Share

Chapter 2 : Kejutan

Penulis: Rosangelynz
last update Terakhir Diperbarui: 2021-06-01 14:04:52

# KEJUTAN

"Miss Cassen, apa kau baik-baik saja?" tanya Mrs Brown yang entah sejak kapan sudah berdiri di samping mejaku.

"Ya, Ma'am. Saya... baik-baik saja." Aku menjawab ragu.

"Apa kau yakin? Wajahmu terlihat pucat. Jika kau tidak enak badan, aku bisa menyuruh Ben mengantarmu ke klinik sekolah."

Aku menggeleng lemah, yang kubutuhkan saat ini bukan pergi ke klinik sekolah, tapi pergi ke belahan dunia lainnya agar Jason tidak bisa menemukanku.

"Ben," Mrs Brown sama sekali tidak memperdulikan penolakanku, ia memanggil Ben, si pirang dengan tubuh jakung dan bola mata biru laut. "tolong antar Miss Cassen ke klinik," kata Mrs Brown begitu Ben berada disisinya.

"Baik, Ma'am."

Aku hanya bisa mendesah pasrah saat Ben membantuku berdiri.

"Apa kau bisa berjalan?"

Aku mengangguk, Ben merangkul bahuku untuk menjaga keseimbanganku ketika kami mulai berjalan.

"Stephanie." Ben memanggilku pelan.

Aku mendesah lagi--kebiasaanku, sebenarnya aku tidak terlalu suka jika seseorang memanggilku Stephanie-well, namaku memang Stephanie, tapi nama Stephanie mengingatkanku pada bibi Stephanie, wanita tua aneh yang tinggal di sebelah rumah, tetanggaku sewaktu aku masih tinggal di Chicago.

"Hm." Aku bergumam malas sebagai jawaban panggilan Ben tadi.

"Kalau... kalau perlu bantuan, kau jangan sungkan mengatakannya padaku."

Mengangkat kepala, aku menoleh ke arah Ben yang entah kenapa seperti terlihat gugup sekarang. Aku hanya diam, menunggu Ben langsung melanjutkan perkataannya yang menurutku masih sedikit menggantung. Bagiku seorang lelaki menawarkan diri untuk membantuku jika aku kesusahan bukanlah hal yang biasa, jadi aku menatap Ben penuh tanya.

Ben melirikku dari ekor matanya, wajahnya menatap lurus ke depan. Ben berdeham beberapa kali sebelum melanjutkan perkataannya.

"Aku hanya menawarkan bantuan sebagai teman, kau 'kan masih belum lama di sini. Jadi kalau...."

"Aku mengerti," potongku cepat. Dia hanya ingin membantu. "terima kasih sudah menawarkan diri, jika aku perlu bantuan aku akan menghubungimu."

Ben mengangguk dan memberikanku seutas senyuman tulus, dia sudah kembali terlihat biasa. Aku menarik sudut bibirku ke atas, berusaha membalas senyuman Ben, tapi sepertinya usahaku tidak begitu berhasil karena yang muncul pasti seringaian aneh. Aku memang terlalu kikuk untuk berinteraksi dengan orang-orang baru, sulit bagiku untuk bersikap ramah pada orang lain meskipun aku ingin. Aku benci mengakui ini, tapi aku memang bukan tipe orang yang mudah bergaul. Aku sulit beradaptasi dengan lingkungan baru. Terhitung lima bulan lebih aku pindah ke sini, tapi belum juga mempunyai satu teman dekat. Aku selalu menghabiskan waktu sendiri ketika di sekolah, meskipun kadang merasa kesepian tapi mau bagaimana lagi? Yang bisa kulakukan hanyalah menikmati kesendirianku.

"Stephanie."

Aku meringis, lagi-lagi Ben memanggilku Stephanie.

"Stefie."

"Apa?"

"Panggil saja Stefie."

"Oh, baiklah. Padahal aku suka nama Stephanie." Ben nyengir memperlihatkan jajaran giginya yang rapi.

Aku mendengus. "Aku tidak terlalu suka nama itu," sahutku spontan.

Ben terkekeh. "Menurutku Stephanie nama yang bagus. Kenapa kau tidak menyukainya?"

"Nama itu mengingatkanku pada wanita tua aneh, tetanggaku waktu masih tinggal di Chicago." Aku menjawab jujur.

"Seberapa aneh wanita itu?" tanya Ben dengan dahi berkerut.

"Apa kau yakin ingin mengetahuinya? Karena aku butuh waktu berjam-jam untuk menyebutkan satu persatu keanehan wanita tua itu."

"Aku tidak keberatan untuk mendengarkan penjelasanmu selama beberapa jam."

Kali ini aku yang mengerutkan kening.

"Tapi kurasa lain kali saja," Ben menyela bahkan sebelum aku sempat berbicara. "bagaimana kalau sabtu depan di kedai kopi depan toko kue keluarga Benson?"

"Ha?" Bola mataku melebar, aku menatap Ben bingung. "kau serius ingin mengetahuinya? Percayalah, itu pasti sangat membosankan."

Ben akan menjadi orang yang lebih aneh dari bibi Stephanie jika ia benar-benar serius ingin tahu tentang keanehan wanita tua itu.

"Tak masalah bagiku jika kau tidak keberatan untuk menceritakannya." Ben tersenyum penuh arti, senyuman yang membuatku bergidik. Dasar lelaki aneh.

Aku tidak melanjutkan obrolan kami karena kami sudah sampai di depan klinik. Ben membuka pintu klinik dengan tangan kirinya, sementara tangan kanannya masih merangkul bahuku.

Bau obat-obatan yang menyengat hidung dan seorang wanita berkacamata bulat menyambut kedatangan kami. Wanita berkacamata bulat itu bangkit dari kursinya dan berjalan cepat menghampiri kami yang baru saja memasuki klinik.

"Dia kenapa?" tanya wanita berkacamata bulat itu pada Ben.

"Aku merasa sedikit mual dan pusing." Menyadari gelagat Ben yang tidak tahu harus menjawab apa, jadi aku yang menjawab.

"Kalau begitu lebih baik kau berbaring dulu."

Kemudian wanita berkacamata bulat mengambil-alih diriku dari Ben dan dengan cekatan ia membantuku berbaring di ranjang klinik.

"Callaghan, sekarang kau bisa kembali ke kelas. Biar aku yang mengurus Miss Cassen," kata wanita itu pada Ben yang masih berdiri di samping ranjang yang kutempati.

"Bennedict Callaghan, Apa kau mendengarkanku?"

"Eh, ya?"

Wanita itu menggelengkan kepalanya melihat tingkah Ben.

"Aku bilang, kau bisa kembali ke kelas. Biarkan Miss Cassen beristirahat," kata wanita itu dengan penuh penekanan.

Aku melirik ke arah Ben yang nampak salah tingkah. Ben mengusap tengkuknya sambil sesekali melempar pandang ke arahku. Aku mengangkat sebelah alisku, menatapnya yang masih belum beranjak.

"Callaghan!" Wanita tua itu menyebut nama belakang Ben dengan langkah tergesanya berbalik menuju pintu klinik dan keluar tanpa sepatah katapun.

Aku kembali mengalihkan pandangan pada wanita berkacamata bulat saat mendengar helaan napasnya.

"Dasar anak remaja jaman sekarang." Gumam wanita itu, pandangannya masih tertuju pada pintu klinik yang baru saja ditutup Ben.

"Ben adalah lelaki yang baik, dia sopan juga perhatian. Beruntung menjadi kekasihnya."

Aku mengangkat sebelah alisku, wanita itu berjalan menuju lemari kayu tempat menyimpan obat-obatan sebelum meraih segelas air dari atas meja. Tak lama berselang, ia kembali menghampiriku yang sudah mengubah posisi menjadi duduk kemudian menyodorkan dua butir pil dan segelas air.

"Maaf, tapi... aku bukan kekasihnya."

Aku mengamati perubahan ekspresi Elena Stanford, itu nama yang tertulis di nametag yang wanita berkacamata bulat kenakan. Mrs Elena tampak sedikit terkejut, kurasa. Tapi tak berselang lama, ekspresi terkejut di wajahnya berubah menjadi senyuman penuh arti.

"Jadi bukan ya," ia masih tersenyum, bulu kudukku berdiri, merinding hanya karena melihat senyuman aneh di wajahnya. "mungkin sebentar lagi."

Aku menatapnya penuh tanya. Mrs Elena tidak memberikan penjelasan lebih atas apa yang baru saja ia ucapkan, ia malah beranjak menutup tirai putih yang menjadi sekat tempatku berbaring dengan tempatnya duduk sebelum aku dan Ben datang.

"Beristirahatlah, Stephanie. Ben sudah mengurus surat ijinmu. Kau bisa langsung pulang setelah merasa lebih baik." Kata Mrs Elena sebelum menghilang di balik tirai.

Bab terkait

  • Cinderella and Her Boots   2.1

    Aku menghela napas, daripada memikirkan omongan Mrs Elena dan sikap aneh Ben lebih baik aku tidur. Biasanya aku akan mudah tertidur setelah minum obat, tapi entah kenapa kali ini berbeda. Meskipun mataku terpejam, aku tidak benar-benar tertidur. Pikiranku melayang ke kejadian beberapa jam yang lalu.Berbagai pertanyaan mulai berputar-putar dalam kepalaku. Dari bagaimana bisa sepatu boot-ku terlepas hingga mengenai kepala Jason.Mungkin jawabannya karena aku kurang kencang mengikatnya dan sepertinya juga karena ukuran sepatu itu sedikit lebih besar dari kakiku, jadi ketika aku terpeleset sepatu itu terlepas bahkan terlontar sampai mengenai kepala Jason.Pertanyaan pertama terjawab, sekarang pertanyaan kedua. Kenapa Jason bisa terluka separah itu? Aku ingat betul berapa banyak darah yang mengalir dari pelipisnya lelaki itu. Aku menghembuskan napas, berusaha menghilangkan rasa tercekat di tenggorokanku. Itu hanya sepatu boot, harusnya ia hanya benjol. Kenapa bisa samp

    Terakhir Diperbarui : 2021-06-01
  • Cinderella and Her Boots   Chapter 3 : Penyelamat

    # PENYELAMATDia di depanku. Bola mata hijaunya menatap ku, membuat sekujur tubuhku gemetar hanya karena melihat betapa tajamnya tatapan seorang Jason Butler. Aku belum pernah melihat mata seindah sekaligus... semenyeramkan itu, menyeramkan? Kau berlebihan Stefie.Aku masih menatapnya tak berkedip, hanya diam tanpa suara saat sudut bibirnya tertarik ke atas membentuk seringaian arogan."Aku tahu aku ini sangat tampan, tapi kau tak perlu mengagumiku sampai meneteskan air liur seperti itu," kata Jason, nada suaranya terdengar mengejek.Aku tersentak, buru-buru menggerakkan tangan untuk menyeka mulutku dahiku mengernyit saat mengamati tanganku yang kering, tak ada air liur disana. Kembali kualihkan pandangan ke Jason, dia masih menatapku, kali ini ada sinar geli di bola mata hijaunya."Dasar gadis bodoh," ia menggumam sambil terkekeh pelan.Apa dia bilang? Gadis bodoh? Aku mengatupkan bibirku rapat-rapat. Ingin rasanya membalas ucapan tapi

    Terakhir Diperbarui : 2021-06-01
  • Cinderella and Her Boots   3.1

    Setiap langkah yang terayun terasa begitu lambat. Aku berjalan tanpa semangat menuju loker untuk mengambil beberapa buku dan sebelah sepatu bootku.Setelah kembali ke kelas biologi untuk mengambil tas, aku memutuskan untuk pulang. Tidak ada gunanya tetap tinggal dan belajar di sekolah ketika pikiranku kacau. Setidaknya di rumah aku bisa menenangkan diri sekaligus menyiapkan mental untuk menghadapi hari-hariku setelah kejadian memalukan di klinik dan kemungkinan buruk yang akan kuterima jika Jason mengetahui akulah orang yang ia cari.Begitu sampai di loker, aku langsung memasukkan buku dan sebelah sepatu bootku dengan asal. Hanya butuh waktu sepuluh detik dan aku sudah selesai berkemas. Sekarang tinggal ke parkiran, ambil mobil, lalu pulang.Suara isakan terdengar saat aku melewati koridor menuju parkiran. Suasana koridor yang terlampau sepi membuat isakan itu terdengar jelas. Aku menajamkan indera pendengaranku, berjalan mengendap seperti pencuri menuju sumber sua

    Terakhir Diperbarui : 2021-06-01
  • Cinderella and Her Boots   3.2

    Dorong dia Stef!Tampar pipinya!Tendang tulang keringnya!Atau pukul sampai babak belur!Oke yang terakhir itu aku akui aku terlalu berlebihan, aku tidak mungkin bisa melakukannya. Abaikan saja. Intinya, aku harus marah dan menunjukkan padanya kalau perbuatannya itu sangat kurang ajar. Dia menciummu!Aku tahu, harusnya aku melakukan salah satu atau dua dari yang ada di otakku. Tapi otak dan tubuhku saat ini benar-benar tidak sinkron. Saraf motorikku seakan berhenti bekerja, mereka menghianatiku dengan membuatku hanya bisa diam dan terpaku menerima segala perbuatan kurang ajar Jason.Aku bisa merasakan Jason tersenyum di atas bibirku, ia pasti merasa menang karena aku hanya diam tak berkutik. Mata kami beradu, bukannya berhenti, Jason malah memejamkan matanya seakan menikmati ciuman ini. Perasaanku campur aduk, adrenalin berpacu dalam darahku seperti saat naik roller coaster. Telapak tangan Jason yang dingin mendorong tengkukku, pikiran

    Terakhir Diperbarui : 2021-06-01
  • Cinderella and Her Boots   3.3

    Alunan musik dari yang ada di dashboard mobil mengisi keheningan. Aku duduk diam di jok penumpang sambil menatap penuh tanya sosok yang ada di balik kemudi. Berbagai pertanyaan berputar-putar di kepalaku, tentang dia yang tiba-tiba muncul dan hubungannya dengan Jason. Aku merasa Jason dan dia sudah saling mengenal, tapi bukan saling kenal dalam artian teman, melainkan sebaliknya. Dilihat dari cara mereka yang saling menatap saja sudah terlihat betapa besarnya aura permusuhan antara keduanya."Stef, Bisakah kau berhenti memelototiku?" Dari nada suaranya, ia terdengar jengah.Aku sama sekali tidak mengalihkan pandangan darinya ketika mulai mengatakan hal yang sejak tadi sudah ingin aku tanyakan. "Kenapa kau tadi bisa ada di sana?" tanyaku."Ayahmu menyuruhku untuk memastikan kondisi mu setelah mendapat telepon dari pihak sekolah. Mereka bilang kau sakit, tapi yang kutemukan sepertinya tidak sama dengan yang mereka katakan."Aku mengalihkan pandangan ke de

    Terakhir Diperbarui : 2021-06-02
  • Cinderella and Her Boots   Chapter 4 : Bencana

    -15 derajat celsius. Salju turun lebih lebat dari kemarin, aku merapatkan mantel yang kukenakan. Beruntung aku mengikuti saran Rob untuk memakai mantel tebal hadiah dari Grandma pada thanksgiving tahun kemarin. Jika tidak bisa-bisa cuping telinga dan ujung jariku kesakitan atau mati rasa karena kedinginan.Ngomong-ngomong soal Rob, nasib baik sepertinya masih ada dipihakku. Dia tidak menanyakan perihal sepatu boots hadiah darinya. Tadi pagi Rob tampak terburu-buru berangkat ke bengkel. Dia bilang ada pelanggan yang akan datang pagi-pagi sekali untuk mengambil mobil dan karena Jack ada jadwal kuliah pagi, Rob yang mengurusnya."Hei, gadis aneh, berhenti!"Langkahku terhenti. Jangan berpikir aku berhenti karena panggilan bodoh itu. Aku berhenti karena lenganku dicekal."Ada yang ingin aku bicarakan denganmu."Aku tahu suara ini, suara dengan nada dingin sekaligus sombong. Siapa lagi kalau bukan Jason."Aku buru-buru," sahutku, sebisa mungkin a

    Terakhir Diperbarui : 2021-06-24
  • Cinderella and Her Boots   Chapter 5 : Tupai Bodoh

    Ada peribahasa yang mengatakan, "Sepandai-pandainya tupai melompat, pasti akan jatuh juga." peribahasa itu sepertinya cocok untukku. Cepat atau lambat Rob pasti akan tahu kalau aku menghilangkan sepatu boots pemberiannya. Mungkin bagi kalian ini hanya masalah sepele.Ayolah itu hanya 'sepatu boots', kau bisa membelinya kapan saja!Ya, itu memang benar. Itu hanya sepatu boots, biasa bagi kalian tapi tidak bagiku. Itu hadiah ulang tahunku yang ke-17. Aku tahu ini konyol, setiap tahun orang pasti akan mengalami yang namanya 'ulang tahun' -jika Tuhan masih memberinya kesempatan untuk hidup-, tapi tidakkah kalian berpikir tentang betapa spesialnya ulang tahun ke-17?Tahun dimana orang-orang akan mengakuimu sebagai seorang remaja, bukan seorang bocah ingusan lagi. Terlepas dari itu, ada hal

    Terakhir Diperbarui : 2021-10-11
  • Cinderella and Her Boots   Chapter 6 : Peringatan

    Mobil yang aku kendarai memang sudah berhenti di pekarangan rumah, tapi itu tidak menghentikan getaran pada kedua telapak tanganku yang memegangi stir, jantungku juga masih berdetak lebih cepat dari biasanya. Kelebatan ingatan tentang kejadian memalukan itu masih saja berputar-putar di dalam kepalaku. Seolah mengejekku, ingatan itu enggan menghilang.Kubenturkan kepalaku pada stir, berharap aku bisa amnesia tapi yang kudapat malah memar di dahi. Aku meringis memegangi memar yang baru saja kubuat."Aku harap tidak bertemu dengan Jason lagi seumur hidupku."Aku mendesah panjang, menenggelamkan wajahku pada lipatan lengan di atas stir mobil. Setelah mengatakan hal memalukan itu aku berhasil merampas paper bag-ku dan kabur dari Jason. Entah ini harus disebut keberuntungan atau justru malap

    Terakhir Diperbarui : 2021-10-11

Bab terbaru

  • Cinderella and Her Boots   Chapter 8 : Pilihan Tanpa Pilihan

    Aku meringis, Mrs Elena sudah selesai mengobati lukaku dan sekarang tengah membereskan peralatan yang tadi dia gunakan.Sialan, si Brengsek itu membuatku mendapat dua jahitan di dagu, ditambah rasaa nyeri di lututku belum juga hilang. Persetan dengan hukum, aku benar-benar ingin membunuhnya detik ini juga."Jangan cengeng. Luka di dagumu tidak seberapa. Perlu kau tahu, gara-gara sepatu boots -sialan- mu itu aku mendapat lima jahitan di pelipisku."Aku mendongak, menemukan Jason berdiri sambil menyibak tirai. Mati-matian aku menahan emosiku. Keinginan untuk melenyapkan Jason dari muka bumi ini makin kuat.Dia melangkah mendekat, tak sedetikpun aku mengalihkan pandangan darinya. Gerakannya saat membuka kaos juga tidak luput dari penglih

  • Cinderella and Her Boots   Chapter 7 : Pembalasan

    "Lucas, aku bisa berangkat sendiri! Kembalikan kunci mobilku!" teriakku pada Lucas. Dia berpura-pura tidak mendengar. Lucas tetap duduk manis di depan kemudi."Lucas!" raungku frustasi. Lucas tidak juga mau mengembalikan kunci mobilku. Dia menyembunyikannya entah di mana. Kesabaranku mulai habis sekarang. Kutarik lengannya dengan kencang hingga pegangannya pada kemudi terlepas.Lucas menoleh, dia memberiku tatapan tajam."Berhentilah bersikap kekanak-kanakan. Aku hanya melaksanakan amanat dari Ayahmu.""Amanat apanya? Asal kau tahu, biasanya aku selalu berangkat sendiri.""Amanat memastikanmu aman dari jangkauan Jason. Itu pesan Ayahmu. Maka dari itu aku menyita kunci mobilmu. Oh ya,

  • Cinderella and Her Boots   Chapter 6 : Peringatan

    Mobil yang aku kendarai memang sudah berhenti di pekarangan rumah, tapi itu tidak menghentikan getaran pada kedua telapak tanganku yang memegangi stir, jantungku juga masih berdetak lebih cepat dari biasanya. Kelebatan ingatan tentang kejadian memalukan itu masih saja berputar-putar di dalam kepalaku. Seolah mengejekku, ingatan itu enggan menghilang.Kubenturkan kepalaku pada stir, berharap aku bisa amnesia tapi yang kudapat malah memar di dahi. Aku meringis memegangi memar yang baru saja kubuat."Aku harap tidak bertemu dengan Jason lagi seumur hidupku."Aku mendesah panjang, menenggelamkan wajahku pada lipatan lengan di atas stir mobil. Setelah mengatakan hal memalukan itu aku berhasil merampas paper bag-ku dan kabur dari Jason. Entah ini harus disebut keberuntungan atau justru malap

  • Cinderella and Her Boots   Chapter 5 : Tupai Bodoh

    Ada peribahasa yang mengatakan, "Sepandai-pandainya tupai melompat, pasti akan jatuh juga." peribahasa itu sepertinya cocok untukku. Cepat atau lambat Rob pasti akan tahu kalau aku menghilangkan sepatu boots pemberiannya. Mungkin bagi kalian ini hanya masalah sepele.Ayolah itu hanya 'sepatu boots', kau bisa membelinya kapan saja!Ya, itu memang benar. Itu hanya sepatu boots, biasa bagi kalian tapi tidak bagiku. Itu hadiah ulang tahunku yang ke-17. Aku tahu ini konyol, setiap tahun orang pasti akan mengalami yang namanya 'ulang tahun' -jika Tuhan masih memberinya kesempatan untuk hidup-, tapi tidakkah kalian berpikir tentang betapa spesialnya ulang tahun ke-17?Tahun dimana orang-orang akan mengakuimu sebagai seorang remaja, bukan seorang bocah ingusan lagi. Terlepas dari itu, ada hal

  • Cinderella and Her Boots   Chapter 4 : Bencana

    -15 derajat celsius. Salju turun lebih lebat dari kemarin, aku merapatkan mantel yang kukenakan. Beruntung aku mengikuti saran Rob untuk memakai mantel tebal hadiah dari Grandma pada thanksgiving tahun kemarin. Jika tidak bisa-bisa cuping telinga dan ujung jariku kesakitan atau mati rasa karena kedinginan.Ngomong-ngomong soal Rob, nasib baik sepertinya masih ada dipihakku. Dia tidak menanyakan perihal sepatu boots hadiah darinya. Tadi pagi Rob tampak terburu-buru berangkat ke bengkel. Dia bilang ada pelanggan yang akan datang pagi-pagi sekali untuk mengambil mobil dan karena Jack ada jadwal kuliah pagi, Rob yang mengurusnya."Hei, gadis aneh, berhenti!"Langkahku terhenti. Jangan berpikir aku berhenti karena panggilan bodoh itu. Aku berhenti karena lenganku dicekal."Ada yang ingin aku bicarakan denganmu."Aku tahu suara ini, suara dengan nada dingin sekaligus sombong. Siapa lagi kalau bukan Jason."Aku buru-buru," sahutku, sebisa mungkin a

  • Cinderella and Her Boots   3.3

    Alunan musik dari yang ada di dashboard mobil mengisi keheningan. Aku duduk diam di jok penumpang sambil menatap penuh tanya sosok yang ada di balik kemudi. Berbagai pertanyaan berputar-putar di kepalaku, tentang dia yang tiba-tiba muncul dan hubungannya dengan Jason. Aku merasa Jason dan dia sudah saling mengenal, tapi bukan saling kenal dalam artian teman, melainkan sebaliknya. Dilihat dari cara mereka yang saling menatap saja sudah terlihat betapa besarnya aura permusuhan antara keduanya."Stef, Bisakah kau berhenti memelototiku?" Dari nada suaranya, ia terdengar jengah.Aku sama sekali tidak mengalihkan pandangan darinya ketika mulai mengatakan hal yang sejak tadi sudah ingin aku tanyakan. "Kenapa kau tadi bisa ada di sana?" tanyaku."Ayahmu menyuruhku untuk memastikan kondisi mu setelah mendapat telepon dari pihak sekolah. Mereka bilang kau sakit, tapi yang kutemukan sepertinya tidak sama dengan yang mereka katakan."Aku mengalihkan pandangan ke de

  • Cinderella and Her Boots   3.2

    Dorong dia Stef!Tampar pipinya!Tendang tulang keringnya!Atau pukul sampai babak belur!Oke yang terakhir itu aku akui aku terlalu berlebihan, aku tidak mungkin bisa melakukannya. Abaikan saja. Intinya, aku harus marah dan menunjukkan padanya kalau perbuatannya itu sangat kurang ajar. Dia menciummu!Aku tahu, harusnya aku melakukan salah satu atau dua dari yang ada di otakku. Tapi otak dan tubuhku saat ini benar-benar tidak sinkron. Saraf motorikku seakan berhenti bekerja, mereka menghianatiku dengan membuatku hanya bisa diam dan terpaku menerima segala perbuatan kurang ajar Jason.Aku bisa merasakan Jason tersenyum di atas bibirku, ia pasti merasa menang karena aku hanya diam tak berkutik. Mata kami beradu, bukannya berhenti, Jason malah memejamkan matanya seakan menikmati ciuman ini. Perasaanku campur aduk, adrenalin berpacu dalam darahku seperti saat naik roller coaster. Telapak tangan Jason yang dingin mendorong tengkukku, pikiran

  • Cinderella and Her Boots   3.1

    Setiap langkah yang terayun terasa begitu lambat. Aku berjalan tanpa semangat menuju loker untuk mengambil beberapa buku dan sebelah sepatu bootku.Setelah kembali ke kelas biologi untuk mengambil tas, aku memutuskan untuk pulang. Tidak ada gunanya tetap tinggal dan belajar di sekolah ketika pikiranku kacau. Setidaknya di rumah aku bisa menenangkan diri sekaligus menyiapkan mental untuk menghadapi hari-hariku setelah kejadian memalukan di klinik dan kemungkinan buruk yang akan kuterima jika Jason mengetahui akulah orang yang ia cari.Begitu sampai di loker, aku langsung memasukkan buku dan sebelah sepatu bootku dengan asal. Hanya butuh waktu sepuluh detik dan aku sudah selesai berkemas. Sekarang tinggal ke parkiran, ambil mobil, lalu pulang.Suara isakan terdengar saat aku melewati koridor menuju parkiran. Suasana koridor yang terlampau sepi membuat isakan itu terdengar jelas. Aku menajamkan indera pendengaranku, berjalan mengendap seperti pencuri menuju sumber sua

  • Cinderella and Her Boots   Chapter 3 : Penyelamat

    # PENYELAMATDia di depanku. Bola mata hijaunya menatap ku, membuat sekujur tubuhku gemetar hanya karena melihat betapa tajamnya tatapan seorang Jason Butler. Aku belum pernah melihat mata seindah sekaligus... semenyeramkan itu, menyeramkan? Kau berlebihan Stefie.Aku masih menatapnya tak berkedip, hanya diam tanpa suara saat sudut bibirnya tertarik ke atas membentuk seringaian arogan."Aku tahu aku ini sangat tampan, tapi kau tak perlu mengagumiku sampai meneteskan air liur seperti itu," kata Jason, nada suaranya terdengar mengejek.Aku tersentak, buru-buru menggerakkan tangan untuk menyeka mulutku dahiku mengernyit saat mengamati tanganku yang kering, tak ada air liur disana. Kembali kualihkan pandangan ke Jason, dia masih menatapku, kali ini ada sinar geli di bola mata hijaunya."Dasar gadis bodoh," ia menggumam sambil terkekeh pelan.Apa dia bilang? Gadis bodoh? Aku mengatupkan bibirku rapat-rapat. Ingin rasanya membalas ucapan tapi

Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status