Kirana terkejut saat ia di angkat menjadi sekretaris pribadi Allaric. Ia pun segera menghampiri Alan untuk bertanya.
"Tuan, Saya ingin bertanya. Mengapa nama Saya...?""Diangkat menjadi sekretaris pribadi tuan Allaric," sahut Alan.
Kirana mengangguk cepat.
"Karena Aku dan Tuan melihat, hanya Kau yang patut mengisi tempat itu," ujar Alan.
"Tapi, Saya tidak menginginkan posisi itu," protes Kirana.
"Bukan Kamu yang memutuskan. Tapi, tuan Allaric lah yang memilih," timpal Alan.
"Mengapa tidak meminta persetujuan dari Saya?" tanya Kirana dengan kesal.
"Dengar Kirana, seharusnya Kamu senang dipilih oleh tuan sendiri. Di luar sana ratusan bahkan ribuan yang menginginkan posisi itu," ucap Alan.
"Tapi, Saya tidak menginginkannya," sela Kirana ketus.
"Sudahlah, Saya tidak mau berdebat sama Kamu. Kalau Kamu merasa keberatan. Kamu bisa menemui tuan dan mengatakan ketidak sediaan Kamu untuk jadi sekretaris pribadinya." tutup Alan yang kemudian meninggalkan Kirana sendiri.
Kirana kesal sendiri. Dengan perasaan campur aduk. Ia pun kembali ke ruangannya. Baru saja Ia ingin menjejakkan bokongnya di kursi. Sebuah pesan masuk yang membuatnya tidak jadi duduk. Ia pun berlari menemui rekannya dan setelahnya Ia pun meninggalkan kantor.
****
Siang harinya. Saat akan makan siang, Allaric keluar dari ruangannya di susul Alan yang berjalan di belakangnya. Langkah Allaric terhenti sesaat melihat meja Kirana yang kosong. Ia pun segera melirik ke arah Alan. Laki-laki itu tahu apa yang di maksud Tuannya.
Alan pun berjalan menghampiri meja Kirana.
"Di mana Kirana?" tanya Alan."Maaf Tuan, tadi dia izin untuk ke rumah sakit," jawab rekan kerjanya.
"Kirana sakit?" tanya Alan.
"Bukan, Tuan. Tapi, mamanya," jawabnya lagi.
Alan pun teringat akan pertemuan yang tidak di sengaja dengan Kirana kemarin malam. Ia memang mengatakan jika, mamanya sedang sakit. Alan pun mundur dan menghampiri Bos nya.
"Ada apa?" tanya Allaric.
"Kirana sedang di rumah sakit," sahut Alan.
"Dia sakit? Ayo kita ke sana!" seru Allaric.
"Tenang, Tuan. Kirana baik-baik saja," ujar Alan.
"Lantas, apa maksud ucapanmu kalau Kirana di rumah sakit?" tanya Allaric kesal.
"Mamanya Kirana masuk rumah sakit," jawab Alan.
"Benarkah? Ayo kita ke sana." Allaric melangkah lebih cepat dan meninggalkan Alan di belakangnya.
****
Di rumah sakit. Kirana duduk di bangsal dekat mamanya yang masih belum sadarkan diri. Dengan berbagai alat terpasang di tubuhnya sebagai bantuan untuknya bertahan. Kirana beranjak dan berjalan keluar.
Saat di luar Ia mendapati, Davi telah berdiri menunggunya.
"Gimana keadaan, mama?" tanya Davi. Kirana menatap Davi dengan sendu. Davi yang tahu kesedihan kekasihnya pun menariknya kedalam pelukannya."Tenanglah, mama tidak akan apa-apa," hibur Davi. Davi terus menghibur Kirana dan memberika support untuknya. Tanpa mereka sadari, Allaric memperhatikan keduanya dengan menahan amarahnya.
"Ayo Kita hampiri mereka," ajak Allaric.
"Anda yakin, Tuan?" tanya Alan.
"Kau meragukanku?" tanya Allaric.
"Tidak!" jawab Alan cepat.
Keduanya pun melangkah mendekati Kirana dan Davi. Kirana terkejut melihat kedatangan Bos nya."Tuan," seru Kirana.Davi melepas pelukannya dan terkejut melihat kedatangan Allaric dan asistennya.
"Mau apa Kau kemari?" tanya Davi ketus."Kalian saling kenal?" tanya Kirana heran.
"Kirana, Kamu bisa antarkan Saya melihat mama Kamu," pinta Alan.
Kirana mengangguk. Alan pun mengikuti langkah Kirana masuk ke ruang perawatan mamanya. Selepas kepergian Kirana. Allaric pun langsung berubah menjadi sosok yang sebenarnya.
"Katakan padaku. Apa yang Kau inginkan?" hardik Davi."Kirana!" sahut Allaric.
"Apa?"
"Aku menginginkan Kirana," sahut lanjut Allaric.
"Maksudmu?" tanya Davi heran.
"Aku tau, Kau dan Kirana memiliki hubungan dan Aku juga tau kalau keluargamu sangat menentang hubungan kalian. Bahkan, mereka telah menyiapkan gadis untuk menjadi pendampingmu," papar Allaric.
Davindra terdiam. Memang, apa yang dikatakan Allaric semuanya benar? Kedua orang tuanya memang tidak pernah merestui hubungannya bersama Kirana. Mereka juga berniat menjodohkan Davi dengan salah satu putri rekan bisnis mereka.
Davi terus berusaha menolak perjodohan itu dan mencoba membujuk kedua orang tuanya untuk menerima Kirana. Tapi, kedua orang tua Davi sosok yang keras. Mereka tetap akan memaksakan kehendak mereka dengan atau tanpa persetujuan dari Davi.
"Apa yang Kau inginkan?" tanya Davi buka suara."Sudah aku katakan! Aku hanya menginginkan Kirana," sahut Allaric.
"Mengapa Kau menginginkannya? Apa Kau akan memperlakukannya seperti wanita yang berada di sekelilingmu?" tanya Davi dengan nada ketus.
"Ayolah! Kau selalu berpikiran jahat padaku," ujar Allaric.
"Aku tau bagaimana sepak terjangmu di luar sana," timpal Davi kesal.
"Aku memang brengsek. Tapi, untuk sosok Kirana. Aku akan merubah semuanya." kekeh Allaric.
"Aku tidak percaya padamu," tuding Davi.
"Terserah padamu. Yang jelas, Aku menginginkannya dan Kau harus memberikannya," ucap Allaric memaksa.
"Meskipun Aku melepasnya. Dia tidak akan pernah bisa Kau miliki," cetus Davi.
"Benarkah? Kau tau aku kan? Apa yang tidak bisa Aku miliki di dunia ini?" tanya Allaric bangga pada dirinya.
"Aku tau, Kau bisa memiliki apapun yang Kau inginkan. Tapi, tidak Kirana." jawab Davi menggelengkan kepalanya.
"Aku yakin, Aku bisa memilikinya hanya dengan menjentikkan jariku." Allaric memetikkan jarinya ke udara.
Davi tersenyum mengejek. "Baiklah, Aku menantangmu. Jika, Kau bisa memiliki Kirana dengan cara yang biasa Kau lakukan pada wanita di sekelilingmu. Aku akan mundur. Tapi, jika Kau tidak bisa. Aku meminta padamu. Jauhi dia." Davi menatap ke arah Allaric tajam.
"Baiklah, Aku setuju," sahut Allaric tersenyum yakin.
Kirana dan Alan pun kembali dan menghampiri mereka.
"Bagaimana keadaan mamamu?" tanya Allaric.
"Masih belum sadar, Tuan," jawab Kirana.
Allaric hanya menganggukkan kepalanya.
"Kita pulang sekarang, Tuan?" tanya Alan.
"Kau sudah makan siang?" tanya Allaric.
"Ah...." jawab Kirana terbengong. Ia tidak menyangka jika Bos-nya hari ini banyak bicara."Dia sudah makan bersamaku tadi," sahut Davi.
Allaric tampak geram. Namun, Dia berusaha untuk menahannya. Ia tidak mau, citranya yang selalu baik dan lembut. Harus hancur di depan Kirana.
"Baiklah," putus Allaric beranjak."Terima kasih, Tuan. Atas kujungannya," ucap Kirana tersenyum.
"Tidak masalah, ini hanya salah satu tanggung jawabku sebagai atasanmu," sahut Allaric membalas senyum Kirana.
Allaric terus saja memperhatikan Kirana lekat. Hingga suara Alan memecah lamunannya.
"Kita pulang sekarang, Tuan?" tanya Alan."Ayo!" sahut Allaric.Keduanya pun meninggalkan rumah sakit dan kembali ke kantornya. Setelah kepergian Allaric. Davi yang sudah tidak sabar ingin bertanya pada Kirana tentang Kiran, pekerjaannya dan Allaric."Aku ingin bertanya satu hal padamu," ucap Davi."Apa?" tanya Kirana.
"Apa hubunganmu dengan orang-orang tadi? Mengapa mereka bisa ada di sini?" tanya Davi.
"Oh itu. Mereka adalah atasanku," jawab Kirana.
"Apa?"
"Ya, tuan Allaric adalah Bos di perusahaan tempatku bekerja," sahut Kirana heran saat melihat Davi begitu panik.
"Jadi, Kau bekerja di perusahaannya?" tanya Davi tidak percaya.
"Yah! Ada apa? Mengapa Kau terlihat panik?" ujar Kirana.
"Kau tau, dia adalah sepupuku yang sering aku ceritakan padamu," sahut Davi.
"Apa?"
Bersambung
Kirana mulai membiasakan diri dengan tugas baru. Sejak diangkat menjadi sekretaris pribadi Allaric. Ia terlihat lebih santai dari sebelumnya. Allaric tidak mau membebankan semua pekerjaan padanya. Kirana hanya memeriksa dam menyusun berkas yang akan ia serahkan pada Bos-nya."Pukul berapa Kita meeting hari ini?" tanya Allaric."Pukul dua, Tuan," jawab Kirana."Kau sudah siapkan berkas yang akan dipakai meeting nanti?" lanjut Allaric."Sudah, Tuan," jawab Kirana lagi.Allaric hanya mengangguk senang. Alan memperhatikan kedua orang yang berjalan di depannya dengan tersenyum. Sampai di ruangannya, Allaric langsung duduk di kursi kebesaranya. Alan juga duduk dan langsung membuka laptopnya untuk memeriksa beberapa email yang masuk. Kirana sendiri segera membuatkan minuman untuk Bos dan asistennya."Tuan, malam ini ada janji temu dengan, Clara," cetus Alan tiba-tiba."Aku sibuk!" sahut Allaric cuek.Kirana masuk dengan nampan di tangan
Kata-kata Allric masih terngiang di telinga Kirana. Gadis itu terus saja memikirkan tawaran Allaric, yang ingin membantunya untuk biaya pengobatan mamanya. Saat istirahat siang, Kirana memutuskan untuk ke rumah sakit menjenguk Mamanya. Setelah memastikan kondisi Mamanya dan berbincang sejenak bersama Dokter dan perawat. Kirana pun memutuskan untuk kembali ke kantornya.Kirana pun telah kembali lagi ke kantornya. Seperti biasa, Ia akan langsung melanjutkan pekerjaan yang sempat Ia tinggal karena harus kembali ke rumah sakit."Kirana, Kamu berikan ini pada, Tuan yah!" perintah Maya."Baik," sahut Kirana."Tapi, sebaiknya Kamu periksa kembali. Saya takut ada yang keliru," pintanya. Kini Maya tidak berani lagi memerintah Kirana dengan semau hatinya. Ia telah mendapat peringatan yang keras dari Alan. Walau ada perasaan kesal dan marah di hatinya. Maya, kembali mencoba menerima semua.Lagi pula, Kirana tidak pernah berulah yang membuatnya kesal. Sebaliknya
Kirana kini mulai bisa menjalankan tugasnya sebagai sekretaris sekaligus asisten pribadi Allaric, menggantikan Alan yang saat ini masih berada di luar negeri. Dengan sabar, Allaric mengajari Kirana apa saja tugasnya sebagai asisten."Tuan, Saya ingin meminta izin untuk tidak ikut pertemuan malam ini," cetus Kirana meminta izin."Kenapa? Apa ada sesuatu yang penting?" tanya Allaric."Saya ingin ke rumah sakit, menemani mama," jawabnya."Baiklah! Kita akan membatalkan pertemuan malam ini dan Saya juga akan ikut menemani Kamu di rumah sakit!" seru Allaric."Tapi, Anda tidak perlu melakukannya, Tuan," Kirana tolak Kirana."Kamu keberatan jika Saya ikut bersama Kamu?" tanya Allaric."Bukan begitu. Hanya saja, Saya merasa tidak enak dengan yang lain. Jika Anda, sering terlihat bersama Saya," tutur Kirana."Maksud Kamu?" tanya Allaric, sembari menyipitkan matanya."Tuan, Saya ingin jujur pada Anda," cetus Kirana."Saya suka orang
Kesehatan Mamanya Kirana, perlahan pulih. Wanita itu pun sudah di perbolehkan untuk pulang. Kirana meminta izin pada Allaric untuk tidak masuk kantor hari ini. Ia akan menjemput mamanya dari rumah sakit. Dengan senang hati, Allaric mengabulkannya dan dia sendiri juga ikut datang menjemput.Mama Kirana terlihat senang pada sosok Allaric yang baik dan sopan. Allaric sendiri merasa nyaman saat dirinya mengobrol bersama Mama Kirana. Entah mengapa sikap lembut lembut wanita itu membuat Allaric merasa seperti sedang berbicara pada Ibunya."Mama, istirahat dulu ya!" seru Kirana."Mama, masih ingin mengobrol, Na. Sudah lama tidak mengobrol panjang lebar seperti ini, sejak Mama berada di rumah sakit," sahut sang Mama."Iya, Nana ngerti. Tapi, kan Mama juga harus banyak istirahat," lanjut Kirana."Kirana benar, Nyonya. Sebaiknya, Anda istirahat agar kesehatan Anda segera pulih," selaAllaric."Baiklah," ucap Ayu menuruti kedua anak muda dei depannya. Kirana
Allaric dan Kirana tiba di negara S. Kirana yang baru pertama kali melakukan perjalanan jauh menggunakan pesawat, terkulai lemas."Istirahatlah! Besok, kita akan menghadiri rapat!" seru Allaric yang mengantarkan Kirana ke kamarnya.Kirana hanya mengangguk, matanya terasa berat dengan tubuh yang lemas."Kamarku tepat di sebelah kamarmu." tunjuk Allaric. "Kalau kamu membutuhkan sesuatu, kamu tinggal datang saja!" lanjutnya sembari tersenyum.Kirana mengangguk mengerti. Allaric pun melangakah ke kamarnya dan membiarkan Kirana untuk istirahat. Selepas kepergian Allaric, Kirana menghempaskan dirinya ke atas ranjang dan kembali tidur.Keesokan harinya, dengan malas Kirana bangkit dan membuka pintu.Ceklek ...."Selamat pagi!" sapa Allaric.Mata Kirana membulat saat melihat Boss nya sudah berada di depan pintu."Tuan!" seru Kirana terkejut."Kamu baru bangun?" tanya Allaric.Kirana menganggukkan kepalanya dan mempersilahkan Allaric masu
"Apa? Dia asisten pribadi kamu?" pekik Victoria."Yah! Kenapa? Apa ada masalah?" tanya Allaric."Tidak ada!" sela Oscar.Victoria menatap Kirana dari ujung rambut hingga ujung kaki dengan tatapan tidak suka dan menyepelekan. Kirana menunduk tidak nyaman dengan tatapan dari Victoria."Ada apa, Tante? Apa kalian saling mengenal?" tanya Allaric sembari menyindir Davindra."Tidak! Hanya saja, aku jadi teringat dengan seorang gadis yang pernah bermimpi untuk menjadi bagian dari keluargaku," sindir Victoria.Kirana semakin menundukkan kepalanya"Sudahlah, Ma!" ucap Davindra yang akhirnya angkat bicara. Ia merasa kasihan melihat Kirana, gadis yang ia cintai menjadi bulan-bulan orang tuanya."Lalu, apa yabg terjadi pada gadis itu?" pancing Allaric."Tentu saja kami melarang Davi untuk melanjutkan hubungannya dan kami juga sudah menyiapkan calon yang cocok untuk jadi menantu kami." Victoria menunjuk ke arah gadis yang sejak
"Tuan Alan!" seru Kirana menghampiri pria yang dikenalnya."Kirana, kamu disini?" sahut Alan tersenyum."Dia datang bersamaku," sela Allaric."Tuan." Alan mengulurkam tangannya."Selamat untuk semuanya," ucap Allaric."Terima kasih," sahut Alan.Kirana memandang dengan tatapan aneh pada dua pria di hadapannya. Alan dan Allaric tertawa melihat wajah bingung Kirana."Ini adalah pesta peresmian pembukaan hotel milik Alan dan saudaranya, Sammy," ucap Allaric.Kirana masih mendengarkan penjelasan Allaric hingga selesai. Ia pun kini tahu, mengapa Alan meminta, untuk menggantikannya dalam waktu yang lama. Setelah selesai menjelaskan pada Kirana, Allaric dan Alan pun membawa Kirana untuk berkeliling dan menyapa para kolega mereka.Alan juga memperkenalkan Kirana pada Sammy. Di luar dugaan, ternyata Sammy dan Alan memiliki wajah yang sangat mirip."Apa kalian kembar?" tanya Kirana."Tidak!" jawab Alan dan Sammy bersam
Kirana terkejut saat bangun dalam pelukan seseorang. Yang membuatnya tidak kalah terkejut adalah saat ia melihat kondisinya saat ini. Ia masih dalam keadaan polos dengan banyak tanda merah di hampir sekujur tubuhnya."Apa yang terjadi ya, Tuhan?" gumam Kirana panik. Namun, ia kembali berusaha untuk tenang. Sedangkan Allaric masih terlelap dalam tidurnya."Tuan.... Tuan...." Kirana coba untuk membangunkan Allaric.Allaric mengernyitkan matanya, kemudian tersenyum pada Kirana."Selamat pagi, Sayang," ucap Allaric tersenyum.Kirana membulatkan matanya, saat ia mendengar Allaric menyebutnya Sayang."Tuan, apa yang terjadi?" tanya Kirana."Apa kamu lupa?" Allaric membelai lembut wajah Kirana.Kirana mengelak dan menepiskan tangan Allaric. "Apa maksud anda?""Kamu lihat sendiri dan simpulkan sendiri," sahut Allaric."Tuan, anda bercandakan? Kita tidak mungkinkan?" suara Kirana mulai bergetar.
Kirana menahan emosinya, saat mendapat laporan dari pengasuh kedua buah hatinya. Wanita bernama Darla, itu mengatakan. Jika, seseorang sering menemui Carmen dan Carlo. Saat ia menanyakan, siapa orangnya pada kedua anak kembarnya. Ia terkejut, ketika tahu nama yang disebut Carlo."Darla, aku ingin mengatakan sesuatu padamu. Jika, saat aku tidak di rumah. Aku mau kau mengawasi si kembar. Aku tidak mau, sampai pria itu menemui mereka lagi," kata Kirana pada pengasuhnya.Darla mengangguk mengerti. Kirana berencana, akan menemui Davi untuk membicarakan hal ini. Ia tidak mau, berhubungan dengan keluarga itu lagi. Setelah apa yang terjadi, Kirana masih mengingat setiap luka, yang keluarga Davi berikan padanya.Setelah semuanya siap, Kirana segera berpamitan pada kedua anaknya. Ia tetap memperingatkan Darla lagi, tentang hal tadi. Ia juga berpesan pada anak-anaknya, untuk tidak berbicara pada orang asing.****Sementara di kediamannya, Davi terlihat bahagia saya mendapat satu pesan dari Kiran
Kirana berang, saat ia tahu kalau Davindra menipunya. Pria yang pernah mengisi hatinya dulu, yang sengaja mengajaknya keluar dengan alasan untuk membicarakan bisnis mereka. Ternyata, pria itu menggunakan kesempatan itu untuk merayu Kirana kembali."Jadi, kau mengajakku ke mari hanya untuk membicarakan itu?" Seru Kirana lantang."Na, dengarkan aku. Aku hanya ingin berbicara padamu secara pribadi," kata Davi, berusaha untuk menjelaskan pada Kirana."Apa lagi yang ingin kamu bicarakan? Sudah tidak ada lagi yang harus dibicarakan," tegas Kirana."Na, aku hanya ingin kita bisa seperti dulu," ucap Davi lirih."Tidak!" tegas Kirana.Davindra tercegat medengar suara tegas Kirana."Aku tidak mau, memulai sesuatu yang telah aku lupakan," lanjut Kirana."Apa salahnya, jika mencobanya, Na," pinta Davi lirih.Sampai saat ini, Davindra masih mencintai Kirana. Sampai kapanpun, hanya Kirana yang ada di dalam hati Davindra.Setelah perceraiannya bersama Laura selesai. Davindra berusaha mencari keberad
Kirana sedang berjanji untuk bertemu salah satu kliennya. Setelah menunggu cukup lama, akhirnya klien yang di maksud tiba. Kirana hampir tidak percaya, siapa kliennya kali ini.Davindra datang bersama Papanya. Ayah dan anak itu sempat tidak menduga, jika yang menjadi utusan adalah Kirana."Selamat siang, Tuan Oscar dan Tuan Davindra." Kirana mengulurkan tangan dan menjabat keduanya, secara bergantian."Anda Nona Kirana, utusan perwakilan dari perusahaan X?" tanya Oscar."Benar, Tuan. Silahkan duduk," ucap Kirana mempersilahkan tamunya."Saya kira Anda, ini seseorang yang...." ucapan Oscar di potong Kirana."Tua dan jelek," potong Kirana.Oscar tersenyum tidak enak."Kita langsung saja." Kirana membuka map yang ia bawa dan mengunjukkan kepada Oscar dan putranya. Kirana mulai menjelaskan semuanya pad
"Siapa namamu?" tanya Allaric pada seorang anak berumur lima tahun."Namaku, Carlo," jawabnya.Allaric sempat menatap dalam wajah lugu dan polos itu. Mata coklat dan senyumnya, mampu menembus tepung hati Allaric. Ada rasa nyaman dan damai saat ia menatapnya. Mata itu juga mengingatkan Allaric pada seseorang di masa lalu."Carlo, kau di sini bersama orang tuamu?" tanya Alan."Tidak! Aku ke sini bersama teman-teman dan guruku," jawab Carlo."Kau salah satu dari mereka?" Mata Allaric tertuju pada sekelompok anak kecil yang sedang bermain bersama gurunya.Carlo mengangguk cepat."Apa yang kau lakukan di sini?" terdengar suara cempreng, namun penuh dengan ketegasan.Kursi roda Allaric berputar ke arah sumber suara. Kembali mata Allaric di suguhi pemandangan yang menyejukkan matanya."Maafkan saudaraku, Tuan," ucap Carmen.
Sudah tiga hari, Kirana sampai. Hari ini, ia bersiap untuk ke kantor. Perempuan itu segera menyelesaikan urusan kantornya, kemudian bergegas untuk pulang. Ia harus segera menjemput anak-anaknya, yang ia titipkan ke penitipan anak.Kirana yang baru saja tiba, memang mengalami sedikit masalah dalam mencari pengasuh untuk kedua buah hatinya. Ia sangat teliti dalam memilih, seorang yang akan dia percayakan untuk menjaga kedua anaknya."Momm, ada baiknya jika kami masuk sekolah," cetus Carmen.Mata Kirana melirik ke arah putrinya, kemudian melemparkan pandangan pada kembarannya."Kamu mau, sekolah di sini?" sela Carlo.Carmen mengangguk. "Dari pada setiap hari, di penitipan. Lebih baik sekolah, kan?"Kirana tertegun sejenak. Apa yang dikatakan, Carmen ada benarnya. Jika, keduanya dimasukkan ke sekolah, mungkin Kirana akan tenang bekerja. Setidaknya, ia tidak perlu berusaha paya
"Apa, Tuan? Anda ingin mengirim saya ke sana?" tanya Kirana terkejut."Tidak ada orang lain, yang bisa saya andalankan selain kamu Kirana. Dengan kemampuan yang kamu punya, saya yakin kamu bisa menangani masalah di kantor cabang," jelas atasannya."Tapi, saya tidak mau ke sana," tolak Kirana. "Anda bisa mengirim saya kemanapun, asal jangan ke sana.""Mengapa? Apa kamu ada masalah, dengan tempat itu?" tanya bos-nya.Kirana terdiam, die enggan menjelaskannya pada sang atasan."Bersiaplah. Lusa, aku akan mengatur keberangkatanmu," putus Bos-nya.Kirana melangkah gontai, meninggalkan ruangan Bos-nya. Ia duduk dan kembali mengingat kejadian di tempat itu. Kirana memutuskan untuk pulang lebih cepat dan saat tiba di rumah. Ia lebih memilih masuk ke kamarnya, hingga saat makan malam.Dua hari kemudian, mau tidak mau. Kirana harus berangkat juga, ia meminta waktu untuk mempersiapkan segalanya. Mengingat ia memiliki dua anak kembar, yang pasti
Allaric kembali mengunjungi club' malam, untuk minum hingga mabuk. Ia ingin menghibur kesepiannya. Semenjak kepergian Kirana, Allaric merasa enggan untuk menetap di mansionnya. Bayang-bayang Kirana terusa saja menghantuinya, setiap kali ia berada di mansionnya. Masih teringat jelas senyum yang terukir di wajah wanita itu, saat bersama Allaric.Kepergian Kirana pun, seperti membawa separuh jiwa Allaric. Ia merasa kehilangan sesuatu yang berharga dalam hidupnya. Di dalam club' pun, ia tidak mau ditemani oleh siapapun. Ia hanya ingin sendiri, meratapi kesedihannya. Allaric benar-benar hancur tanpa Kirana.Di tengah kegalauan hatinya, seseorang mendekatinya."Apa ini? Masalah besar apa, yang menimpa seorang Allaric hingga bisa hancur seperti ini?" ucap orang itu.Allaric menatap nanar, ke arah sumber suara."Mau apa kau?" tanya Allaric ketus."Aku hanya datang untuk menghibur diri. Ta
Allaric membuka lemari milik Kirana. Namun, anehnya tak satupun barang milik Kirana bergerak dari tempatnya. Semua masih tersusun rapi, pada tempatnya bahkan tidak ada yang berkurang.Allaric mengepalkan tangannya, ia kembali memeriksa lemari yang lainnya. Bahkan, perhiasan saja, masih berada di tempatnya. Allaric teringat akan id card, yang diminta Kirana tempo hari. Rahang Allaric mengeras, ia mengertakan giginya kesal."Jadi, selama ini. Kau hanya berpura-pura, untuk menarik simpati serta untuk mendapat kepercayaan dariku," gumam Allaric kesal.Alan yang baru tiba, terkejut melihat kondisi kamar yang sudah seperti diterjang badai."Ada apa?" tanya Alan."Dia kabur, tanpa membawa apapun selain apa yang ia kenakan dan tanda pengenalnya," jawab Allaric geram."Kau memberikannya?" tanya Allaric lagi."Kau pikir aku gila, jika memberikannya
Kirana kembali ke mansion, tanpa menghiraukan sapaan dari para pelayan, ia berjalan langsung masuk ke kamarnya. Ia menghempaskan tubuhnya di atas kasur. Kirana kembali mengingat, dua tubuh yang penuh keringat. Sedang bergumul di atas ranjang, yang juga sering ia gunakan.Kirana meremas kasar rambutnya, berusaha untuk mengusir dan menghapus pemandangan yang baru saja ia saksikan. Kirana kembali mengingat, apa yang dikatakan Cindy? Wanita itu berkata benar, Allaric memang masih seperti dulu. Sampai kapanpun, pria itu tidak akan pernah bisa berubah.Kirana merenungi kebodohannya. Mengapa ia, cepat percaya dengan semua yang Allaric katakan? Kirana pun memutuskan untuk pergi dari tempat ini. Ia segera beranjak kembali dari duduknya dan berjalan menuju pintu.Ceklek....Kirana menghentikan langkahnya, saat melihat beberapa pelayan yang menyapanya. Kirana hanya tersenyum tipis, sembari menutup pintu d