Di dalam mobil sesekali Doni melirik Emma yang ada di sebelah kirinya. Sangat cantik pagi hari ini dengan baju setelan set varoni. Perpaduan atasan warna merah cerah bermotif bunga, dengan bawahan berwarna merah gelap membuat Emma jauh kelihatan lebih muda. Tubuhnya juga masih bagus dan seksi. seminggu sekali Emma selalu fitness, makanan dan minuman juga selalu yang higenis dan bergizi. Dulu, saat pertama kali melihat Doni untuk pertama kali. Wanita paruh baya ini sudah menyiapkan segala sesuatunya dengan cepat. Tanpa banyak yang dibahas dia bilang ke suaminya, Jarot.
"Sudah, Pa. Kita terima dia saja sekarang tidak apa-apa. Lagian, aku juga mau berangkat ke Jakarta besok pagi. Karena ini perjalanan jauh, besok sopir baru ini saja yang antarkan aku. Papa sama Pak Mardi saja. Kasihan kalau beliau, sudah tua.Gimana, Pa?" Saat itu Jarot mengiakan saja ucapan istrinya.
Jika diadu penampilannya dengan Yuni, mereka ibarat seperti kakak adik yang sedang jalan-jalan santai dengan sopirnya. Memang, jika ada uang, penampilan juga bisa dirubah. Untuk perawatan tubuh saja, Emma menghabiskan uang jutaan tiap bulannya. Demi siapa? Demi si Doni. Jarot bisa menikmati juga karena dapat sisa dari laki-laki itu. Kasihan.
"Don, kenapa kamu dari tadi kok lirik-lirik terus?" tanya Emma, seperti berbisik. Sambil mata melirik ke belakang.
"Enggak, Bu, maaf. Perasaan aku nggak lirik-lirik kok. Yah, namanya juga sopir . Kerjaannya memang seperti ini, lirik kanan kiri dan melihat ke depan. Fokus, Bu ...," jawab Doni. Mata tertuju ke jalan, tapi beberapa kali melirik dada perempuan ini. Teringat, terbayang-bayang, dan tiba-tiba otaknya pun jadi kemana-mana. Tunggu! Fokus ke jalan! Doni berteriak di dalam hati. Bahaya jika di jalan raya tidak konsentrasi. Bisa nabrak!
"Iya, aku tahu." Emma tersenyum sambil kedipkan mata kiri, Doni pun membalasnya dengan senyuman. Harus berhati-hati karena ada Yuni di belakang yang sedang asyik bermain handphone. Hubungan terlarang ini jangan sampai ada yang tahu.
Setelah tiba di mall mereka bertiga naik ke lantai dua karena Yuni mau membeli sebuah buku di toko buku terkenal di kota ini.
"Ma, aku mau cari buku dulu, ya? Mungkin agak lama. Setelah nanti aku dapat bukunya, aku akan telepon Mama. Gimana?"
"Ya tidak apa-apa, Nak. Aku sama Doni mau lihat-lihat dulu. Nanti setelah selesai, kirim pesan saja." jawab ibunya.
"Ok, Ma." Mereka berpisah.
Emma dan Doni berbelok ke sebuah toko yang menjual peralatan rumah tangga. Jika ada yang teliti dan faham, sangat aneh jika ada sopir dan majikan sangat akrab seperti ini. Seorang perempuan yang telah dibutakan oleh cinta.
Cinta buta. Cinta suci yang telah ternoda oleh ketampanan seorang laki-laki muda. Seseorang yang bisa memutar balikkan logika dan fakta, bahwa ... dia, Doni, telah merusak rumah tangga orang. Wajah boleh tampan, dan seperti baik. Tapi dalam hati, siapa tahu?
Suasana tidak begitu ramai karena masih pagi. Karena tidak ada yang mengawasi, Emma menggandeng mesra sopirnya ini. Laki-laki muda ini juga berpikiran sama. Setelah puas melihat-lihat, setengah jam kemudian mereka sudah berada di Mataha#i. Di sini ramai sekali karena sedang ada diskon besar-besaran. Harga yang ditawarkan sangat murah. Baju bermerek terkenal yang biasanya dibandrol seharga empat ratus ribu rupiah, di sini dijual seharga seratus dua puluh ribu rupiah saja. Dua orang ini sibuk memilih milih beberapa kaos dan topi. Doni memilih satu kaos dan masuk ke kamar ganti. Keluar, dan bertanya.
"Gimana? Pantas nggak aku dengan kaos ini?" sambil berkacak pinggang.
"Pantas, kok. Ganteng ...," jawab Emma. Selanjutnya ibu dengan dua orang anak ini yang mencoba sebuah baju. Sementara, pengunjung semakin ramai berdatangan. Yang namanya diskon, selalu bisa menarik pelanggan, dengan embel-embel cuci gudang.
Gantian Emma yang minta pendapat. Apakah dia cantik memakai baju ini? Cantik, jawab Doni. Sambil sesekali bergurau, mencolek dagu, menggandeng tangan. Di belakang mereka, Yuni berdiri dengan kaku.
Apakah benar apa yang kulihat sekarang ini?
Mamaku dan Mas Doni bergandengan tangan? Bercanda?
Tidak salah lihatkah, aku?
Ada apa di antara mereka?
Saling sayang?
Yuni tidak jadi mencari buku yang dia inginkan. Pikirnya, kapan-kapan saja sendirian karena sekarang ada mama. Mending aku gabung sama mereka. Dan sekarang, dia merasa menyesal telah melihat sesuatu yang tidak sepantasnya ini.
Apa yang akan dilakukan Yuni?
Hapenya jatuh, diambilnya benda itu. Saat melihat ke depan, mereka sudah tidak ada lagi.
***
Gadis ini cepat-cepat membuka kunci hape dan mulai menelpon mamanya. Selama menunggu, hatinya deg-degan, napas tidak beraturan. Apakah ini mimpi? Oh, tidak! Dia merasakan dadanya sakit, mencelos melihat pemandangan tadi.
Cemas!
Terdengar nada dering beberapa saat, tapi belum diangkat-angkat. Beberapa detik berlalu terasa lama sekali. Duh, kok nggak diangkat-angkat, ya? Dan ...
"Hallo?"
"Iya, hallo! Mama di mana sekarang? Aku nggak jadi cari buku Mah, besok-besok saja!"
"Oh, iya. Mama di sini, di depannya gallery street ... antara gerai Dior dan Gucci. Kamu ke sini saja. Kamu kenapa kok nadanya seperti cemas?" jawab Emma dan juga bertanya.
Dari jauh Yuni melihat Doni dan mamanya sedang berdiri di sebuah gerai penjual salah satu pakaian bermerek Internasional. Mall yang terletak di tengah kota ini benar-benar sangat strategis tempatnya. Selain tempatnya yang besar dan lega, bisa dijangkau juga oleh seluruh kendaraan, baik angkot, ataupun kendaraan pribadi. Toko-toko di dalamnya juga sangat lengkap, jadi ada banyak orang dengan berbagai keperluan bisa terpenuhi di Mall ini.
Melihat mereka,Yuni merasa ada yang berbeda. Tapi apa, ya? Saat sudah dekat.
"Kenapa, Nak? Kok nggak jadi beli bukunya?" tanya Emma. Dari mimik wajah dan gerak gerik perempuan paruh baya ini, seperti sedang menyimpan sesuatu. Sesuatu yang harus ditutupi rapat-rapat. Kelihatan sekali jika Yuni mau teliti. Dimulai dari pandangan mata yang nggak fokus, muka terlihat sedikit tegang, suara yang bergetar saat berbicara, dan seperti gugup.
"Iya, Ma. Yang seperti aku bilang tadi. Maunya beli buku tapi karena sekarang ada Mama ngajak jalan-jalan dan shopping, makanya beli bukunya bisa besok-besok aja. Karena kalau sekali masuk ke toko itu, pasti akan lama Mah. Aku kan suka baca novel dan cerpen? Pilih-pilihnya itu yang lama. Nah, sekarang mau ke mana kita ini?"
"Ya, sudah. Kita cari baju saja dulu, yuk?" ajak mamanya.
"Lho, emangnya Mama belum beli? Perasan ta-"
"Tadi kami cuma muter-muter aja, setelah masuk ke toko yang menjual peralatan rumah tangga, kami ke sini." sahut Doni. Intervensi.
"Bukannya sudah beli baju? Eh ...," tanya Yuni lagi.
"Tadi kami cuma muter-muter saja, setelah masuk ke toko yang menjual peralatan rumah tangga, kami ke sini." sahut Doni. Intervensi."Bukannya sudah beli baju? Eh ...," tanya Yuni lagi. Sambil meremas-remas kaos, gugup dan takut dengan jawaban yang akan didengar."Beli baju?" Laki-laki ini bertanya. Lebih mirip bergumam, ada tekanan di dalam suara. "Belum ... kami belum beli baju, kok." jawab Emma. Betul juga apa yang dikatakan Doni barusan. Anaknya telah melihat dia tadi. Bahaya. Perempuan ini melihat Yuni masih memandanginya dengan tatapan seperti ingin meminta penjelasan lebih lanjut.Seseorang di atas melihat adegan ini dengan tersenyum. Pintar sekali dua orang ini, pikirnya. Tapi ingat ... yang namanya bangkai pasti tercium Juga. Pelan-pelan diambilnya hape dan mulai mengambil gambar. Satu, dua, tiga gambar ... cukuplah."Nggak asyiklah, kalau enggak sama kamu, Nak. Ini saja dari tadi Doni berdiri bengong di sini. Kasihan dia, sepertinya nggak biasa j
Saat Yuni mengambil hape yang terjatuh tadi, Doni tanpa sengaja melihatnya. Kaget, secepatnya menarik tangan Emma dan pergi dari situ setelah sebelumnya melepas dan menaruh bajunya di sembarang tempat, nggak jadi dibeli. Emma masih tidak mengerti dengan apa yang sedang terjadi. Doni menjelaskan."Ada anakmu! Lepas bajumu dan taruh di sini!" Emma kaget, tapi mengikuti juga apa yang dikatakan laki-laki ini. Dia berbisik ke Emma."Ayo, kita pergi dari sini!""Yuni? Kok ...,""Ayo, cepat! Bisa runyam, nih!"***"Assalamualaikum!""Waalaikumsalam!" Pembantu rumah tangga berumur kurang lebih lima puluh lima tahun ini membukakan pintu. Setelah terbuka, tiga orang ini masuk ke dalam rumah."Ini, Bi. Ada oleh-oleh buat kamu." Emma memberi sebungkus oleh-oleh buat ART ini. Dibelikannya dua kaos bermotif bunga-bunga berwarna gelap untuk keseharian di rumah. Seorang juragan yang lumayan baik, pengertian."Terima kasih, Bu Emma. Ya Alla
Cinta karena terbiasa. Itu salah satu kalimat yang dibaca gadis ini di sebuah teks lagu, atau di sebuah roman picisan. Mungkin pertamanya Doni tidak akan mau dengan diriku, tapi karena situasi yang memungkinkan dan waktu juga akan membuktikan. Bahwa benar, cinta bisa ada, karena terbiasa, pikir Nurul. Siapa tahu hatinya akan terbuka untukku? Yang pertamanya benci nggak suka, nanti akhirnya jadi benci ... benar-benar cinta.Terdengar langkah kaki seseorang sedang menuju dapur. Siapa itu, pikirnya. Pelan-pelan dia membuka pintu kamar yang selalu tidak terkunci. Terlihat sekelebat bayangan. Kamar Nurul dan kakaknya memang berdempetan. Sedangkan di luar kamar sebelah kiri adalah dapur. Kamar Doni terletak di belakang, sebelah kanan.Apakah itu Yuni? Atau Doni? Jika laki-laki itu, ini adalah kesempatanku. Malam-malam tidak ada orang yang tahu. Semua telah tertidur lelap. Di hati dan pikiran mengatakan dia harus melaksanakannya malam ini. Dengan modal nekat, Nurul pelan-pelan
Pagi-pagi setelah mandi keramas, Doni duduk termenung sambil merokok di dalam kamar. Sesekali diminum kopi yang sudah dingin itu. Nurul telah tahu, batinnya. Kemarin-kemarin perasaan dia masih kecil. Ternyata, tanpa kusadari dua tahun ini, dia sudah dewasa. Semalam terbuka semuanya, rahasia itu dan ... pakaiannya. Dia meminta aku melakukannya. Saat dia meminta lebih, aku bilang tidak. Cukup sampai di situ saja. Kasihan. Masalah ini antara aku dan papanya, kecuali dengan Emma. Dia yang kasih umpan duluan. Sudah saatnya. Biar Jarot tahu, betapa sakit hati jika mengetahui. Sudah saatnya.Balas dendam!Diketiknya sebuah pesan ke seseorang.[Dua tahun sudah cukup Sayang, ini saatnya balas dendam, balas perasaan ke orang itu] Kirim. Tersampaikan! Beberapa menit kemudian, ada balasan.[Iya, usahakan dia melihat kamu dan Emma berdua di dalam kamar. Jadi biar dia merasakan, betapa sakit hatinya saat istrinya tidur dengan laki-laki lain ...,][Iya, akan aku atur
"Oh, ya ... eh, Mas. Nanti jadwal kita berdua ya? Nanti malam aku jam dua ke kamarmu." kata Emma. Rupanya. Gara-gara bahas kopi dan sendok, perempuan cantik ini jadi ingin diaduk. Dipandanginya laki-laki ini lekat-lekat."Gak usah. Aku aja ke kamarmu, kan suamimu belum datang? Jadi aku bisa ke situ nggak ada yang ganggu.""Oke tumben-tumbenan ini. Ya memang harus ganti suasana ya, Mas." tanya Emma sambil meremas jari laki-laki ini. Dia tidak tahu ada apa dibalik pikiran orang di sebelahnya. Doni mau masuk ke kamar Emma karena dia mau melihat situasi dan kondisi di situ. Ada suatu rencana yang akan dilakukan di kamar itu, tapi dia harus membeli sesuatu dulu.Sore hari telah tiba, saat Doni menjemput Emma di kantor temannya itu, dia melihat sebuah etalase dengan kaca riben yang gelap. Jika dilihat dari dalam kelihatan, jika dilihat dari luar tidak kelihatan. Oke fix, sempurna, begitu saja rencananya, pikirnya.Malamnya saat Doni dan Emma sedang bercinta,
Diluar rencana, Emma dengan kedua anaknya jalan-jalan lagi di sebuah Mall. Perempuan itu ingin berbelanja bareng setelah minus kehadiran Nurul saat itu. Kesempatan yang sangat jarang terjadi. Kadang bisa dengan Yuni, Nurulnya tidak bisa. Begitu juga sebaliknya, karena letak sekolah mereka yang berbeda. Seringnya kedua anaknya bisa, Emma yang tidak bisa.Di tempat lain, seseorang mengirim pesan ke Jarot.[Bos. Bagaimana kabar? Ini Trio.][Baik. Mau perlu apa?][Saya ada info penting buat kamu, Bos.][nfo apaan? Jangan bertele-tele.][Saya punya foto istrimu bergandengan tangan dengan sopirmu, Bos.][Kirim sekarang juga fotonya!][Jadi? Kesepakatannya?][Apa maksudmu? Kamu minta uang?][Saya ingin balik lagi, Bos. Seperti dulu.][Sudah, beres! Kirim saja fotonya sekarang!][Siap, Bos!]Foto dikirim, dan ... saat Jarot melihatnya, membuat seketika otot-otot di wajah menjadi kaku, kepalanya panas.
Sesuai yang seperti direncanakan, Jarot pulang kerumah bertemu dengan anak-anak dan istrinya. Segala kerinduan maunya ditumpahkan juga malam ini. Meskipun banyak perempuan panggilan yang datang saat keluar kota kemarin, tak bisa menghilangkan bayang-bayang istri di mata dan hatinya. Entah, bayang-bayang itu ada karena rasa cinta atau curiga.Atau ... cinta yang terbalut dengan rasa curiga?***Istriku seperti biasa saja? Menyambutku dengan senyum yang benar-benar tanpa ekspresi, garing, otot wajah nggak ketarik. Ketemu seperti ketemu tiap hari, bukan ketemu setelah lama tidak bertemu. Benar-benar perubahan yang sangat luar biasa.Semakin aneh rasanya, dan Doni juga. Perasaanku memang mengatakan dia bermain cinta dengan istriku. Kenapa aku bisa berkata begini? Karena aku pernah melakukannya dulu dengan Lastri dan akhirnya juga ketahuan sama istriku. Dan dengan terpaksa aku meninggalkannya. Dan kemarin, Trio mengirim foto-foto itu padaku, klop sudah.
"Kakak ... kali ini Papa pulang, kok tidak kelihatan bahagia gitu, ya?" tanya Nurul ke Yuni sambil bertopang dagu."Maksud kamu apa, Rul?" Memang benar juga, batin dia."Seperti biasa saja. Perubahannya mencolok sekali. Beberapa tahun yang lalu jika Papa pulang, Mama selalu bahagia dan Papa juga ceria. Tapi sekarang sepertinya, ada jarak ... di antara mereka, Kak.""Iya, aku juga merasakan. Mau tanya seperti itu tapi perasaan enggak enak ...,""Ada yang aneh Kak, dengan mereka berdua" Iya, aneh seperti kita. Kau dan aku menyukai orang yang sama batin Yuni. Aku kakakmu, kamu tidak bisa menghalangi niatku."Tapi biarlah urusan mereka, Kak. Mereka kan orang tua punya urusan yang tidak bisa kita tangani. Mungkin, mereka sekarang sedang merasakan jenuhnya pernikahan setelah lebih dari dua puluh tahun.""Yee ... seperti pernah ajah, kamu.""Memang seperti itu, kok? Dari buku-buku yang aku baca, sebuah hubungan pasti ada naik turunnya. Kadan