Share

3.1

Penulis: Rosangelynz
last update Terakhir Diperbarui: 2021-06-01 21:59:58

Setiap langkah yang terayun terasa begitu lambat. Aku berjalan tanpa semangat menuju loker untuk mengambil beberapa buku dan sebelah sepatu bootku.

Setelah kembali ke kelas biologi untuk mengambil tas, aku memutuskan untuk pulang. Tidak ada gunanya tetap tinggal dan belajar di sekolah ketika pikiranku kacau. Setidaknya di rumah aku bisa menenangkan diri sekaligus menyiapkan mental untuk menghadapi hari-hariku setelah kejadian memalukan di klinik dan kemungkinan buruk yang akan kuterima jika Jason mengetahui akulah orang yang ia cari.

Begitu sampai di loker, aku langsung memasukkan buku dan sebelah sepatu bootku dengan asal. Hanya butuh waktu sepuluh detik dan aku sudah selesai berkemas. Sekarang tinggal ke parkiran, ambil mobil, lalu pulang.

Suara isakan terdengar saat aku melewati koridor menuju parkiran. Suasana koridor yang terlampau sepi membuat isakan itu terdengar jelas. Aku menajamkan indera pendengaranku, berjalan mengendap seperti pencuri menuju sumber suara yang kuyakini berada di balik gedung olahraga yang ada di ujung koridor, hanya lima meter dari tempatku berdiri sekarang.

"Kau tidak boleh melakukannya," kata entah siapapun itu yang ada di belakang gedung olahraga--yang pasti seorang wanita-suara bergetar diiringi isakan kecil.

Aku yang masih bersembunyi di balik tembok mengerutkan kening. Itu seperti suara Emily, dia menangis? WOW! Jika aku tidak cepat membekap mulutku dan menyadari kondisiku sekarang yang mirip seorang penguntit, aku pasti sudah berteriak takjub. Ini adalah salah satu kejadian langka. Seorang Emily--si Queen Bee, gadis angkuh dengan segala pesonanya-menangis di sekolah?

"Kenapa aku tidak boleh melakukannya? Ini hidupku, aku bebas menentukan pilihan."

Tubuhku membeku, suara itu... suara dengan nada datar yang terdengar begitu sombong... Jason!

"Aku mencintaimu, Jas!"

"Tapi aku tidak, dan kau tahu itu. Bahkan sejak kita memutuskan untuk memulai hubungan ini."

Aku merapatkan tubuhku pada tembok. Ada dorongan besar untuk mengintip dan memastikan pendengaranku barusan. Seandainya yang menguping pembicaraan Jason dan Emily saat ini bukan aku melainkan para gadis penggila gosip, bisa dipastikan besok sekolah akan heboh karena berita ini.

"Jas...."

"Cukup Emily! Hubungan kita berakhir, mulai sekarang jangan menggangguku lagi."

"Jas!"

Isakan Emily terdengar makin keras, gadis malang. Aku menggelengkan kepala dramatis, sedikit bersimpati pada Emily yang baru saja dicampakkan oleh Jason.

"Bagaimana? Apa kau menikmati pertunjukan barusan?"

Aku berjingkat menjauh, setengah melompat ke kanan mendengar pertanyaan atau lebih tepatnya sindiran barusan. Mengangkat kepala ke kiri, aku menemukan Jason yang sedang berdiri menghadapku, tubuhnya ia sandarkan pada tembok di sampingnya.

Aku panik, benar-benar merasa seperti pencuri yang tertangkap basah.

"Aku aku menyadari kalau ada orang yang begitu terobsesi padaku." Ia mencibir. "Sudah berapa lama kau menguntitku?"

"Aku tidak pernah menguntitmu! " aku berteriak padanya. Entah dari mana datangnya keberanian ini, semoga saja keberanianku untuk membalas setiap Japan pedas Jason ini bertahan lama.

"Wow, sekarang kau berani menyangkal," Jason berdecak kagum sambil bertepuk tangan tapi tingkahnya itu sarat akan sindiran.

Aku mengangkat daguku, "Aku menyangkal karena ucapanmu itu tidak benar. Berhenti berpikir yang tidak-tidak tentangku! Kau bahkan tak mengenalku. Perlu kau tahu, Aku bukan salah satu dari kumpulan gadis bodoh yang mengejarmu!" Kau hebat Steffie!

"Benarkah?"

Jason tersenyum miring. Ia berjalan mendekat, tatapan mengintimidasinya memunculkan dorongan untuk beringsut menjauh bahkan lari darinya. Aku masih bertahan di posisiku. Mengangkat dagu tinggi-tinggi, berusaha mati-matian untuk terlihat tidak terpengaruh dengan tatapan mengintimidasinya. Lagi pula aku tidak bisa lari ataupun beringsut menjauh, kakiku gemetaran, selalu lemas untuk bisa digerakkan.

"Kalau begitu, mari kita buktikan."

Sekarang bukan hanya kakiku yang gemetaran dan lemas. Seluruh tubuhku bagai tak bertulang saat dengan gerakan yang sangat tiba-tiba dan tak pernah kuduga bibir Jason menekan keras bibirku.

Bab terkait

  • Cinderella and Her Boots   3.2

    Dorong dia Stef!Tampar pipinya!Tendang tulang keringnya!Atau pukul sampai babak belur!Oke yang terakhir itu aku akui aku terlalu berlebihan, aku tidak mungkin bisa melakukannya. Abaikan saja. Intinya, aku harus marah dan menunjukkan padanya kalau perbuatannya itu sangat kurang ajar. Dia menciummu!Aku tahu, harusnya aku melakukan salah satu atau dua dari yang ada di otakku. Tapi otak dan tubuhku saat ini benar-benar tidak sinkron. Saraf motorikku seakan berhenti bekerja, mereka menghianatiku dengan membuatku hanya bisa diam dan terpaku menerima segala perbuatan kurang ajar Jason.Aku bisa merasakan Jason tersenyum di atas bibirku, ia pasti merasa menang karena aku hanya diam tak berkutik. Mata kami beradu, bukannya berhenti, Jason malah memejamkan matanya seakan menikmati ciuman ini. Perasaanku campur aduk, adrenalin berpacu dalam darahku seperti saat naik roller coaster. Telapak tangan Jason yang dingin mendorong tengkukku, pikiran

    Terakhir Diperbarui : 2021-06-01
  • Cinderella and Her Boots   3.3

    Alunan musik dari yang ada di dashboard mobil mengisi keheningan. Aku duduk diam di jok penumpang sambil menatap penuh tanya sosok yang ada di balik kemudi. Berbagai pertanyaan berputar-putar di kepalaku, tentang dia yang tiba-tiba muncul dan hubungannya dengan Jason. Aku merasa Jason dan dia sudah saling mengenal, tapi bukan saling kenal dalam artian teman, melainkan sebaliknya. Dilihat dari cara mereka yang saling menatap saja sudah terlihat betapa besarnya aura permusuhan antara keduanya."Stef, Bisakah kau berhenti memelototiku?" Dari nada suaranya, ia terdengar jengah.Aku sama sekali tidak mengalihkan pandangan darinya ketika mulai mengatakan hal yang sejak tadi sudah ingin aku tanyakan. "Kenapa kau tadi bisa ada di sana?" tanyaku."Ayahmu menyuruhku untuk memastikan kondisi mu setelah mendapat telepon dari pihak sekolah. Mereka bilang kau sakit, tapi yang kutemukan sepertinya tidak sama dengan yang mereka katakan."Aku mengalihkan pandangan ke de

    Terakhir Diperbarui : 2021-06-02
  • Cinderella and Her Boots   Chapter 4 : Bencana

    -15 derajat celsius. Salju turun lebih lebat dari kemarin, aku merapatkan mantel yang kukenakan. Beruntung aku mengikuti saran Rob untuk memakai mantel tebal hadiah dari Grandma pada thanksgiving tahun kemarin. Jika tidak bisa-bisa cuping telinga dan ujung jariku kesakitan atau mati rasa karena kedinginan.Ngomong-ngomong soal Rob, nasib baik sepertinya masih ada dipihakku. Dia tidak menanyakan perihal sepatu boots hadiah darinya. Tadi pagi Rob tampak terburu-buru berangkat ke bengkel. Dia bilang ada pelanggan yang akan datang pagi-pagi sekali untuk mengambil mobil dan karena Jack ada jadwal kuliah pagi, Rob yang mengurusnya."Hei, gadis aneh, berhenti!"Langkahku terhenti. Jangan berpikir aku berhenti karena panggilan bodoh itu. Aku berhenti karena lenganku dicekal."Ada yang ingin aku bicarakan denganmu."Aku tahu suara ini, suara dengan nada dingin sekaligus sombong. Siapa lagi kalau bukan Jason."Aku buru-buru," sahutku, sebisa mungkin a

    Terakhir Diperbarui : 2021-06-24
  • Cinderella and Her Boots   Chapter 5 : Tupai Bodoh

    Ada peribahasa yang mengatakan, "Sepandai-pandainya tupai melompat, pasti akan jatuh juga." peribahasa itu sepertinya cocok untukku. Cepat atau lambat Rob pasti akan tahu kalau aku menghilangkan sepatu boots pemberiannya. Mungkin bagi kalian ini hanya masalah sepele.Ayolah itu hanya 'sepatu boots', kau bisa membelinya kapan saja!Ya, itu memang benar. Itu hanya sepatu boots, biasa bagi kalian tapi tidak bagiku. Itu hadiah ulang tahunku yang ke-17. Aku tahu ini konyol, setiap tahun orang pasti akan mengalami yang namanya 'ulang tahun' -jika Tuhan masih memberinya kesempatan untuk hidup-, tapi tidakkah kalian berpikir tentang betapa spesialnya ulang tahun ke-17?Tahun dimana orang-orang akan mengakuimu sebagai seorang remaja, bukan seorang bocah ingusan lagi. Terlepas dari itu, ada hal

    Terakhir Diperbarui : 2021-10-11
  • Cinderella and Her Boots   Chapter 6 : Peringatan

    Mobil yang aku kendarai memang sudah berhenti di pekarangan rumah, tapi itu tidak menghentikan getaran pada kedua telapak tanganku yang memegangi stir, jantungku juga masih berdetak lebih cepat dari biasanya. Kelebatan ingatan tentang kejadian memalukan itu masih saja berputar-putar di dalam kepalaku. Seolah mengejekku, ingatan itu enggan menghilang.Kubenturkan kepalaku pada stir, berharap aku bisa amnesia tapi yang kudapat malah memar di dahi. Aku meringis memegangi memar yang baru saja kubuat."Aku harap tidak bertemu dengan Jason lagi seumur hidupku."Aku mendesah panjang, menenggelamkan wajahku pada lipatan lengan di atas stir mobil. Setelah mengatakan hal memalukan itu aku berhasil merampas paper bag-ku dan kabur dari Jason. Entah ini harus disebut keberuntungan atau justru malap

    Terakhir Diperbarui : 2021-10-11
  • Cinderella and Her Boots   Chapter 7 : Pembalasan

    "Lucas, aku bisa berangkat sendiri! Kembalikan kunci mobilku!" teriakku pada Lucas. Dia berpura-pura tidak mendengar. Lucas tetap duduk manis di depan kemudi."Lucas!" raungku frustasi. Lucas tidak juga mau mengembalikan kunci mobilku. Dia menyembunyikannya entah di mana. Kesabaranku mulai habis sekarang. Kutarik lengannya dengan kencang hingga pegangannya pada kemudi terlepas.Lucas menoleh, dia memberiku tatapan tajam."Berhentilah bersikap kekanak-kanakan. Aku hanya melaksanakan amanat dari Ayahmu.""Amanat apanya? Asal kau tahu, biasanya aku selalu berangkat sendiri.""Amanat memastikanmu aman dari jangkauan Jason. Itu pesan Ayahmu. Maka dari itu aku menyita kunci mobilmu. Oh ya,

    Terakhir Diperbarui : 2021-10-11
  • Cinderella and Her Boots   Chapter 8 : Pilihan Tanpa Pilihan

    Aku meringis, Mrs Elena sudah selesai mengobati lukaku dan sekarang tengah membereskan peralatan yang tadi dia gunakan.Sialan, si Brengsek itu membuatku mendapat dua jahitan di dagu, ditambah rasaa nyeri di lututku belum juga hilang. Persetan dengan hukum, aku benar-benar ingin membunuhnya detik ini juga."Jangan cengeng. Luka di dagumu tidak seberapa. Perlu kau tahu, gara-gara sepatu boots -sialan- mu itu aku mendapat lima jahitan di pelipisku."Aku mendongak, menemukan Jason berdiri sambil menyibak tirai. Mati-matian aku menahan emosiku. Keinginan untuk melenyapkan Jason dari muka bumi ini makin kuat.Dia melangkah mendekat, tak sedetikpun aku mengalihkan pandangan darinya. Gerakannya saat membuka kaos juga tidak luput dari penglih

    Terakhir Diperbarui : 2021-10-11
  • Cinderella and Her Boots   Chapter 1 : Hadiah dan Masalah

    Stephanie Cassen atau Stefie merasa hidupnya menjadi sangat kacau setelah ulang tahunnya yang ke-17. Kesialan-kesialan itu seolah datang bertubi-tubi membuatnya hampir frustasi. Berawal dari sepatu boot hadiah ulang tahun dari ayahnya, lalu jalanan yang licin dan semuanya terjadi begitu saja.Lelaki itu, berandalan sekaligus playboy di sekolah menengah atas tempatnya memulai lembaran masa remaja, Jason Butler, dengan mata kepalanya sendiri, Stefie, melihat betapa mengerikannya luka di pelipis Jason, semengerikan sumpah serapah yang Jason ucapkan pada pemilik sepatu boot yang tak lain adalah dirinya sendiri.# HADIAH DAN MASALAH"Apa kau suka hadiahmu?"Aku tidak dapat menyembunyikan sorot mata takjubku saat menatap sepatu boot pemberian Rob. Ini benar-benar... "Wow," kata itu keluar begitu saja, ini adalah hadiah terkeren yang pernah Rob berikan padaku. "ini... luar biasa."Rob berdeham sebelum menimpali ucapanku."Aku kira k

    Terakhir Diperbarui : 2021-06-01

Bab terbaru

  • Cinderella and Her Boots   Chapter 8 : Pilihan Tanpa Pilihan

    Aku meringis, Mrs Elena sudah selesai mengobati lukaku dan sekarang tengah membereskan peralatan yang tadi dia gunakan.Sialan, si Brengsek itu membuatku mendapat dua jahitan di dagu, ditambah rasaa nyeri di lututku belum juga hilang. Persetan dengan hukum, aku benar-benar ingin membunuhnya detik ini juga."Jangan cengeng. Luka di dagumu tidak seberapa. Perlu kau tahu, gara-gara sepatu boots -sialan- mu itu aku mendapat lima jahitan di pelipisku."Aku mendongak, menemukan Jason berdiri sambil menyibak tirai. Mati-matian aku menahan emosiku. Keinginan untuk melenyapkan Jason dari muka bumi ini makin kuat.Dia melangkah mendekat, tak sedetikpun aku mengalihkan pandangan darinya. Gerakannya saat membuka kaos juga tidak luput dari penglih

  • Cinderella and Her Boots   Chapter 7 : Pembalasan

    "Lucas, aku bisa berangkat sendiri! Kembalikan kunci mobilku!" teriakku pada Lucas. Dia berpura-pura tidak mendengar. Lucas tetap duduk manis di depan kemudi."Lucas!" raungku frustasi. Lucas tidak juga mau mengembalikan kunci mobilku. Dia menyembunyikannya entah di mana. Kesabaranku mulai habis sekarang. Kutarik lengannya dengan kencang hingga pegangannya pada kemudi terlepas.Lucas menoleh, dia memberiku tatapan tajam."Berhentilah bersikap kekanak-kanakan. Aku hanya melaksanakan amanat dari Ayahmu.""Amanat apanya? Asal kau tahu, biasanya aku selalu berangkat sendiri.""Amanat memastikanmu aman dari jangkauan Jason. Itu pesan Ayahmu. Maka dari itu aku menyita kunci mobilmu. Oh ya,

  • Cinderella and Her Boots   Chapter 6 : Peringatan

    Mobil yang aku kendarai memang sudah berhenti di pekarangan rumah, tapi itu tidak menghentikan getaran pada kedua telapak tanganku yang memegangi stir, jantungku juga masih berdetak lebih cepat dari biasanya. Kelebatan ingatan tentang kejadian memalukan itu masih saja berputar-putar di dalam kepalaku. Seolah mengejekku, ingatan itu enggan menghilang.Kubenturkan kepalaku pada stir, berharap aku bisa amnesia tapi yang kudapat malah memar di dahi. Aku meringis memegangi memar yang baru saja kubuat."Aku harap tidak bertemu dengan Jason lagi seumur hidupku."Aku mendesah panjang, menenggelamkan wajahku pada lipatan lengan di atas stir mobil. Setelah mengatakan hal memalukan itu aku berhasil merampas paper bag-ku dan kabur dari Jason. Entah ini harus disebut keberuntungan atau justru malap

  • Cinderella and Her Boots   Chapter 5 : Tupai Bodoh

    Ada peribahasa yang mengatakan, "Sepandai-pandainya tupai melompat, pasti akan jatuh juga." peribahasa itu sepertinya cocok untukku. Cepat atau lambat Rob pasti akan tahu kalau aku menghilangkan sepatu boots pemberiannya. Mungkin bagi kalian ini hanya masalah sepele.Ayolah itu hanya 'sepatu boots', kau bisa membelinya kapan saja!Ya, itu memang benar. Itu hanya sepatu boots, biasa bagi kalian tapi tidak bagiku. Itu hadiah ulang tahunku yang ke-17. Aku tahu ini konyol, setiap tahun orang pasti akan mengalami yang namanya 'ulang tahun' -jika Tuhan masih memberinya kesempatan untuk hidup-, tapi tidakkah kalian berpikir tentang betapa spesialnya ulang tahun ke-17?Tahun dimana orang-orang akan mengakuimu sebagai seorang remaja, bukan seorang bocah ingusan lagi. Terlepas dari itu, ada hal

  • Cinderella and Her Boots   Chapter 4 : Bencana

    -15 derajat celsius. Salju turun lebih lebat dari kemarin, aku merapatkan mantel yang kukenakan. Beruntung aku mengikuti saran Rob untuk memakai mantel tebal hadiah dari Grandma pada thanksgiving tahun kemarin. Jika tidak bisa-bisa cuping telinga dan ujung jariku kesakitan atau mati rasa karena kedinginan.Ngomong-ngomong soal Rob, nasib baik sepertinya masih ada dipihakku. Dia tidak menanyakan perihal sepatu boots hadiah darinya. Tadi pagi Rob tampak terburu-buru berangkat ke bengkel. Dia bilang ada pelanggan yang akan datang pagi-pagi sekali untuk mengambil mobil dan karena Jack ada jadwal kuliah pagi, Rob yang mengurusnya."Hei, gadis aneh, berhenti!"Langkahku terhenti. Jangan berpikir aku berhenti karena panggilan bodoh itu. Aku berhenti karena lenganku dicekal."Ada yang ingin aku bicarakan denganmu."Aku tahu suara ini, suara dengan nada dingin sekaligus sombong. Siapa lagi kalau bukan Jason."Aku buru-buru," sahutku, sebisa mungkin a

  • Cinderella and Her Boots   3.3

    Alunan musik dari yang ada di dashboard mobil mengisi keheningan. Aku duduk diam di jok penumpang sambil menatap penuh tanya sosok yang ada di balik kemudi. Berbagai pertanyaan berputar-putar di kepalaku, tentang dia yang tiba-tiba muncul dan hubungannya dengan Jason. Aku merasa Jason dan dia sudah saling mengenal, tapi bukan saling kenal dalam artian teman, melainkan sebaliknya. Dilihat dari cara mereka yang saling menatap saja sudah terlihat betapa besarnya aura permusuhan antara keduanya."Stef, Bisakah kau berhenti memelototiku?" Dari nada suaranya, ia terdengar jengah.Aku sama sekali tidak mengalihkan pandangan darinya ketika mulai mengatakan hal yang sejak tadi sudah ingin aku tanyakan. "Kenapa kau tadi bisa ada di sana?" tanyaku."Ayahmu menyuruhku untuk memastikan kondisi mu setelah mendapat telepon dari pihak sekolah. Mereka bilang kau sakit, tapi yang kutemukan sepertinya tidak sama dengan yang mereka katakan."Aku mengalihkan pandangan ke de

  • Cinderella and Her Boots   3.2

    Dorong dia Stef!Tampar pipinya!Tendang tulang keringnya!Atau pukul sampai babak belur!Oke yang terakhir itu aku akui aku terlalu berlebihan, aku tidak mungkin bisa melakukannya. Abaikan saja. Intinya, aku harus marah dan menunjukkan padanya kalau perbuatannya itu sangat kurang ajar. Dia menciummu!Aku tahu, harusnya aku melakukan salah satu atau dua dari yang ada di otakku. Tapi otak dan tubuhku saat ini benar-benar tidak sinkron. Saraf motorikku seakan berhenti bekerja, mereka menghianatiku dengan membuatku hanya bisa diam dan terpaku menerima segala perbuatan kurang ajar Jason.Aku bisa merasakan Jason tersenyum di atas bibirku, ia pasti merasa menang karena aku hanya diam tak berkutik. Mata kami beradu, bukannya berhenti, Jason malah memejamkan matanya seakan menikmati ciuman ini. Perasaanku campur aduk, adrenalin berpacu dalam darahku seperti saat naik roller coaster. Telapak tangan Jason yang dingin mendorong tengkukku, pikiran

  • Cinderella and Her Boots   3.1

    Setiap langkah yang terayun terasa begitu lambat. Aku berjalan tanpa semangat menuju loker untuk mengambil beberapa buku dan sebelah sepatu bootku.Setelah kembali ke kelas biologi untuk mengambil tas, aku memutuskan untuk pulang. Tidak ada gunanya tetap tinggal dan belajar di sekolah ketika pikiranku kacau. Setidaknya di rumah aku bisa menenangkan diri sekaligus menyiapkan mental untuk menghadapi hari-hariku setelah kejadian memalukan di klinik dan kemungkinan buruk yang akan kuterima jika Jason mengetahui akulah orang yang ia cari.Begitu sampai di loker, aku langsung memasukkan buku dan sebelah sepatu bootku dengan asal. Hanya butuh waktu sepuluh detik dan aku sudah selesai berkemas. Sekarang tinggal ke parkiran, ambil mobil, lalu pulang.Suara isakan terdengar saat aku melewati koridor menuju parkiran. Suasana koridor yang terlampau sepi membuat isakan itu terdengar jelas. Aku menajamkan indera pendengaranku, berjalan mengendap seperti pencuri menuju sumber sua

  • Cinderella and Her Boots   Chapter 3 : Penyelamat

    # PENYELAMATDia di depanku. Bola mata hijaunya menatap ku, membuat sekujur tubuhku gemetar hanya karena melihat betapa tajamnya tatapan seorang Jason Butler. Aku belum pernah melihat mata seindah sekaligus... semenyeramkan itu, menyeramkan? Kau berlebihan Stefie.Aku masih menatapnya tak berkedip, hanya diam tanpa suara saat sudut bibirnya tertarik ke atas membentuk seringaian arogan."Aku tahu aku ini sangat tampan, tapi kau tak perlu mengagumiku sampai meneteskan air liur seperti itu," kata Jason, nada suaranya terdengar mengejek.Aku tersentak, buru-buru menggerakkan tangan untuk menyeka mulutku dahiku mengernyit saat mengamati tanganku yang kering, tak ada air liur disana. Kembali kualihkan pandangan ke Jason, dia masih menatapku, kali ini ada sinar geli di bola mata hijaunya."Dasar gadis bodoh," ia menggumam sambil terkekeh pelan.Apa dia bilang? Gadis bodoh? Aku mengatupkan bibirku rapat-rapat. Ingin rasanya membalas ucapan tapi

Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status