Allaric dan Kirana tiba di negara S. Kirana yang baru pertama kali melakukan perjalanan jauh menggunakan pesawat, terkulai lemas.
"Istirahatlah! Besok, kita akan menghadiri rapat!" seru Allaric yang mengantarkan Kirana ke kamarnya.Kirana hanya mengangguk, matanya terasa berat dengan tubuh yang lemas."Kamarku tepat di sebelah kamarmu." tunjuk Allaric. "Kalau kamu membutuhkan sesuatu, kamu tinggal datang saja!" lanjutnya sembari tersenyum.
Kirana mengangguk mengerti. Allaric pun melangakah ke kamarnya dan membiarkan Kirana untuk istirahat. Selepas kepergian Allaric, Kirana menghempaskan dirinya ke atas ranjang dan kembali tidur.
Keesokan harinya, dengan malas Kirana bangkit dan membuka pintu.
Ceklek ...."Selamat pagi!" sapa Allaric.
Mata Kirana membulat saat melihat Boss nya sudah berada di depan pintu.
"Tuan!" seru Kirana terkejut."Kamu baru bangun?" tanya Allaric.
Kirana menganggukkan kepalanya dan mempersilahkan Allaric masuk.
"Tuan mau saya buatkan sesuatu?" tawar Kirana.
"Tidak perlu! Aku sudah memesan sarapan untuk kita dan mungkin sedang dalam perjalanan," sahut Allaric.
"Baiklah, saya akan mandi dulu," ucap Kirana.
"Mau aku temani?" goda Allaric.
"Tidak perlu!" seru Kirana kesal.
Allaric terkekeh melihat tingkah Kirana yang tidak lagi merasa canggung di hadapannya. Gadis itu juga terlihat mulai terbiasa dengan keberadaan Allaric yang mulai bersikap ramah dan murah senyum padanya. Allaric pun merasa langkahnya untuk mendapatkan hati Kirana tidak lama lagi akan segera terwujud. Tinggal sedikit sentuhan lagi, maka Allaric bisa dengan leluasa menguasai hati Kirana.
Tidak lama kemudian sarapan yang di pesan pun datang. Keduanya pun menikmati sarapan sambil mengobrol ringan seputar pekerjaan. Selesai sarapan, Allaric membawa Kirana keluar untuk jalan-jalan keliling kota. Allaric membawa Kirana ke museum kota dan tempat-tempat menarik lainnya.
Kirana yang baru pertama kali berkunjung ke negara S, merasa takjub dengan keindahan dan keramahan penduduknya. Senyum di wajahnya cantiknya terus terukir indah sepanjang perjalanan mereka.
Malam harinya, Allaric membawa Kirana ke sebuah anak perusahaan miliknya untuk menjadi tamu kehormatan dan memperkenalkannya pada semua staff perusahaan. Kirana yang ramah, dengan mudah berbaur bersama karyawan perusahaan.
"Apa dia wanitamu?" tanya seseorang pada Allaric.
"Sejauh ini, mungkin yah!" sahut Allaric santai.
"Dia gadis yang baik, ramah dan tidak seperti wanita yang setauku selalu menempel bagai lindah di sampingmu," lanjutnya.
"Yah! Kau benar, dia memang sedikit berbeda. Aku harus kerja keras, hanya untuk bisa membuatnya sedikit percaya padaku," gumam Allaric.
"Aku harap, ini menjadi pelabuhan terakhirmu," bisik pemuda itu lagi.
"Entahlah, kau tau aku kan? Aku berharap aku tidak cepat bosan padanya," kekeh Allaric.
"Kau akan kena karma suatu hari nanti," umpat pemuda itu. Dia adalah Sammy, teman sekaligus mitra kerja yang paling Allaric percayai. Sebagaimana Alan, Sammy juga sangat dekat dan sangat mengetahui seluk beluk perjalanan hidup Allaric.
Sammy adalah teman seperjuangan Allaric ketika merintis karirnya. Alan adalah saudara Sammy dan yang memperkenalkan Alan pada Allaric adalah Sammy. Ketiganya pun menjadi sahabat karena memiliki cerita hidup yang nyaris sama.
Hanya saja, Allaric lebih beruntung karena masih memiliki keluarga yang memperdukikannya. Sedangkan Sammy dan Alan, lahir dari keluarga yang tidak lengkap. Kedua orang tuanya memutuskan untuk berpisah dan menitipkan keduanya pada sang nenek. Setelah sang nenel meninggal, keduanya pun di titipkan ke panti asuhan dikarenakan kedua orang tuanya tidak ada yang mau merawat dan membesarkan mereka.
"Kau menyumpahiku?" tanya Allaric.
"Tidak juga! Tapi, aku yakin suatu saat kau akan mendapatkan pelajaran dari semua perbuatanmu," lanjutnya.
"Mungkin itu akan terjadi pada orang lain. Tapi, tidak akan terjadi padaku," sahut Allaric dengan sombong.
"Baiklah, Tuan sombong. Pergilah ke wanitamu, jangan sampai dia berpaling darimu karena merasa tidak kau pedulikan," seru Sammy.
"Kurasa tidak! Aku yakin, tidak ada pria setampan dan sekaya aku disini," tambah Allaric. Sammy hanya bisa tertawa sembari menggelengkan kepalanya. Ia tidak menyangka, jika sahabatnya ini masih belum berubah.
Sammy menatap lurus ke arah Kirana yang tersenyum dan tertawa bersama para karyawan. Tidak ada jarak diantara mereka, gadis itu memperlakukan orang-orang sekitarnya dengan sama.
"Kamulah yang kelak akan menaklukan hati Allaric," gumam Sammy.Setelah selesai berbicara pada Sammy, Allaric menghampiri Kirana yang masih asyik dengan obrolannya. Melihat kedatangan Allaric, satu persatu dari mereka membubarkan diri.
"Sepertinya, mereka sangat takut pada anda, Tuan!" seru Kirana."Benarkah? Apa aku semenakutkan itu?" tanya Allaric.
"Mungkin saja, kalau tidak. Mengapa mereka semua lari saar melihat anda datang?" cecar Kirana.
"Kamu sendiri, apa tidak takut padaku?" tanya Allaric.
"Apa aku melakukan kesalahan?" Kirana balik bertanya.
"Tidak!" jawab Allaric cepat.
"Jadi, untuk apa aku takut padamu," sahut Kirana.
Allaric sempat tertegun saat mendengar jawaban Kirana. Bukan jawaban yang membuatnya terdiam, melainkan bahasa Kirana yang menyebut dirinya dengan kata Kamu. Tidak seperti biasanya, Kirana selalu menyebutnya dengan kata Tuan dan membahasakan dirinya dengan kata Saya.
Obrolan keduanya hari ini terasa asyik untuk Allaric. Hingga tiba-tiba saja semuanya berubah, karena mata Kirana menangkap kehadiran seseorang dan bibirnya menyebut satu nama yang membuat Allaric naik pitam.
"Davi," desis Kirana.
Mata ALlaric membulat saat melihat ke arah pandangan mata Kirana. Davi datang bersama kedua orang tuanya dan seorang gadis cantik di sebelahnya. Gadis itu terlihat anggun dalam balutan dress berwarana senada dengan jas yang di gunakan Davi.
"Kamu baik-baik saja?" tanya Allaric.
Kirana hanya mengangguk dan tersenyum tipis. Senyum yang berbeda dari sebelumnya. Allaric pun berinisiatif untuk membawa Kirana bergabung bersama Davindra dan keluarganya.
"Ayo, kita sapa mereka!" ajak Allaric.
"Tidak! Lebih baik, aku disini saja," tolak Kirana.
"Tidak, kamu datang bersamaku. Jadi, kamu harus selalu ada di dekatku," putus Allaric. Kirana pun mengiyakannya, kemudian Allaric meminta Kirana menggandenga tangannya. Kirana tersenyum dan menuruti permintaan Allaric.
"Selamat malam semuanya," sapa Allaric.
"Malam," jawab Davindra dan keluarganya terkejut saat melihat siapa yang menyapa mereka. Yang membuat mereka tidak kalah terkejut adalah kehadiran Kirana bersama Allaric.
"Allaric, kau di sini?" tanya Tuan Oscar, Ayah Davindra.
"Yah, Paman! Aku di sini," sahut Allaric.
"Dimana Alan, aku tidak melihatnya. Biasanya, dia selalu ada di belakangmu seperti bayangan," sambung Victoria, Ibu Davindra.
"Alan sedang keluar negeri, untuk satu keperluan," jawab Allaric.
"Jadi, bagaimana kau mengurus semuanya? Apa kau tidak kewalahan, mengurus perusahaan besar seorang diri?" sindir Oscar.
"Tidak! Aku tidak sendiri, ada dia bersamaku." Allaric menarik maju Kirana yang sedari tadi diam di belakangnya.
Mata mereka pun terbelalak saat melihat dan tahu siapa yang menjadi pengganti Alan. Sejenak Oscar mengingat kejeniusan Kirana. Ia sempat mendengar cerita dari Davindra saat memuji kecerdasan Kirana semasa sekolah hingga lulus kuliah dengan nilai yang terbaik.
Bagi Oscar, wajar saja jika Kirana terpilih menjadi asisten Allaric. Oscar sangat menyayangkan, Kirana lahir dari keluarga biasa. Jika saja, ia berasal dari keluarga kaya dan terpandang. Mungkin, saat ini Kiranalah yang berdiri di samping Davindra dan dengan bangga Oscar akan memperkenalkannya dengan semua orang sebagai menantu satu-satunya keluarga mereka.
bersambung.
"Apa? Dia asisten pribadi kamu?" pekik Victoria."Yah! Kenapa? Apa ada masalah?" tanya Allaric."Tidak ada!" sela Oscar.Victoria menatap Kirana dari ujung rambut hingga ujung kaki dengan tatapan tidak suka dan menyepelekan. Kirana menunduk tidak nyaman dengan tatapan dari Victoria."Ada apa, Tante? Apa kalian saling mengenal?" tanya Allaric sembari menyindir Davindra."Tidak! Hanya saja, aku jadi teringat dengan seorang gadis yang pernah bermimpi untuk menjadi bagian dari keluargaku," sindir Victoria.Kirana semakin menundukkan kepalanya"Sudahlah, Ma!" ucap Davindra yang akhirnya angkat bicara. Ia merasa kasihan melihat Kirana, gadis yang ia cintai menjadi bulan-bulan orang tuanya."Lalu, apa yabg terjadi pada gadis itu?" pancing Allaric."Tentu saja kami melarang Davi untuk melanjutkan hubungannya dan kami juga sudah menyiapkan calon yang cocok untuk jadi menantu kami." Victoria menunjuk ke arah gadis yang sejak
"Tuan Alan!" seru Kirana menghampiri pria yang dikenalnya."Kirana, kamu disini?" sahut Alan tersenyum."Dia datang bersamaku," sela Allaric."Tuan." Alan mengulurkam tangannya."Selamat untuk semuanya," ucap Allaric."Terima kasih," sahut Alan.Kirana memandang dengan tatapan aneh pada dua pria di hadapannya. Alan dan Allaric tertawa melihat wajah bingung Kirana."Ini adalah pesta peresmian pembukaan hotel milik Alan dan saudaranya, Sammy," ucap Allaric.Kirana masih mendengarkan penjelasan Allaric hingga selesai. Ia pun kini tahu, mengapa Alan meminta, untuk menggantikannya dalam waktu yang lama. Setelah selesai menjelaskan pada Kirana, Allaric dan Alan pun membawa Kirana untuk berkeliling dan menyapa para kolega mereka.Alan juga memperkenalkan Kirana pada Sammy. Di luar dugaan, ternyata Sammy dan Alan memiliki wajah yang sangat mirip."Apa kalian kembar?" tanya Kirana."Tidak!" jawab Alan dan Sammy bersam
Kirana terkejut saat bangun dalam pelukan seseorang. Yang membuatnya tidak kalah terkejut adalah saat ia melihat kondisinya saat ini. Ia masih dalam keadaan polos dengan banyak tanda merah di hampir sekujur tubuhnya."Apa yang terjadi ya, Tuhan?" gumam Kirana panik. Namun, ia kembali berusaha untuk tenang. Sedangkan Allaric masih terlelap dalam tidurnya."Tuan.... Tuan...." Kirana coba untuk membangunkan Allaric.Allaric mengernyitkan matanya, kemudian tersenyum pada Kirana."Selamat pagi, Sayang," ucap Allaric tersenyum.Kirana membulatkan matanya, saat ia mendengar Allaric menyebutnya Sayang."Tuan, apa yang terjadi?" tanya Kirana."Apa kamu lupa?" Allaric membelai lembut wajah Kirana.Kirana mengelak dan menepiskan tangan Allaric. "Apa maksud anda?""Kamu lihat sendiri dan simpulkan sendiri," sahut Allaric."Tuan, anda bercandakan? Kita tidak mungkinkan?" suara Kirana mulai bergetar.
Kirana tiba di rumahnya dan langsung masuk ke kamarnya."Kamu sudah pulang, Na?" sapa sang Mama."Iya, Ma!" sahut Kirana.Ayu memperhatikan barang bawaan putrinya."Kamu di pecat, Na?" tanya Ayu."Kirana mengundurkan diri, Ma," jawabnya singkat."Tapi, kenapa?" lanjut Ayu."Semuanya, sudah tidak sejalan dengan cara kerja Kirana, Ma," bohong Kirana. Ia tidak mau sampai Mamanya tahu perkara yang sebenarnya. Kesehatan Mamanya saat ini lebih penting, dari apapun juga."Yang sabar ya, Na. Mama yakin, kamu masih bisa mendapat pekerjaan yang lebih baik di tempat lain," hibur Ayu.Kirana memeluk Mamanya, berusaha menahan air matanya."Kamu istirahat dulu, Mama akan siapkan makan siang." Ayu melepas pelukan dan meninggalkan kamar putrinya.Sepeninggalan Mamanya, Kirana kembali menatap langit-langit kamarnya."Aku harus segera mencari pekerjaan. Aku tidak mau, menjadi beban untuk Mama," batin Kirana. Ia pun ba
"Tidak!" seru Kirana.Seketika semua mata memandang ke arah mereka. Alan berusaha untuk meredam amarah Kirana."Tenanglah! Semua orang sedang memperhatikan kita," bujuk Alan."Aku tidak mau lagi kembali ke sana," tegas Kirana."Aku tidak memaksamu, aku tau kau tidak akan setuju untuk kembali dan aku tidak akan memaksakan kehendakku," ungkap Alan."Lantas? Untuk apa, kau menemuiku?" tanya Kirana."Aku hanya menjalankan perintah dari Allaric. Kau tau sendiri, bagaimana sikapnya jika permintaannya tidak dipenuhi?" ucap Alan.Kirana terdiam, ia tahu Alan tidan pernah membantah apapun permintaan dan perintah dari Allaric."Aku tidak mau dihina lagi," lanjut Kirana."Aku tau, aku paham keadaanmu." sahut Alan lirih. Ia tahu semua yang terjadi pada Kirana. Sejujurnya, ia merasa kasihan pada gadis itu, tapi ia tidak bisa berbuat apa-apa selain menuruti permintaan Allaric sebagai Boss nya."Aku permisi pulang, sebentar lagi aku masuk kerja
Kirana menarik nafas dalam, ia memikirkan kembali ucapan Allaric saat di restoran yang mengatakan.Karena, ia harus segera melunasi hutangnya pada perusahaan. Kirana benar-benar kesal dan marah pada Allaric, ia tidak menyangka jika laki-laki itu sempat menjebaknya."Bagaimana ini? Apa aku harus kembali bekerja?" gumam Kirana.Kirana membanting dirinya ke ranjang dan berguling ke sana ke mari."Apa yang harus aku lakukan sekarang?" lanjut Kiran bergumam sendiri."Kalau aku tidak bekerja kembali ke sana, itu artinya aku harus membayar semuanya. Darimana aku mendapatkan uang sebanyak itu. Bekerja sepuluh tahun pun tidak akan bisa melunasinya," batin Kirana.Kirana melirik ponselnya, ia mengambil dan membuka daftar kontak. Terlihat nama Alan di baris depan."Apa aku harus menelpon Alan dan bilang padanya, kalau aku setuju bekerja kembali?" Kirana memutar-mutar ponsel di tangannya.Saat Kirana larut dalam pikirannya. Tiba-tiba, po
Dengan muka jengkel, Kirana duduk di samping Mamanya. Tatapan tajam mengarah pada sosok di depannya, yang masih bisa tersenyum dengan manis."Nak, Allaric bilang dia ingin meminta kamu untuk bekerja di kantornya lagi dan dia juga sudah meminta maaf untuk masalah kemarin," ungkap Ayu panjang lebar menjelaskan pada putrinya.Kirana hanya diam dan memutar matanya malas, saat mendengar penjelasan sang Mama."Bagaimana, Nona Kirana? Apa kamu mau bergabung kembali bersama kami?" tanya Alan."Tidak!" tolak Kirana."Kalau begitu, kamu harus melihat ini," sela Allaric.Alan mengeluarkan sebuah map, yang sudah Kirana tahu isinya."Kamu masih ingat dengan ini?" tanya Allaric.Kirana menyipitkan matanya. Ia tahu, Allaric kembali mengingatkan akan hutangnya."Ma, Nana ingin bicara pada mereka," ucap Kirana.Mama Ayu mengangguk dan pergi masuk meninggalkan mereka. Allaric juga memerintahkan Alan untuk membiarkan mereka berdua. Sele
Kirana membulatkan matanya, saat melihat Allaric ada di hadapannya. Ia pun teringat akan nama rekan bisnis dari atasannya. Kirana pun menyesali langkahnya untuk ikut menemani Boss nya hari ini."Perkenalkan, Tuan. Ini sekretaris saya," ucapnya, memperkenalkan Kirana pada Allaric.Kirana hanya mengangguk pelan dan kembali menunduk. Ia tidak berani menatap mata Allaric yang sedari tadi menatapnya."Berikan berkas yang telah kita siapkan tadi, pada Tuan Allaric," ucap atasan Kirana.Kirana memberikan berkas itu pada Alan. Namun, malah Allaric yang menerimanya."Kami akan mempelajari berkas perjanjian ini, sebelum menandatanganinya," Alan berkata dengan tegas. Alan tahu, saat ini Allaric menginginkan Kirana untuk berada di sampingnya.Setelahnya, mereka pun memutuskan untuk makan siang bersama. Setelah semuanya selesai, mereka pun membubarkan diri. Kirana pamit ke toilet, sedangkan Boss nya telah pulang lebih dahulu.Allaric meminta Alan me
Kirana menahan emosinya, saat mendapat laporan dari pengasuh kedua buah hatinya. Wanita bernama Darla, itu mengatakan. Jika, seseorang sering menemui Carmen dan Carlo. Saat ia menanyakan, siapa orangnya pada kedua anak kembarnya. Ia terkejut, ketika tahu nama yang disebut Carlo."Darla, aku ingin mengatakan sesuatu padamu. Jika, saat aku tidak di rumah. Aku mau kau mengawasi si kembar. Aku tidak mau, sampai pria itu menemui mereka lagi," kata Kirana pada pengasuhnya.Darla mengangguk mengerti. Kirana berencana, akan menemui Davi untuk membicarakan hal ini. Ia tidak mau, berhubungan dengan keluarga itu lagi. Setelah apa yang terjadi, Kirana masih mengingat setiap luka, yang keluarga Davi berikan padanya.Setelah semuanya siap, Kirana segera berpamitan pada kedua anaknya. Ia tetap memperingatkan Darla lagi, tentang hal tadi. Ia juga berpesan pada anak-anaknya, untuk tidak berbicara pada orang asing.****Sementara di kediamannya, Davi terlihat bahagia saya mendapat satu pesan dari Kiran
Kirana berang, saat ia tahu kalau Davindra menipunya. Pria yang pernah mengisi hatinya dulu, yang sengaja mengajaknya keluar dengan alasan untuk membicarakan bisnis mereka. Ternyata, pria itu menggunakan kesempatan itu untuk merayu Kirana kembali."Jadi, kau mengajakku ke mari hanya untuk membicarakan itu?" Seru Kirana lantang."Na, dengarkan aku. Aku hanya ingin berbicara padamu secara pribadi," kata Davi, berusaha untuk menjelaskan pada Kirana."Apa lagi yang ingin kamu bicarakan? Sudah tidak ada lagi yang harus dibicarakan," tegas Kirana."Na, aku hanya ingin kita bisa seperti dulu," ucap Davi lirih."Tidak!" tegas Kirana.Davindra tercegat medengar suara tegas Kirana."Aku tidak mau, memulai sesuatu yang telah aku lupakan," lanjut Kirana."Apa salahnya, jika mencobanya, Na," pinta Davi lirih.Sampai saat ini, Davindra masih mencintai Kirana. Sampai kapanpun, hanya Kirana yang ada di dalam hati Davindra.Setelah perceraiannya bersama Laura selesai. Davindra berusaha mencari keberad
Kirana sedang berjanji untuk bertemu salah satu kliennya. Setelah menunggu cukup lama, akhirnya klien yang di maksud tiba. Kirana hampir tidak percaya, siapa kliennya kali ini.Davindra datang bersama Papanya. Ayah dan anak itu sempat tidak menduga, jika yang menjadi utusan adalah Kirana."Selamat siang, Tuan Oscar dan Tuan Davindra." Kirana mengulurkan tangan dan menjabat keduanya, secara bergantian."Anda Nona Kirana, utusan perwakilan dari perusahaan X?" tanya Oscar."Benar, Tuan. Silahkan duduk," ucap Kirana mempersilahkan tamunya."Saya kira Anda, ini seseorang yang...." ucapan Oscar di potong Kirana."Tua dan jelek," potong Kirana.Oscar tersenyum tidak enak."Kita langsung saja." Kirana membuka map yang ia bawa dan mengunjukkan kepada Oscar dan putranya. Kirana mulai menjelaskan semuanya pad
"Siapa namamu?" tanya Allaric pada seorang anak berumur lima tahun."Namaku, Carlo," jawabnya.Allaric sempat menatap dalam wajah lugu dan polos itu. Mata coklat dan senyumnya, mampu menembus tepung hati Allaric. Ada rasa nyaman dan damai saat ia menatapnya. Mata itu juga mengingatkan Allaric pada seseorang di masa lalu."Carlo, kau di sini bersama orang tuamu?" tanya Alan."Tidak! Aku ke sini bersama teman-teman dan guruku," jawab Carlo."Kau salah satu dari mereka?" Mata Allaric tertuju pada sekelompok anak kecil yang sedang bermain bersama gurunya.Carlo mengangguk cepat."Apa yang kau lakukan di sini?" terdengar suara cempreng, namun penuh dengan ketegasan.Kursi roda Allaric berputar ke arah sumber suara. Kembali mata Allaric di suguhi pemandangan yang menyejukkan matanya."Maafkan saudaraku, Tuan," ucap Carmen.
Sudah tiga hari, Kirana sampai. Hari ini, ia bersiap untuk ke kantor. Perempuan itu segera menyelesaikan urusan kantornya, kemudian bergegas untuk pulang. Ia harus segera menjemput anak-anaknya, yang ia titipkan ke penitipan anak.Kirana yang baru saja tiba, memang mengalami sedikit masalah dalam mencari pengasuh untuk kedua buah hatinya. Ia sangat teliti dalam memilih, seorang yang akan dia percayakan untuk menjaga kedua anaknya."Momm, ada baiknya jika kami masuk sekolah," cetus Carmen.Mata Kirana melirik ke arah putrinya, kemudian melemparkan pandangan pada kembarannya."Kamu mau, sekolah di sini?" sela Carlo.Carmen mengangguk. "Dari pada setiap hari, di penitipan. Lebih baik sekolah, kan?"Kirana tertegun sejenak. Apa yang dikatakan, Carmen ada benarnya. Jika, keduanya dimasukkan ke sekolah, mungkin Kirana akan tenang bekerja. Setidaknya, ia tidak perlu berusaha paya
"Apa, Tuan? Anda ingin mengirim saya ke sana?" tanya Kirana terkejut."Tidak ada orang lain, yang bisa saya andalankan selain kamu Kirana. Dengan kemampuan yang kamu punya, saya yakin kamu bisa menangani masalah di kantor cabang," jelas atasannya."Tapi, saya tidak mau ke sana," tolak Kirana. "Anda bisa mengirim saya kemanapun, asal jangan ke sana.""Mengapa? Apa kamu ada masalah, dengan tempat itu?" tanya bos-nya.Kirana terdiam, die enggan menjelaskannya pada sang atasan."Bersiaplah. Lusa, aku akan mengatur keberangkatanmu," putus Bos-nya.Kirana melangkah gontai, meninggalkan ruangan Bos-nya. Ia duduk dan kembali mengingat kejadian di tempat itu. Kirana memutuskan untuk pulang lebih cepat dan saat tiba di rumah. Ia lebih memilih masuk ke kamarnya, hingga saat makan malam.Dua hari kemudian, mau tidak mau. Kirana harus berangkat juga, ia meminta waktu untuk mempersiapkan segalanya. Mengingat ia memiliki dua anak kembar, yang pasti
Allaric kembali mengunjungi club' malam, untuk minum hingga mabuk. Ia ingin menghibur kesepiannya. Semenjak kepergian Kirana, Allaric merasa enggan untuk menetap di mansionnya. Bayang-bayang Kirana terusa saja menghantuinya, setiap kali ia berada di mansionnya. Masih teringat jelas senyum yang terukir di wajah wanita itu, saat bersama Allaric.Kepergian Kirana pun, seperti membawa separuh jiwa Allaric. Ia merasa kehilangan sesuatu yang berharga dalam hidupnya. Di dalam club' pun, ia tidak mau ditemani oleh siapapun. Ia hanya ingin sendiri, meratapi kesedihannya. Allaric benar-benar hancur tanpa Kirana.Di tengah kegalauan hatinya, seseorang mendekatinya."Apa ini? Masalah besar apa, yang menimpa seorang Allaric hingga bisa hancur seperti ini?" ucap orang itu.Allaric menatap nanar, ke arah sumber suara."Mau apa kau?" tanya Allaric ketus."Aku hanya datang untuk menghibur diri. Ta
Allaric membuka lemari milik Kirana. Namun, anehnya tak satupun barang milik Kirana bergerak dari tempatnya. Semua masih tersusun rapi, pada tempatnya bahkan tidak ada yang berkurang.Allaric mengepalkan tangannya, ia kembali memeriksa lemari yang lainnya. Bahkan, perhiasan saja, masih berada di tempatnya. Allaric teringat akan id card, yang diminta Kirana tempo hari. Rahang Allaric mengeras, ia mengertakan giginya kesal."Jadi, selama ini. Kau hanya berpura-pura, untuk menarik simpati serta untuk mendapat kepercayaan dariku," gumam Allaric kesal.Alan yang baru tiba, terkejut melihat kondisi kamar yang sudah seperti diterjang badai."Ada apa?" tanya Alan."Dia kabur, tanpa membawa apapun selain apa yang ia kenakan dan tanda pengenalnya," jawab Allaric geram."Kau memberikannya?" tanya Allaric lagi."Kau pikir aku gila, jika memberikannya
Kirana kembali ke mansion, tanpa menghiraukan sapaan dari para pelayan, ia berjalan langsung masuk ke kamarnya. Ia menghempaskan tubuhnya di atas kasur. Kirana kembali mengingat, dua tubuh yang penuh keringat. Sedang bergumul di atas ranjang, yang juga sering ia gunakan.Kirana meremas kasar rambutnya, berusaha untuk mengusir dan menghapus pemandangan yang baru saja ia saksikan. Kirana kembali mengingat, apa yang dikatakan Cindy? Wanita itu berkata benar, Allaric memang masih seperti dulu. Sampai kapanpun, pria itu tidak akan pernah bisa berubah.Kirana merenungi kebodohannya. Mengapa ia, cepat percaya dengan semua yang Allaric katakan? Kirana pun memutuskan untuk pergi dari tempat ini. Ia segera beranjak kembali dari duduknya dan berjalan menuju pintu.Ceklek....Kirana menghentikan langkahnya, saat melihat beberapa pelayan yang menyapanya. Kirana hanya tersenyum tipis, sembari menutup pintu d