui tuan dan mengatakan ketidak sediaan Kamu untuk jadi sekretaris pribadinya." tutup Ala
Kirana mulai membiasakan diri dengan tugas baru. Sejak diangkat menjadi sekretaris pribadi Allaric. Ia terlihat lebih santai dari sebelumnya. Allaric tidak mau membebankan semua pekerjaan padanya. Kirana hanya memeriksa dam menyusun berkas yang akan ia serahkan pada Bos-nya."Pukul berapa Kita meeting hari ini?" tanya Allaric."Pukul dua, Tuan," jawab Kirana."Kau sudah siapkan berkas yang akan dipakai meeting nanti?" lanjut Allaric."Sudah, Tuan," jawab Kirana lagi.Allaric hanya mengangguk senang. Alan memperhatikan kedua orang yang berjalan di depannya dengan tersenyum. Sampai di ruangannya, Allaric langsung duduk di kursi kebesaranya. Alan juga duduk dan langsung membuka laptopnya untuk memeriksa beberapa email yang masuk. Kirana sendiri segera membuatkan minuman untuk Bos dan asistennya."Tuan, malam ini ada janji temu dengan, Clara," cetus Alan tiba-tiba."Aku sibuk!" sahut Allaric cuek.Kirana masuk dengan nampan di tangan
Kata-kata Allric masih terngiang di telinga Kirana. Gadis itu terus saja memikirkan tawaran Allaric, yang ingin membantunya untuk biaya pengobatan mamanya. Saat istirahat siang, Kirana memutuskan untuk ke rumah sakit menjenguk Mamanya. Setelah memastikan kondisi Mamanya dan berbincang sejenak bersama Dokter dan perawat. Kirana pun memutuskan untuk kembali ke kantornya.Kirana pun telah kembali lagi ke kantornya. Seperti biasa, Ia akan langsung melanjutkan pekerjaan yang sempat Ia tinggal karena harus kembali ke rumah sakit."Kirana, Kamu berikan ini pada, Tuan yah!" perintah Maya."Baik," sahut Kirana."Tapi, sebaiknya Kamu periksa kembali. Saya takut ada yang keliru," pintanya. Kini Maya tidak berani lagi memerintah Kirana dengan semau hatinya. Ia telah mendapat peringatan yang keras dari Alan. Walau ada perasaan kesal dan marah di hatinya. Maya, kembali mencoba menerima semua.Lagi pula, Kirana tidak pernah berulah yang membuatnya kesal. Sebaliknya
Kirana kini mulai bisa menjalankan tugasnya sebagai sekretaris sekaligus asisten pribadi Allaric, menggantikan Alan yang saat ini masih berada di luar negeri. Dengan sabar, Allaric mengajari Kirana apa saja tugasnya sebagai asisten."Tuan, Saya ingin meminta izin untuk tidak ikut pertemuan malam ini," cetus Kirana meminta izin."Kenapa? Apa ada sesuatu yang penting?" tanya Allaric."Saya ingin ke rumah sakit, menemani mama," jawabnya."Baiklah! Kita akan membatalkan pertemuan malam ini dan Saya juga akan ikut menemani Kamu di rumah sakit!" seru Allaric."Tapi, Anda tidak perlu melakukannya, Tuan," Kirana tolak Kirana."Kamu keberatan jika Saya ikut bersama Kamu?" tanya Allaric."Bukan begitu. Hanya saja, Saya merasa tidak enak dengan yang lain. Jika Anda, sering terlihat bersama Saya," tutur Kirana."Maksud Kamu?" tanya Allaric, sembari menyipitkan matanya."Tuan, Saya ingin jujur pada Anda," cetus Kirana."Saya suka orang
Kesehatan Mamanya Kirana, perlahan pulih. Wanita itu pun sudah di perbolehkan untuk pulang. Kirana meminta izin pada Allaric untuk tidak masuk kantor hari ini. Ia akan menjemput mamanya dari rumah sakit. Dengan senang hati, Allaric mengabulkannya dan dia sendiri juga ikut datang menjemput.Mama Kirana terlihat senang pada sosok Allaric yang baik dan sopan. Allaric sendiri merasa nyaman saat dirinya mengobrol bersama Mama Kirana. Entah mengapa sikap lembut lembut wanita itu membuat Allaric merasa seperti sedang berbicara pada Ibunya."Mama, istirahat dulu ya!" seru Kirana."Mama, masih ingin mengobrol, Na. Sudah lama tidak mengobrol panjang lebar seperti ini, sejak Mama berada di rumah sakit," sahut sang Mama."Iya, Nana ngerti. Tapi, kan Mama juga harus banyak istirahat," lanjut Kirana."Kirana benar, Nyonya. Sebaiknya, Anda istirahat agar kesehatan Anda segera pulih," selaAllaric."Baiklah," ucap Ayu menuruti kedua anak muda dei depannya. Kirana
Kirana menahan emosinya, saat mendapat laporan dari pengasuh kedua buah hatinya. Wanita bernama Darla, itu mengatakan. Jika, seseorang sering menemui Carmen dan Carlo. Saat ia menanyakan, siapa orangnya pada kedua anak kembarnya. Ia terkejut, ketika tahu nama yang disebut Carlo."Darla, aku ingin mengatakan sesuatu padamu. Jika, saat aku tidak di rumah. Aku mau kau mengawasi si kembar. Aku tidak mau, sampai pria itu menemui mereka lagi," kata Kirana pada pengasuhnya.Darla mengangguk mengerti. Kirana berencana, akan menemui Davi untuk membicarakan hal ini. Ia tidak mau, berhubungan dengan keluarga itu lagi. Setelah apa yang terjadi, Kirana masih mengingat setiap luka, yang keluarga Davi berikan padanya.Setelah semuanya siap, Kirana segera berpamitan pada kedua anaknya. Ia tetap memperingatkan Darla lagi, tentang hal tadi. Ia juga berpesan pada anak-anaknya, untuk tidak berbicara pada orang asing.****Sementara di kediamannya, Davi terlihat bahagia saya mendapat satu pesan dari Kiran
Kirana berang, saat ia tahu kalau Davindra menipunya. Pria yang pernah mengisi hatinya dulu, yang sengaja mengajaknya keluar dengan alasan untuk membicarakan bisnis mereka. Ternyata, pria itu menggunakan kesempatan itu untuk merayu Kirana kembali."Jadi, kau mengajakku ke mari hanya untuk membicarakan itu?" Seru Kirana lantang."Na, dengarkan aku. Aku hanya ingin berbicara padamu secara pribadi," kata Davi, berusaha untuk menjelaskan pada Kirana."Apa lagi yang ingin kamu bicarakan? Sudah tidak ada lagi yang harus dibicarakan," tegas Kirana."Na, aku hanya ingin kita bisa seperti dulu," ucap Davi lirih."Tidak!" tegas Kirana.Davindra tercegat medengar suara tegas Kirana."Aku tidak mau, memulai sesuatu yang telah aku lupakan," lanjut Kirana."Apa salahnya, jika mencobanya, Na," pinta Davi lirih.Sampai saat ini, Davindra masih mencintai Kirana. Sampai kapanpun, hanya Kirana yang ada di dalam hati Davindra.Setelah perceraiannya bersama Laura selesai. Davindra berusaha mencari keberad
Kirana sedang berjanji untuk bertemu salah satu kliennya. Setelah menunggu cukup lama, akhirnya klien yang di maksud tiba. Kirana hampir tidak percaya, siapa kliennya kali ini.Davindra datang bersama Papanya. Ayah dan anak itu sempat tidak menduga, jika yang menjadi utusan adalah Kirana."Selamat siang, Tuan Oscar dan Tuan Davindra." Kirana mengulurkan tangan dan menjabat keduanya, secara bergantian."Anda Nona Kirana, utusan perwakilan dari perusahaan X?" tanya Oscar."Benar, Tuan. Silahkan duduk," ucap Kirana mempersilahkan tamunya."Saya kira Anda, ini seseorang yang...." ucapan Oscar di potong Kirana."Tua dan jelek," potong Kirana.Oscar tersenyum tidak enak."Kita langsung saja." Kirana membuka map yang ia bawa dan mengunjukkan kepada Oscar dan putranya. Kirana mulai menjelaskan semuanya pad
"Siapa namamu?" tanya Allaric pada seorang anak berumur lima tahun."Namaku, Carlo," jawabnya.Allaric sempat menatap dalam wajah lugu dan polos itu. Mata coklat dan senyumnya, mampu menembus tepung hati Allaric. Ada rasa nyaman dan damai saat ia menatapnya. Mata itu juga mengingatkan Allaric pada seseorang di masa lalu."Carlo, kau di sini bersama orang tuamu?" tanya Alan."Tidak! Aku ke sini bersama teman-teman dan guruku," jawab Carlo."Kau salah satu dari mereka?" Mata Allaric tertuju pada sekelompok anak kecil yang sedang bermain bersama gurunya.Carlo mengangguk cepat."Apa yang kau lakukan di sini?" terdengar suara cempreng, namun penuh dengan ketegasan.Kursi roda Allaric berputar ke arah sumber suara. Kembali mata Allaric di suguhi pemandangan yang menyejukkan matanya."Maafkan saudaraku, Tuan," ucap Carmen.
Sudah tiga hari, Kirana sampai. Hari ini, ia bersiap untuk ke kantor. Perempuan itu segera menyelesaikan urusan kantornya, kemudian bergegas untuk pulang. Ia harus segera menjemput anak-anaknya, yang ia titipkan ke penitipan anak.Kirana yang baru saja tiba, memang mengalami sedikit masalah dalam mencari pengasuh untuk kedua buah hatinya. Ia sangat teliti dalam memilih, seorang yang akan dia percayakan untuk menjaga kedua anaknya."Momm, ada baiknya jika kami masuk sekolah," cetus Carmen.Mata Kirana melirik ke arah putrinya, kemudian melemparkan pandangan pada kembarannya."Kamu mau, sekolah di sini?" sela Carlo.Carmen mengangguk. "Dari pada setiap hari, di penitipan. Lebih baik sekolah, kan?"Kirana tertegun sejenak. Apa yang dikatakan, Carmen ada benarnya. Jika, keduanya dimasukkan ke sekolah, mungkin Kirana akan tenang bekerja. Setidaknya, ia tidak perlu berusaha paya
"Apa, Tuan? Anda ingin mengirim saya ke sana?" tanya Kirana terkejut."Tidak ada orang lain, yang bisa saya andalankan selain kamu Kirana. Dengan kemampuan yang kamu punya, saya yakin kamu bisa menangani masalah di kantor cabang," jelas atasannya."Tapi, saya tidak mau ke sana," tolak Kirana. "Anda bisa mengirim saya kemanapun, asal jangan ke sana.""Mengapa? Apa kamu ada masalah, dengan tempat itu?" tanya bos-nya.Kirana terdiam, die enggan menjelaskannya pada sang atasan."Bersiaplah. Lusa, aku akan mengatur keberangkatanmu," putus Bos-nya.Kirana melangkah gontai, meninggalkan ruangan Bos-nya. Ia duduk dan kembali mengingat kejadian di tempat itu. Kirana memutuskan untuk pulang lebih cepat dan saat tiba di rumah. Ia lebih memilih masuk ke kamarnya, hingga saat makan malam.Dua hari kemudian, mau tidak mau. Kirana harus berangkat juga, ia meminta waktu untuk mempersiapkan segalanya. Mengingat ia memiliki dua anak kembar, yang pasti
Allaric kembali mengunjungi club' malam, untuk minum hingga mabuk. Ia ingin menghibur kesepiannya. Semenjak kepergian Kirana, Allaric merasa enggan untuk menetap di mansionnya. Bayang-bayang Kirana terusa saja menghantuinya, setiap kali ia berada di mansionnya. Masih teringat jelas senyum yang terukir di wajah wanita itu, saat bersama Allaric.Kepergian Kirana pun, seperti membawa separuh jiwa Allaric. Ia merasa kehilangan sesuatu yang berharga dalam hidupnya. Di dalam club' pun, ia tidak mau ditemani oleh siapapun. Ia hanya ingin sendiri, meratapi kesedihannya. Allaric benar-benar hancur tanpa Kirana.Di tengah kegalauan hatinya, seseorang mendekatinya."Apa ini? Masalah besar apa, yang menimpa seorang Allaric hingga bisa hancur seperti ini?" ucap orang itu.Allaric menatap nanar, ke arah sumber suara."Mau apa kau?" tanya Allaric ketus."Aku hanya datang untuk menghibur diri. Ta
Allaric membuka lemari milik Kirana. Namun, anehnya tak satupun barang milik Kirana bergerak dari tempatnya. Semua masih tersusun rapi, pada tempatnya bahkan tidak ada yang berkurang.Allaric mengepalkan tangannya, ia kembali memeriksa lemari yang lainnya. Bahkan, perhiasan saja, masih berada di tempatnya. Allaric teringat akan id card, yang diminta Kirana tempo hari. Rahang Allaric mengeras, ia mengertakan giginya kesal."Jadi, selama ini. Kau hanya berpura-pura, untuk menarik simpati serta untuk mendapat kepercayaan dariku," gumam Allaric kesal.Alan yang baru tiba, terkejut melihat kondisi kamar yang sudah seperti diterjang badai."Ada apa?" tanya Alan."Dia kabur, tanpa membawa apapun selain apa yang ia kenakan dan tanda pengenalnya," jawab Allaric geram."Kau memberikannya?" tanya Allaric lagi."Kau pikir aku gila, jika memberikannya
Kirana kembali ke mansion, tanpa menghiraukan sapaan dari para pelayan, ia berjalan langsung masuk ke kamarnya. Ia menghempaskan tubuhnya di atas kasur. Kirana kembali mengingat, dua tubuh yang penuh keringat. Sedang bergumul di atas ranjang, yang juga sering ia gunakan.Kirana meremas kasar rambutnya, berusaha untuk mengusir dan menghapus pemandangan yang baru saja ia saksikan. Kirana kembali mengingat, apa yang dikatakan Cindy? Wanita itu berkata benar, Allaric memang masih seperti dulu. Sampai kapanpun, pria itu tidak akan pernah bisa berubah.Kirana merenungi kebodohannya. Mengapa ia, cepat percaya dengan semua yang Allaric katakan? Kirana pun memutuskan untuk pergi dari tempat ini. Ia segera beranjak kembali dari duduknya dan berjalan menuju pintu.Ceklek....Kirana menghentikan langkahnya, saat melihat beberapa pelayan yang menyapanya. Kirana hanya tersenyum tipis, sembari menutup pintu d