Share

Foto

last update Terakhir Diperbarui: 2023-07-27 08:25:40

Melangkah gontai meninggalkan ruangan direktur utama. Sesaat aku terdiam, tubuh menempel di dinding. Aku atur napas yang terasa sesak.

Kembali angan berkelana, mengingat kesalahan saat awal bekerja hingga detik ini. Namun tetap tak bisa aku temukan. Pekerjaanku hampir seluruhnya sesuai, kesalahan sepele bukankah hal yang biasa? Namun kenapa aku bisa dipecat?

Setelah tenang, aku kembali melangkahkan kaki menuju ruangan.

"Ada masalah apa, Ra?" tanya Rio seolah mampu membaca pikiranku.

Aku menghela napas, membiarkan rasa sesak itu menghilang. Namun melihat tatapan mereka membuatku tak kuasa menahan air mata. Tetes demi tetes cairan bening jatuh membasahi pipi. Aku menangis, bukan hanya kehilangan pekerjaan, tapi juga sahabat.

Mbak Mimi, Hani dan Rio adalah orang-orang yang berhati baik. Mereka sudah seperti keluarga baru di sini. Itu yang membuatku berat meninggalkan mereka.

Hani dan Mbak Mimi mendekat, mereka menatap heran karena aku diam dan terisak.

"Kamu kenapa, Fat?" Mbak Mim
Bab Terkunci
Membaca bab selanjutnya di APP

Bab terkait

  • Cincin Palsu Dari Suamiku   Tamu

    Aku ambil satu persatu foto yang ada di atas meja. Tak henti-hentinya aku menggelengkan kepala. Kenapa ada fotoku dan Rio? "Ada yang bisa kamu jelaskan, Ra?" tanyanya seraya menatapku tajam. Aku mengatur napas, menghilangkan rasa kesal yang tiba-tiba hadir tanpa permisi. Ucapan Mas Aziz tak ubahnya tuduhan untukku. Apa aku semurahan itu karena berstatus janda? "Kamu menuduhku main belakang dengan Rio, begitu?" "Aku hanya minta kamu jelaskan ini, bukan menuduh.""Aku terjatuh saat menuruni anak tangga karena pusing. Kejadian spontan yang siapa saja bisa mengalaminya, termasuk Mas Aziz." Aku letakkan fotoku dan Rio yang ada di tangga tadi."Ini!" Mas Aziz memberikan sebuah foto saat aku menemani Rio makan. "Kamu pergi dengan dia kemarin, sementara ponsel kamu sulit aku hubungi, kan?"Terdiam, tak satu pun kata yang keluar dari mulutku. Entah mengapa aku merasa muak, ucapan-ucapan Mas Aziz seakan memojokkan diriku. Tak tahukan dia aku tengah pusing karena di PHK?"Kamu diam, berati b

    Terakhir Diperbarui : 2023-07-28
  • Cincin Palsu Dari Suamiku   Pemakaman

    "Mari ikut kami, Bu," ucap lelaki itu. Aku menoleh ke arah ibu. Ada keraguan yang tiba-tiba hadir dan menelusup. Bukan hanya diriku, tapi juga ibu. Bagaimana bisa aku ikut dengan orang yang tidak aku kenal? Di saat maraknya penculikan anak-anak. Eh, aku bukan lagi anak-anak. "Mau ke mana, Pak?""Ke rumah sakit, Mbak. Ada wanita paruh baya meninggal karena kecelakaan. Korban tidak membawa identitas, Mbak.""Lalu apa hubungannya denganku, Pak?""Korban menanyakan alamat rumah Mbak Fatimah sebelum akhirnya tertabrak mobil dengan kecepatan tinggi."Mendadak rasa penasaran itu hadir, siapa wanita yang polisi itu maksud? Kenapa harus mencari alamatku? "Mari, Mbak. Kami butuh Mbak Fatimah untuk mengidentifikasi korban."Dengan rasa penasaran aku pun mengikuti langkah dua polisi tersebut. Mobil polisi pun melaju dengan kecepatan sedang. Sepanjang jalan aku hanya diam, pikiran menerka wanita yang polisi maksud tersebut. Lalu lintas tak begitu ramai. Kendaraan melaju dengan lancar. Tanpa h

    Terakhir Diperbarui : 2023-07-29
  • Cincin Palsu Dari Suamiku   Kedatangan Aziz

    Aku menelan ludah dengan susah payah. Perkataan bapak bak gempa susulan yang datang tiba-tiba. Membuat kami terguncang lalu jatuh bersamaan. Bukankah semua sudah kujelaskan. Lalu untuk apa lagi dipermasalahkan. Hancurnya hubunganku dengan Mas Aziz bukan salah Rio. Namun ketidakpercayaan lelaki itu padaku. Dalam suatu hubungan kepercayaan adalah kunci. Jika kunci saja tak ada, lalu bagaimana bisa membuka sebuah istana? Itu hal yang sulit untuk dilakukan, mustahil. "Kenapa berdiri di sana? Masuk! Bapak ingin bicara!"Lagi dan lagi aku menelan ludah dengan susah payah. Bayangan kemarahan bapak bak pohon kelapa yang tertiup angin. Melambai-lambai. "Fatimah, Rio, masuk!"Aku dan Rio saling pandang, lalu mengangguk bersamaan. Aku melangkaj dengan degup jantung yang kian terdengar jelas. Tak bisa dipungkiri ada rasa takut yang hadir dan kini mendominasi. "Duduk!" perintah bapak, netranya menatap kami bergantian. Sikap bapak membuat nyaliku menciut. Aku dan Rio pun duduk bersamaan. "Ma

    Terakhir Diperbarui : 2023-07-30
  • Cincin Palsu Dari Suamiku   Memulai Dari Nol

    Aku mulai sibuk menyiapkan menu makanan hari ini. Kemudian menatanya di meja yang ada di teras. Ya, sementara teras rumah berubah fungsi menjadi tempat berjualan. Tak apa, ini hanya awal. Semoga selanjutnya aku dapat memiliki rumah makan sendiri. Bukankah semua berasal dari mimpi lalu dengan tekat kuat hingga menjadi sebuah kenyataan. "Sudah siap, Fat?" tanya ibu yanga baru saja keluar. Dia lihat berbagai masakan di atas meja. "Sudah, Bu. Fatimah tinggal mandi sebentar." Ibu mengangguk kemudian duduk di kursi kayu sambil menunggu dagangan kami. Cepat-cepat aku menuju ke kamar mandi, takut ada pembeli saat aku tengah mengguyur air ke tubuh. Teras masih sepi, hanya ibu yang duduk seraya menatap lurus ke depan. Belum ada satu pun orang yang datang kemari. Mungkin karena kami baru buka dan belum banyak yang tahu. "Sabar, namanya juga awalan. Belum banyak orang yang tahu," ucap ibu seolah tahu isi pikiranku. Memulai bisnis tidaklah mudah, apa lagi di dunia kuliner yang memiliki bany

    Terakhir Diperbarui : 2023-07-31
  • Cincin Palsu Dari Suamiku   Menolong Sahkila

    "Tolong!"Suara itu kembali terdengar. Mendadak pikiran buruk bersemayam dalam hati. Apa yang Mas Aziz lakukan di sini? Apa jangan-jangan ... dia...Sesaat aku terdiam, hatiku terguncang. Jujur saja aku takut dengan kenyataan yang ada. Takut apa yang ada di kepala benar-benar menjadi nyata. Astaga, pikiran ini kenapa kian mendominasi? Tanpa diminta masuk dengan sendirinya. "Tolong!" Kembali itu terdengar semakin samar. Aku menatap sekeliling. Tak ada satu orang yang melewati jalar ini. Malam ini begitu sepi, aku harus bagaimana? Menolong atau kabur dari sini? Kaki mulai melangkah mendekati motor. Namun seketika terhenti. Bagaimana jika yang berteriak adalah aku? Lalu tak ada yang mau menolong? Bukankah itu sangat menyakitkan? Bismillah... Aku kuatkan, kemudian melangkah mendekat ke rumah itu. Kutatap kanan dan kiri, mencari sesuatu yang mampu kujadikan senjata. Kalau pun itu Mas Aziz, aku harus siap menghajarnya, karena dia sudah melakukan tindakan kriminal. Sebuah balok kayu a

    Terakhir Diperbarui : 2023-08-01
  • Cincin Palsu Dari Suamiku   Pilih Siapa?

    Dua bulan berjalan begitu cepat. Bisnis kuliner dan ketering yang kutangani semakin membuahkan hasil. Memang belum bisa menyewa lapak atau kios. Namun sudah bisa mencukupi kebutuhan kami. Semua tak luput dari bantuan Rio. Lelaki itu selalu membantu dari hal kecil hingga besar. Dia pula yang yang menyarankan memberi lebel di box. Entah dari mana dia memiliki ide seperti itu. Lelaki itu seolah tahu bisnis kuliner seperti apa. "Mau diambil jam berapa pesanannya, Fat?" tanya ibu seraya memasukkan risol ke dalam kardus. "Jam delapan, Bu. Nanti di antar taksi online. Kalau motor kelamaan."Ibu mengangguk kemudian melanjutkan pekerjaannya. 300 snack pesanan akan siap sebentar lagi. Pesanan dari sebuah sekolah dasar untuk acara parenting. Sudah sejak malam kami menyiapkan ini. Berharap pesanan siap tepat waktu. Ketepatan waktu sangat berpengaruh dengan kepuasan pelanggan. Kami tak hanya menyediakan rasa tapi juga jasa. "Sudah pesan taksi online belum, Ra?" tanya ibu seraya mengeluarkan k

    Terakhir Diperbarui : 2023-08-02
  • Cincin Palsu Dari Suamiku   Bertemu

    "A--aku tak bisa, Rio."Senyum yang sempat hadir seketika redup, bahkan nyaris hilang. Tangan yang menggenggamku pun ikut terlepas. Rio kecewa. Sebenarnya ini yang aku takutkan. Melukai orang yang begitu baik seperti dia. Namun sebuah hati tak bisa dipaksa, bukan? Rio menghembuskan napas kasar, menatap lurus ke depan. Lautan dengan ombak melambai, mencari perhatian. Lelaki di sampingku diam, entah menikmati atau tenggelam dalam rasa kecewa. Di sini aku ikut membisu, bingung harus memulai dari mana. Seolah kata-kata itu hilang, dihempas oleh ombak di lautan. Ah, apa yang harus aku lakukan? Ikut diam atau bagaimana? Tuhan, aku membenci keadaan ini. "Kamu marah, Rio?" tanyaku pelan, hampir saja tak terdengar. Kalah dengan suara alam. "Apa aku bisa marah sama kamu, Ra?"Kembali aku terdiam. Sejauh ini Rio tak pernah marah denganku. Dia seseorang yang selalu ada ketika aku terpuruk. Inilah yang membuatku merasa bersalah karena telah menolaknya. "Aku tahu sudah ada nama Aziz di hati

    Terakhir Diperbarui : 2023-08-03
  • Cincin Palsu Dari Suamiku   Keracunan

    "Mas Toni!"Lelaki itu melotot, gula yang ada di tangan ia hempaskan, jatuh berserakan. Dengan cepat ia berlari, meninggalkan aku. Dia ketakutan. Mas Toni berlari tunggang langgang hingga menabrak wanita bertubuh gempal yang sedang membuka pintu. Kepala Mas Toni membentur pintu, tapi dengan cepat ia berdiri, lari keluar toko. Dia meloloskan diri. "Dasar lelaki gak punya mata!" hardik lelaki itu, namun percuma mantan suamiku sudah pergi. "Mbak gak papa," tanya penjaga mini market tersebut. "Gak papa, Mbak."Aku pun segera memberesi barang belanjaan yang berserakan. Satu persatu kumasukkan kembali ke dalam keranjang. Hanya gula yang masih berceceran di mana-mana. "Nanti biar saya sapu, Mbak. Mbak lanjutan atau saja, atau mungkin langsung ke kasir," ucap penjaga toko tersebut. "Makasih, ya, Mbak." Wanita itu mengangguk lalu melangkah pergi, mungkin mengambil sapu untuk meMemalukan saat banyak pasang mata mengawasi gerak-gerikku. Semua gara-gara Mas Toni. Aku menjadi bahan tontonan

    Terakhir Diperbarui : 2023-08-04

Bab terbaru

  • Cincin Palsu Dari Suamiku   Ending

    Sudah tiga bulan setelah insiden di rumah sakit dulu. Kini aku dan Rio semakin dekat. Hubungan kami pun sudah melangkah ke jenjang serius. Pernikahan sudah ada di depan mata. Aku berdiri, menatap bangunan yang sebentar lagi akan menjadi restoranku. Semua tak luput dari dukungan dan kerja keras Rio. Bersyukur Tuhan mengirimkan dia untuk menjadi imamku, terlepas dari sifat konyol yang ia miliki. Terlepas dari itu semua, Rio adalah lelaki yang berpikiran dewasa. Dia mencintaiku apa adanya. Tak sekali pun dia membahas masa lalu. Entah saat berdua atau ketika bersama orang lain. Dia pandai menutup aib masa lalu yang sudah kututup rapat. "Sudah berapa persen, Ra?" tanya Rio. Lelaki itu sudah berdiri di belakangku. "80 persen, Rio. Tinggal dikit lagi restoran bisa dibuka. Seperti yang sudah kita rencanakan.""Bukan itu, Ra."Aku menoleh, menatapnya dengan sorot mata penuh tanda tanya. Namun sebuah lengkungan indah justru tercipta di sana, di wajah penuh kharisma itu. "Lantas apa, Rio?"

  • Cincin Palsu Dari Suamiku   Ungkapan Hati

    Aku masih membisu, menatap Rio dan wanita itu bergantian. Entah kenapa ada yang berdenyut di hati ini. Cemburu. Ya, rasa itu hadir tanpa diminta tapi mampu menyesakkan dada. "Ada perlu apa, Ra?" tanya Rio lagi. Kembali kutatap perempuan yang bergelayut manja di lengan Rio. Tak dapatkah mereka melakukan di dalam, bukan di hadapanku. Pantas saja Rio tak mau menemuiku, dia saja asyik pacaran. "Tidak jadi. Aku permisi, Rio!"Aku pun beranjak pergi, percuma datang kemari jika akhirnya hanya kecewa yang aku dapatkan. Ternyata cinta yang tawarkan telah luntur. Tak membara seperti saat ia mengatakannya. Ah, lelaki sama saja. "Zahra!" teriak Rio. Aku menoleh, namun kembali kulangkahkan kaki menuju tempat motorku terparkir rapi. Lebih baik segera pergi dari sini. Karena aku tak sanggup membayangkan kemesraan Rio dan wanita itu. Mereka begitu serasi. Tuhan kenapa aku tak rela? Motor segera kulajukan perlahan meninggalkan halaman restoran Rio. Sempat kulihat Rio dari pantulan kaca spion. Di

  • Cincin Palsu Dari Suamiku   Menemui Rio

    "Rio!" teriakku, tapi dia terus saja berlari. Aku beranjak meninggalkan Mas Aziz. Mengambil buket bunga mawar yang tergeletak di lantai. Aku ciumi bunga itu. Sesak, hingga air mata berlomba-lomba turun membasahi pipiku. Tak berapa lama terdengar suara mobil menjauh. Rio telah pergi dengan rasa kecewa yang bersemayam dalam hati. Entah mengapa ada sesak yang singgah dalam hati ini. "Kamu gak papa, Ra?" tanya Mas Aziz yang sudah berdiri di sampingku. Dia tatap diriku penuh tanda tanya. "Gak papa, Mas. Apa sudah selesai? Aku ingin pulang."Lelaki itu mengangguk, kemudian mengajakku berjalan menuju mobilnya. Aku hanya diam seraya mengikuti gerakan kakinya. Tak ada sepatah kata yang keluar dari mulutku. Aku tenggelam dalam rasa bersalah. Perlahan kendaraan roda empat Mas Aziz melaju, meninggalkan kantor polisi. Hening, aku justru asyik menatap buket bunga berwarna putih ini. Mengabaikan Mas Aziz yang beberapa kali menatap padaku. Entah rasa apa yang mulai singgah di hatiku. Tak bisa k

  • Cincin Palsu Dari Suamiku   Kecewa

    Pov RioTerdiam, aku tidak salah dengar, kan? Aziz bilang rekaman CCTV? Dia tidak sedang mempermainkan aku, kan? "Hallo, Rio... Kamu masih di situ, kan?""Eh, iya.""Besok kita ke kantor polisi, Rio. Aku tunggu di sana.""Siapa dalangnya?""Besok di kantor polisi."Aku membuang napas kasar, kesal dengan jawaban lelaki itu. Apa susahnya bilang sekarang? Takut aku menghajar orang itu. Ah, bukan hanya kuhajar, tapi akan kuseret ke dalam penjara. Enak saja dia menyakiti wanitaku. Diam, kutatap gelapnya langit tanpa cahaya bulan. Sama sepertiku yang terasa hampa tanpa pesan dari Zahra. Ah, beginikah rasanya cinta tanpa balasan. Menyiksa. Angin malam terasa menusuk tulang. Namun kaki enggan diajak melangkah, masuk ke dalam. Lagi dan lagi bayang Zahra menyita perhatian. Sedang apa dia? Ah, pasti sangat ketakutan. Sungguh aku tak sanggup membayangkannya. Bagiku tangis Zahra adalah luka yang tak bisa disembuhkan. Suara nyamuk mengusik ketenangan lamunanku. Serangga kecil itu terus terbang

  • Cincin Palsu Dari Suamiku   Bukti

    POV Rio"Ini laporan yang Pak Rio minta," ucap Rika seraya memberikan laporan keuangan yang baru saja kuminta. "Makasih, Rik."Seulas senyum kuberikan pada wanita itu. Sebagai seorang pemimpin mengucapkan terima kasih dan memberikan senyum adalah kewajiban. Karena bagiku karyawan bukan bawahan melainkan rekan kerja untuk memajukan suatu usaha. Papa mengajarkan untuk selalu menghargai orang lain. Bahkan tak membedakan orang karena status sosial. Itu yang membuatku memiliki banyak teman. "Ada yang bisa saya bantu lagi, Pak?" tanya Rika lagi. "Tolong buatkan kopi, Rik. Jangan terlalu manis."Rika menganggukkan kepala. Segera ia berjalan meninggalkan ruangan ini. Hingga akhirnya ia menghilang dari balik pintu. Aku mengambil laporan yang ada di atas meja. Aku baca setiap kata dan angka yang tertulis di kertas berwarna putih itu. Tanpa terasa sudut bibir tertarik ke atas. Laba restoran meningkat banyak bulan ini. Semua tak luput dari bantuan Zahra. Dia berkomentar ini dan itu, mengkri

  • Cincin Palsu Dari Suamiku   Penangkapan Fatimah

    "Are you okay, Ra?" tanya Rio saat aku diam membisu. "Gak papa, capek aja, Rio. Ngomong-ngomong makasih karena sudah membelaku tadi."Lelaki itu tersenyum hingga nampak gigi putih. "Aku akan menjadi benteng untuk kamu, Ra.""Emang aku sedang perang apa?" Aku mengerucutkan bibir. Rio hanya tersenyum, kemudian kembali melajukan mobilnya menuju rumah. Tak banyak percakapan di antara kami. Aku justru tenggelam dalam rasa sakit yang tiada bertepi. "Aku kecewa sama kamu, Ra!"Kalimat itu terus saya terngiang. Hingga menciptakan rasa kesal dalam dada. Percuma hati ini kembali kubuka, tapi nyatanya hanya menciptakan lara. Perlahan aku atur napas, berusaha menghilangkan rasa sesak yang memenuhi rongga dada. Ternyata keputusan meninggalkan Mas Aziz yang terbaik. Percuma menjalin suatu hubungan tanpa dasar kepercayaan. "Mau turun atau pulang bersamaku, Ra?" Aku tersentak, menoleh sekitar. Benar saja, kami sudah berhenti di depan rumah. Rio pasti tahu aku tengah melamun. Hingga masih duduk

  • Cincin Palsu Dari Suamiku   Cemburu

    "Kenapa, Ra?" tanya Rio penasaran. "Gawat, Rio!""Kenapa?""Orang kantor keracunan setelah makan nasi box dariku.""Apa?"Aku duduk, memijit kepala yang terasa mau meledak. Bagaimana mungkin mereka bisa keracunan jika aku memasaknya dengan benar. Lagi pula aku selalu menjaga kebersihan tiap kali memasak. Ya Allah... Cobaan apa lagi ini? "Kamu masaknya dah benar kan, Ra? Gak ada yang salah, kan?" Rio menatapku lekat. "Bener, Rio. Aku memasaknya dengan higienis. Tapi kenapa bisa keracunan?""Tidak ada yang kadaluwarsa, kan?"Aku menggeleng. Selama ini aku selalu memastikan tanggal kadaluwarsa bahan makanan sebelum memasaknya. Semua sudah kujaga agar tak merugikan customer. Namun kenapa kali ini bisa terjadi? "Gimana dong, Ri? Aku takut."Rio segera menggenggam tangan kanan ini Netranya menatap lekat padaku. Sikap yang mengatakan semua akan baik-baik saja. Dia kembali menguatkan saat aku rapuh. Bahkan menepis ketakutan yang singgah dan menguasai hati. "Aku yakin semua akan baik-bai

  • Cincin Palsu Dari Suamiku   Keracunan

    "Mas Toni!"Lelaki itu melotot, gula yang ada di tangan ia hempaskan, jatuh berserakan. Dengan cepat ia berlari, meninggalkan aku. Dia ketakutan. Mas Toni berlari tunggang langgang hingga menabrak wanita bertubuh gempal yang sedang membuka pintu. Kepala Mas Toni membentur pintu, tapi dengan cepat ia berdiri, lari keluar toko. Dia meloloskan diri. "Dasar lelaki gak punya mata!" hardik lelaki itu, namun percuma mantan suamiku sudah pergi. "Mbak gak papa," tanya penjaga mini market tersebut. "Gak papa, Mbak."Aku pun segera memberesi barang belanjaan yang berserakan. Satu persatu kumasukkan kembali ke dalam keranjang. Hanya gula yang masih berceceran di mana-mana. "Nanti biar saya sapu, Mbak. Mbak lanjutan atau saja, atau mungkin langsung ke kasir," ucap penjaga toko tersebut. "Makasih, ya, Mbak." Wanita itu mengangguk lalu melangkah pergi, mungkin mengambil sapu untuk meMemalukan saat banyak pasang mata mengawasi gerak-gerikku. Semua gara-gara Mas Toni. Aku menjadi bahan tontonan

  • Cincin Palsu Dari Suamiku   Bertemu

    "A--aku tak bisa, Rio."Senyum yang sempat hadir seketika redup, bahkan nyaris hilang. Tangan yang menggenggamku pun ikut terlepas. Rio kecewa. Sebenarnya ini yang aku takutkan. Melukai orang yang begitu baik seperti dia. Namun sebuah hati tak bisa dipaksa, bukan? Rio menghembuskan napas kasar, menatap lurus ke depan. Lautan dengan ombak melambai, mencari perhatian. Lelaki di sampingku diam, entah menikmati atau tenggelam dalam rasa kecewa. Di sini aku ikut membisu, bingung harus memulai dari mana. Seolah kata-kata itu hilang, dihempas oleh ombak di lautan. Ah, apa yang harus aku lakukan? Ikut diam atau bagaimana? Tuhan, aku membenci keadaan ini. "Kamu marah, Rio?" tanyaku pelan, hampir saja tak terdengar. Kalah dengan suara alam. "Apa aku bisa marah sama kamu, Ra?"Kembali aku terdiam. Sejauh ini Rio tak pernah marah denganku. Dia seseorang yang selalu ada ketika aku terpuruk. Inilah yang membuatku merasa bersalah karena telah menolaknya. "Aku tahu sudah ada nama Aziz di hati

DMCA.com Protection Status