"Barangsiapa yang berbuat zalim kepada saudaranya, baik terhadap kehormatannya maupun sesuatu yang lainnya, maka hendaklah ia meminta kehalalannya darinya hari ini juga sebelum dinar dan dirham tidak lagi ada. Jika ia punya amal salih, maka amalannya itu akan diambil sesuai dengan kadar kezaliman yang dilakukannya. Dan jika ia tidak punya kebaikan, maka keburukan orang yang ia zalimi itu dibebankan kepadanya." (HR. Bukhari)
***
Ringisan keluar dari bibir gadis yang saat ini duduk belunjur dengan punggung menyandar pada tembok berlumut. Seseorang baru saja selesai menumpahkan semua air dalam botol mineral pada wajahnya. Perlahan, sepasang netranya terbuka, terlihatlah beberapa gadis di depan dengan penglihatan masih sedikit buram.
"Melek dia, Cell."
Sayup-sayup terdengar suara yang distigmakan Rella merupakan salah satu dari mereka. Matanya kembali terpejam untuk sesaat, sampai sebuah tamparan
[Kyuni's Note]: Alhamdulillah, bisa update juga hehe. Nah, ini nih yang dialami Rella ketika dizolimi sama Cellin dan cecunguknya. Ngeri, sih, si Cellin senekat itu wkwk.
"Jangan melibatkan hatimu dalam kesedihan atas masa lalu atau kamu tidak akan siap untuk apa yang akan datang." (Ali bin Abi Thalib)***Dengan sisa tenaga tak seberapa, Rella bersusah payah beranjak dari bangunan kosong itu. Sesekali rasa nyeri dan nyut-nyutan menghampiri kepala bagian belakang, tetapi tidak menghentikan langkahnya untuk segera kembali ke kosan. Sebelah pahanya pun terasa sakit ketika mengambil langkah, tidak lain karena ulah Cellin beberapa waktu lalu.Jam yang melingkar di pergelangan kirinya menunjukkan pukul 10 lewat 15 menit yang artinya sudah cukup lama Rella berada di tempat ini. Apakah Stella baik-baik saja di kosan? Batin gadis itu bertanya. Kembali memacu langkah terseok, sesampainya di luar bangunan, seketika ia termangu. Lingkungan yang sekarang memenuhi indera penglihatan Rella terasa tidak asing.Pandangan Rella mengedar, ada perasaan aneh menyambangi benaknya. Pepohonan rimbun, bunyi siulan burung,
"Seorang laki-laki akan cenderung mempertahankan tujuan awalnya ketika dihadapkan sebuah perubahan, sedangkan seorang wanita lebih mudah berubah haluan." *** Tepat pukul 9 lewat 46 menit, seseorang yang dikenal baru saja mengiriminya sebuah video, lengkap dengan deretan kalimat panjang. Alis laki-laki itu bertaut, menimbulkan tanda tanya besar, lalu mulai membaca setiap ketikan yang tertera. [Maaf, Kak, tapi saya tidak ada niatan mencelakai perempuan yang ada di video ini, saya hanya mengikuti perintah Cellin. Kakak pasti mengerti, kenapa saya melakukannya, sebab saya sangat mencintai Cellin. Akan tetapi, saya tersadar oleh Kakak ini, bahwasanya Cellin menganggap saya tidak lebih dari sekadar babu. Sekali lagi maaf, Kak. Saya benar-benar tidak bermaksud mencelakai Kakak ini. Segera selamatkan dia, dia ada di rumah kosong yang letaknya tidak jauh dari danau.] -From Lexi Levino Alka, saat ini laki-laki yang sibuk menata pakaian par
"Cinta tidak pernah salah, tetapi atas sebab apa ia dipertaruhkan, itulah sebab timbulnya masalah. Cinta karena-Nya bukanlah masalah, sebab itu adalah sesuatu yang amat indah daripada dunia dan seisinya."***Tangis yang tidak kunjung reda selepas salat Isya masih terdengar hingga kini, pukul 9 malam. Entah sudah berapa lembar tisu yang dihabiskan untuk menghapus air mata gadis berwajah merah itu. Stella tidak tahu harus berbuat apa pada sang sahabat, hanya mampu menepuk pelan punggungnya yang masih terbalut mukena. Bahkan, ia masih berada di atas sajadah.Rella bukan menangisi perlakuan buruk Cellin terhadapnya, tetapi tentang keputusan untuk menghilang dari segala cerita bersama laki-laki itu. Melupakan semua hal yang pernah dilalui bersama sejak duduk di bangku SD, hingga Tuhan mempertemukan kembali, lalu semakin dekat seiring berubahnya hari.Sosok Alka yang pernah ia hindari karena merasa tidak pantas menjadi pengisi hati seorang yang
"Kamu boleh lelah, kamu boleh menyerah, tapi jangan pernah tinggalkan Allah. Ingatlah, penyabab kamu hidup bukan untuk mendapatkan cinta manusia, tapi untuk mengejar ridho-Nya." *** Bujukan Stella sedari pagi-pagi sekali tidak kunjung membuahkan hasil. Pasalnya, Rella terus menolak dan meminta ruang untuk menyendiri. "Ayo, dong, El, kita cuma sebentar, kok, di rumah Kak Abil ..." Stella bergelayut di lengan Rella yang tampak menyibukkan diri dengan tugas kuliah. "Temenin gue, please ...., nggak mungkin, 'kan, gue ke rumah cowok sendirian? Nanti kalo gue kenapa-kenapa, gimana? Lo juga, 'kan, yang cemas? Mau, dong, El ...." "Malas keluar, Stel. Ajak teman yang lain aja," tolak Rella. "Temen gue, kan, cuma lo, El ...." Stella tidak membiarkan gadis itu melepaskan pelukannya pada lengan yang tampak kurusan. "Memangnya mau ngapain, sih, ke rumah Kak Abil?" "Ada hal yang penting ... banget dan nggak
"Seseorang yang meninggalkan duniawi demi Allah adalah sebaik-baiknya hamba, tetapi seseorang yang meninggalkan Allah demi kepuasan duniawi adalah serendah-rendahnya manusia."***"Coba, deh, pikirin gimana perasaan Tuhan kalo lo-nya aja sebagai hamba lebih mencintai ciptaan-Nya daripada Yang Menciptakan. Ibaratnya, lo lebih seneng makan masakan orang di restoran ketimbang masakan ibu lo di rumah. Pasti ada, lah, rasa cemburunya."Entah sudah berapa kali Rella tertampar oleh kalimat-kalimat yang dilontarkan Abil padanya. Yang jelas, sekarang matanya sudah membengkak dengan wajah memerah. Ia pun hanya mampu tergugu saat ini."Gue cuma minta satu hal sama lo, jangan pernah tinggalkan Tuhan, apalagi cuma gara-gara patah hati. C'mon, itu sama sekali nggak ngegambarin watak lo waktu kita cek-cok di cafe J, El."Kekehan samar keluar dari bibir Rella. Ia menghapus jejak air mata di kedua pipi, beban di pundak terasa tak bersisa, habis
"Ada kalanya Tuhan merenggangkan jarak seluas-luasnya dengan sosok yang dicinta untuk menguji seberapa teguh iman di dada. Lebih ingatkah ia pada sang Maha Esa dibanding si dia, atau sebaliknya?" *** Bibir berbalur liptin merah delima itu melengkung membentuk senyum lebar. Mata berlensa kontak abunya mengerling ke arah bangunan menjulang di depan. "Welcome to your future, Anna, dan selamat menempuh kehidupan baru," ucap gadis berbaju kurung lengan panjang tersebut pada diri sendiri. Kaki jenjangnya pun diayun pelan memasuki area kampus ternama di daerah tersebut. Annasterra, mahasiswa baru di universitas tempat sosok laki-laki pujaannya menjadi dosen. Tidak lain adalah Muhammad Alka Marshal. Tentu tujuan Anna bukan sekadar mendapatkan gelar sarjana, tetapi juga mewujudkan cinta bersama Alka. Sampai di bagian dalam, semua mata tersorot padanya. Ada yang saling berbisik bahwa mereka pernah melihat gadis itu beberapa wak
"Iya, aku tahu. Kamu hanyalah bagian dari kisahku yang tak pernah berujung jera, padahal sudah tahu tak ada rasa. Akan tetapi, bukankah cinta harus diperjuangkan?"-(Annasterra) *** [Mencintaimu memang bukan kuasaku, tapi untuk menghentikan perasaan itu, aku pasti mampu. Meskipun, seberapa pun besar cinta yang masih bersisa di dalam sini, tetap saja cintaku untuk-Nya haruslah jauh lebih besar. Aku berdoa, semoga perasaan cinta dan suka terhadapmu bisa lekas menepi, turun dari perahu layar, dan pergi sejauh mungkin, hingga tidak ada lagi sisa yang tertinggal. Semoga.] Rella menghentikan kegiatan menuliskan isi hatinya pada buku diary yang beberapa waktu lalu dibeli. Ia pikir, akan memerlukan benda itu untuk meluapkan segala gundah dan gelisah yang tertampung di hati. Dengan begitu, perasaannya pun terasa membaik setelah merangkai kata dalam kalimat puitis. Gadis itu tersenyum membaca kembali hasil coretan tangan dan pemikir
"Kamu boleh saja mencintai, tetapi jangan sampai memaksa untuk dicintai. Sebab, selain menyakiti diri sendiri, kamu juga menyakiti orang lain." *** "Woi, Richard, keluar lo!" Richard yang baru saja merebahkan tubuh di kasur nan empuk untuk tidur, segera membuka mata kala mendengar teriakan memekak dari arah luar. Suara melengking bak toa masjid itu sangat dikenalnya, membuat ia mendesah kesal, lalu turun dari ranjang. Apalagi sekarang pintu kamar pun menjadi korban. Semoga tidak sampai rusak akibat gedoran keras dan membabi buta dari gadis meresahkan itu. "Keluar lo Cupu!" Tidur siang yang diharapkan lancar jaya, harus terganggu karena kehadiran si gadis tomboi. Annastella, anak dari sahabat sang papa yang hampir setiap hari merecoki kehidupan seorang Richard tanpa henti. Untung saja papanya berada di tempat kerja saat ini. Kini, gadis yang akrab dipanggil Anna itu tengah berdiri di depan pintu