Beranda / Romansa / Cinta CEO dalam Jebakan / S2| 33. Kelembutan yang Memabukkan

Share

S2| 33. Kelembutan yang Memabukkan

Penulis: Pixie
last update Terakhir Diperbarui: 2021-10-01 11:01:28

Senyum Julian melebar ketika melihat Mia kembali duduk di sampingnya. Sembari menyelipkan rambut sang gadis yang baru dikeringkan ke belakang telinga, pria itu menghela napas samar. “Apakah perasaanmu sudah lebih baik?” bisiknya sambil memiringkan kepala.

“Ya,” angguk sang sekretaris dengan senyum tipis.

Sedetik kemudian, Julian memajukan wajah untuk mendaratkan kecupan lembut. “Kau tidak perlu berkecil hati, Mia. Dirimu jauh lebih baik dari yang kaubayangkan,” hibur pria itu seraya menaikkan alis.

Khawatir jika dirinya salah memberi tanggapan, sang gadis kembali mengangguk. “Ya,” desahnya sebelum menarik sudut bibir lebih tinggi. “Jadi, apakah Anda setuju untuk bekerja sama dengan Katniss Johnson?”

Mengetahui perbincangan mengenai sang model masih berlanjut, lengkung bibir Julian sontak menciut. “Kenapa kau membahasnya lagi? Tidak bisakah malam ini kita bersantai melepas penat dan semua be

Bab Terkunci
Membaca bab selanjutnya di APP

Bab terkait

  • Cinta CEO dalam Jebakan   S2| 34. Akibat Dua Gelas Wine

    Di bawah kerut alis yang samar, mata Julian terpejam dalam kenikmatan yang bercampur dengan keraguan. Helaan napasnya tak henti-henti menghangatkan suasana, membakar semangat gadis berpipi merah untuk bergerak lebih lincah. “Lihatlah, Tuan! Aku juga bisa membuatmu bahagia,” ucap Mia sembari terus memanjakan sang CEO dengan genggamannya. Sekali lagi, Julian berusaha mengumpulkan akal sehat. Namun malang, detak jantung selalu membuyarkan kesadaran, sementara aliran darah terlalu cepat untuk bisa dikendalikan. Bukannya menyudahi “pesta”, pria itu malah semakin melambung dalam buaian sang sekretaris. “Ah, aku sungguh tak tahan lagi,” erangnya sembari beranjak dari kasur. Tanpa aba-aba, sang CEO melancarkan serangan balik. Hanya dalam sekejap, Mia terbaring dengan wajah semerah tomat. “Tuan ...” bisik gadis itu sembari tertawa ringan. Ia akhirnya bisa menikmati apa yang selalu menjadi momok baginya. “Jangan salahkan aku, Mia. Kaulah yang me

    Terakhir Diperbarui : 2021-10-03
  • Cinta CEO dalam Jebakan   S2| 35. Berhentilah Menangis

    Begitu membuka mata, Mia terbelalak menatap wajah Julian berada begitu dekat dengannya. Setelah beberapa kali mengedipkan mata, gadis itu mulai celingak-celinguk memeriksa keadaan. “Ini kamarku. Kenapa Tuan CEO bisa ada di sini? Apakah ini mimpi?” batin Mia sebelum mengerutkan alis lebih dalam. “Selamat pagi, Istriku. Apakah tidurmu nyenyak?” sapa Julian, sukses membuat sang gadis tersentak dari perenungan. “Istri?” Hanya dalam sekejap, wajah sang pria berubah tegang. “Apakah kau lupa? Kita sudah menikah dua tahun yang lalu? Kau tidak mengalami amnesia karena kecelakaan semalam, bukan?” Mendengar pernyataan yang sungguh tidak masuk akal, Mia mendesah samar. “Amnesia? Kecelakaan?” Setelah membiarkan sang sekretaris terjebak dalam labirin tanpa jalan keluar, sebuah tawa pun pecah dari mulut Julian. “Apakah kemampuan aktingku sangat natural? Kau seakan percaya dengan apa yang kukatakan.” “Akting?” tanya Mia dengan suara yang terce

    Terakhir Diperbarui : 2021-10-03
  • Cinta CEO dalam Jebakan   S2| 36. Dingin

    “Mia, apakah kau masih marah padaku?” tanya Julian ketika Mia datang membawakan makan siang. Tanpa membalas tatapan sang CEO, gadis itu meletakkan baki di atas meja. “Selamat menikmati, Tuan,” ucapnya dingin, sebelum berbalik ke arah pintu. Tak ingin kehilangan sang sekretaris, Julian pun bergegas mengejar dan menahan lengan gadis itu. “Mau sampai kapan kau kembali menjadi Mia yang dulu? Tidak bisakah kita bicarakan masalah tadi pagi secara baik-baik?” Masih dengan sorot mata yang menghunus, sang sekretaris menjawab, “Maaf, Tuan. Saya sedang tidak ingin membahas mengenai itu. Tolong beri saya waktu.” “Tapi, hatiku tidak tenang kalau kau terus seperti ini,” desah Julian sembari memegangi kedua pundak sang gadis. Mia kini dapat melihat kerut alis yang jelas di hadapannya. “Tolong jangan membuat saya bertambah marah, Tuan,” pinta gadis itu terdengar seperti mengancam. “Jika Anda menginginkan ketenangan, silakan renungkan kesalahan Anda selagi men

    Terakhir Diperbarui : 2021-10-03
  • Cinta CEO dalam Jebakan   S2| 37. Konsultasi

    Gabriella tersenyum saat melihat tidak ada lagi tangan kecil yang meraih tepian kasur. Tanpa memastikan pun, ia tahu bahwa bayi yang terus gagal keluar dari sarangnya itu, sudah lelah dan berbaring di antara teman-teman beruangnya. Sembari menggoyangkan kepala, wanita itu lanjut memainkan nada-nada. Ketika lagu “Twinkle-Twinkle Little Star” berakhir, barulah ia beranjak dari kursi dan mengintip ke dalam kasur. “Apakah dia sudah tidur?” bisik seseorang tanpa terduga. Dengan mata bulat dan tangan di depan dada, Gabriella berbalik memeriksa. Begitu melihat seorang pria dengan tampang tanpa dosa, helaan napas langsung berembus dari mulutnya. “Kenapa kau masuk secara diam-diam? Mengagetkan saja,” omel sang wanita sembari mendorong punggung kakak iparnya menjauh dari bayi yang terlelap. “Aku sedang stres. Jadi, aku membutuhkan Cayden untuk mengobatinya,” jawab pria seraya bergerak menuju pintu yang terbuka lebar. “Dia sudah tidur. Jangan mengganggun

    Terakhir Diperbarui : 2021-10-03
  • Cinta CEO dalam Jebakan   S2| 38. Wajah Kedua

    Mia langsung beranjak dari kursi ketika melihat kehadiran Julian. Dengan tangan terkepal erat dan paru-paru yang membara, gadis itu mengentakkan kaki menuju sang CEO. “Kenapa Anda pergi begitu saja, Tuan? Apakah Anda tidak memikirkan perasaan Nona Johnson? Dia sudah berbaik hati, meluangkan waktu untuk datang ke sini. Tapi, Anda sama sekali tidak menghargai usahanya,” omel sang sekretaris dengan suara bergetar. Alih-alih menjawab, Julian malah mengatupkan mulut rapat-rapat. Rahangnya sampai berdenyut-denyut di bawah sorot mata yang diwarnai kekecewaan. Mengapa Mia lebih membela Katniss ketimbang dirinya? “Apakah Tuan tidak memperhitungkan konsekuensinya? Anda sudah mempermalukan ayah Anda sendiri, Tuan. Untung saja Nona Johnson mau mengerti. Apakah Anda tidak malu dengan sikap kekanak-kanakan seperti ini?” Dengan segenap tenaga, Julian menggenggam kesabaran. Sambil mengalihkan pandangan ke arah lain, pria itu berusaha meredakan kekesalan. Ia tidak ing

    Terakhir Diperbarui : 2021-10-04
  • Cinta CEO dalam Jebakan   S2| 39. Pembawa Kebahagiaan

    Cayden bertepuk tangan dengan riang. Sembari berjalan cepat mengitari piano yang sedang dimainkan oleh ibunya, ia tertawa bahagia. “Pelan-pelan, Pangeran Kecil. Kau bisa terjatuh jika berlari sekencang itu,” seru Max yang kewalahan menjaga putranya. Cayden semakin hari memang bertambah lincah. Menyaksikan kesulitan sang suami, Gabriella otomatis tertawa. “Bersiaplah, Max. Setelah yang satu ini adalah lagu puncak.” “Apakah lagu bayi paus itu?” tanya sang pria di sela napas yang terengah-engah. “Bayi hiu, Max,” koreksi sang wanita seraya menggeleng samar. “Ya, itulah maksudku. Otakku sudah kekurangan oksigen karena ulah Cayden,” timpalnya sembari menangkap sang bayi dan mengangkatnya ke udara. “Bersantailah sejenak, Pangeran Kecil. Setelah ini adalah lagu kesukaanmu,” ujar Max sembari memasang tampang jenaka. Mengerti apa yang dimaksud oleh sang ayah, Cayden menggerakkan kaki dengan penuh semangat. Tawanya semakin memenuhi ruang, menghan

    Terakhir Diperbarui : 2021-10-04
  • Cinta CEO dalam Jebakan   S2| 40. Mencurahkan Hati

    “Astaga,” desah Gabriella sembari menggeleng pelan. “Aku tidak pernah menyangka jika Paman dan Bibi melarang hubungan kalian,” gumam wanita itu, mengubah lengkung bibir sang sekretaris menjadi jauh lebih miris. Selang keheningan sejenak, Gabriella kembali menoleh dengan sorot mata prihatin. “Kenapa orang tuamu tidak setuju? Mereka sudah sangat mengenal keluarga Evans. Bukankah seharusnya, mereka tidak memiliki alasan untuk menolak pria sebaik Julian?” Dengan semangat yang hampir padam, Mia mendongak menatap langit malam. “Justru karena itulah, orang tua saya menentang. Kami sudah terlalu dekat dengan keluarga Evans. Hal itu merupakan suatu keberuntungan yang sangat besar.” “Lalu, apa masalahnya?” desah Gabriella yang tak lepas memandangi raut wajah berselimut kesedihan. “Jika saya menjadi seorang Nyonya Evans, banyak orang akan beranggapan bahwa keluarga saya serakah dan tidak tahu cara berterima kasih. Orang tua saya tidak mau jika putri tunggal mere

    Terakhir Diperbarui : 2021-10-05
  • Cinta CEO dalam Jebakan   S2| 41. Tanpa Izin

    Mia melangkah gontai menuju pintu apartemennya. Ada perasaan enggan untuk masuk ke sana. Gadis itu takut jika pria yang tidak pernah meninggalkan benaknya, tiba-tiba menyambut dengan tangan terentang lebar. Ia khawatir tidak mampu menahan diri untuk menolak dekapan. “Ah, kenapa aku jadi pengecut seperti ini?” gumamnya dengan suara tipis yang menggetarkan. Sedetik kemudian, Mia tertunduk menatap ponsel dalam genggaman. Dua pesan masuk sedang menunggu untuk dibaca. Dengan susah payah, ia menelan ludah. Ibu jarinya gemetar di antara nama-nama yang berdampingan di layar. “Haruskah aku mengabaikan pesan Tuan?” pikir sang sekretaris sembari menarik napas panjang. Setelah mengembuskannya dengan cepat, jari gadis itu mendarat pada nama Katniss. “Terima kasih banyak, Nona Sanders. Saya tidak akan menyia-nyiakan kesempatan emas ini. Mohon doakan saya agar bisa meluluhkan hati Julian Evans dalam tiga pertemuan.” Mata Mia kembali panas menangkap huruf-hur

    Terakhir Diperbarui : 2021-10-05

Bab terbaru

  • Cinta CEO dalam Jebakan   Extra Chapter 20. Bahagia Selama-lamanya

    “Woah!” desah Cayden saat sang ayah menempatkannya di atas punggung seekor kuda poni. Dengan mata bulat, ia mengamati ketinggiannya dari tanah. Meski tidak seberapa, balita bertopi koboi itu tetap menunjukkan senyum semringah. “Bagaimana, Evans Kecil? Apakah kau senang?” tanya wanita yang memegang tali kekang si kuda. Tak berani banyak bergerak, Cayden pun mengangguk dalam sudut terbatas. “Ya, Greta. Ini mendebarkan!” sahutnya antusias. “Mendebarkan?” gumam Gabriella seraya mengerutkan sebelah alis. Sambil terus menimang keponakannya, wanita itu mengungkapkan keheranan. “Dari mana kau mempelajari kata itu, Pangeran Kecil?” “Papa sering menyebutnya,” jawab sang balita, sukses membuat sang ayah meringis. “Papa berkata kalau malam yang dilewati bersama Mama selalu mendebarkan.” Selagi Gabriella melotot ke arah sang suami, Greta tertawa terbahak-bahak. “Astaga, Max. Kurasa, kau harus lebih berhati-hati sekarang. Putramu yang jenius ini bisa menyer

  • Cinta CEO dalam Jebakan   Extra Chapter 19. Ayo Kita Pulang

    “Kalau Kakek benar-benar menghindar, aku benar-benar akan berhenti dari perusahaan,” ujar Julian, sukses membekukan langkah Tuan Hunt. Pria tua itu kini berkedip-kedip mencerna perkataan yang ia kira salah dengar. “Posisiku sebagai CEO sedang terancam karena suatu hal. Aku berusaha merahasiakannya dari kalian semua. Bahkan Mia saja tidak kubiarkan tahu. Tapi ternyata, itu sama sekali tidak mudah. Pikiranku menjadi terombang-ambing. Dan karena beban yang terlampau berat, emosiku akhirnya meledak. Aku sangat menyesal hal itu harus terjadi di hadapanmu.” Mendengar nada yang terkesan jujur itu, Tuan Hunt perlahan memutar tumpuan. Dua detik kemudian, ia melihat butiran bening meluncur dari mata sang cucu. “Aku sudah berusaha kuat dan tegar, Kek. Kupikir, aku bisa mengatasi semua masalah. Tapi ternyata, sampai detik ini pun, aku belum menemukan solusinya. Karena itu pula, aku marah saat gagal menemukan Grace dan dirimu di pemakaman. Rasanya, aku ini laki-laki yang

  • Cinta CEO dalam Jebakan   Extra Chapter 18. Aku Lebih Baik Menghilang

    “Ck, kenapa Kakek kabur seperti ini? Membuatku semakin merasa bersalah saja,” gerutu Julian di sela desah napas yang terengah-engah. Sambil terus menggenggam pesan dari Tuan Hunt, ia melangkah menyusuri jalan setapak yang dipagari barisan pepohonan. “Apa yang harus kulakukan jika Kakek tidak ada di sana? Ke mana aku harus mencarinya?” pikir pria yang tak mampu menghapus kerutan dari wajahnya. Beban yang menekan jantung terlampau berat untuk diabaikan. Selang beberapa saat berkutat dengan kebisingan dalam telinga, Julian akhirnya menggeleng cepat dan mengerjap kuat. “Tidak, tidak. Kakek pasti ada di sana. Aku akan membawanya pulang dan keadaan otomatis kembali menjadi seperti semula,” angguk pria itu, memupuk harapan. Tanpa menghiraukan keresahan yang terus berputar dalam otaknya, ia melaju lebih cepat. Begitu melewati gerbang pemakaman, langkah Julian spontan tertahan. Pelupuk mata yang semula berat kini terangkat maksimal. Apa yang ia harapkan lagi-l

  • Cinta CEO dalam Jebakan   Extra Chapter 17. Kau Seharusnya Bersyukur

    “Papa,” panggil Cayden pelan. Sedetik kemudian, balita itu menyodorkan sepotong roti yang telah ia bersihkan dari selai. “Aku sudah kenyang,” lanjutnya dengan senyum penuh makna. Memahami maksud hati sang putra, Max sontak menaikkan alis. “Kau ingin Papa menghabiskan rotimu lagi?” Sembari memperlihatkan deretan gigi mungilnya, Cayden mengangguk. Selang satu embusan napas samar, sang ayah mulai menggetarkan udara dengan tawa. “Astaga, Gaby. Lihatlah kelakuan Pangeran Kecil! Aku bisa menggendut jika dia terus menyodorkan makanan kepadaku,” tutur pria itu seraya menunjukkan roti kedua yang ia terima dari sang putra. “Habiskan saja, Max. Kau membutuhkan tenaga lebih untuk membantu Pangeran Kecil merawat Hasty,” timpal wanita yang sedang membersihkan piring dengan spons. Mendengar tanggapan sang ibu, mata Cayden langsung membulat. “Apakah aku boleh ke kandang kuda sekarang? Aku sudah selesai sarapan, Mama.” “Ya, tapi kau harus mencuci wajah

  • Cinta CEO dalam Jebakan   Extra Chapter 16. Aku Akan Meminta Maaf

    Tiba-tiba, Julian menjatuhkan wajah ke tangkupan tangannya. Setelah mengembuskan napas berat, ia kembali menegakkan kepala dan menunjukkan ekspresi yang tak terdiskripsikan. “Kau tahu? Aku sama sekali tidak bermaksud menakuti ataupun menggertak. Aku hanya tidak ingin kejadian tadi terulang,” tegas pria itu dengan wajah mengernyit. “Ya, aku tahu,” timpal Mia dengan penekanan yang tak kalah dalam. “Tapi kau bisa melakukannya tanpa harus menyakiti perasaan Kakek, Julian. Masalah ini bisa dibicarakan secara baik-baik.” Sembari menggertakkan geraham, Julian menggeleng samar. Kebingungan mulai menggetarkan bola matanya. “Lalu apa yang harus kulakukan sekarang? Aku sudah telanjur membuat Kakek sedih.” “Meminta maaf?” timpal Mia seolah tak yakin dengan jawabannya. “Apakah itu saja cukup?” tanya sang pria, ragu. Ia mulai sadar bahwa kemarahannya tadi memang sudah melewati batas. Sembari menimbang-nimbang, sang wanita mengangguk-angguk. “Asalkan

  • Cinta CEO dalam Jebakan   Extra Chapter 15. Sudah Keterlaluan

    “Greta, apakah kau sudah menyiapkan roti panggang yang lezat untuk kami?” tanya Cayden saat si pemilik rumah membuka pintu lebih lebar untuk menyambutnya.Melihat sang ayah masih sanggup berjalan, wanita dengan lengkung alis tinggi itu sontak mengembuskan napas lega. Setelah menggeleng-geleng sesaat, barulah ia membalas tatapan balita yang masih menggenggam tangan Tuan Hunt dan menunggu responnya.“Tentu saja sudah. Apakah kau lapar?” tanya Greta sembari memalsukan senyuman.“Bukan aku, tapi Kakek. Aku mendengar suara napasnya sangat lelah di sepanjang jalan. Kakek harus makan roti yang banyak,” sahut Cayden dengan ekspresinya yang khas—mata bulat dan bibir mengerucut.Sambil mengelus kepala putranya, Gabriella menekuk lutut. Setelah berhasil menyejajarkan pandangan, wanita itu memiringkan kepala. “Bagaimana kalau sekarang kau mengajak Kakek makan? Kau tahu di mana Greta meletakkan piring rotinya, bukan?&rdq

  • Cinta CEO dalam Jebakan   Extra Chapter 14. Penyesalan Tuan Hunt

    “Maaf, Julian. Tadi aku mengajak Grace menemui nenekmu sebentar. Sekarang, aku bermaksud untuk membawanya pulang. Kami tidak berkeliaran,” terang Tuan Hunt dengan ekspresi yang tak terdeskripsikan. Meski begitu, suara paraunya mampu menyentuh hati orang-orang, selain sang cucu. “Tapi jalan pulang ada di sebelah sana, Kek!” sambar Julian, masih dengan alis terangkat maksimal. Ia sama sekali tidak iba melihat punggung bungkuk yang semakin terbebani oleh rasa bersalah. “Apa yang sebenarnya ada dalam pikiranmu? Apakah kau tidak sadar bahwa kenekatanmu ini bisa mendatangkan masalah? Bukankah kita sudah sepakat untuk pergi bersama? Kenapa malah diam-diam membawa Grace pergi?” lanjutnya, mempertebal kerutan di dahi sang kakek. Merasakan kemarahan sang ayah, Putri Kecil mulai mengerutkan alis. Ia belum pernah mendengar suara selantang itu. Ketika matanya tertuju pada wajah murung Tuan Hunt, bayi itu pun mencebik. Sedetik kemudian, tangisnya mulai menjadi-jadi. Sambil

  • Cinta CEO dalam Jebakan   Extra Chapter 13. Keputusasaan Seorang Ayah

    Setibanya di pemakaman, Julian spontan tercengang. Apa yang ia lihat benar-benar di luar ekspektasi. Tidak ada keberadaan pria tua ataupun bayi di antara batu-batu nisan. Sang kakek dan Grace sama sekali tidak meninggalkan jejak. “Tidak mungkin,” gumam Julian sembari mempercepat langkah. Tanpa memedulikan upaya awalnya untuk tetap tenang, pria itu melaju ke arah blok yang sempat disebutkan oleh Greta. Setelah mencari-cari beberapa saat, ia akhirnya menemukan nama sang nenek di salah satu batu. “Benar, inilah tempatnya. Mereka seharusnya di sini,” desah Julian, terdengar putus asa. Dengan kerut alis yang dalam, ia berputar-putar, berusaha menemukan jejak sang putri ataupun Kakek Hunt. Malangnya, sejauh apa pun mata memandang, dua orang itu tetap berada di luar radar. “Ck, kenapa bisa begini?” gerutunya sembari mencengkeram kepala. Mengendus kekesalan yang teramat pekat, Mia sontak meraih lengan suaminya. Ia tahu bahwa sang pria telah gagal meng

  • Cinta CEO dalam Jebakan   Extra Chapter 12. Grace dan sang Kakek

    Sembari mengambil napas, Tuan Hunt menyeka pipi cucu buyutnya. Mata merah Grace memang tidak lagi menumpahkan kesedihan. Akan tetapi, pria tua itu masih merasa bersalah karena telah membuat sang bayi menangis. “Maafkan aku, Grace. Aku seharusnya berjalan lebih tenang agar kau tidak terbangun,” bisik sang kakek di sela desah napas yang tidak beraturan. Setelah wajahnya mengering, Grace menyandarkan kepala di pundak Tuan Hunt. Sambil berkedip lambat, ia mengerucutkan bibir. Kerut alisnya menyatakan bahwa dirinya masih ingin bergulung dengan selimut di tempat tidur. Bayi itu heran mengapa ia malah bersama sang kakek buyut, duduk di sebuah bangku panjang di tepi jalan setapak. “Padahal sewaktu masih muda, aku hanya memerlukan lima belas menit untuk tiba di pemakaman nenek buyutmu. Tapi sekarang, kenapa rasanya sangat melelahkan dan lama sekali?” gerutu Tuan Hunt seraya menyeka jidat dengan sebelah tangan. Selang satu embusan napas cepat, pria tua itu kemb

DMCA.com Protection Status