Yuni berumur 25 tahun dan Nurul berumur 22 tahun. Yuni cantik, hidung mancung, berkulit putih bersih, berambut panjang, agak gemuk dan pendek tubuhnya. Kalau bicara suka ceplas-ceplos, dan jika suka sesuatu, harus bisa didapatkan. Gadis yang agresif.
Sedangkan Nurul persis seperti mamanya. Jika dibandingkan dengan foto Emma waktu masih muda, pastilah mirip dengan Nurul ini. Tinggi, langsing dan, seksi. Watak gadis ini pendiam, beda dengan sang kakak. Jika sedang marah selalu bisa menutupi. Padahal, hatinya masih panas dan dendam. Hati-hati.
Yuni dan Nurul mengetahui bahwa mereka sama-sama menyukai sopir mamanya itu. Jika gadis-gadis remaja ini menyukai seorang laki-laki, kegilaan mereka melebihi kegilaan perjaka yang menyukai gadis perawan. Contohnya, mereka berdua sering mengintip Doni setelah selesai mandi. Kompakan. Sopir itu kurus orangnya, berambut agak panjang keriting dan tatapannya sering membuat dua gadis ini klepek klepek. Pernah karena ketahuan memandang lama-lama, Doni bertanya pada Nurul.
"Kenapa, kamu?" Yang ditanya nggak ada respon. Terpesona dengan wajah yang begitu mempesona, yang begitu dekat. Aduh.
"Hai, Nurul. Kenapa kok melamun saja? Hai, hallo?"
"Eh, maaf ... maaf!" Mukanya memerah. Pergi dengan sedikit berlari, senyum-senyum sendiri.
Sedangkan Yuni lain lagi, dia sering pura-pura mengantar makanan ke kamar Doni di bagian belakang rumah. Ngomongnya ke laki-laki itu, ini adalah kue dari mamanya. Padahal, dia sendiri yang beli makanan itu di sebuah toko swalayan dan memberikannya kepada Doni, agar gadis ini bisa berlama-lama masuk ke kamar laki-laki yang sangat disukainya itu. Pernah Yuni nekat memegang tangan laki-laki itu dan diletakkan di atas pahanya. Tapi Doni dengan cepat menarik lagi tangannya, dan menyuruh dia segera pulang ke kamar untuk tidur. Nggak baik kalau seorang perawan masuk ke kamar seorang perjaka malam-malam, kata Doni. Yah, gagal, pikir Yuni.
***
Suami Emma adalah pemilik beberapa percetakan yang tersebar di beberapa kota di Jawa Barat. namanya Jarot. Sekarang umurnya sudah 65 tahun dan agak sakit-sakitan. Laki-laki dengan umur 65 tahun mempunyai istri umur 45 tahun jelas ada masalah.
Masalah bukan dari segi finansial tapi di diri Emma dan suaminya, Jarot. Emma adalah seorang perempuan dengan libido yang sangat tinggi. Dulu prinsipnya saat masih baru menikah, dia pernah bilang ke Jarot suaminya.
"Ada atau enggak ada kamu di kamar ini Pa, harus ada kegiatan seks di sini. Aku tidak peduli kamu bisa datang apa tidak."
Ngeri bukan? Tapi itulah kenyataan. Emma seseorang yang pandai memakai taktik dan intrik. Sebelum Doni datang, dia sering membawa masuk laki-laki ke dalam kamarnya. Buat apa? Buat memuaskan libidonya. Sedangkan kedua anaknya bersekolah di luar kota seminggu sekali pulang. Atau kadang-kadang dia dan suami pergi menengok kedua anaknya.
Di mata suami dan anak, Emma adalah seorang wanita yang sangat-sangat patut dibanggakan, karena dia seorang wanita karir yang cerdas, cantik, dan selalu bisa memberi contoh bahwa jadi seorang perempuan harus bisa begini dan begitu.
Ini yang namanya bunglon. Bunglon adalah hewan yang bisa berubah warna sesuai dengan tempat yang dia pijak. Jangan memandang orang dari luarnya, tapi di dalamnya? Siapa tahu?
Suami Emma sebenarnya merasa curiga dengan gelagat si istri. Biasanya kalau di rumah berpakaian biasa dan jarang wangi, tapi semenjak adanya sopir baru itu penampilan istrinya agak berubah. Dan kadang-kadang saat di kamar Jarot memberi kode kepada istri, tapi dia tidak mau melayaninya dengan alasan capek dan lelah. Sebetulnya bukan itu alasannya, tapi karena perbandingan keperkasaan Doni dan suami yang membuat Emma jadi malas.
Kenapa kok jadi begini? Ada yang aneh dengan istriku ... ah, mungkin ini hanya perasaanku saja. Pikir Jarot.
***
Laki-laki tua itu sedang sakit. Sakit yang dideritanya dua tahun ini benar-benar sangat menyiksa. Asam urat sering kambuh. Jika kambuh kaki terasa sangat sakit dan kaku. Perpaduan antara pegal dan kram, menyakitkan.
Saat tiduran di kamar, Jarot memijit-mijit kakinya. Istri baru keluar dari kamar mandi dan berganti pakaian. Tumben malam-malam keramas, pikir laki-laki ini.
"Dimana obat itu Ma, ya? Yang kemarin aku taruh di samping meja ini?" Si istri menoleh dan menjawab, "kemarin kamu taruh mana, Pa? aku nggak tahu barangnya ...,"
"Perasaan aku taruh di sini, Ma. Tapi kok tidak ada, ya? Warna botolnya biru dan kecil."
"Aku nggak tahu, Pa. Coba kamu cari sendiri."
"Kakiku sedang sakit, Ma. Tolonglah, carikan dulu, sangat sakit kaki ini. Atau mungkin ... pembantu kita kan tiap sore bersih-bersih? Siapa tau pas pulang, tanpa sengaja kebawa sama dia. Telpon, gih."
"Udah, Pa. Aku capek, besok aja, aku mau tidur!" Tiba-tiba Emma terlentang dan tidur di kasur. Tidak peduli dengan keadaan suami yang sedang sakit. Jarot heran dengan kelakuan si istri. Kenapa akhir-akhir ini kelakuannya semakin berubah? Jadi seperti ...
ketus?
Judes?
Jarot sudah nggak tahan lagi, dia menelepon sopir pribadinya,
"Ya? Halo, Pak Mardi? Tolong jemput saya, ya Pak? Di rumah ... iya ... antarkan saya ke dokter Gunawan Sasongko. Saya tunggu Pak, ya? Oke ...,"
"Kenapa nggak minta antar Doni, saja?" tanya Emma.
"Enggak, dia sibuk."
"Sibuk apaan? dia kamarnya, kok?"
"Nggak, sama Pak Mardi saja!" bentak Jarot. Sambil tertatih tatih berjalan keluar dari kamar. Berpikir, istriku semakin lama semakin menyebalkan!
***
Setelah ke dokter dan minum obat, Jarot masuk ke kamar. Emma telah tertidur pulas dengan rambut yang masih basah. Pelan-pelan didekatinya dan berjongkok di samping istri. Memajukan muka, dan berbisik.
"Istriku, kamu masih cantik di usia kepala empat ini. Aku akui itu. Aku masih sangat mencintaimu sampai detik ini. Tapi, ada apa dengan dirimu? Terasa aneh. Kau seperti acuhkan diriku. Sikapmu tadi membuatku sakit hati. Aku suamimu, kamu istriku." Jarot berdiri, melangkah pelan-pelan, duduk di atas ranjang dan mengambil hape. Mengetik sebuah pesan ke seseorang yang pernah sangat dicintainya dulu ... tapi, kemudian berpisah. Sekarang, di hati yang sedang gundah ... bertekad menyambung kembali hubungan itu.
[Bagaimana kabarmu?]
Lama tidak dibalas, cuman centang dua. Mungkin dia sudah tidur, pikir Jarot. Ditunggu lama tidak ada balasan, laki-laki dengan dua orang anak ini memutuskan untuk segera tidur. Tiba-tiba,
Drrrt ... sebuah pesan! Diambil benda tipis itu, cepat-cepat dibuka dan dibaca pesannya.
[Siapa, ini? Maaf, nomor baru.] Hmm ... nomorku tidak disimpan. Maklum. Dibalas.
[Aku Jarot, Dik]
[Jarot? Jarot siapa?]
[Lihat dulu foto profilku,]
Beberapa saat kemudian,
[Brengsek! Ngapain kamu hubungi aku lagi?!] Jarot membalas,
[Enggak apa-apa,] kirim.
..
..
Tidak ada tanda centang dua di situ. Kirim lagi pesannya. Sama. Coba di misscall, tidak aktif. Ya jelas dia marah, ah sudahlah, pikir Jarot. Hape diletakkan dan dia pun tidur. Beberapa saat kemudian di sebelah, Emma diam-diam membuka mata, mengambil gawai. Setelah memastikan suami tertidur pulas. Mengirim pesan.
[Orangnya sudah tidur. Tunggu aku di situ]
Emma berjalan menuju sebuah kamar di bagian belakang rumah. Diketuknya pintu dengan ujung kuku. Beberapa detik kemudian pintu terbuka, Emma masuk ke dalam dan mengunci kamar itu."Sudah tidur suamimu?""Sudah, barusan." Dengan cepat mereka berciuman. Tapi, saat sedang panas-panasnya Doni bertanya, "kenapa kamu tadi siang marah-marah seperti itu? Pakai tampar pipiku lagi?""Gimana enggak marah? Kalau kamu bilang padaku pernah membawa anak-anakku ke pondok itu? Jelas kamu berbuat mesum di sana. Sekarang, jawab. Apa yang kalian lakukan di sana?""Enggak, itu hanya pancingan aja biar kamu marah karena tiba-tiba tidak mau berhubungan lagi dengan aku. Ya susah, karena aku tidur dikamar ini, kerja di rumah ini jadi sopir suamimu dan kamu. Sebetulnya bisa saja kita tidak berhubungan lagi. Gampang. Caranya? Ya pecat saja aku, beres. Tapi aku tahu kamu tidak akan melakukannya, 'kan?""Iya benar, Don. Aku ... aku, terlalu sayang padamu.""Tapi, kenapa?
"Benar Pak, aku tidak berbicara dengan seseorang pun. Mungkin Bapak salah dengar," kata Doni."Aku nggak salah dengar. Aku tadi jelas mendengar kamu berbicara dengan seseorang di kamar ini!" bentak Jarot. Keukeh."Oh, yang barusan itu? Aku tadi sedang telepon temanku di kampung, Pak.""Kok terdengar jelas suaranya, bukan seperti suara telepon?""Ya ... terdengar jelas, Pak. Orang hapenya aku loud speaker dan juga, ini kan tengah malam? Sepi sekali. Jadi semisalkan keluar suara sedikit aja sudah sangat keras kedengarannya.""Aku nggak percaya. Sebentar, aku mau masuk!" katanya sambil bergerak maju."Lho, lho ... mau ngapain, Pak?" cegah laki-laki muda ini."Aku mau masuk! Aku mau mengecek sendiri isi kamar ini ada siapa selain dirimu. Jangan halangi aku!" hardik Jarot. Pikiran dan hati sudah termakan emosi. Takut membayangkan jika istri benar-benar selingkuh dengan sopirnya sendiri."Emangnya ada siapa, Pak, selain saya?" Doni men
Seminggu dua kali Yuni dan Nurul selalu pulang ke rumah. Kota tempat mereka menimba ilmu berbeda. Hari ini Nurul datang pagi-pagi dengan taksi online, sedangkan Yuni dijemput.Jika semua anak-anak telah berkumpul seperti ini, selalu ada saja yang kurang. Jarot, selalu tidak bisa datang karena kesibukannya di luar kota. Kalau Emma, selalu pulang ke rumah. Misalkan ada jadwal pergi ke luar kota selalu diusahakan tidak bersinggungan dengan jadwal anak-anak saat pulang. Jadi satu rumah ada satu laki-laki dan tiga orang perempuan, ditambah lagi dua sopir, dan satu pembantu rumah tangga yang masuknya pagi dan pulang di sore hari.Di pagi ini, Emma dan kedua anaknya sedang makan pagi bersama. "Gimana pelajaran kalian , apakah lancar tidak ada kendala?" tanya Emma."Tidak ada, Ma. Lancar-lancar saja," kata Nurul sambil melirik Yuni."Kamu, Nak? Ada kesulitan di sana?" Pertanyaan yang sama ke anak pertamanya."Sama, Ma. Tidak ada. Tumben Mama perhatian sam
Di dalam mobil sesekali Doni melirik Emma yang ada di sebelah kirinya. Sangat cantik pagi hari ini dengan baju setelan set varoni. Perpaduan atasan warna merah cerah bermotif bunga, dengan bawahan berwarna merah gelap membuat Emma jauh kelihatan lebih muda. Tubuhnya juga masih bagus dan seksi. seminggu sekali Emma selalu fitness, makanan dan minuman juga selalu yang higenis dan bergizi. Dulu, saat pertama kali melihat Doni untuk pertama kali. Wanita paruh baya ini sudah menyiapkan segala sesuatunya dengan cepat. Tanpa banyak yang dibahas dia bilang ke suaminya, Jarot."Sudah, Pa. Kita terima dia saja sekarang tidak apa-apa. Lagian, aku juga mau berangkat ke Jakarta besok pagi. Karena ini perjalanan jauh, besok sopir baru ini saja yang antarkan aku. Papa sama Pak Mardi saja. Kasihan kalau beliau, sudah tua.Gimana, Pa?" Saat itu Jarot mengiakan saja ucapan istrinya.Jika diadu penampilannya dengan Yuni, mereka ibarat seperti kakak adik yang sedang jalan-jalan santai dengan
"Tadi kami cuma muter-muter saja, setelah masuk ke toko yang menjual peralatan rumah tangga, kami ke sini." sahut Doni. Intervensi."Bukannya sudah beli baju? Eh ...," tanya Yuni lagi. Sambil meremas-remas kaos, gugup dan takut dengan jawaban yang akan didengar."Beli baju?" Laki-laki ini bertanya. Lebih mirip bergumam, ada tekanan di dalam suara. "Belum ... kami belum beli baju, kok." jawab Emma. Betul juga apa yang dikatakan Doni barusan. Anaknya telah melihat dia tadi. Bahaya. Perempuan ini melihat Yuni masih memandanginya dengan tatapan seperti ingin meminta penjelasan lebih lanjut.Seseorang di atas melihat adegan ini dengan tersenyum. Pintar sekali dua orang ini, pikirnya. Tapi ingat ... yang namanya bangkai pasti tercium Juga. Pelan-pelan diambilnya hape dan mulai mengambil gambar. Satu, dua, tiga gambar ... cukuplah."Nggak asyiklah, kalau enggak sama kamu, Nak. Ini saja dari tadi Doni berdiri bengong di sini. Kasihan dia, sepertinya nggak biasa j
Saat Yuni mengambil hape yang terjatuh tadi, Doni tanpa sengaja melihatnya. Kaget, secepatnya menarik tangan Emma dan pergi dari situ setelah sebelumnya melepas dan menaruh bajunya di sembarang tempat, nggak jadi dibeli. Emma masih tidak mengerti dengan apa yang sedang terjadi. Doni menjelaskan."Ada anakmu! Lepas bajumu dan taruh di sini!" Emma kaget, tapi mengikuti juga apa yang dikatakan laki-laki ini. Dia berbisik ke Emma."Ayo, kita pergi dari sini!""Yuni? Kok ...,""Ayo, cepat! Bisa runyam, nih!"***"Assalamualaikum!""Waalaikumsalam!" Pembantu rumah tangga berumur kurang lebih lima puluh lima tahun ini membukakan pintu. Setelah terbuka, tiga orang ini masuk ke dalam rumah."Ini, Bi. Ada oleh-oleh buat kamu." Emma memberi sebungkus oleh-oleh buat ART ini. Dibelikannya dua kaos bermotif bunga-bunga berwarna gelap untuk keseharian di rumah. Seorang juragan yang lumayan baik, pengertian."Terima kasih, Bu Emma. Ya Alla
Cinta karena terbiasa. Itu salah satu kalimat yang dibaca gadis ini di sebuah teks lagu, atau di sebuah roman picisan. Mungkin pertamanya Doni tidak akan mau dengan diriku, tapi karena situasi yang memungkinkan dan waktu juga akan membuktikan. Bahwa benar, cinta bisa ada, karena terbiasa, pikir Nurul. Siapa tahu hatinya akan terbuka untukku? Yang pertamanya benci nggak suka, nanti akhirnya jadi benci ... benar-benar cinta.Terdengar langkah kaki seseorang sedang menuju dapur. Siapa itu, pikirnya. Pelan-pelan dia membuka pintu kamar yang selalu tidak terkunci. Terlihat sekelebat bayangan. Kamar Nurul dan kakaknya memang berdempetan. Sedangkan di luar kamar sebelah kiri adalah dapur. Kamar Doni terletak di belakang, sebelah kanan.Apakah itu Yuni? Atau Doni? Jika laki-laki itu, ini adalah kesempatanku. Malam-malam tidak ada orang yang tahu. Semua telah tertidur lelap. Di hati dan pikiran mengatakan dia harus melaksanakannya malam ini. Dengan modal nekat, Nurul pelan-pelan
Pagi-pagi setelah mandi keramas, Doni duduk termenung sambil merokok di dalam kamar. Sesekali diminum kopi yang sudah dingin itu. Nurul telah tahu, batinnya. Kemarin-kemarin perasaan dia masih kecil. Ternyata, tanpa kusadari dua tahun ini, dia sudah dewasa. Semalam terbuka semuanya, rahasia itu dan ... pakaiannya. Dia meminta aku melakukannya. Saat dia meminta lebih, aku bilang tidak. Cukup sampai di situ saja. Kasihan. Masalah ini antara aku dan papanya, kecuali dengan Emma. Dia yang kasih umpan duluan. Sudah saatnya. Biar Jarot tahu, betapa sakit hati jika mengetahui. Sudah saatnya.Balas dendam!Diketiknya sebuah pesan ke seseorang.[Dua tahun sudah cukup Sayang, ini saatnya balas dendam, balas perasaan ke orang itu] Kirim. Tersampaikan! Beberapa menit kemudian, ada balasan.[Iya, usahakan dia melihat kamu dan Emma berdua di dalam kamar. Jadi biar dia merasakan, betapa sakit hatinya saat istrinya tidur dengan laki-laki lain ...,][Iya, akan aku atur