"Tuan Alan!" seru Kirana menghampiri pria yang dikenalnya.
"Kirana, kamu disini?" sahut Alan tersenyum.
"Dia datang bersamaku," sela Allaric.
"Tuan." Alan mengulurkam tangannya.
"Selamat untuk semuanya," ucap Allaric.
"Terima kasih," sahut Alan.
Kirana memandang dengan tatapan aneh pada dua pria di hadapannya. Alan dan Allaric tertawa melihat wajah bingung Kirana.
"Ini adalah pesta peresmian pembukaan hotel milik Alan dan saudaranya, Sammy," ucap Allaric.
Kirana masih mendengarkan penjelasan Allaric hingga selesai. Ia pun kini tahu, mengapa Alan meminta, untuk menggantikannya dalam waktu yang lama. Setelah selesai menjelaskan pada Kirana, Allaric dan Alan pun membawa Kirana untuk berkeliling dan menyapa para kolega mereka.
Alan juga memperkenalkan Kirana pada Sammy. Di luar dugaan, ternyata Sammy dan Alan memiliki wajah yang sangat mirip.
"Apa kalian kembar?" tanya Kirana."Tidak!" jawab Alan dan Sammy bersamaan.
"Apa wajah kami mirip?" goda Sammy.
Kirana hanya mengangguk mengiyakan.
"Sammy adalah Kakakku," ucap Alan.
"Allaric adalah saudara tertua kami," sambung Alan.
Kirana mengangkat kedua alisnya bingung.
"Aku akan menceritakannya padamu, nanti." sambung Allaric mengedipkan matanya pada Kirana.
"Ayo kita nikmati pestanya!" ajak Sammy.
Mereka pun melanjutkan menyapa para tamu. Hingga akhirnya, Allaric meminta Kirana untuk menemaninya berdansa.
"Jangan, Tuan. Saya tidak pandai berdansa!" tolak Kirana.
"Aku akan mengajarimu," ucap Allaric.
"Tapi,"
Kirana tidak bisa melanjutkan kata-katanya, saat Allaric menarik Kirana ke tengah dan merangkul pinggangnya. Seketika mata mereka beradu pandang. Kirana menatap dalam ke arah manik hitam yang tajam milik Allaric. Bau harum maskulin menyeruak ke dalam hidung.
"Ikuti langkahku," bisiknya. Allaric mulai melangkah dan diikuti Kirana mengikuti irama yang di mainkan. Dalam waktu singkat, Kiran telah bisa menangkap dengan cepat gerakam Allaric. Keduanya larut dalam irama. Tanpa mereka sadari, beberapa pasang mata menatap tidak suka ke arah mereka terutama Kirana.
Mereka adalah Davindra dan keluarganya yang turut hadir dalam acara malam ini. Di samping Davindra berdiri gadis cantik yang sejak tadi mengepal tangannya, menahan kesal saat melihat Allaric menari bersama wanita lain. Ingin rasanya, Laura menghampiri Kirana dan menyeretnya menjauh dari pria itu.
Tidak hanya Laura, terlihat ada satu wanita yang menatap penuh kebencian pada Kirana. Dia adalah Clara, pengagum cinta Allaric. Wanita yang telah lama menjadi partner sex sama seperti Laura dan wanita lainnya. Namun, Clara menyalah artikan setiap perlakuan Allaric dengan menyimpan persaaan untuknya. Clara sangat mencintai dan tergila-gila pada Allaric.
Entah sudah berapa banyak wanita yang ia singkirkan. Hanya untuk tetap bertahan menjadi satu-satunya di sisi pria kaya itu. Clara juga bersitegang dengan Laura. Kedua-duanya sama-sama mengejar cinta sang pria tampan.
"Siapa wanita itu, aku harus segera menyingkirkannya," batin Clara. Clara menghampiri Allaric dan Kirana yang duduk untuk menikmati jamuan."Selamat malam," sapa Clara.Kirana terkejut melihat kedatangan Clara. Ia merasa tidak mengenal sosok Clara. Namun, setelah ia melihat Clara berbicara pada Allaric dengan akrabnya. Kirana tahu, kalau Clara adalah salah satu pengagum Boss nya.
Keduanya terlihat larut dalam obrolan yang tidak di pahami oleh Kirana dan Kirana pun tidak mah ambil pusing. Ia tetap melanjutkan makannya, sembari menikmati lagu yang di mainkan.
"Siapa yang datang bersamamu kali ini?" tanya Clara.
"Dia Kirana, sekretaris pribadi dan asisten pribadiku," jawab Allaric.
Mendengar namanya disebut, Kirana menoleh dan memandang ke arah dua orang yang sedang membicarakannya.
"Oh, hanya seorang sekretaris?" ejek Clara.
"Kenapa? Apa yang salah dengan pekerjaanku?" tanya Kirana.
"Tidak ada!" jawab Clara.
Bisa Allaric rasakan hawa permusuhan diantara Clara dan Kirana. Allaric tahu bagaimana sikap Clara. Namun, Allaric tidak pernah mengira jika Kirana berani menantangnya. Kirana menatap tajam ke arah Clara. Tidak ada sedikitpun rasa takut dalam dirinya.
"Aku mau ke toilet," cetus Kirana.
"Baiklah," sahut Allaric.
Kirana meninggalkan Allaric dan Clara.
"Kau yakin, dia hanya sekretaris pribadi?" tanya Clara."Tentu saja," jawab Allaric.
"Tapi, aku merasa kau menyukainya!" tuding Clara.
"Itu masalahku, tidak ada urusannya denganmu," sahut Allaric tegas.
"Tapi, kau tau kan? Kita ini...." Clara tidak melanjutkan ucapannya saat mendapat tatapan tajam dari Allaric.
"Aku masih ada urusan." Allaric beranjak meninggalkan Clara dengan kesal.
"Aku akan membuatmu membayar ini semua. Dasar perempuan tidak tau diri," gumam Clara, saat nelihat Allaric merangkul pinggang Kirana dan tersenyum mesra pada gadis itu. Clara pun meminta seorang pelayan memberikan minuman untuk Allaric.
Ia ingin menghabiskan malam ini dengan laki-laki yang telah lama membuatnya tergila-gila.
"Kau harus jadi milikku, setidaknya malam ini," desis Clara.****
Masih di suasana pesta, Davindra dan Laura terlihat bertengkar hebat. Bagaimana tidak, Davindra mendapati Laura mengirim pesan Allaric di belakangnya.
"Sudah aku katakan, Davi. Aku menghubunginya, hanya untuk urusan bisnis," seru Laura."Aku tidak percaya! Aku tau bagaimana sikapnya terhadap wanita," sahut Davindra tidak kalah lantang.
"Aku bukan tipe wanita yang mudah luluh dengan rayuan seorang Allaric. Aku tau bagaimana dia," ucap Laura meyakinkan Davindra.
"Aku masih tidak yakin dengan semua penjelasan dan alasanmu," sungut Davindra.
"Aku hanya mencintaimu, Davi. Hanya kau, pria satu-satunya di hatiku." Laura mendekat dan berusaha untuk merayu Davindra. Dengan inisiatif sendiri, Laura mengecup bibir Davindra dan melumatnya. Davindra membalas lumatan Laura dan memasukkan lidahnya kedalam mulut Laura.
Laura semakin terbawa suasana, perlahan Laura melepas jas dan dasi Davindra. Tangan Laura pun tidak tinggal diam, ia menggerayangi seluruh tubuh Davindra. Hingga akhirnya, Davindra menjauh dari Laura dan menghentikan semua kegiatan mereka.
"Ada apa?" tanya Kaura heran.
"Maaf, aku tidak bisa melanjutkannya," jawab Davindra mengelus kepala Clara.
Laura hanya tertawa hambar. Davindra yang selalu menolaknya jika, Laura memintanya untuk melakukan itu. Davindra selalu berkata ia tidak akan menyentuh Laura sampai keduanya menjadi suami istri. Berbeda dengan Laura, yang selalu mengingin itu semua dan menjadikannya prioritas utama dalam sebuah hubungan.
Davindra segera meninggalkan Laura di kamar hotelnya dan kembali menikmati pesta. Bukan hanya ingin menikmati pesta, tapi Davindra ingin melihat wajah Kirana. Walau saat ini, ia merasa hatinya sakit saat melihat Kirana bersama Allaric. Namun, dengan melihat senyumnya. Itu sudah cukup bagi Davindra.
Laura yang kesal, segera menelpon kenalannya, untuk datang menemuinya di kamarnya yang lain. Laura sengaja menyewa dua kamar berbeda untuknya dan Allaric. Di karenakan Allaric, tidak bisa di hubungi. Laura pun menghubungi rekannya yang lain.
****
Kembali ke suasana pesta, Allaric dan Kirana masih asyik bercengkrama dengan beberapa rekan bisnis Allaric.
"Aku haus, kamu mau sesuatu?" bisik Allaric.Kirana mengaguk. Allaric tersenyum dan meminta Kirana menunggunya.Tidak lama kemudian, Allaric kembali dengan membawa dua gelas minuman di tangannya. Allaric memberikan satu untuk Kirana dan satu untuknya.
Minuman yang telah di persiapkan untuknya, oleh Clara. Clara telah mencampur minuman Allaric dengan obat. Namun, sayangnya minuman itu tertukar saat Kirana lebih tertarik minuman milik Allaric dan pemuda itu pun dengan suka rela memberikannya.
Lima belas menit kemudian, Kirana sudah merasakan reaksi obat dalam minumannya.
"Kamu tidak apa-apa?" tanya Allaric mendekatinya.
"Entahlah! Kepalaku tiba-tiba pusing dan rasanya tidak nyaman," jawab Kirana.
"Kamu aku mengantarmu pulang?" tawar Allaric.
Kirana mengangguk pelan. Allaric memapah dan menuntun langkah Kirana. Allaric menghubungi Alan, untuk menyiapkan kamar untuk Kirana. Allaric curiga jika seseorang telah mencampur minuman untuknya dan diminum oleh Kirana.
Allaric membaringkan Kirana di ranjang, saat ia telah tiba di kamar. Kirana yang telah mabuk dan dalam pengaruh obat semakin liar. Allaric berusaha untuk menahan dirinya dan pergi meninggalkan Kirana.
Namun, tiba-tiba saja Kirana menahan Allaric dan menariknya. Tanpa diminta, Kirana mencium bibir Allaric.
"Cukup! Jangan pancing aku," cetus Allaric kesal dengan sikap agresif Kirana.Tapi, Kirana tidak mengindahkan peringatan Allaric. Ia semakin menggila dengan penolakan Allaric.
"Aku tau, kau dalam pengaruh sesuatu. Tapi, jangan pernah memancing kesabaranku," peringatan kedua dari Allaric masih tidak di hiraukan oleh Kirana.Hingga akhirnya, Allaric membalas ciuman Kirana dengan panasnya. Allaric mencumbu setiap inci tubuh Kirana. Gadis itu hanya mengerang, menikmati setiap sentuhan yang di berikan oleh Allaric.
Kirana perlahan melepas kemeja dan dasi milik Allaric. Mata Allaric menatap dalam ke arah Kirana yang telah diselimuti oleh kabut gairah. Kirana kembali melabuhkan kecupan panas di leher Allaric. Pria itu memejamkan matanya, berusaha untuk mengendalikan perasaannya. Hingga akhirnya, benteng pertahan Allaric jebol juga.
"Kau yang memintanya, Sayang," ucap Allaric, yang kemudian menyerang Kirana.
Puncaknya, Allaric terkejut saat mendapat tahu kalau Kirana masih perawan. Rasa bangga dalam dirinya muncul seketika. Ia pun berpikir, apa yang Davindra dan Kirana lakukan selama mereka bersama? Apa mereka belum pernah melakukannya sekalipun?
Allaric membuang semua pertanyaan itu. Yang penting baginya saat ini, ia telah menjadi yang pertama untuk Kirana. ia telah mendapatkan apa yang dia inginkan dari gadis itu.
Kirana terlelap di samping Allaric dengan tubuh polosnya. Wajah cantiknya semakin terlihat saat ia tertidur. Kulit putih bersihnya, kini dipenuhi dengan tanda merah dari Allaric."Kau akan terkejut saat mendapati dirimu, tidur di sampingku dengan keadaan seperti ini. Aku akan lihat, apa reaksimu saat mengetahui ini semua." Allaric menyeringai.Allaric pun berbaring di samping Kirana dan mengecup kening gadis itu.
Kirana terkejut saat bangun dalam pelukan seseorang. Yang membuatnya tidak kalah terkejut adalah saat ia melihat kondisinya saat ini. Ia masih dalam keadaan polos dengan banyak tanda merah di hampir sekujur tubuhnya."Apa yang terjadi ya, Tuhan?" gumam Kirana panik. Namun, ia kembali berusaha untuk tenang. Sedangkan Allaric masih terlelap dalam tidurnya."Tuan.... Tuan...." Kirana coba untuk membangunkan Allaric.Allaric mengernyitkan matanya, kemudian tersenyum pada Kirana."Selamat pagi, Sayang," ucap Allaric tersenyum.Kirana membulatkan matanya, saat ia mendengar Allaric menyebutnya Sayang."Tuan, apa yang terjadi?" tanya Kirana."Apa kamu lupa?" Allaric membelai lembut wajah Kirana.Kirana mengelak dan menepiskan tangan Allaric. "Apa maksud anda?""Kamu lihat sendiri dan simpulkan sendiri," sahut Allaric."Tuan, anda bercandakan? Kita tidak mungkinkan?" suara Kirana mulai bergetar.
Kirana tiba di rumahnya dan langsung masuk ke kamarnya."Kamu sudah pulang, Na?" sapa sang Mama."Iya, Ma!" sahut Kirana.Ayu memperhatikan barang bawaan putrinya."Kamu di pecat, Na?" tanya Ayu."Kirana mengundurkan diri, Ma," jawabnya singkat."Tapi, kenapa?" lanjut Ayu."Semuanya, sudah tidak sejalan dengan cara kerja Kirana, Ma," bohong Kirana. Ia tidak mau sampai Mamanya tahu perkara yang sebenarnya. Kesehatan Mamanya saat ini lebih penting, dari apapun juga."Yang sabar ya, Na. Mama yakin, kamu masih bisa mendapat pekerjaan yang lebih baik di tempat lain," hibur Ayu.Kirana memeluk Mamanya, berusaha menahan air matanya."Kamu istirahat dulu, Mama akan siapkan makan siang." Ayu melepas pelukan dan meninggalkan kamar putrinya.Sepeninggalan Mamanya, Kirana kembali menatap langit-langit kamarnya."Aku harus segera mencari pekerjaan. Aku tidak mau, menjadi beban untuk Mama," batin Kirana. Ia pun ba
"Tidak!" seru Kirana.Seketika semua mata memandang ke arah mereka. Alan berusaha untuk meredam amarah Kirana."Tenanglah! Semua orang sedang memperhatikan kita," bujuk Alan."Aku tidak mau lagi kembali ke sana," tegas Kirana."Aku tidak memaksamu, aku tau kau tidak akan setuju untuk kembali dan aku tidak akan memaksakan kehendakku," ungkap Alan."Lantas? Untuk apa, kau menemuiku?" tanya Kirana."Aku hanya menjalankan perintah dari Allaric. Kau tau sendiri, bagaimana sikapnya jika permintaannya tidak dipenuhi?" ucap Alan.Kirana terdiam, ia tahu Alan tidan pernah membantah apapun permintaan dan perintah dari Allaric."Aku tidak mau dihina lagi," lanjut Kirana."Aku tau, aku paham keadaanmu." sahut Alan lirih. Ia tahu semua yang terjadi pada Kirana. Sejujurnya, ia merasa kasihan pada gadis itu, tapi ia tidak bisa berbuat apa-apa selain menuruti permintaan Allaric sebagai Boss nya."Aku permisi pulang, sebentar lagi aku masuk kerja
Kirana menarik nafas dalam, ia memikirkan kembali ucapan Allaric saat di restoran yang mengatakan.Karena, ia harus segera melunasi hutangnya pada perusahaan. Kirana benar-benar kesal dan marah pada Allaric, ia tidak menyangka jika laki-laki itu sempat menjebaknya."Bagaimana ini? Apa aku harus kembali bekerja?" gumam Kirana.Kirana membanting dirinya ke ranjang dan berguling ke sana ke mari."Apa yang harus aku lakukan sekarang?" lanjut Kiran bergumam sendiri."Kalau aku tidak bekerja kembali ke sana, itu artinya aku harus membayar semuanya. Darimana aku mendapatkan uang sebanyak itu. Bekerja sepuluh tahun pun tidak akan bisa melunasinya," batin Kirana.Kirana melirik ponselnya, ia mengambil dan membuka daftar kontak. Terlihat nama Alan di baris depan."Apa aku harus menelpon Alan dan bilang padanya, kalau aku setuju bekerja kembali?" Kirana memutar-mutar ponsel di tangannya.Saat Kirana larut dalam pikirannya. Tiba-tiba, po
Dengan muka jengkel, Kirana duduk di samping Mamanya. Tatapan tajam mengarah pada sosok di depannya, yang masih bisa tersenyum dengan manis."Nak, Allaric bilang dia ingin meminta kamu untuk bekerja di kantornya lagi dan dia juga sudah meminta maaf untuk masalah kemarin," ungkap Ayu panjang lebar menjelaskan pada putrinya.Kirana hanya diam dan memutar matanya malas, saat mendengar penjelasan sang Mama."Bagaimana, Nona Kirana? Apa kamu mau bergabung kembali bersama kami?" tanya Alan."Tidak!" tolak Kirana."Kalau begitu, kamu harus melihat ini," sela Allaric.Alan mengeluarkan sebuah map, yang sudah Kirana tahu isinya."Kamu masih ingat dengan ini?" tanya Allaric.Kirana menyipitkan matanya. Ia tahu, Allaric kembali mengingatkan akan hutangnya."Ma, Nana ingin bicara pada mereka," ucap Kirana.Mama Ayu mengangguk dan pergi masuk meninggalkan mereka. Allaric juga memerintahkan Alan untuk membiarkan mereka berdua. Sele
Kirana membulatkan matanya, saat melihat Allaric ada di hadapannya. Ia pun teringat akan nama rekan bisnis dari atasannya. Kirana pun menyesali langkahnya untuk ikut menemani Boss nya hari ini."Perkenalkan, Tuan. Ini sekretaris saya," ucapnya, memperkenalkan Kirana pada Allaric.Kirana hanya mengangguk pelan dan kembali menunduk. Ia tidak berani menatap mata Allaric yang sedari tadi menatapnya."Berikan berkas yang telah kita siapkan tadi, pada Tuan Allaric," ucap atasan Kirana.Kirana memberikan berkas itu pada Alan. Namun, malah Allaric yang menerimanya."Kami akan mempelajari berkas perjanjian ini, sebelum menandatanganinya," Alan berkata dengan tegas. Alan tahu, saat ini Allaric menginginkan Kirana untuk berada di sampingnya.Setelahnya, mereka pun memutuskan untuk makan siang bersama. Setelah semuanya selesai, mereka pun membubarkan diri. Kirana pamit ke toilet, sedangkan Boss nya telah pulang lebih dahulu.Allaric meminta Alan me
Dengan lesuh, Kirana kembali ke kantornya. Ia tidak berhasil membuat Allaric melanjutkan proyek kerja sama mereka. Kirana pun meminta maaf pada atasannya."Maafkan saya, Tuan," sesal Kirana."Tidak apa-apa, mungkin kita tidak bisa melanjutkan proyek ini," ucapnya.Kirana benar-benar merasa bersalah. Ia merasa ini semua gara-gara dirinya, yang menolak permintaan Allaric untuk kembali bekerja di perusahaannya."Karena proyek itu gagal, maka ada beberapa karyawan yang akan di berhentikan," lanjut atasan Kirana."Apa?" Kirana terkejut."Yah! Mau bagaimana lagi," lanjutnya.Kirana semakin merasa bersalah. Kirana keluar dari ruangan Bossnya."Kirana, apa aku boleh bertanya sesuatu yang pribadi padamu?" tanya Boss nya.Kirana mengenggukkan kepalanya."Ada hubungan apa, antar kau dan tuan Allaric?"Kirana terkejut mendapat pertanyaan itu."Apa maksud Anda?""Kemarin, tuan Allaric menghubungiku dan m
"Aku setuju, untuk bergabung kembali di sini. Tapi, Anda harus mengabulkan beberapa syarat dari saya," ucap Kirana."Baik, katakanlah," sahut Allaric."Pertama, Anda harus menandatangani kerja sama kemarin," ungkap Kirana."Baiklah, aku akan mengutus Alan untuk mengirim berkasnya," sahut Allaric."Kedua, Anda harus tetap memotong sebagian dari gaji saya untuk hutang biaya pengobatan mama. Saya tidak mau, terus-terusan terikat dengan Anda. Jadi, jika hutang saya lunas. Saya akan segera mengundurkan diri," lanjut Kirana.Allaric sempat terkejut mendengar persyartan kedua dari Kirana. Namun, Allaric tetap saja mengiyakannya."Aku setuju. Tapi, aku juga punya beberapa peraturan yang juga harus kau ikuti," timpal Allaric.Kirana menatap bingung ke arah Allaric."Mulai saat ini, kau adalah asisten sekaligus sekretaris pribadiku. Itu, artinya kau akan selalu ada untukku dan mendampingiku ke manapun aku pergi," lanjut Allaric.
Kirana menahan emosinya, saat mendapat laporan dari pengasuh kedua buah hatinya. Wanita bernama Darla, itu mengatakan. Jika, seseorang sering menemui Carmen dan Carlo. Saat ia menanyakan, siapa orangnya pada kedua anak kembarnya. Ia terkejut, ketika tahu nama yang disebut Carlo."Darla, aku ingin mengatakan sesuatu padamu. Jika, saat aku tidak di rumah. Aku mau kau mengawasi si kembar. Aku tidak mau, sampai pria itu menemui mereka lagi," kata Kirana pada pengasuhnya.Darla mengangguk mengerti. Kirana berencana, akan menemui Davi untuk membicarakan hal ini. Ia tidak mau, berhubungan dengan keluarga itu lagi. Setelah apa yang terjadi, Kirana masih mengingat setiap luka, yang keluarga Davi berikan padanya.Setelah semuanya siap, Kirana segera berpamitan pada kedua anaknya. Ia tetap memperingatkan Darla lagi, tentang hal tadi. Ia juga berpesan pada anak-anaknya, untuk tidak berbicara pada orang asing.****Sementara di kediamannya, Davi terlihat bahagia saya mendapat satu pesan dari Kiran
Kirana berang, saat ia tahu kalau Davindra menipunya. Pria yang pernah mengisi hatinya dulu, yang sengaja mengajaknya keluar dengan alasan untuk membicarakan bisnis mereka. Ternyata, pria itu menggunakan kesempatan itu untuk merayu Kirana kembali."Jadi, kau mengajakku ke mari hanya untuk membicarakan itu?" Seru Kirana lantang."Na, dengarkan aku. Aku hanya ingin berbicara padamu secara pribadi," kata Davi, berusaha untuk menjelaskan pada Kirana."Apa lagi yang ingin kamu bicarakan? Sudah tidak ada lagi yang harus dibicarakan," tegas Kirana."Na, aku hanya ingin kita bisa seperti dulu," ucap Davi lirih."Tidak!" tegas Kirana.Davindra tercegat medengar suara tegas Kirana."Aku tidak mau, memulai sesuatu yang telah aku lupakan," lanjut Kirana."Apa salahnya, jika mencobanya, Na," pinta Davi lirih.Sampai saat ini, Davindra masih mencintai Kirana. Sampai kapanpun, hanya Kirana yang ada di dalam hati Davindra.Setelah perceraiannya bersama Laura selesai. Davindra berusaha mencari keberad
Kirana sedang berjanji untuk bertemu salah satu kliennya. Setelah menunggu cukup lama, akhirnya klien yang di maksud tiba. Kirana hampir tidak percaya, siapa kliennya kali ini.Davindra datang bersama Papanya. Ayah dan anak itu sempat tidak menduga, jika yang menjadi utusan adalah Kirana."Selamat siang, Tuan Oscar dan Tuan Davindra." Kirana mengulurkan tangan dan menjabat keduanya, secara bergantian."Anda Nona Kirana, utusan perwakilan dari perusahaan X?" tanya Oscar."Benar, Tuan. Silahkan duduk," ucap Kirana mempersilahkan tamunya."Saya kira Anda, ini seseorang yang...." ucapan Oscar di potong Kirana."Tua dan jelek," potong Kirana.Oscar tersenyum tidak enak."Kita langsung saja." Kirana membuka map yang ia bawa dan mengunjukkan kepada Oscar dan putranya. Kirana mulai menjelaskan semuanya pad
"Siapa namamu?" tanya Allaric pada seorang anak berumur lima tahun."Namaku, Carlo," jawabnya.Allaric sempat menatap dalam wajah lugu dan polos itu. Mata coklat dan senyumnya, mampu menembus tepung hati Allaric. Ada rasa nyaman dan damai saat ia menatapnya. Mata itu juga mengingatkan Allaric pada seseorang di masa lalu."Carlo, kau di sini bersama orang tuamu?" tanya Alan."Tidak! Aku ke sini bersama teman-teman dan guruku," jawab Carlo."Kau salah satu dari mereka?" Mata Allaric tertuju pada sekelompok anak kecil yang sedang bermain bersama gurunya.Carlo mengangguk cepat."Apa yang kau lakukan di sini?" terdengar suara cempreng, namun penuh dengan ketegasan.Kursi roda Allaric berputar ke arah sumber suara. Kembali mata Allaric di suguhi pemandangan yang menyejukkan matanya."Maafkan saudaraku, Tuan," ucap Carmen.
Sudah tiga hari, Kirana sampai. Hari ini, ia bersiap untuk ke kantor. Perempuan itu segera menyelesaikan urusan kantornya, kemudian bergegas untuk pulang. Ia harus segera menjemput anak-anaknya, yang ia titipkan ke penitipan anak.Kirana yang baru saja tiba, memang mengalami sedikit masalah dalam mencari pengasuh untuk kedua buah hatinya. Ia sangat teliti dalam memilih, seorang yang akan dia percayakan untuk menjaga kedua anaknya."Momm, ada baiknya jika kami masuk sekolah," cetus Carmen.Mata Kirana melirik ke arah putrinya, kemudian melemparkan pandangan pada kembarannya."Kamu mau, sekolah di sini?" sela Carlo.Carmen mengangguk. "Dari pada setiap hari, di penitipan. Lebih baik sekolah, kan?"Kirana tertegun sejenak. Apa yang dikatakan, Carmen ada benarnya. Jika, keduanya dimasukkan ke sekolah, mungkin Kirana akan tenang bekerja. Setidaknya, ia tidak perlu berusaha paya
"Apa, Tuan? Anda ingin mengirim saya ke sana?" tanya Kirana terkejut."Tidak ada orang lain, yang bisa saya andalankan selain kamu Kirana. Dengan kemampuan yang kamu punya, saya yakin kamu bisa menangani masalah di kantor cabang," jelas atasannya."Tapi, saya tidak mau ke sana," tolak Kirana. "Anda bisa mengirim saya kemanapun, asal jangan ke sana.""Mengapa? Apa kamu ada masalah, dengan tempat itu?" tanya bos-nya.Kirana terdiam, die enggan menjelaskannya pada sang atasan."Bersiaplah. Lusa, aku akan mengatur keberangkatanmu," putus Bos-nya.Kirana melangkah gontai, meninggalkan ruangan Bos-nya. Ia duduk dan kembali mengingat kejadian di tempat itu. Kirana memutuskan untuk pulang lebih cepat dan saat tiba di rumah. Ia lebih memilih masuk ke kamarnya, hingga saat makan malam.Dua hari kemudian, mau tidak mau. Kirana harus berangkat juga, ia meminta waktu untuk mempersiapkan segalanya. Mengingat ia memiliki dua anak kembar, yang pasti
Allaric kembali mengunjungi club' malam, untuk minum hingga mabuk. Ia ingin menghibur kesepiannya. Semenjak kepergian Kirana, Allaric merasa enggan untuk menetap di mansionnya. Bayang-bayang Kirana terusa saja menghantuinya, setiap kali ia berada di mansionnya. Masih teringat jelas senyum yang terukir di wajah wanita itu, saat bersama Allaric.Kepergian Kirana pun, seperti membawa separuh jiwa Allaric. Ia merasa kehilangan sesuatu yang berharga dalam hidupnya. Di dalam club' pun, ia tidak mau ditemani oleh siapapun. Ia hanya ingin sendiri, meratapi kesedihannya. Allaric benar-benar hancur tanpa Kirana.Di tengah kegalauan hatinya, seseorang mendekatinya."Apa ini? Masalah besar apa, yang menimpa seorang Allaric hingga bisa hancur seperti ini?" ucap orang itu.Allaric menatap nanar, ke arah sumber suara."Mau apa kau?" tanya Allaric ketus."Aku hanya datang untuk menghibur diri. Ta
Allaric membuka lemari milik Kirana. Namun, anehnya tak satupun barang milik Kirana bergerak dari tempatnya. Semua masih tersusun rapi, pada tempatnya bahkan tidak ada yang berkurang.Allaric mengepalkan tangannya, ia kembali memeriksa lemari yang lainnya. Bahkan, perhiasan saja, masih berada di tempatnya. Allaric teringat akan id card, yang diminta Kirana tempo hari. Rahang Allaric mengeras, ia mengertakan giginya kesal."Jadi, selama ini. Kau hanya berpura-pura, untuk menarik simpati serta untuk mendapat kepercayaan dariku," gumam Allaric kesal.Alan yang baru tiba, terkejut melihat kondisi kamar yang sudah seperti diterjang badai."Ada apa?" tanya Alan."Dia kabur, tanpa membawa apapun selain apa yang ia kenakan dan tanda pengenalnya," jawab Allaric geram."Kau memberikannya?" tanya Allaric lagi."Kau pikir aku gila, jika memberikannya
Kirana kembali ke mansion, tanpa menghiraukan sapaan dari para pelayan, ia berjalan langsung masuk ke kamarnya. Ia menghempaskan tubuhnya di atas kasur. Kirana kembali mengingat, dua tubuh yang penuh keringat. Sedang bergumul di atas ranjang, yang juga sering ia gunakan.Kirana meremas kasar rambutnya, berusaha untuk mengusir dan menghapus pemandangan yang baru saja ia saksikan. Kirana kembali mengingat, apa yang dikatakan Cindy? Wanita itu berkata benar, Allaric memang masih seperti dulu. Sampai kapanpun, pria itu tidak akan pernah bisa berubah.Kirana merenungi kebodohannya. Mengapa ia, cepat percaya dengan semua yang Allaric katakan? Kirana pun memutuskan untuk pergi dari tempat ini. Ia segera beranjak kembali dari duduknya dan berjalan menuju pintu.Ceklek....Kirana menghentikan langkahnya, saat melihat beberapa pelayan yang menyapanya. Kirana hanya tersenyum tipis, sembari menutup pintu d