Kirana mulai membiasakan diri dengan tugas baru. Sejak diangkat menjadi sekretaris pribadi Allaric. Ia terlihat lebih santai dari sebelumnya. Allaric tidak mau membebankan semua pekerjaan padanya. Kirana hanya memeriksa dam menyusun berkas yang akan ia serahkan pada Bos-nya.
"Pukul berapa Kita meeting hari ini?" tanya Allaric.
"Pukul dua, Tuan," jawab Kirana.
"Kau sudah siapkan berkas yang akan dipakai meeting nanti?" lanjut Allaric.
"Sudah, Tuan," jawab Kirana lagi.
Allaric hanya mengangguk senang. Alan memperhatikan kedua orang yang berjalan di depannya dengan tersenyum. Sampai di ruangannya, Allaric langsung duduk di kursi kebesaranya. Alan juga duduk dan langsung membuka laptopnya untuk memeriksa beberapa email yang masuk. Kirana sendiri segera membuatkan minuman untuk Bos dan asistennya.
"Tuan, malam ini ada janji temu dengan, Clara," cetus Alan tiba-tiba.
"Aku sibuk!" sahut Allaric cuek.
Kirana masuk dengan nampan di tangannya. Secangkir kopi ia letakkan di meja kerja Bos-nya dan satunya lagi untuk sang asisten.
"Aku mau secepatnya menjadikannya milikku," cetus Allaric."Maksud Anda, Kirana?" tanya Alan.
"Yah! Siapa lagi?" Allaric menganggukan kepalanya.
"Saya akan mencari cara untuk membantu Anda," timpal Alan.
"Aku dan Davindra mengadakan taruhan untuk merebut hati Kirana," ucap Allaric.
"Apa? Taruhan?" tanya Alan.
"Yah! Davindra mengatakan padaku, jika Aku tidak akan bisa mendapatkan Kirana. Sebab, Kirana bukan gadis seperti yang sering berada di sekelilingku. Davindra juga mengatakan, jika Aku tidak berhasil mendapatkannya. Aku harus melepaskan dan membiarkannya bebas," papar Allaric.
"Membebaskan? Maksudnya?" tanya Alan.
"Kau tau sendiri hubungan antara Kirana dan Davindra tidak akan pernah mendapat restu dari kedua orang tuanya. Bahkan, mereka telah mempersiapkan wanita lain untuk menjadi pendamping putranya," ungkap Allaric.
"Apa Kirana tau?" tanya Alan.
"Tidak! Aku yakin, jika sampai dia tau. Dia pasti akan segera meninggalkan Davindra," sahut Allaric.
"Lalu, kenapa Anda tidak menggunakan kesempatan ini untuk membuat keduanya berpisah?" tanya Alan lagi.
"Aku tidak sepengecut itu. Menggunakan cara kotor untuk menyingkirkan sainganku. Aku akan bermain adil kali ini," tutue Allaric tersenyum penuh arti.
"Saya mengerti," sahut Alan.
***
Kirana kembali mengunjungi mamanya yang masih berada di rumah sakit. Seorang suster menghampirinya dan mengatakan. Jika, Dokter ingin bertemu dan berbicara padanya. Kirana pun segera menemui Dokter di ruangannya.
"Mama, Kamu harus segera menjalani operasi cangkok jantung," ujar Dokter."Apa, Dok? Operasi cangkok jantung?" tanya Kirana terkejut.
"Yah! Itu pun harus dilakukan di luar negeri," ungkap Dokter.
"Berapa biayanya, Dok?" tanya Kirana.
"Biayanya sekitar 15M," jawab Dokter.
"Apa?"
Dengan langkah gontai Kirana meninggalkan ruangan Dokter.
"Kemana Aku harus mencari uang sebanyak itu dalam waktu singkat?" batin Kirana.Ia pun memutuskan untuk kembali ke kantornya untuk menemani Allaric meeting. Tiba di kantornya, Kirana segera memeriksa semua berkas yang akan ia serahkan pada Allric. Setelahastikam semuanya siap. Ia pun segera menemui Allaric dan menyerahkannya.Sepanjang rapat berlangsung, Kirana lebih banyak diam dan merenung. Hingga meeting selesai, Kirana tetap diam. Ia mengikuti langkah Allaric dan Alan kembali ke ruangannya.
"Kita makan siang dulu, Tuan," ucap Alan."Kau benar. Ayo!" ajak Allaric.
Kirana masih diam dan larut dalam pikirannya. Allaric memberi kode pada Alan untuk mengajak Kirana. Lamunan Kirana buyar saat Alan menepuk pundaknya.
"Ya, Tuan!" seru Kirana."Kamu tidak apa-apa?" tanya Alan.
"Yah!" Kirana mengangguk mengiyakan.
"Tuan, mengajak Kita untuk makan siang," ujar Alan.
"Tapi, Saye belum begitu lapar," tolak Kirana sopan. Saat ini, Ia sama sekali tidak ada nafsu makan. Ia masih memikirkan kondisi mamanya.
Allaric kembali melirik ke arah Alan.
"Kau harus makan tepat waktu. Setelah ini, Kau harus menemani Tuan menemui klien Kita yang lain!" seru Alan."Apa? Saya, menemani, Tuan? Anda? tanya Kirana.
"Saya akan keluar kota dan besok pagi akan kembali," ungkap Alan.
Kirana berpikir sejenak.
"Apa Kau keberatan?" terdengar suara bariton Allaric yang menyadarkan Kirana.
"Tidak, Tuan!" seru Kirana cepat.
"Ayo!" Allaric melangkahkan dan berjalan lebih dulu.
****
"Apa ada sesuatu yang menganggu pikiranmu?" tanya Allaric pada Kirana, saat keduanya makan malam. Setelah selesai meeting.
"Tidak ada, Tuan. Saya mungkim hanya kelelahan," jawab Kirana ringan."Apa, Kau mau cuti beberapa hari?" tanya Allaric.
"Tidak, Tuan! Tidak perlu!" seru Kirana menolak.
"Aku tidak akan memaksa karyawanku untuk bekerja di luar kemampuannya. Jika, Kau lelah. Kau boleh ambil cuti dan istirahat. Aku juga, selain bekerja Kau juga harus menjaga mamamu di rumah sakit," papar Allaric.
Kirana hanya diam.
"Makanlah, Aku akan mengizinkanmu libur beberapa hari mulai besok." Allaric memberikana piring berisi steak miliknya yang telah ia potong untuk Kirana.
Kirana kembali membisu. Sikapnya semakin membuat Allaric yakin, kalau saat ini gadis pujaannya ini sedang ada masalah.
"Jika, Kau ada masalah. Jangan sungkan untuk mengatakannya padaku," lanjutnya.Kirana hanya menjawan dengan anggukan. Setelah selesai makan malam. Allaric mengantarkam Kirana langsung ke rumah sakit. Semula Kirana menolak dengan mengatakan jika ia ingin pulang ke rumah terlebih dahulu.
Namun, dasar Allaric yang keras dan keinginannya yang tidak bisa di tolak. Akhirnya, Kirana memilih pulang ke rumah sakit.
Tiba di rumah sakit. Davi telah berada di sana dan menunggunya."Kamu dari mana saja? Mama tadi kejang-kejang," ucap Davi."Maaf, Aku baru selesai meeting menemani atasanku," sahut Kirana cemas.
"Lebih baik. Sekarang Kamu, temui Dokter dulu dan menanyakan kondisi Mama," ujar Davi.
Kirana mengangguk dan segera meninggalkan Davi dan Allaric.
"Apa yang terjadi?" tanya Allaric pada Davi."Dia tidak memberitahumu?" tanya Davi balik.
Allaric hanya menggeleng.
Davi tersenyum sembari menggelengkan kepalanya.
"Mamanya, saat ini sedang koma dan harus segera melakukan operasi pencangkokan jantung di luar negeri," ungkap Davi.Allaric menyipitkan matanya. Ia pun menarik kesimpulan. Ini adalah penyebabnya seharian ini Kirana banyak melamun dan diam.
"Aku akan membantunya!" seru Allaric."Membantu apa? Membantu biaya operasinya? Jangan mimpi." Davi tersenyum mengejek.
"Kenapa? Apa Kau tidak yakin kalau Aku bisa membujukny?" tanya Allaric.
"Kau coba saja," tantang Davi.
"Akan Aku buktikan padamu!" seru Allaric.
Davi hanya memasang senyum tak yakin.
****.
Keesokan harinya, Alan menemui Kirana.
"Kau di minta ke ruangan Bos sekarang!" seru Alan."Ada apa, Tuan?" tanya Kirana bingung.
"Sudah! Pergi saja," jawab Alan.
Kirana pun beranjak dan segera bergegas ke ruangab Bos nya. Setelah mengetuk pintu dan mendapat jawaban dari dalam. Kirana pun melangkah masuk.
"Anda panggil Saya, Tuan?" tanya Kirana."Duduklah, ada satu hal yang ingin Aku katakan padamu," sahut Allaric.Kirana pun menurut. Allaric mengeluarkan beberapa lembar kertas dan memberikannya pada Kirana.
"Ini apa, Tuan?" tanya Kirana."Aku tau, Kau sedang menghadapi masalah besar tentang penyakit ibumu," ucap Allaric.
"Apa?" tanya Kirana terkejut.
"Kau tandatangani itu dan Alan yang akan mengurus semuanya," ucap Allaric.
"Tapi, Saya rasa tidak perlu, Tuan," tolak Kirana halus.
"Ini perlu. Sangat perlu," sahut Allaric.
"Tuan, Saya kira Anda sudah salah paham disini. Saya memang sedang banyak masalah akhir-akhir ini dan itu bukan masalah biaya pengobatan mama Saya," jelas Kirana. Ia tidak mau kalau sampai berhutang budi pada atasannya. Sebab, ia sudah mendapat peringatan keras dari Davi untuk tidak terlalu dekat dengan sosok Allaric.
Apa lagi jika sampai ia berhutang budi. Untuk itu, Kirana berusaha keras berjuang untuk mencari uang untuk biaya operasi mamanya.
bersambung.
Kata-kata Allric masih terngiang di telinga Kirana. Gadis itu terus saja memikirkan tawaran Allaric, yang ingin membantunya untuk biaya pengobatan mamanya. Saat istirahat siang, Kirana memutuskan untuk ke rumah sakit menjenguk Mamanya. Setelah memastikan kondisi Mamanya dan berbincang sejenak bersama Dokter dan perawat. Kirana pun memutuskan untuk kembali ke kantornya.Kirana pun telah kembali lagi ke kantornya. Seperti biasa, Ia akan langsung melanjutkan pekerjaan yang sempat Ia tinggal karena harus kembali ke rumah sakit."Kirana, Kamu berikan ini pada, Tuan yah!" perintah Maya."Baik," sahut Kirana."Tapi, sebaiknya Kamu periksa kembali. Saya takut ada yang keliru," pintanya. Kini Maya tidak berani lagi memerintah Kirana dengan semau hatinya. Ia telah mendapat peringatan yang keras dari Alan. Walau ada perasaan kesal dan marah di hatinya. Maya, kembali mencoba menerima semua.Lagi pula, Kirana tidak pernah berulah yang membuatnya kesal. Sebaliknya
Kirana kini mulai bisa menjalankan tugasnya sebagai sekretaris sekaligus asisten pribadi Allaric, menggantikan Alan yang saat ini masih berada di luar negeri. Dengan sabar, Allaric mengajari Kirana apa saja tugasnya sebagai asisten."Tuan, Saya ingin meminta izin untuk tidak ikut pertemuan malam ini," cetus Kirana meminta izin."Kenapa? Apa ada sesuatu yang penting?" tanya Allaric."Saya ingin ke rumah sakit, menemani mama," jawabnya."Baiklah! Kita akan membatalkan pertemuan malam ini dan Saya juga akan ikut menemani Kamu di rumah sakit!" seru Allaric."Tapi, Anda tidak perlu melakukannya, Tuan," Kirana tolak Kirana."Kamu keberatan jika Saya ikut bersama Kamu?" tanya Allaric."Bukan begitu. Hanya saja, Saya merasa tidak enak dengan yang lain. Jika Anda, sering terlihat bersama Saya," tutur Kirana."Maksud Kamu?" tanya Allaric, sembari menyipitkan matanya."Tuan, Saya ingin jujur pada Anda," cetus Kirana."Saya suka orang
Kesehatan Mamanya Kirana, perlahan pulih. Wanita itu pun sudah di perbolehkan untuk pulang. Kirana meminta izin pada Allaric untuk tidak masuk kantor hari ini. Ia akan menjemput mamanya dari rumah sakit. Dengan senang hati, Allaric mengabulkannya dan dia sendiri juga ikut datang menjemput.Mama Kirana terlihat senang pada sosok Allaric yang baik dan sopan. Allaric sendiri merasa nyaman saat dirinya mengobrol bersama Mama Kirana. Entah mengapa sikap lembut lembut wanita itu membuat Allaric merasa seperti sedang berbicara pada Ibunya."Mama, istirahat dulu ya!" seru Kirana."Mama, masih ingin mengobrol, Na. Sudah lama tidak mengobrol panjang lebar seperti ini, sejak Mama berada di rumah sakit," sahut sang Mama."Iya, Nana ngerti. Tapi, kan Mama juga harus banyak istirahat," lanjut Kirana."Kirana benar, Nyonya. Sebaiknya, Anda istirahat agar kesehatan Anda segera pulih," selaAllaric."Baiklah," ucap Ayu menuruti kedua anak muda dei depannya. Kirana
Allaric dan Kirana tiba di negara S. Kirana yang baru pertama kali melakukan perjalanan jauh menggunakan pesawat, terkulai lemas."Istirahatlah! Besok, kita akan menghadiri rapat!" seru Allaric yang mengantarkan Kirana ke kamarnya.Kirana hanya mengangguk, matanya terasa berat dengan tubuh yang lemas."Kamarku tepat di sebelah kamarmu." tunjuk Allaric. "Kalau kamu membutuhkan sesuatu, kamu tinggal datang saja!" lanjutnya sembari tersenyum.Kirana mengangguk mengerti. Allaric pun melangakah ke kamarnya dan membiarkan Kirana untuk istirahat. Selepas kepergian Allaric, Kirana menghempaskan dirinya ke atas ranjang dan kembali tidur.Keesokan harinya, dengan malas Kirana bangkit dan membuka pintu.Ceklek ...."Selamat pagi!" sapa Allaric.Mata Kirana membulat saat melihat Boss nya sudah berada di depan pintu."Tuan!" seru Kirana terkejut."Kamu baru bangun?" tanya Allaric.Kirana menganggukkan kepalanya dan mempersilahkan Allaric masu
"Apa? Dia asisten pribadi kamu?" pekik Victoria."Yah! Kenapa? Apa ada masalah?" tanya Allaric."Tidak ada!" sela Oscar.Victoria menatap Kirana dari ujung rambut hingga ujung kaki dengan tatapan tidak suka dan menyepelekan. Kirana menunduk tidak nyaman dengan tatapan dari Victoria."Ada apa, Tante? Apa kalian saling mengenal?" tanya Allaric sembari menyindir Davindra."Tidak! Hanya saja, aku jadi teringat dengan seorang gadis yang pernah bermimpi untuk menjadi bagian dari keluargaku," sindir Victoria.Kirana semakin menundukkan kepalanya"Sudahlah, Ma!" ucap Davindra yang akhirnya angkat bicara. Ia merasa kasihan melihat Kirana, gadis yang ia cintai menjadi bulan-bulan orang tuanya."Lalu, apa yabg terjadi pada gadis itu?" pancing Allaric."Tentu saja kami melarang Davi untuk melanjutkan hubungannya dan kami juga sudah menyiapkan calon yang cocok untuk jadi menantu kami." Victoria menunjuk ke arah gadis yang sejak
"Tuan Alan!" seru Kirana menghampiri pria yang dikenalnya."Kirana, kamu disini?" sahut Alan tersenyum."Dia datang bersamaku," sela Allaric."Tuan." Alan mengulurkam tangannya."Selamat untuk semuanya," ucap Allaric."Terima kasih," sahut Alan.Kirana memandang dengan tatapan aneh pada dua pria di hadapannya. Alan dan Allaric tertawa melihat wajah bingung Kirana."Ini adalah pesta peresmian pembukaan hotel milik Alan dan saudaranya, Sammy," ucap Allaric.Kirana masih mendengarkan penjelasan Allaric hingga selesai. Ia pun kini tahu, mengapa Alan meminta, untuk menggantikannya dalam waktu yang lama. Setelah selesai menjelaskan pada Kirana, Allaric dan Alan pun membawa Kirana untuk berkeliling dan menyapa para kolega mereka.Alan juga memperkenalkan Kirana pada Sammy. Di luar dugaan, ternyata Sammy dan Alan memiliki wajah yang sangat mirip."Apa kalian kembar?" tanya Kirana."Tidak!" jawab Alan dan Sammy bersam
Kirana terkejut saat bangun dalam pelukan seseorang. Yang membuatnya tidak kalah terkejut adalah saat ia melihat kondisinya saat ini. Ia masih dalam keadaan polos dengan banyak tanda merah di hampir sekujur tubuhnya."Apa yang terjadi ya, Tuhan?" gumam Kirana panik. Namun, ia kembali berusaha untuk tenang. Sedangkan Allaric masih terlelap dalam tidurnya."Tuan.... Tuan...." Kirana coba untuk membangunkan Allaric.Allaric mengernyitkan matanya, kemudian tersenyum pada Kirana."Selamat pagi, Sayang," ucap Allaric tersenyum.Kirana membulatkan matanya, saat ia mendengar Allaric menyebutnya Sayang."Tuan, apa yang terjadi?" tanya Kirana."Apa kamu lupa?" Allaric membelai lembut wajah Kirana.Kirana mengelak dan menepiskan tangan Allaric. "Apa maksud anda?""Kamu lihat sendiri dan simpulkan sendiri," sahut Allaric."Tuan, anda bercandakan? Kita tidak mungkinkan?" suara Kirana mulai bergetar.
Kirana tiba di rumahnya dan langsung masuk ke kamarnya."Kamu sudah pulang, Na?" sapa sang Mama."Iya, Ma!" sahut Kirana.Ayu memperhatikan barang bawaan putrinya."Kamu di pecat, Na?" tanya Ayu."Kirana mengundurkan diri, Ma," jawabnya singkat."Tapi, kenapa?" lanjut Ayu."Semuanya, sudah tidak sejalan dengan cara kerja Kirana, Ma," bohong Kirana. Ia tidak mau sampai Mamanya tahu perkara yang sebenarnya. Kesehatan Mamanya saat ini lebih penting, dari apapun juga."Yang sabar ya, Na. Mama yakin, kamu masih bisa mendapat pekerjaan yang lebih baik di tempat lain," hibur Ayu.Kirana memeluk Mamanya, berusaha menahan air matanya."Kamu istirahat dulu, Mama akan siapkan makan siang." Ayu melepas pelukan dan meninggalkan kamar putrinya.Sepeninggalan Mamanya, Kirana kembali menatap langit-langit kamarnya."Aku harus segera mencari pekerjaan. Aku tidak mau, menjadi beban untuk Mama," batin Kirana. Ia pun ba
Kirana menahan emosinya, saat mendapat laporan dari pengasuh kedua buah hatinya. Wanita bernama Darla, itu mengatakan. Jika, seseorang sering menemui Carmen dan Carlo. Saat ia menanyakan, siapa orangnya pada kedua anak kembarnya. Ia terkejut, ketika tahu nama yang disebut Carlo."Darla, aku ingin mengatakan sesuatu padamu. Jika, saat aku tidak di rumah. Aku mau kau mengawasi si kembar. Aku tidak mau, sampai pria itu menemui mereka lagi," kata Kirana pada pengasuhnya.Darla mengangguk mengerti. Kirana berencana, akan menemui Davi untuk membicarakan hal ini. Ia tidak mau, berhubungan dengan keluarga itu lagi. Setelah apa yang terjadi, Kirana masih mengingat setiap luka, yang keluarga Davi berikan padanya.Setelah semuanya siap, Kirana segera berpamitan pada kedua anaknya. Ia tetap memperingatkan Darla lagi, tentang hal tadi. Ia juga berpesan pada anak-anaknya, untuk tidak berbicara pada orang asing.****Sementara di kediamannya, Davi terlihat bahagia saya mendapat satu pesan dari Kiran
Kirana berang, saat ia tahu kalau Davindra menipunya. Pria yang pernah mengisi hatinya dulu, yang sengaja mengajaknya keluar dengan alasan untuk membicarakan bisnis mereka. Ternyata, pria itu menggunakan kesempatan itu untuk merayu Kirana kembali."Jadi, kau mengajakku ke mari hanya untuk membicarakan itu?" Seru Kirana lantang."Na, dengarkan aku. Aku hanya ingin berbicara padamu secara pribadi," kata Davi, berusaha untuk menjelaskan pada Kirana."Apa lagi yang ingin kamu bicarakan? Sudah tidak ada lagi yang harus dibicarakan," tegas Kirana."Na, aku hanya ingin kita bisa seperti dulu," ucap Davi lirih."Tidak!" tegas Kirana.Davindra tercegat medengar suara tegas Kirana."Aku tidak mau, memulai sesuatu yang telah aku lupakan," lanjut Kirana."Apa salahnya, jika mencobanya, Na," pinta Davi lirih.Sampai saat ini, Davindra masih mencintai Kirana. Sampai kapanpun, hanya Kirana yang ada di dalam hati Davindra.Setelah perceraiannya bersama Laura selesai. Davindra berusaha mencari keberad
Kirana sedang berjanji untuk bertemu salah satu kliennya. Setelah menunggu cukup lama, akhirnya klien yang di maksud tiba. Kirana hampir tidak percaya, siapa kliennya kali ini.Davindra datang bersama Papanya. Ayah dan anak itu sempat tidak menduga, jika yang menjadi utusan adalah Kirana."Selamat siang, Tuan Oscar dan Tuan Davindra." Kirana mengulurkan tangan dan menjabat keduanya, secara bergantian."Anda Nona Kirana, utusan perwakilan dari perusahaan X?" tanya Oscar."Benar, Tuan. Silahkan duduk," ucap Kirana mempersilahkan tamunya."Saya kira Anda, ini seseorang yang...." ucapan Oscar di potong Kirana."Tua dan jelek," potong Kirana.Oscar tersenyum tidak enak."Kita langsung saja." Kirana membuka map yang ia bawa dan mengunjukkan kepada Oscar dan putranya. Kirana mulai menjelaskan semuanya pad
"Siapa namamu?" tanya Allaric pada seorang anak berumur lima tahun."Namaku, Carlo," jawabnya.Allaric sempat menatap dalam wajah lugu dan polos itu. Mata coklat dan senyumnya, mampu menembus tepung hati Allaric. Ada rasa nyaman dan damai saat ia menatapnya. Mata itu juga mengingatkan Allaric pada seseorang di masa lalu."Carlo, kau di sini bersama orang tuamu?" tanya Alan."Tidak! Aku ke sini bersama teman-teman dan guruku," jawab Carlo."Kau salah satu dari mereka?" Mata Allaric tertuju pada sekelompok anak kecil yang sedang bermain bersama gurunya.Carlo mengangguk cepat."Apa yang kau lakukan di sini?" terdengar suara cempreng, namun penuh dengan ketegasan.Kursi roda Allaric berputar ke arah sumber suara. Kembali mata Allaric di suguhi pemandangan yang menyejukkan matanya."Maafkan saudaraku, Tuan," ucap Carmen.
Sudah tiga hari, Kirana sampai. Hari ini, ia bersiap untuk ke kantor. Perempuan itu segera menyelesaikan urusan kantornya, kemudian bergegas untuk pulang. Ia harus segera menjemput anak-anaknya, yang ia titipkan ke penitipan anak.Kirana yang baru saja tiba, memang mengalami sedikit masalah dalam mencari pengasuh untuk kedua buah hatinya. Ia sangat teliti dalam memilih, seorang yang akan dia percayakan untuk menjaga kedua anaknya."Momm, ada baiknya jika kami masuk sekolah," cetus Carmen.Mata Kirana melirik ke arah putrinya, kemudian melemparkan pandangan pada kembarannya."Kamu mau, sekolah di sini?" sela Carlo.Carmen mengangguk. "Dari pada setiap hari, di penitipan. Lebih baik sekolah, kan?"Kirana tertegun sejenak. Apa yang dikatakan, Carmen ada benarnya. Jika, keduanya dimasukkan ke sekolah, mungkin Kirana akan tenang bekerja. Setidaknya, ia tidak perlu berusaha paya
"Apa, Tuan? Anda ingin mengirim saya ke sana?" tanya Kirana terkejut."Tidak ada orang lain, yang bisa saya andalankan selain kamu Kirana. Dengan kemampuan yang kamu punya, saya yakin kamu bisa menangani masalah di kantor cabang," jelas atasannya."Tapi, saya tidak mau ke sana," tolak Kirana. "Anda bisa mengirim saya kemanapun, asal jangan ke sana.""Mengapa? Apa kamu ada masalah, dengan tempat itu?" tanya bos-nya.Kirana terdiam, die enggan menjelaskannya pada sang atasan."Bersiaplah. Lusa, aku akan mengatur keberangkatanmu," putus Bos-nya.Kirana melangkah gontai, meninggalkan ruangan Bos-nya. Ia duduk dan kembali mengingat kejadian di tempat itu. Kirana memutuskan untuk pulang lebih cepat dan saat tiba di rumah. Ia lebih memilih masuk ke kamarnya, hingga saat makan malam.Dua hari kemudian, mau tidak mau. Kirana harus berangkat juga, ia meminta waktu untuk mempersiapkan segalanya. Mengingat ia memiliki dua anak kembar, yang pasti
Allaric kembali mengunjungi club' malam, untuk minum hingga mabuk. Ia ingin menghibur kesepiannya. Semenjak kepergian Kirana, Allaric merasa enggan untuk menetap di mansionnya. Bayang-bayang Kirana terusa saja menghantuinya, setiap kali ia berada di mansionnya. Masih teringat jelas senyum yang terukir di wajah wanita itu, saat bersama Allaric.Kepergian Kirana pun, seperti membawa separuh jiwa Allaric. Ia merasa kehilangan sesuatu yang berharga dalam hidupnya. Di dalam club' pun, ia tidak mau ditemani oleh siapapun. Ia hanya ingin sendiri, meratapi kesedihannya. Allaric benar-benar hancur tanpa Kirana.Di tengah kegalauan hatinya, seseorang mendekatinya."Apa ini? Masalah besar apa, yang menimpa seorang Allaric hingga bisa hancur seperti ini?" ucap orang itu.Allaric menatap nanar, ke arah sumber suara."Mau apa kau?" tanya Allaric ketus."Aku hanya datang untuk menghibur diri. Ta
Allaric membuka lemari milik Kirana. Namun, anehnya tak satupun barang milik Kirana bergerak dari tempatnya. Semua masih tersusun rapi, pada tempatnya bahkan tidak ada yang berkurang.Allaric mengepalkan tangannya, ia kembali memeriksa lemari yang lainnya. Bahkan, perhiasan saja, masih berada di tempatnya. Allaric teringat akan id card, yang diminta Kirana tempo hari. Rahang Allaric mengeras, ia mengertakan giginya kesal."Jadi, selama ini. Kau hanya berpura-pura, untuk menarik simpati serta untuk mendapat kepercayaan dariku," gumam Allaric kesal.Alan yang baru tiba, terkejut melihat kondisi kamar yang sudah seperti diterjang badai."Ada apa?" tanya Alan."Dia kabur, tanpa membawa apapun selain apa yang ia kenakan dan tanda pengenalnya," jawab Allaric geram."Kau memberikannya?" tanya Allaric lagi."Kau pikir aku gila, jika memberikannya
Kirana kembali ke mansion, tanpa menghiraukan sapaan dari para pelayan, ia berjalan langsung masuk ke kamarnya. Ia menghempaskan tubuhnya di atas kasur. Kirana kembali mengingat, dua tubuh yang penuh keringat. Sedang bergumul di atas ranjang, yang juga sering ia gunakan.Kirana meremas kasar rambutnya, berusaha untuk mengusir dan menghapus pemandangan yang baru saja ia saksikan. Kirana kembali mengingat, apa yang dikatakan Cindy? Wanita itu berkata benar, Allaric memang masih seperti dulu. Sampai kapanpun, pria itu tidak akan pernah bisa berubah.Kirana merenungi kebodohannya. Mengapa ia, cepat percaya dengan semua yang Allaric katakan? Kirana pun memutuskan untuk pergi dari tempat ini. Ia segera beranjak kembali dari duduknya dan berjalan menuju pintu.Ceklek....Kirana menghentikan langkahnya, saat melihat beberapa pelayan yang menyapanya. Kirana hanya tersenyum tipis, sembari menutup pintu d