Emma berjalan menuju sebuah kamar di bagian belakang rumah. Diketuknya pintu dengan ujung kuku. Beberapa detik kemudian pintu terbuka, Emma masuk ke dalam dan mengunci kamar itu.
"Sudah tidur suamimu?"
"Sudah, barusan." Dengan cepat mereka berciuman. Tapi, saat sedang panas-panasnya Doni bertanya, "kenapa kamu tadi siang marah-marah seperti itu? Pakai tampar pipiku lagi?"
"Gimana enggak marah? Kalau kamu bilang padaku pernah membawa anak-anakku ke pondok itu? Jelas kamu berbuat mesum di sana. Sekarang, jawab. Apa yang kalian lakukan di sana?"
"Enggak, itu hanya pancingan aja biar kamu marah karena tiba-tiba tidak mau berhubungan lagi dengan aku. Ya susah, karena aku tidur dikamar ini, kerja di rumah ini jadi sopir suamimu dan kamu. Sebetulnya bisa saja kita tidak berhubungan lagi. Gampang. Caranya? Ya pecat saja aku, beres. Tapi aku tahu kamu tidak akan melakukannya, 'kan?"
"Iya benar, Don. Aku ... aku, terlalu sayang padamu."
"Tapi, kenapa? Jika kamu sayang padaku, kamu mau memutuskan hubungan kita?" tanya Doni sambil menangkup kedua pipi Emma.
Menjawab pertanyaannya, membuat perempuan cantik ini bingung. Dalam lubuk hati yang paling dalam, dia tidak mau mengakhiri hubungan ini, karena ... rasa cintanya yang besar pada laki-laki tampan ini.
Tapi di satu sisi, yang namanya hati bisa terbolak-balik. Dia sadar akan keadaan suaminya yang sakit-sakitan, dan merasa rendah diri, kotor karena telah bermain cinta dengan laki-laki lain, berzina. Cinta yang dihadapi Emma adalah cinta di antara logika dan perasaan. Jika berada di sisi logika tentu perbuatannya ini salah karena bertentangan dengan agama dan norma-norma. Tapi jika berat di perasaan, tentu semuanya akan kalah dengan yang satu ini. Perasaan itu mengalahkan segalanya.
Nyaman saat di dekatnya.
Melayang saat dibelai. Dicumbu.
Puas yang berlebihan.
Perasaan untuk mengulangi lagi, dan lagi. Emma kecanduan bercinta dengan Doni.
"Kenapa kamu tidak jawab Sayang?" tanya Doni sambil menarik tangan Emma dan berdua mereka duduk di samping tempat tidur. Kamar ini lumayan bagus untuk ukuran seorang sopir. bisa dibilang terlalu berlebihan. Kamar ini berukuran 6x4 m, ada TV LED 21 inci, spring bed yang besar, ada kulkas, AC, gitar dan kamar mandi. Semuanya adalah ide Emma dulu. Saat pertama kali bertemu dengan Doni, dia adalah targetku, pikir Emma saat itu. Wanita ini terpesona.
"A-aku, tidak bisa jawab, Mas." laki-laki gondrong ini tersenyum. Kau tidak akan bisa jauh dariku, Emma.
"Ya sudah, sini duduk di pangkuanku." Emma berdiri, dan duduk seperti yang diperintahkan.
"Emma Sayang ...,"
"Iya, apa?"
"Kali ini jawab pertanyaanku dengan jujur sesuai dengan pasal yang diatur dalam undang-undang negara kita."
"Undang-undang apaan, sih?"
"Gini-gini aku juga ngerti ada pasal yang mengatur masalah hubungan percintaan laki-laki dan perempuan. Tapi sepertinya belum terbit, menunggu keputusan dari Presiden."
"Ih, ngaco deh. Ada memang?" tanya Emma sambil meringis saat Doni mulai memeluk dan menciumi pipinya. Merinding.
"Ya ada juga nanti, sabar dong? Kepo sekali kamu?" Terkekeh.
"Apaan sih, ngomong saja."
Setelah beberapa saat, "apa maksud kamu mengirim pesan ke aku tadi?"
"Pesan yang mana?"
"Yang tadi. Barusan kamu tiba-tiba kirim pesan ke aku yang isinya 'orangnya sudah tidur'. Nah, apa maksudnya?"
"Iya tidak apa-apa, emangnya kenapa?"
"Setiap yang dilakukan orang pasti ada maksud dan tujuannya. Sekarang aku tanya. Maksud kamu apa kirim pesan ke aku dan bilang, kalau suamimu sedang tidur sekarang?" Emma tidak bisa menjawab, dia menunduk. Mukanya memerah, merona. Kurang ajar orang ini, pikirnya.
"Apa tujuan kamu dengan kirim pesan seperti itu dan sekarang masuk ke kamar ini? Apa? Aku tidak mengerti Emma." Doni sedang menggoda. Dia tahu sebetulnya apa maksud Emma datang kesini karena perempuan ini terakhir datang ke kamar ini kira-kira tiga hari yang lalu. Sudah jelas kedatangannya mau apa di kamar ini. Dia saja yang selalu menggoda dan pura-pura bego.
"Mau apa?" tanya laki-laki ini sambil tangannya mulai bergerak pelan-pelan. Emma mendesah.
***
Tengah malam Jarot terbangun dari tidur, dilihat si istri tidak ada di sampingnya.
Kemana dia?
Beberapa saat kemudian berdiri, dan bergegas melangkahkan kaki menuju dapur. Letaknya bersebelahan dengan kamar Doni. Pas melewati kamar itu, terdengar sesuatu. Suara apa itu? Jarot mendekatkan diri, dan menempelkan telinganya ke daun pintu. Terdengar seperti suara berbisik-bisik tapi tidak begitu jelas terdengar. Laki-laki ini meneruskan langkah kaki berbelok ke dapur.
Saat membuka kulkas, Jarot masih memikirkan keanehan tentang istrinya. Dari kemarin-kemarin yang cuek, dan jam berapa ini? Doni sedang berbicara dengan siapa? Kok seperti ada pertanyaan dan jawaban tadi? Meskipun suara yang terdengar seperti bisikan, tapi dia tahu bahwa Doni sedang berbicara dengan seseorang. Apakah mungkin itu Emma?
Diletakkan gelas itu dan bergegas menuju kamar sopirnya. Pintu diketuk.
Tok tok tok ...
"Don, buka pintunya." ucapnya.
Tok tok tok ...
Di dalam kamar. Doni dan Emma kaget setengah mati. Mati aku! Kok ada Jarot di depan pintu? Dia melihat Emma. Perempuan ini pucat wajahnya. Sambil memberi kode ke Doni, mata mendelik, berbisik tanpa suara.
"Aku sembunyi di mana?"
Panik!
Laki-laki dan perempuan bukan pasangan sah ini saling berpegangan. Doni menarik Emma dan mencoba memasukkannya ke dalam lemari pakaian. Tapi tidak muat! Emma keluar dari lemari. Wanita ini melihat kasur spring bed. Mungkin dia bisa masuk di bawahnya, coba dulu!
Emma mencoba masuk ke bawah kolong tempat tidur. Tetapi baru setengah badan, dia tidak bisa masuk lagi karena pantatnya tertahan papan kasur itu. Kasur itu memang kasur yang pendek sekali. Didesain, dimodif ulang oleh Doni sehingga tidak begitu tinggi jarak dari lantai ke papan tempat tidur. Tinggi cuman 30 senti. Jelas Emma tidak bisa masuk ke situ karena dia punya bokong yang besar.
"Doni, ini aku Jarot! Tolong buka pintunya, aku ada perlu sebentar!" Heran, tadi seperti ada suara, kok sekarang tidak ada? Dan juga Jarot tahu persis sopirnya itu seperti apa. Jangankan diketuk dan diteriaki seperti ini, terdengar suara sedikit berisik saja laki-laki itu pasti terbangun. Makanya aneh, jika masih belum bangun juga. Pasti ada sesuatu.
"Doni? Buka pintunya!" Pria ini mulai gak sabar, dan menggedor keras-keras daun pintu.
"Doni!"
...
...
"Iya, sebentar!" Satu jawaban terdengar.
Huh, lama sekali buka pintunya? Aku yakin, ada yang gak beres di sini! "Buka, buruan! Lama amat sih?" Setelah agak lama, pintu pelan-pelan terbuka.
"Ada apa ya, Pak? Kok teriak-teriak ... sepertinya, mendesak sekali?" Laki-laki tua ini mengedarkan pandangan kemudian bertanya.
"Kenapa kamu lama sekali untuk membuka pintu? Sedang apa kamu?" Dengan tatapan tajam, menyelidik.
"Aku? Aku sedang tidur, Pak." jawab Doni. Ketar-ketir juga.
"Tidur? Aku tadi sepertinya mendengar kamu sedang bercakap-cakap dengan seseorang." tanya Jarot. Masih dengan mata yang curiga dan celingak-celinguk melihat isi kamar.
Di balik pintu. Emma menggigil ketakutan. Mimpi apa ya aku semalam? Enggak seperti biasanya suamiku terbangun tengah malam seperti ini. Aku sudah hafal betul kebiasaan dia. Ya ampun! Sekarang dia posisinya di depan pintu, apa yang harus aku lakukan?!
Menikah lebih dari dua puluh tahun membuatnya mengerti apapun tentang Jarot. Makanya, perempuan ini sangat kaget sekali saat suaminya terbangun tengah malam begini.
Emma sangat bingung, dan ... harus bagaimana ini, jika ketahuan? Emma menutup muka dengan kedua tangan, takut membayangkan apa yang akan terjadi di menit-menit berikutnya.
"Benar Pak, aku tidak berbicara dengan seseorang pun. Mungkin Bapak salah dengar," kata Doni."Aku nggak salah dengar. Aku tadi jelas mendengar kamu berbicara dengan seseorang di kamar ini!" bentak Jarot. Keukeh."Oh, yang barusan itu? Aku tadi sedang telepon temanku di kampung, Pak.""Kok terdengar jelas suaranya, bukan seperti suara telepon?""Ya ... terdengar jelas, Pak. Orang hapenya aku loud speaker dan juga, ini kan tengah malam? Sepi sekali. Jadi semisalkan keluar suara sedikit aja sudah sangat keras kedengarannya.""Aku nggak percaya. Sebentar, aku mau masuk!" katanya sambil bergerak maju."Lho, lho ... mau ngapain, Pak?" cegah laki-laki muda ini."Aku mau masuk! Aku mau mengecek sendiri isi kamar ini ada siapa selain dirimu. Jangan halangi aku!" hardik Jarot. Pikiran dan hati sudah termakan emosi. Takut membayangkan jika istri benar-benar selingkuh dengan sopirnya sendiri."Emangnya ada siapa, Pak, selain saya?" Doni men
Seminggu dua kali Yuni dan Nurul selalu pulang ke rumah. Kota tempat mereka menimba ilmu berbeda. Hari ini Nurul datang pagi-pagi dengan taksi online, sedangkan Yuni dijemput.Jika semua anak-anak telah berkumpul seperti ini, selalu ada saja yang kurang. Jarot, selalu tidak bisa datang karena kesibukannya di luar kota. Kalau Emma, selalu pulang ke rumah. Misalkan ada jadwal pergi ke luar kota selalu diusahakan tidak bersinggungan dengan jadwal anak-anak saat pulang. Jadi satu rumah ada satu laki-laki dan tiga orang perempuan, ditambah lagi dua sopir, dan satu pembantu rumah tangga yang masuknya pagi dan pulang di sore hari.Di pagi ini, Emma dan kedua anaknya sedang makan pagi bersama. "Gimana pelajaran kalian , apakah lancar tidak ada kendala?" tanya Emma."Tidak ada, Ma. Lancar-lancar saja," kata Nurul sambil melirik Yuni."Kamu, Nak? Ada kesulitan di sana?" Pertanyaan yang sama ke anak pertamanya."Sama, Ma. Tidak ada. Tumben Mama perhatian sam
Di dalam mobil sesekali Doni melirik Emma yang ada di sebelah kirinya. Sangat cantik pagi hari ini dengan baju setelan set varoni. Perpaduan atasan warna merah cerah bermotif bunga, dengan bawahan berwarna merah gelap membuat Emma jauh kelihatan lebih muda. Tubuhnya juga masih bagus dan seksi. seminggu sekali Emma selalu fitness, makanan dan minuman juga selalu yang higenis dan bergizi. Dulu, saat pertama kali melihat Doni untuk pertama kali. Wanita paruh baya ini sudah menyiapkan segala sesuatunya dengan cepat. Tanpa banyak yang dibahas dia bilang ke suaminya, Jarot."Sudah, Pa. Kita terima dia saja sekarang tidak apa-apa. Lagian, aku juga mau berangkat ke Jakarta besok pagi. Karena ini perjalanan jauh, besok sopir baru ini saja yang antarkan aku. Papa sama Pak Mardi saja. Kasihan kalau beliau, sudah tua.Gimana, Pa?" Saat itu Jarot mengiakan saja ucapan istrinya.Jika diadu penampilannya dengan Yuni, mereka ibarat seperti kakak adik yang sedang jalan-jalan santai dengan
"Tadi kami cuma muter-muter saja, setelah masuk ke toko yang menjual peralatan rumah tangga, kami ke sini." sahut Doni. Intervensi."Bukannya sudah beli baju? Eh ...," tanya Yuni lagi. Sambil meremas-remas kaos, gugup dan takut dengan jawaban yang akan didengar."Beli baju?" Laki-laki ini bertanya. Lebih mirip bergumam, ada tekanan di dalam suara. "Belum ... kami belum beli baju, kok." jawab Emma. Betul juga apa yang dikatakan Doni barusan. Anaknya telah melihat dia tadi. Bahaya. Perempuan ini melihat Yuni masih memandanginya dengan tatapan seperti ingin meminta penjelasan lebih lanjut.Seseorang di atas melihat adegan ini dengan tersenyum. Pintar sekali dua orang ini, pikirnya. Tapi ingat ... yang namanya bangkai pasti tercium Juga. Pelan-pelan diambilnya hape dan mulai mengambil gambar. Satu, dua, tiga gambar ... cukuplah."Nggak asyiklah, kalau enggak sama kamu, Nak. Ini saja dari tadi Doni berdiri bengong di sini. Kasihan dia, sepertinya nggak biasa j
Saat Yuni mengambil hape yang terjatuh tadi, Doni tanpa sengaja melihatnya. Kaget, secepatnya menarik tangan Emma dan pergi dari situ setelah sebelumnya melepas dan menaruh bajunya di sembarang tempat, nggak jadi dibeli. Emma masih tidak mengerti dengan apa yang sedang terjadi. Doni menjelaskan."Ada anakmu! Lepas bajumu dan taruh di sini!" Emma kaget, tapi mengikuti juga apa yang dikatakan laki-laki ini. Dia berbisik ke Emma."Ayo, kita pergi dari sini!""Yuni? Kok ...,""Ayo, cepat! Bisa runyam, nih!"***"Assalamualaikum!""Waalaikumsalam!" Pembantu rumah tangga berumur kurang lebih lima puluh lima tahun ini membukakan pintu. Setelah terbuka, tiga orang ini masuk ke dalam rumah."Ini, Bi. Ada oleh-oleh buat kamu." Emma memberi sebungkus oleh-oleh buat ART ini. Dibelikannya dua kaos bermotif bunga-bunga berwarna gelap untuk keseharian di rumah. Seorang juragan yang lumayan baik, pengertian."Terima kasih, Bu Emma. Ya Alla
Cinta karena terbiasa. Itu salah satu kalimat yang dibaca gadis ini di sebuah teks lagu, atau di sebuah roman picisan. Mungkin pertamanya Doni tidak akan mau dengan diriku, tapi karena situasi yang memungkinkan dan waktu juga akan membuktikan. Bahwa benar, cinta bisa ada, karena terbiasa, pikir Nurul. Siapa tahu hatinya akan terbuka untukku? Yang pertamanya benci nggak suka, nanti akhirnya jadi benci ... benar-benar cinta.Terdengar langkah kaki seseorang sedang menuju dapur. Siapa itu, pikirnya. Pelan-pelan dia membuka pintu kamar yang selalu tidak terkunci. Terlihat sekelebat bayangan. Kamar Nurul dan kakaknya memang berdempetan. Sedangkan di luar kamar sebelah kiri adalah dapur. Kamar Doni terletak di belakang, sebelah kanan.Apakah itu Yuni? Atau Doni? Jika laki-laki itu, ini adalah kesempatanku. Malam-malam tidak ada orang yang tahu. Semua telah tertidur lelap. Di hati dan pikiran mengatakan dia harus melaksanakannya malam ini. Dengan modal nekat, Nurul pelan-pelan
Pagi-pagi setelah mandi keramas, Doni duduk termenung sambil merokok di dalam kamar. Sesekali diminum kopi yang sudah dingin itu. Nurul telah tahu, batinnya. Kemarin-kemarin perasaan dia masih kecil. Ternyata, tanpa kusadari dua tahun ini, dia sudah dewasa. Semalam terbuka semuanya, rahasia itu dan ... pakaiannya. Dia meminta aku melakukannya. Saat dia meminta lebih, aku bilang tidak. Cukup sampai di situ saja. Kasihan. Masalah ini antara aku dan papanya, kecuali dengan Emma. Dia yang kasih umpan duluan. Sudah saatnya. Biar Jarot tahu, betapa sakit hati jika mengetahui. Sudah saatnya.Balas dendam!Diketiknya sebuah pesan ke seseorang.[Dua tahun sudah cukup Sayang, ini saatnya balas dendam, balas perasaan ke orang itu] Kirim. Tersampaikan! Beberapa menit kemudian, ada balasan.[Iya, usahakan dia melihat kamu dan Emma berdua di dalam kamar. Jadi biar dia merasakan, betapa sakit hatinya saat istrinya tidur dengan laki-laki lain ...,][Iya, akan aku atur
"Oh, ya ... eh, Mas. Nanti jadwal kita berdua ya? Nanti malam aku jam dua ke kamarmu." kata Emma. Rupanya. Gara-gara bahas kopi dan sendok, perempuan cantik ini jadi ingin diaduk. Dipandanginya laki-laki ini lekat-lekat."Gak usah. Aku aja ke kamarmu, kan suamimu belum datang? Jadi aku bisa ke situ nggak ada yang ganggu.""Oke tumben-tumbenan ini. Ya memang harus ganti suasana ya, Mas." tanya Emma sambil meremas jari laki-laki ini. Dia tidak tahu ada apa dibalik pikiran orang di sebelahnya. Doni mau masuk ke kamar Emma karena dia mau melihat situasi dan kondisi di situ. Ada suatu rencana yang akan dilakukan di kamar itu, tapi dia harus membeli sesuatu dulu.Sore hari telah tiba, saat Doni menjemput Emma di kantor temannya itu, dia melihat sebuah etalase dengan kaca riben yang gelap. Jika dilihat dari dalam kelihatan, jika dilihat dari luar tidak kelihatan. Oke fix, sempurna, begitu saja rencananya, pikirnya.Malamnya saat Doni dan Emma sedang bercinta,