Semua rencananya sudah dipersiapkan dengan matang. Alurnya pun sudah dipastikan berjalan sesuai dengan rencana. Bahagia sangat Zae melangkahkan kakinya di ruang CEO milik Ken membawa sebuah berkas penting yang sudah dinanti-nantikan oleh Ken.
Sudah menjadi kebiasaannya, Zae membuka pintu ruangan Ken tanpa mengetuk pintu. Sahabat ya tetaplah sahabat, embel-embel seorang atasan pun selalu terlupakan untuk Ken.
"Ceklek."
"Bugh."
Sebuah pena yang sejak tadi dimainkan oleh Ken melayang hampir mengenai wajah Zae. Tapi dengan sigap menangkapnya. Kalau saja bukan Ken yang dilempari pena berlapiskan emas tersebut, sudahlah pasti akan menancap di bola mata. Bagaimana pun juga Zae tidak hanya setahun dua tahun bersama Ken. Sudah sejak kecil mereka bersama, tak heran kalau tingkat kepekaan dan kemampuan bela diri Zae makin bertambah.
"Tidak bisakah kau masuk ke ruanganku dengan mengetuk pintu ?" Celetuk Ken. Tanpa menatap ke arah pintu pun, Ken tahu betul siapa yan
Jony kembali ke tempat ia biasa menunggu Lisa bekerja. Tak ada kehangatan di wajahnya saat ini, semenjak ia pulang dari perusahaan Ken sikapnya kembali dingin. Perasaannya pun juga nampak gelisah, namun tertutup dengan wajah dinginnya. Menunggu Lisa bebrapa jam, sama halnya dengan menunggu seabad.Lisa masih sama, wajahnya berbinar mendekati mobil yang dinaiki olehnya tadi pagi. Buru-buru Jony keluar dan membukakan pintu belakang mobil untuk Lisa. "Silahkan Nona," ucapnya sambil tersenyum.Lisa mematung sejenak melihat perubahan sikap Jony, nampak kaku kembali seperti sebelumnya. "Kau kenapa kak ?" Lisa mendorong pintu yang dibukakan oleh Jony. "Aku tidak mau duduk di belakang, aku mau duduk di belakang saja.""Tapi Nona," cegah Jony namun sudah kalah cepat dengan Lisa yang berlari masuk ke bangku samping kemudi.Jony kamu harus sabar, begitulah menghadapi perempuan yang masih labil seperti Lisa. Jalan satu-satunya agar Ken cepat membebaskan ibunya hanyalah m
Sangat mudah membebaskan ibunya Jony, semudah membalikkan telapak tangan. Sudah dipastikan sore ini Ken akan pulang bersama dengan ibunya Jony.Bagaimana cara Ken membebaskan ibunya Jony ? tentu sangat mudah sekali. Deny memang terkenal di negeri ini, tapi terkenal saja tidak cukup. Lihatlah Ken yang terkenal dan tentunya berkuasa di Negeri ini. Hanya dengan menjentikkan ujung kukunya, Ken bisa dengan mudahnya menghancurkan bisnis milik Deny. Harta atau wanita ? Ya jelas saja, Deny tetap memilih mempertahankan harta daripada wanitanya.Ken dan Zae sudah tiba beriring-iringan dengan para mobil pengawalnya. Para maid, Lisa dan Jony sudah menyambutnya di depan mansion. Lisa masih sama seperti biasanya, menunjukkan senyum palsunya pada Ken. Tapi itu bukanlah suatu masalah untuk Ken, membuktikan pada Jony kalau dia adalah wanitanya saja sudah cukup puas.Senyum tulus dan manisnya beralih pada seorang perempuan paruh baya yang masih terlihat cantik dan modis, semua yang
Matahari mulai menampakkan diri. Sepasang suami istri tersebut masih terlelap di ranjang dan selimut yang sama. Ken memeluk erat istrinya, hingga Lisa tidur nampak nyaman sekali.Tak terasa jam sudah menunjukkan pukul tujuh pagi. Lisa baru saja menggeliat dari tidurnya, dia lupa apa tugasnya setiap paggi. Harus membangunkan Ken pukul enam."Astaga," lirihnya mendapati tidur dalam pelukan Ken. "Bukankah semalam aku tidur di sofa." Melirik ke arah sofa yang sudah rapih tanpa bantal dan selimut. "Kenapa aku bisa seranjang dengan si monster bertatto ini." Menatap sekilas Ken yang masih terlelap dengan wajahnya yang damai.Memikirkan perpindahannya dari sofa ke ranjang membuatnya pusing. Ia memilih memilih melupakannya, lagipula kata Ken dia memang harus tidur seranjang. Perkara Ken tidur memeluknya dia juga akan segera melupakannya, seakan tidak terjadi apapun.Pelan-pelan Lisa memindahkan tangan Ken dari perutnya. Karena cukup berat ia harus menggunakan tenaga y
Lisa keluar dengan bathdrobe putihnya. Dia berjalan menuju meja rias miliknya. Menatap lekat suaminya yang masih duduk bermalas-malasan di sofa.Ken hanya mengecek email yang masuk di ponselnya. Matanya tak sepenuhnya fokus pada gawai tersebut, ia membalas lirikan Lisa pada cermin rias tersebut.Merasa Ken juga memperhatikannya, Lisa bergegas berpaling. "Kenapa kau melirikku ?" Tanya Ken. Wajahnya seketika merona karena baru saja ketahuan oleh suaminya sendiri.Huh, alangkah malunya dirinya. Ia berpura-pura menyibukkan diri dengan deretan skincare yang tersusun rapih di atas meja riasnya. Ya, memang Lisa bukan Lisa yang dulu lagi. Dia sekarang lebih modis dan sudah mengenal yang namanya skincare dan make. Semua itu pemberian dari Ken.Tanpa sepengetahuan Lisa. Ken berjalan mendekati Lisa yang tengah sibuk memoles wajahnya dengan skincare. Ken memeluk Lisa dari belakang, tubuhnya seketika menegang dan wajahnya semakin memerah."Kalau ditanya suamimu, jaw
"Paman apa Tuan Ken marah ?" Tegur Lisa melihat Paman Li yang terburu-buru."Tidak Nona. Tuan hanya...." Nampak ragu-ragu Paman Li ingin mengatakan sejujurnya."Paman kenapa? Apa ada masalah besar?" Lisa semakin resah dibuatnya."Sebenarnya Tuan hanya ingin mencukur rambutnya karena malu dengan Nona yang terlihat lebih muda." Jawab paman Li.Lisa semakin tidak paham dibuatnya. Ia mengerutkan dahinya bingung. "Maksud Paman apa ?" Tanya Lisa lagi.Paman Li hanya tersenyum. "Kami permisi dulu Nona," pamit paman Li dan Bi Nar.Lisa semakin frustasi karena ulah suaminya. Ia menghempaskan tubuhnya ke sofa, tidak tahu akan jalan pikiran suaminya tersebut. Ia memilih tidak memikirkan hal tersebut dan menyalakan TV."Huh. Monster bertatto menyebalkan." Kesal Lisa.Siapa yang tidak akan kesal kalau pagi-pagi sud
Ken mengandeng tangan istrinya dengan erat. Banyak karyawan perempuan yang iri dengan kemesraan mereka. Bagaimana tidak, baru kali ini melihat sang CEO mengandeng seorang peremepuan. Begitupun dengan kaum adam yang tak kalah irinya dengan Ken karena bisa mengandeng wanita cantik.Untung saja kacamata hitam mereka menutupi tatapan kesal kepada karyawan. Sudah jelas Ken memberi tatapan tajam membunuh pada karyawan laki-lakinya yang menikmati pemadangan indah sang istri. Begitupun dengan Lisa yang menatap kesal para karyawan perempuan yang menatap Ken penuh kekaguman.Ken semakin mempererat genggaman tangannya kepada sang istri, Zae yang mengekor di belakang pasangan suami istri yang dimabuk asmara itu hanya bisa geleng-geleng kepala.Berkali-kali Zae memijat pelipisnya, pusing akan kelakuan sahabatnya tersebut. Mereka memasuki ruangan CEO dengan lift khusus. Ia langsung menghempaskan tubuhnya ke sofa, berbeda dengan pasangan yang tengah dimabuk asmara tersebut.
Begitu melelahkannya hari ini. Bukan lelah karena bekerja, namun lelah karena separuh hari Lisa ia gunakan untuk belajar. Setelah tiba di mansion ia segera membersihkan dirinya dan turun ke dapur.Sementara Ken, setelah membersihkan dirinya kembali ke ruang kerja. Lisa dibuat geleng-geleng oleh Ken. Tidak kah ada rasa lelah setelah seharian bekerja dan sekarang masih melanjutkan pekerjaannya. Saking kesalnya Lisa ia sempat berucap, “kenapa kantormu tidak pindah kemari saja biar tidak harus repot-repot berangkat pulang sementara di mansion saja masih bekerja.”Tapi alangkah semakin kesalnya Lisa karena jawaban dari ken. “Ide bagus. Mungkin kedepannya akan ku atur agar kantorku pindah ke mansion.”Seharusnya Lisa ingin bersantai di balkon dengan suaminya sambil menunggu makan malam, tapi karena Ken lebih dulu ke ruangan kerjanya ia jadi enggan mengajak. Lisa memilih turun ke dapur berbaur bersama koki.“Selamat sore Nona, ada yang bisa kami bantu?” Tegur
Hari semakin gelap, perut juga semakin keroncongan. Ken keluar dari ruang kerjanya untuk segera mencari pujaan hatinya.“Ceklek..”“Sayang,” tegur Ken sambil melihat sekeliling kamarnya namun hasilnya nihil. Ia menuruni anak tangga sambil matanya mengelilingi setiap sudut ruangan mencari keberadaan Lisa. Tidak lah mungkin Lisa pergi jauh-jauh tanpa izin darinya.Langkah kakinya terhenti pada tangga yang menghubungkan ke lantai dasar. Matanya tertuju pada sosok gadis cantik yang sedang asyik di dapur. Rambut di ikat menggunakan dan kaos rumahan. Sungguh pemandangan yang tak boleh terlewatkan, pikirnya.Sementara Lisa sudah tidak fokus dengan pekerjaannya, dia tersenyum sendiri mendengarkanperdebatan mereka berdua. Hingga tanpa ia sadari yang seharusnya ia memotong sayuran tapi malah justru memotong tangannya sendiri.“Aw,” teriaknya kesakitan.“Lisa,” Ken yang tahu kejadian tersebut sama paniknya. Ia mempercepat langkah kakinya me