"Oh, ya. Kamu siapa namanya? Aku Reno." tanya laki-laki tinggi ini.
" Aku Lastri." Mereka berjabat tangan.
"Sungguh, kenalan kok telat, ya?"
"Tidak apa-apa, Mas. Dan juga, mana bisa sih kenalan di atas motor?"
"Hmmm. Lastri. Nama yang bagus. Ada artinya, lho?" kata laki-laki muda ini. Dia mau ngajak bercanda rupanya.
"Memang ada? Apaan?"
"Lastri itu adalah kata dalam bahasa Inggris. Cuma lidah kita saja yang membuat cara nulisnya jadi agak beda."
"Jadi, namaku artinya apa?"
"Lastri itu gabungan dari dua kata. Last yang artinya terakhir, dan tree yang artinya pohon. Jadi arti dari nama Lastri adalah pohon yang terakhir. Hehe ...," Mereka
"Ayo, aku antar ke kamarmu di atas ...," ucap Reno sambil berjalan. Pandangan matanya susah lepas dari wajah gadis ini. Aku sepertinya sedang jatuh cinta, pikirnya."Iya." jawab Lastri menurut.Laki-laki dengan tinggi badan 173 cm ini mengantarkan gadis ini menuju kamarnya. Reno mempersilahkan Lastri jalan duluan. Dari belakang, dia bisa melihat lebih jelas bagian bawah tubuh gadis ini, sukses membuatnya menelan ludah. Selama melangkahkan kaki, Reno masih terngiang-ngiang dengan apa yang telah dikatakan Ibu kos pada dirinya barusan. Memang benar, mungkin nanti dia adalah jodohku, semoga saja iya. Dari lantai bawah mereka berdua naik tangga menuju ke atas."Ini kamar yang biasa aku pakai. Ya ... bukan kamar, sih. Kamu tahu sendiri, lihatlah ... seperti ini." kata Reno.Lastri melihat ruangan yang dipakai Reno sebagai kamar. Ada kasur, lemari baju, dan satu meja kecil. Sangat minimalis sekali, sekilas mirip perabotan yang dipakai orang-orang J
Sudah tujuh hari ini Lastri bekerja di konter itu. Bosnya bernama Elda. Dia masih gadis, sangat cantik dengan kulit putih dan rambut panjangnya. Ditambah penampilan yang modis, membuatnya terlihat semakin cantik. Perempuan yang punya lesung pipi inidengan sabar memberinya pengarahantentang pekerjaan ini. Konter itu berjualanpulsa elektrik, kartu perdana, aksesorishandphone, dan ponsel. Harga jual yangsesuai dengan pasaran, bahkan cenderunglebih murah membuat konter miliknya lebihramai dari konter lainnya. Memberikan harga pulsa harusdisesuaikan dengan harga jual pulsa dipasaran, dan tidak boleh hutang. Eldamemberikan arahan, jika teman dekat atausahabat mau berhutang pulsa ke Lastri, kalau bisa harus diberi pemahaman bahwa hal itu tidak bisa dilakukan. Karena lambat laun akan menjadi sebuah masalah. Yah, memang sebagai teman akan merasa tidak enak.
Sementara Reno sedang berangkat menuju ke mall tempat Lastri bekerja, gadis itu sedang melayani seorang ibu, dan kedua anak gadisnya. Mereka sedang bertanya tentang sebuah handphone yang sekarang sedang dipegang oleh Nurul. "Jadi yang ini harganya berapa, Mbak?" tanya seorang gadis, yang terlihat cantik hanya dengan memakai celana jeans warna biru dan kaos oblong warna putih, polos."Yang itu lima juta lima ratus ribu, Mbak. " jawab Lastri. Dia melanjutkan, "spesifikasinya bisa kita lihat di dusbooknya, ya?" Sambil menunjuk kotak itu. "Nih, semua ada. Yang keren memang processornya, adalah qualcomm snapdragon 835 dengan software: android 7.0” nougat. Dan juga, sebagaimana kita tahu, produk ini lumayan bagus untuk kamera utamanya sebesar 12 MP , dan 8 MP untuk kamera depannya. Battery sebesar 3000 mAh. Pasti Mbak gak akan kecewa ...," "Bagaimana, Nak? Mau yang ini?""Oke, Ma. Aku mau yang ini, kalau kamu bagaimana Rul? Pilih yang mana?""H
Doni membuka pintu kamar dengan kasar. Melempar jaket sembarangan, dan saat melihat foto seorang gadis di pojokan cermin kamarnya, dia emosi. Ditunjuk foto itu dengan geram ... dan, tiba-tiba ditinjunya.Prak!Cermin itu pecah berhamburan!"Brengsek!" teriaknya. Doni marah dan cemburu. Saat melihat Lastri dibonceng lelaki lain. Darahnya mendidih, dadanya panas. Secepat itukah kau lupakan diriku? Batin dia. Tubuhnya bergetar, bukan bergetar karena rasa sakit di tangan yang sekarang berdarah. Tapi menahan kekesalan, karena tidak bisa mengejar gadis itu."Bodoh! Bodoh!" umpatnya."Aku harus bisa menemukan dia besok! Atau entah kapan! Jadi selama ini dia bersama laki-laki itu!" teriaknya. Berbicara pada diri sendiri kadang membuat perasaan jadi sedikit lega. Ini yang sedang dialami Doni. Perasaan setres dan tertekan karena hilangnya sang kekasih membuatnya seperti gampang tersulut. Beberapa kali dia hampir berkelahi dengan
Besok pagi, seperti biasa Doni sudah duduk di warung kopi sambil menghisap rokok. Satu gelas kopi sudah berkurang separuh dan sudah dingin. Cuaca hari ini mendung, semendung cuaca hatinya. Gerimis yang turun ikut juga membasahi hati dan perasaan yang dirasa, tidak bergerak, dan terpatri hanya untuk memikirkan gadis itu; Lastri. Namanya sudah cinta berat, tai kucing pun rasa coklat. Tahu, jika dia sudah ditinggalkan ... apa daya, tidak ada kekuatan yang bisa menolak rasa rindu yang semakin besar menghampiri. Dan ... tunggu dulu!Cemburu? Jelas!Laki-laki ini menghembuskan nafas dengan berat. Pandangan mata kosong menatap jauh ke depan. Mimik muka juga tidak ada. Kaku, pucat, dan tanpa aura yang bisa menunjukkan bahwa dia masih bisa untuk hidup normal. Merasa sedih, putus harapan, dan tidak berharga. Seakan-akan semua hal yang ada di sekitar sudah tidak ada arti lagi semenjak ditinggal gadis itu pergi. Laki-laki ganteng berambut panjang ini sudah tidak pe
Dua pasang mata itu menatap tajam ke seseorang yang jaraknya cuma beberapa meter saja dari mereka. Orang itu sedang melamun. Matanya fokus melihat ponsel, tapi kelihatan, pikirannya tidak sedang di situ. Duduknya tidak tenang dan gelisah."Ssst, lihat. Semenjak kemarin itu, Mama jadi sering melamun, ya?""Iya, Kak.""Bayangin aja, Rul. Dua tahun, lho? Lama. Kita aja yang belum ngerasain susah untuk melupakan? Apalagi yang sudah pernah begitu? Ternyata kita bertiga punya maksud yang sama. Cuma kita berdua kalah saja, kalah di waktu dan pengalaman.""Jadi selama ini berharap ya, kamu?""Maunya, tapi gagal. Kamu juga kan?""Iya. Tapi ya begini akhirnya. Nasib-nasib ...," Mereka berdua tertawa terbahak-bahak, meskipun hati sedih. Bahkan, orang yang dibicarakan tadi--Emma, masih sibuk dengan pikirannya sendiri. Tidak sadar kalau sedang diomongin. Dia sedang terbayang-bayang mantan kekasih gelapnya itu.Semenjak tanpa sengaj
Doni tertawa terbahak-bahak. Bapak tua itu, apalagi. Dia tertawa lagi sambil megangin perutnya yang buncit. Sarungnya yang dipakai sudah melorot sedikit, dan dia tidak menyadari. Laki-laki gondrong ini tidak habis pikir betapa dia bodoh sekali malam ini. Kenapa tidak dicek bensinnya? Ah, semprul!"Jadi berapa, Pak?" tanya Doni setelah reda tertawanya. Wah, ada-ada saja cerita malam ini, pikirnya sambil membuka dompet."Nggak usah, Mas. Begitu saja kok bayar? Tidak apa-apa, udah Mas, ya? Saya mau menutup bengkel ...," jawab bapak ini sambil mengibaskan tangannya."Oke, Pak. Terima kasih banyak, ya? Semoga kebaikan Bapak dibalas dengan rejeki yang lain.""Aamiinn."Doni menghidupkan motornya. Setelah mengucapkan salam, dia pun berlalu.Pertemuan, dan takdir. Tidak ada di dunia ini yang namanya kebetulan. Semua memang telah diatur agar terjadi. Jadi, semisalkan ada yang berkata; kebetulan ketemu kamu di sini, ini salah.
Saat Emma meminta ikut, Doni dalam kebimbangan yang maha dahsyat. Di beberapa bulan ini dia tidak menyentuh perempuan sama sekali. Pikirannya terfokus pada usaha mencari Lastri. Tapi sekarang, di depan seorang wanita yang pernah bersama selama kurang lebih dua tahun, sedikit banyak membuat hatinya berdesir. Dia sudah lama tidak merasakan rasa itu; rasa nikmat memadu kasih.Dilihatnya Emma. Sangat cantik, seksi seperti kemarin-kemarin.Jika dia mengajaknya, apakah tidak terjadi hal yang diinginkan? Apakah Doni kuat menahan godaan itu jika perempuan ini meminta? Sedangkan Emma sudah jelas terlihat. Dia berhenti juga karena melihat laki-laki ini. Dan pasti, jika ada kesempatan, dia mau lebih dari sekedar bicara."Mau ikut ke mana?" tanya Doni."Aku ikut kamu mencari kosan. Apa sementara kamu tidur di hotel dulu?" jawab Emma, nadanya penuh harap. 'Dan kita bisa bercinta, sayang', batin Emma.Doni berpikir, jika dia harus ikut. Biarlah apa yang akan