Sejak malam itu, Kirana sudah meminta ojek o****e langganannya untuk menunggunya pulang. Sehingga itu membuat Allaric kesal karena tak bisa mendekati gadis yang membuatnya penasaran. Sekarang sudah tidak ada kesempatan lagi untuk bisa dekat dengannya.
Hari sudah berganti hampir seluruh karyawan telag pulang. Hanya Kirana yang masih betah di kantor. Sebenarnya bukan betah akan tetapi, karena banyak kerjaan yang membuatnya tertahan di kantor.
"Tuan, ayo kita makan malam sudah waktunya untuk makan malam," ajak Alan yang masih memperhatikan Allaric yang sibuk dengan laptonya.
"Aku tidak lapar! Kalau Kau lapar, makan saja duluan," timpal Allaric.
"Tuan, sepertinya Kirana pun belum makan," hardik Alan masih berusaha untuk meminta Bos nya untuk makan.
Seketika Allaric pun menutup laptopnya. "Kirana lembur lagi?" tanyanya sambil menoleh pada Alan.
Alan pun mengangguk.Allaric pun beranjak bangun dan membereskan semua pekerjaanya dan menutup laptopnya. "Kalau begitu ayo, kita makan," ajaknya sambil menoleh pada Alan.
Sekali lagi Alan pun mengangguk dan mengerti maksud Bos nya.
Allaric dan Alan pun berjalan keluar ruangan dan Alan yang maju ke arah meja Kirana. Sedangkan Allaric menunggu di ruang lain.
"Lembur lagi?" tegur Alan.
"Tuan, Alan. Iya," jawab Kirana setengah terkejut.
"Kami akan turun untuk makan malam. Kau mau ikut?" tawar Alan.
"Saya sudah makan, Tuan," sahut Kirana.
"Kapan?" tanya Alan heran. Sebab sedari tadi ia tidak melihat Kirana beranjak dari kursinya.
Kirana meraih tempat makan yang ia gunakan tadi.
"Salah satu staff berikan ini pada Saya."Alan terkejut. "Baiklah," putus Alan kemudian meninggalkan Kirana dan menyusul Tuannya.
"Di mana dia?" tanya Allaric.
"Dia sudah makan malam, Tuan," sahut Alan.
"Apa? Kapan?" tanya Alan heran.
"Salah seorang staff berikannya makanan untuknya,"
"Siapa?"
"Saya juga tidak tau. Sebab, dia tidak mengatakan siapa orangnya!" seru Alan memberitahu Allaric.
Seketika rasa kecewa dalam hati Allaric pun datang. Karena itu juga ia kesal pada staff yang memberikannya makanan pada Kirana. Setelah itu Allaric pun menelepon seseorang yang ia tugaskan untuk mengawasi Kirana dan mencaritahu semua tentangnya.
Beberapa saat kemudian. Sebuh pesan masuk dari orang suruhannya itu mengatakan kalau Sofia yang memberikan makanan pada Kirana. Sofia seorang karyawan senior yang selalu baik pada karyawan baru dan magang. Pada akhirnya Allaric dan Alan pun makan di luar berdua.Walau sebenarnyaia merasa kecewa karena tidak ada Kirana.Satu jam kemudian Allaric dan Alan pun kembali. Dari kejauhan Allaric menatap Kirana. Gadis itu terlihat meliyutkan tubuhnya dan menyiput rambutnya ke atas. Hingga terlihat leher panjangnya dan sesekali ia juga menggigit bibir bawahnya.
Allaric pun berpaling cepat. Sudah cukup pesona Kirana membuatnya semakin penasaran.menggelang cepat. Ia dan Alan pun kembali ke ruangannya.
"Mulai besok, Aku tidak mau Maya menyuruhnya untuk lembu. Selesaikan tugasnya sendiri." pinta Allaric dengan nada tinggi.
"Baik, Saya mengerti!" seru Allaric dengan anggukkan kepala.
*****Keesokkan harinya Alan masih melihat Kirana lembur. Padahal ia sudah memberitahu Maya untuk tidak membuat Kirana lembur lagi.
Malam telah larut bahkan sudah menjelang subuh. Allaric melihat Kirana lembur lagi membuatnya kesal pada Maya. Ia tidak bisa bicara langsung pada Kirana. Sehingga ia pun meminta asistennya Alan untuk bicara padanya. Alan mengerti dan menjalankan tugasnya untuk menemui Kirana."Kau belum pulang?" tanya Alan.
"Anda mengejutkan saya lagi," sahut Kirana.
Alan tersenyum. "Apa pekerjaanmu belum selesai?" lanjut Alan.
"Belum, Tuan," jawab Kirana.
"Kau tau ini sudah pukul berapa?" tanya Alan.
Kirana melirik jam di tangannya. "Pukul sepuluh lewat dua puluh lima menit," jawab Kirana polos.
Alan kembali tersenyum. "Kau salah. Ini sudah hampir pukul satu dini hari." Alan menunjukkan jam di tangannya dan menunjuk ke arah jam di dinding.
Kirana terkejut. Ia pun kembali melihat jam di tangannya. Ia memperhatikan dengan seksama. Ia pun tertawa sembari menutup wajah dengan sebelah tangannya.
"Jam tangan saya mati, Tuan," celetuk Kirana kembali tertawa.Alan hanya tersenyum sambil menggelengkan kepalanya. "Sudah! Sebaiknya Kau pulang,"
"Tapi, ini belum selesai." tunjuk Kirana pada setumpuk kertas di depannya.
"Meeting besok di undur pukul sepuluh. Jadi, Kau masih bisa melanjutkannya besok pagi." putus Alan.
"Benarkah? Baiklah." Kirana tersenyum senang dan segera membersihkan meja kerjanya.
"Kau akan ikut pulang bersamaku," putus Alan.
"Tidak terima kasih, Tuan. Saya akan pulang dengan Driver langganan Saya," tolak Kirana.
"Tidak akan ada Driver yang masih O****e di jam segini," ungkap Alan.
Kirana menarik nafas dalam. Apa yang di katakan Alan ada benarnya. Jadi, bagaimana caranya ia akan kembali ke rumah.
"Kau memikirkan sesuatu?" tanya Alan.
Kirana menggeleng.
"Tunggu di sini." tunjuk Alan.
Kirana hanya bisa mengangguk. Tidak lama kemudian. Allaric dan Alan keluar dari ruangannya dan berjalan menghampirinya.
"Selamat malam, Tuan," sapa Kirana menundukkan pandangannya.Allaric hanya menganggukkan kepalanya.
"Ayo!" ucap Alan. Ketiganya pun melangkah meninggalkan kantor dan kembali rumah masing-masing.
****
Keesokkan harinya. Alan menghampiri meja Kirana dan menyapanya.
"Selamat pagi," tegurnya ramah."Pagi, Tuan," sahut Kirana.
"Kau sudah menyelesaikan tugasmu?" tanya Alan.
Kirana mengangguk dan memberikan berkas itu pada Alan.
"Sebaiknya, Kau sendiri yang menyerahkan itu pada Bos," ucap Alan.
"Saya? Tapi...."
"Tidak apa-apa. Pergilah, ia menunggu berkas ini." Alan pun meninggalakan Kirana.
Dengan gugup Kirana pergi ke ruangan atasannya. Setelah ia menarik nafas panjang. Ia pun memberanikan diri untuk mengetuk pintu.
Alam membuka pintu setelah Kirana mengetuknya tiga kali. Laki-laki itu pun mempersilahkan Kirana masuk. Dengan perasaan gugup Kirana pun melangkahkan kakinya."Tuan, ini berkas untuk meeting hari ini." Kirana pun meletakkannya di atas meja.
Allaric membalik kursi kebesarannya dengan senyum mengembang di wajahnya saat melihat Kirana. Seketika wajah tampan Allaric dengan sorot mata yang tajam disertai dengan hidung yang runcing dan bibir tipis menggoda.
"Terima kasih," ucapnya.
Allaric pun beranjak membuat Kirana melihat secara langsung wajah tampan Allaric yang begitu mempesona. Biasanya, Kirana hanya melihatnya di layar televisi, media cetak dan sosial media lainnya.
Seketika Kirana pun tersadar dari lamunannya kalau ia benar-benar terpukau dengan ketampanan Allaric. Kirana pun pamit undur diri setelah ia kembali pada kenyataan.Setelah Kirana pergi Allaric pun menghampiri Alan." Aku melihat dia tidak memakai jam tangannya," ungkap Allaric.
Alan langsung mengerti dan membuka Tab miliknya dan memberikan contoh jam tangan wanita pada Allaric. Allaric pun memilih dan pilihannya jatuh pada jam tangan mewah dengan harga selangit. "Ambil ini dan berikan padanya." Allaric mengembalikan tab kepada Alan.
"Apa ini tidak terlalu mewah, Tuan?" tanya Alan.
"Wanitaku sangat istimewah," sahut Allaric.
"Wanita?" tanya Alan.
"Yah! Mulai saat ini. Dia adalah wanitaku," putus Allaric.
*****
Hari ini Kirana tidak bekerja lembur lagi. Ia segera bersiap untuk pulang dengan yang lainnya. Tapi, tiba-tiba Alan memanggilnya.
"Ini, untukmu." Alan memberikan sebuah kotak kecil pada Kirana.
"Ini apa, Tuan?" tanya Kirana.
"Buka saja,"
Dalam keadaan bingung. Kirana pun membukanya. Mata Kirana terbelalak saat ia melihat isi kotak.
"Ini?""Untukmu. Kau telah menyelesaikan berkas itu dengan baik. Tuan sangat puas dengan hasil kerjamu. Saat ia mengatakan akan memberikan hadiah untukmu. Aku pun mengusulkan untuk memberikan jam tangan ini untukmu," ungkap Alan.
"Tapi, Saya tidak bisa menerima ini," tolak Kirana.
"Terima saja. Jika kau menolaknya. Kau akan menyinggung perasaannya." Alana puna meninggalkan Kirana.
Kirana menarik nafas panjang. Ia memperhatikan jam tangan mahal itu. Kirana melangkah keluar dari kantornya. Langkah gontainya menuntunnya menuju ke sebuah halte Bus yang tidak jauh dari kantor.
"Kemarin aku mendengar seseorang rindu padaku," sebuah suara yang mengejutkan Kirana. Kiara tahu betul pemilik suara itu.
Seketika suara itu mengejutkan Kirana. Suara yang begitu ia rindukan dan hapal betul siapa pemilik suara itu? Kirana pun membalikkan tubuhnya.
"Davi!" seru Kirana girang bahkan tak percaya jika kekasihnya ada di belakangnya.
"Yah! Aku," sahut Davi.
Kirana pun berlari ke arah laki-laki itu dan memeluknya dengan erat. Keduanya melepaskan rindu yang tak tertahankan. Sebuah kecupan hangat mendarat di kening Kirana.
"Apa kau merindukanku?" tanya Davi sesaat melepaskan pelukannya sesaat.Kirana mengangguk dengan mata berkaca-kaca. Davi pun kembali memeluk erat tubuh Kirana.
Tanpa mereka sadari. Sepasang mata memperhatikan mereka dari atas gedung. Allaric mengepalkan tangannya. Ia benar-benar marah. Bagaiman mungkin, Kirana bisa seakrab itu dengan Davi. Sepupu sekaligus musuh bebuyutannya.
"Aku harus merebutnya. Kirana hanya milikku. Dia wanitaku," batin Allaric.
bersambung.
"Caritahu tentang Kirana lebih jauh. Aku mau tau ada hubungan apa? Antara dia dan Davindra." Allaric menutup teleponnya.Allaric mengepal tangannya kesal. Ia mengingat bagaimana bahagianya saat Kirana berada dalam pelukan Davindra. Allaric kembali meneguk minuman yang ada di tangannya.Alan masuk dan menyerahkan beberapa berkas pada Bos nya."Ini berkas nama-nama calon seketaris Anda, Tuan." Alan meletakkan map berwarna biru di depan Allaric.Allaric terlihat melamun dengan wajah sedikit di tekuk. Alan terus saja memperhatikan ekspresi wajah Bos nya."Ada masalah, Tuan?" tanya Alan.Allaric menarik nafas kasar. "Kemarin aku tidak sengaja melihat, Kirana berpelukan dengan seseorang," gumam Allaric tiba-tiba.Alan terkejut dan mengernyitkan dahi. "Siapa, Tuan?""Davindra," jawab Allaric dengan geram."Apa? Bagaimana mungkin?" tanya Alan bingung."Aku sudah mengutus seseorang untuk mencaritahu. Aku tidak mau
Kirana terkejut saat ia di angkat menjadi sekretaris pribadi Allaric. Ia pun segera menghampiri Alan untuk bertanya."Tuan, Saya ingin bertanya. Mengapa nama Saya...?""Diangkat menjadi sekretaris pribadi tuan Allaric," sahut Alan.Kirana mengangguk cepat."Karena Aku dan Tuan melihat, hanya Kau yang patut mengisi tempat itu," ujar Alan."Tapi, Saya tidak menginginkan posisi itu," protes Kirana."Bukan Kamu yang memutuskan. Tapi, tuan Allaric lah yang memilih," timpal Alan."Mengapa tidak meminta persetujuan dari Saya?" tanya Kirana dengan kesal."Dengar Kirana, seharusnya Kamu senang dipilih oleh tuan sendiri. Di luar sana ratusan bahkan ribuan yang menginginkan posisi itu," ucap Alan."Tapi, Saya tidak menginginkannya," sela Kirana ketus."Sudahlah, Saya tidak mau berdebat sama Kamu. Kalau Kamu merasa keberatan. Kamu bisa menemui tuan dan mengatakan ketidak sediaan Kamu untuk jadi sekretaris pribadinya." tutup Ala
Kirana mulai membiasakan diri dengan tugas baru. Sejak diangkat menjadi sekretaris pribadi Allaric. Ia terlihat lebih santai dari sebelumnya. Allaric tidak mau membebankan semua pekerjaan padanya. Kirana hanya memeriksa dam menyusun berkas yang akan ia serahkan pada Bos-nya."Pukul berapa Kita meeting hari ini?" tanya Allaric."Pukul dua, Tuan," jawab Kirana."Kau sudah siapkan berkas yang akan dipakai meeting nanti?" lanjut Allaric."Sudah, Tuan," jawab Kirana lagi.Allaric hanya mengangguk senang. Alan memperhatikan kedua orang yang berjalan di depannya dengan tersenyum. Sampai di ruangannya, Allaric langsung duduk di kursi kebesaranya. Alan juga duduk dan langsung membuka laptopnya untuk memeriksa beberapa email yang masuk. Kirana sendiri segera membuatkan minuman untuk Bos dan asistennya."Tuan, malam ini ada janji temu dengan, Clara," cetus Alan tiba-tiba."Aku sibuk!" sahut Allaric cuek.Kirana masuk dengan nampan di tangan
Kata-kata Allric masih terngiang di telinga Kirana. Gadis itu terus saja memikirkan tawaran Allaric, yang ingin membantunya untuk biaya pengobatan mamanya. Saat istirahat siang, Kirana memutuskan untuk ke rumah sakit menjenguk Mamanya. Setelah memastikan kondisi Mamanya dan berbincang sejenak bersama Dokter dan perawat. Kirana pun memutuskan untuk kembali ke kantornya.Kirana pun telah kembali lagi ke kantornya. Seperti biasa, Ia akan langsung melanjutkan pekerjaan yang sempat Ia tinggal karena harus kembali ke rumah sakit."Kirana, Kamu berikan ini pada, Tuan yah!" perintah Maya."Baik," sahut Kirana."Tapi, sebaiknya Kamu periksa kembali. Saya takut ada yang keliru," pintanya. Kini Maya tidak berani lagi memerintah Kirana dengan semau hatinya. Ia telah mendapat peringatan yang keras dari Alan. Walau ada perasaan kesal dan marah di hatinya. Maya, kembali mencoba menerima semua.Lagi pula, Kirana tidak pernah berulah yang membuatnya kesal. Sebaliknya
Kirana kini mulai bisa menjalankan tugasnya sebagai sekretaris sekaligus asisten pribadi Allaric, menggantikan Alan yang saat ini masih berada di luar negeri. Dengan sabar, Allaric mengajari Kirana apa saja tugasnya sebagai asisten."Tuan, Saya ingin meminta izin untuk tidak ikut pertemuan malam ini," cetus Kirana meminta izin."Kenapa? Apa ada sesuatu yang penting?" tanya Allaric."Saya ingin ke rumah sakit, menemani mama," jawabnya."Baiklah! Kita akan membatalkan pertemuan malam ini dan Saya juga akan ikut menemani Kamu di rumah sakit!" seru Allaric."Tapi, Anda tidak perlu melakukannya, Tuan," Kirana tolak Kirana."Kamu keberatan jika Saya ikut bersama Kamu?" tanya Allaric."Bukan begitu. Hanya saja, Saya merasa tidak enak dengan yang lain. Jika Anda, sering terlihat bersama Saya," tutur Kirana."Maksud Kamu?" tanya Allaric, sembari menyipitkan matanya."Tuan, Saya ingin jujur pada Anda," cetus Kirana."Saya suka orang
Kesehatan Mamanya Kirana, perlahan pulih. Wanita itu pun sudah di perbolehkan untuk pulang. Kirana meminta izin pada Allaric untuk tidak masuk kantor hari ini. Ia akan menjemput mamanya dari rumah sakit. Dengan senang hati, Allaric mengabulkannya dan dia sendiri juga ikut datang menjemput.Mama Kirana terlihat senang pada sosok Allaric yang baik dan sopan. Allaric sendiri merasa nyaman saat dirinya mengobrol bersama Mama Kirana. Entah mengapa sikap lembut lembut wanita itu membuat Allaric merasa seperti sedang berbicara pada Ibunya."Mama, istirahat dulu ya!" seru Kirana."Mama, masih ingin mengobrol, Na. Sudah lama tidak mengobrol panjang lebar seperti ini, sejak Mama berada di rumah sakit," sahut sang Mama."Iya, Nana ngerti. Tapi, kan Mama juga harus banyak istirahat," lanjut Kirana."Kirana benar, Nyonya. Sebaiknya, Anda istirahat agar kesehatan Anda segera pulih," selaAllaric."Baiklah," ucap Ayu menuruti kedua anak muda dei depannya. Kirana
Allaric dan Kirana tiba di negara S. Kirana yang baru pertama kali melakukan perjalanan jauh menggunakan pesawat, terkulai lemas."Istirahatlah! Besok, kita akan menghadiri rapat!" seru Allaric yang mengantarkan Kirana ke kamarnya.Kirana hanya mengangguk, matanya terasa berat dengan tubuh yang lemas."Kamarku tepat di sebelah kamarmu." tunjuk Allaric. "Kalau kamu membutuhkan sesuatu, kamu tinggal datang saja!" lanjutnya sembari tersenyum.Kirana mengangguk mengerti. Allaric pun melangakah ke kamarnya dan membiarkan Kirana untuk istirahat. Selepas kepergian Allaric, Kirana menghempaskan dirinya ke atas ranjang dan kembali tidur.Keesokan harinya, dengan malas Kirana bangkit dan membuka pintu.Ceklek ...."Selamat pagi!" sapa Allaric.Mata Kirana membulat saat melihat Boss nya sudah berada di depan pintu."Tuan!" seru Kirana terkejut."Kamu baru bangun?" tanya Allaric.Kirana menganggukkan kepalanya dan mempersilahkan Allaric masu
"Apa? Dia asisten pribadi kamu?" pekik Victoria."Yah! Kenapa? Apa ada masalah?" tanya Allaric."Tidak ada!" sela Oscar.Victoria menatap Kirana dari ujung rambut hingga ujung kaki dengan tatapan tidak suka dan menyepelekan. Kirana menunduk tidak nyaman dengan tatapan dari Victoria."Ada apa, Tante? Apa kalian saling mengenal?" tanya Allaric sembari menyindir Davindra."Tidak! Hanya saja, aku jadi teringat dengan seorang gadis yang pernah bermimpi untuk menjadi bagian dari keluargaku," sindir Victoria.Kirana semakin menundukkan kepalanya"Sudahlah, Ma!" ucap Davindra yang akhirnya angkat bicara. Ia merasa kasihan melihat Kirana, gadis yang ia cintai menjadi bulan-bulan orang tuanya."Lalu, apa yabg terjadi pada gadis itu?" pancing Allaric."Tentu saja kami melarang Davi untuk melanjutkan hubungannya dan kami juga sudah menyiapkan calon yang cocok untuk jadi menantu kami." Victoria menunjuk ke arah gadis yang sejak
Kirana menahan emosinya, saat mendapat laporan dari pengasuh kedua buah hatinya. Wanita bernama Darla, itu mengatakan. Jika, seseorang sering menemui Carmen dan Carlo. Saat ia menanyakan, siapa orangnya pada kedua anak kembarnya. Ia terkejut, ketika tahu nama yang disebut Carlo."Darla, aku ingin mengatakan sesuatu padamu. Jika, saat aku tidak di rumah. Aku mau kau mengawasi si kembar. Aku tidak mau, sampai pria itu menemui mereka lagi," kata Kirana pada pengasuhnya.Darla mengangguk mengerti. Kirana berencana, akan menemui Davi untuk membicarakan hal ini. Ia tidak mau, berhubungan dengan keluarga itu lagi. Setelah apa yang terjadi, Kirana masih mengingat setiap luka, yang keluarga Davi berikan padanya.Setelah semuanya siap, Kirana segera berpamitan pada kedua anaknya. Ia tetap memperingatkan Darla lagi, tentang hal tadi. Ia juga berpesan pada anak-anaknya, untuk tidak berbicara pada orang asing.****Sementara di kediamannya, Davi terlihat bahagia saya mendapat satu pesan dari Kiran
Kirana berang, saat ia tahu kalau Davindra menipunya. Pria yang pernah mengisi hatinya dulu, yang sengaja mengajaknya keluar dengan alasan untuk membicarakan bisnis mereka. Ternyata, pria itu menggunakan kesempatan itu untuk merayu Kirana kembali."Jadi, kau mengajakku ke mari hanya untuk membicarakan itu?" Seru Kirana lantang."Na, dengarkan aku. Aku hanya ingin berbicara padamu secara pribadi," kata Davi, berusaha untuk menjelaskan pada Kirana."Apa lagi yang ingin kamu bicarakan? Sudah tidak ada lagi yang harus dibicarakan," tegas Kirana."Na, aku hanya ingin kita bisa seperti dulu," ucap Davi lirih."Tidak!" tegas Kirana.Davindra tercegat medengar suara tegas Kirana."Aku tidak mau, memulai sesuatu yang telah aku lupakan," lanjut Kirana."Apa salahnya, jika mencobanya, Na," pinta Davi lirih.Sampai saat ini, Davindra masih mencintai Kirana. Sampai kapanpun, hanya Kirana yang ada di dalam hati Davindra.Setelah perceraiannya bersama Laura selesai. Davindra berusaha mencari keberad
Kirana sedang berjanji untuk bertemu salah satu kliennya. Setelah menunggu cukup lama, akhirnya klien yang di maksud tiba. Kirana hampir tidak percaya, siapa kliennya kali ini.Davindra datang bersama Papanya. Ayah dan anak itu sempat tidak menduga, jika yang menjadi utusan adalah Kirana."Selamat siang, Tuan Oscar dan Tuan Davindra." Kirana mengulurkan tangan dan menjabat keduanya, secara bergantian."Anda Nona Kirana, utusan perwakilan dari perusahaan X?" tanya Oscar."Benar, Tuan. Silahkan duduk," ucap Kirana mempersilahkan tamunya."Saya kira Anda, ini seseorang yang...." ucapan Oscar di potong Kirana."Tua dan jelek," potong Kirana.Oscar tersenyum tidak enak."Kita langsung saja." Kirana membuka map yang ia bawa dan mengunjukkan kepada Oscar dan putranya. Kirana mulai menjelaskan semuanya pad
"Siapa namamu?" tanya Allaric pada seorang anak berumur lima tahun."Namaku, Carlo," jawabnya.Allaric sempat menatap dalam wajah lugu dan polos itu. Mata coklat dan senyumnya, mampu menembus tepung hati Allaric. Ada rasa nyaman dan damai saat ia menatapnya. Mata itu juga mengingatkan Allaric pada seseorang di masa lalu."Carlo, kau di sini bersama orang tuamu?" tanya Alan."Tidak! Aku ke sini bersama teman-teman dan guruku," jawab Carlo."Kau salah satu dari mereka?" Mata Allaric tertuju pada sekelompok anak kecil yang sedang bermain bersama gurunya.Carlo mengangguk cepat."Apa yang kau lakukan di sini?" terdengar suara cempreng, namun penuh dengan ketegasan.Kursi roda Allaric berputar ke arah sumber suara. Kembali mata Allaric di suguhi pemandangan yang menyejukkan matanya."Maafkan saudaraku, Tuan," ucap Carmen.
Sudah tiga hari, Kirana sampai. Hari ini, ia bersiap untuk ke kantor. Perempuan itu segera menyelesaikan urusan kantornya, kemudian bergegas untuk pulang. Ia harus segera menjemput anak-anaknya, yang ia titipkan ke penitipan anak.Kirana yang baru saja tiba, memang mengalami sedikit masalah dalam mencari pengasuh untuk kedua buah hatinya. Ia sangat teliti dalam memilih, seorang yang akan dia percayakan untuk menjaga kedua anaknya."Momm, ada baiknya jika kami masuk sekolah," cetus Carmen.Mata Kirana melirik ke arah putrinya, kemudian melemparkan pandangan pada kembarannya."Kamu mau, sekolah di sini?" sela Carlo.Carmen mengangguk. "Dari pada setiap hari, di penitipan. Lebih baik sekolah, kan?"Kirana tertegun sejenak. Apa yang dikatakan, Carmen ada benarnya. Jika, keduanya dimasukkan ke sekolah, mungkin Kirana akan tenang bekerja. Setidaknya, ia tidak perlu berusaha paya
"Apa, Tuan? Anda ingin mengirim saya ke sana?" tanya Kirana terkejut."Tidak ada orang lain, yang bisa saya andalankan selain kamu Kirana. Dengan kemampuan yang kamu punya, saya yakin kamu bisa menangani masalah di kantor cabang," jelas atasannya."Tapi, saya tidak mau ke sana," tolak Kirana. "Anda bisa mengirim saya kemanapun, asal jangan ke sana.""Mengapa? Apa kamu ada masalah, dengan tempat itu?" tanya bos-nya.Kirana terdiam, die enggan menjelaskannya pada sang atasan."Bersiaplah. Lusa, aku akan mengatur keberangkatanmu," putus Bos-nya.Kirana melangkah gontai, meninggalkan ruangan Bos-nya. Ia duduk dan kembali mengingat kejadian di tempat itu. Kirana memutuskan untuk pulang lebih cepat dan saat tiba di rumah. Ia lebih memilih masuk ke kamarnya, hingga saat makan malam.Dua hari kemudian, mau tidak mau. Kirana harus berangkat juga, ia meminta waktu untuk mempersiapkan segalanya. Mengingat ia memiliki dua anak kembar, yang pasti
Allaric kembali mengunjungi club' malam, untuk minum hingga mabuk. Ia ingin menghibur kesepiannya. Semenjak kepergian Kirana, Allaric merasa enggan untuk menetap di mansionnya. Bayang-bayang Kirana terusa saja menghantuinya, setiap kali ia berada di mansionnya. Masih teringat jelas senyum yang terukir di wajah wanita itu, saat bersama Allaric.Kepergian Kirana pun, seperti membawa separuh jiwa Allaric. Ia merasa kehilangan sesuatu yang berharga dalam hidupnya. Di dalam club' pun, ia tidak mau ditemani oleh siapapun. Ia hanya ingin sendiri, meratapi kesedihannya. Allaric benar-benar hancur tanpa Kirana.Di tengah kegalauan hatinya, seseorang mendekatinya."Apa ini? Masalah besar apa, yang menimpa seorang Allaric hingga bisa hancur seperti ini?" ucap orang itu.Allaric menatap nanar, ke arah sumber suara."Mau apa kau?" tanya Allaric ketus."Aku hanya datang untuk menghibur diri. Ta
Allaric membuka lemari milik Kirana. Namun, anehnya tak satupun barang milik Kirana bergerak dari tempatnya. Semua masih tersusun rapi, pada tempatnya bahkan tidak ada yang berkurang.Allaric mengepalkan tangannya, ia kembali memeriksa lemari yang lainnya. Bahkan, perhiasan saja, masih berada di tempatnya. Allaric teringat akan id card, yang diminta Kirana tempo hari. Rahang Allaric mengeras, ia mengertakan giginya kesal."Jadi, selama ini. Kau hanya berpura-pura, untuk menarik simpati serta untuk mendapat kepercayaan dariku," gumam Allaric kesal.Alan yang baru tiba, terkejut melihat kondisi kamar yang sudah seperti diterjang badai."Ada apa?" tanya Alan."Dia kabur, tanpa membawa apapun selain apa yang ia kenakan dan tanda pengenalnya," jawab Allaric geram."Kau memberikannya?" tanya Allaric lagi."Kau pikir aku gila, jika memberikannya
Kirana kembali ke mansion, tanpa menghiraukan sapaan dari para pelayan, ia berjalan langsung masuk ke kamarnya. Ia menghempaskan tubuhnya di atas kasur. Kirana kembali mengingat, dua tubuh yang penuh keringat. Sedang bergumul di atas ranjang, yang juga sering ia gunakan.Kirana meremas kasar rambutnya, berusaha untuk mengusir dan menghapus pemandangan yang baru saja ia saksikan. Kirana kembali mengingat, apa yang dikatakan Cindy? Wanita itu berkata benar, Allaric memang masih seperti dulu. Sampai kapanpun, pria itu tidak akan pernah bisa berubah.Kirana merenungi kebodohannya. Mengapa ia, cepat percaya dengan semua yang Allaric katakan? Kirana pun memutuskan untuk pergi dari tempat ini. Ia segera beranjak kembali dari duduknya dan berjalan menuju pintu.Ceklek....Kirana menghentikan langkahnya, saat melihat beberapa pelayan yang menyapanya. Kirana hanya tersenyum tipis, sembari menutup pintu d