Ting!
[Mas, jangan lupa pesananku nanti malam ya, Love you. Mmuuaaacch]Keningku berkerut melihat sebuah pesan WA yang masuk di ponsel suamiku. Pengirimnya adalah Kartika, tetanggaku yang seorang janda muda. Rumahnya berjarak sepuluh rumah dariku.Untuk apa Kartika ngirim pesan mesra ke WA suamiku? Atau jangan-jangan dia salah kirim?Ting![Mas, kenapa dibaca doang? Balas dong sayang]Tulisnya lagi di pesan WA. Ini artinya, Kartika tidak salah kirim, pesan ini benar-benar ditujukan ke Mas Hendi, suamiku. Apakah diam-diam mereka punya hubungan khusus di belakangku? Tak ada chat yang lainnya kecuali dua pesan yang terkirim barusan. Mungkin Mas Hendi sudah menghapusnya terlebih dahulu.Di rumah, aku membuka warung sembako yang cukup komplit, segala macam kebutuhan tersedia disini. Aku juga membuka jasa delivery order, mereka akan pesan lewat SMS atau WA dan kami akan mengantarkannya ke rumah atau alamat tujuan. Lebih tepatnya Mas Hendi-lah yang membantuku menjadi kurir setiap hari. Kami memang membuka jasa seperti itu agar memudahkan para pelanggan. Istilahnya jemput bola.Selama ini tak ada masalah yang berarti. Bahkan aku menganggap usahaku ini makin berkembang pesat. Di kompleks perumahan kami yang sebagian besar para pekerja, membuat usahaku ini diminati banyak orang. Bukan hanya kompleks perumahan kami saja, seringnya Mas Hendi pun mengirimkan barang sampai ke desa-desa sebelah."Dek, gimana apa ada pesanan yang lain lagi?" tanya Mas Hendi yang baru keluar dari kamar mandi. Handuk masih melingkar di bagian tubuhnya. Badannya terlihat lebih segar dan bersih setelah membasuh diri dengan guyuran air shower. Setelah seharian lelah beraktivitas, berkutat dengan barang-barang belanjaan.Memang biasanya, aku mengecek segala pesan yang masuk ke nomor suamiku atau nomorku sendiri perihal pesanan para konsumen. Tapi malam ini, aku mendapati pesan yang tak biasa. Rasanya pengen tak hiiih saja."Ada nih mas, WA dari Kartika. Tapi kok chatnya mesra begini ya? Memangnya dia pesan apaan sih, Mas?" tanyaku.Kulihat rona wajah Mas Hendi berubah. Sulit diartikan lewat kata. Ia segera meraih ponsel dan membacanya."Gak usah diambil hati lah. Paling cuma iseng-iseng doang," ujar Mas Hendi kikuk."Memangnya dia pesan apa, Mas?" tanyaku penuh selidik."Ada catatannya kok di buku. Biar mas yang siapin deh barang-barangnya. Kamu istirahat saja, kayaknya kamu kecapekan," sahut Mas Hendi.Cupp, ia mengecup keningku dengan lembut."Mandi dulu gih, biar segeran dikit. Biar pikiranmu gak penat jadi gak curigaan melulu," pungkasnya lagi.Aku terdiam. Jujur, aku memang kepikiran dengan chat mesra dari tetanggaku itu. Bukan apa-apa, tapi kenapa harus pake sayang-sayangan segala dan emoticon love. Apa maksudnya coba?"Berarti malam ini ada lima lagi pesanan yang belum diantar ya, dek?" tanya Mas Hendi.Aku mengangguk. Lima pesanan lagi kalau memang ada pesanan dari Kartika. Setiap harinya tak jarang 20 hingga 30 paket yang perlu diantarkan ke pembelinya. Tapi banyak juga yang langsung datang ke toko.Mas Hendi sudah berganti baju. Celana jeans dan kemeja kaos warna biru elektrik, membalut tubuhnya yang tegap atletis.Tumben pakai baju yang rapi begitu, seperti mau kencan saja? Batinku mulai bertanya-tanya."Ya sudah, kamu mandi terus istirahat. Mas biar dibantu sama Mbok Jum untuk menyiapkan barang-barangnya," ucapnya lagi.Mbok Jum adalah asisten rumah tangga kami, umurnya sudah paruh baya. Ia tinggal bersama di rumah kami, ia memang sudah mengabdi puluhan tahun disini, sejak aku masih kecil. Rumah yang kutempati saat ini adalah rumah peninggalan almarhum orang tuaku.Sedangkan Mas Hendi, dulunya ia adalah pegawai kantoran. Namun karena ada pengurangan karyawan, Mas Hendi ikut diPHK, tanpa pesangon apapun. Sekian lama mencari kerja namun tak kunjung didapat. Akhirnya kuminta ia untuk membantuku berjualan. Hingga akhirnya aku membuka jasa delivery order. Untuk sekarang, kebutuhan kami sudah sangat tercukupi dari warung sembako ini.Selesai mandi dan makan bersama, Mas Hendi sudah menstater motor tossa-nya dan mengangkut barang pesanan konsumen. Kebetulan ada yang pesan beras satu kantong serta gas melon dan isi ulang air mineral.Tidak banyak barang yang diantar, berarti Mas Hendi bisa pulang lebih cepat, ucapku dalam hati. Namun karena rasa penasaranku lebih dominan, jadi ingin kupastikan sendiri apa yang dilakukannya diluar sana.Setelah Mas Hendi pergi, aku segera bergegas ke dalam mengambil jaket, helm dan menyambar kunci motor, tak lupa handphone kubawa."Mbok, kita tutup saja warungnya, saya ada perlu diluar rumah," ujarku pada Mbok Jum."Baik, Non."Dengan sigap, mbok Jum membantuku menutup folding gate toko."Saya pergi dulu ya, Mbok.""Iya non, hati-hati dijalan."Kulajukan motorku, tanpa susah payah kuikuti Mas Hendi dari jauh, kebetulan akupun sudah hafal rutenya. Seharusnya pesanan Kartika lebih dulu yang diantar, tapi saat lewat di depan rumahnya, tak ada tanda-tanda Mas Hendi disana. Pasti ke tujuan yang lain dan rumah Kartika tujuan terakhirnya.Ternyata benar dugaanku. Setelah Mas Hendi mengantarkan pesanan ke tempat yang lain, ia menghentikan motor tossa-nya di halaman rumah Kartika. Turun lalu mengambil barang belanjaan. Sedangkan aku berhenti di pinggir jalan. Tak ada yang curiga kalau ada aku disini, apalagi jalan hanya dipasangi lampu berwarna kuning temaram. Segera kuambil handphone dari slingbag-ku untuk merekam apa yang mereka lakukan.Kulihat Kartika menyambut Mas Hendi di depan pintu. Senyuman wanita itu tampak sumringah. Tak segan-segan ia memeluk Mas Hendi lalu menghadiahi kecupan di pipi kanan dan kirinya.Deg! Dadaku rasanya panas terbakar api cemburu. Dilihat dari bahasa tubuhnya, sepertinya mereka sangat dekat.Kartika menarik lengan Mas Hendi dan membawanya masuk ke dalam rumah. Lalu pintu itu tertutup dengan rapat. Ingin sekali kulabrak janda sial*n itu. Tapi tidak, rasanya kurang etis. Yang salah disini bukan hanya wanita pelakor itu, tapi juga suamiku yang meladeninya. Baiklah, akan kumpulkan bukti-bukti perselingkuhanmu dulu, Mas.Jangan salah menilaiku, aku bukanlah wanita lemah yang gampang kau bodohi. Kau bermain di belakangku, aku juga akan bermain cantik di depanmu.Sudah satu jam, Mas Hendi tak kunjung keluar dari rumah. Pikiranku melayang membayangkan hal yang tidak-tidak terjadi di dalam sana.Suasana perumahan tampak sepi meskipun waktu baru menunjukkan pukul sepuluh malam. Mereka lebih memilih berdiam diri di dalam rumah, beristirahat untuk aktivitas besok pagi.Pintu terbuka, Mas Hendi keluar dengan penampilan yang sedikit berantakan, pun dengan Kartika, sepertinya ia lupa mengancingkan piyama tidurnya di bagian atas hingga terlihat belahan dadanya menyembul."Mas, jangan lupa besok ya!" rajuk Kartika manja."Iya, aku pulang dulu," jawab Mas Hendi.Aku segera bersembunyi dibalik bunga-bunga yang ditanam dipinggir jalan.Tak lama setelah Mas Hendi pulang dengan motor itu, akupun bergegas pergi. Bukan pulang ke rumah, melainkan ke tempat penjual martabak."Kamu habis dari mana?" tanya Mas Hendi, dia membukakan pintu dan menyambutku penuh pertanyaan."Beli ini ...""Kamu habis dari mana?" tanya Mas Hendi."Beli ini ..." jawabku, sembari menyodorkan bungkusan kresek berisi martabak."Kenapa tadi gak WA aja, mas kan bisa belikan untukmu."Aku tersenyum. "Sekalian cari angin, mas. Eh malah di sananya ngantri, jadi pulangnya agak telat."Mas Hendi mengekor di belakangku. "Kamu baru pulang juga, Mas?" tanyaku."Iya.""Kenapa? Terus kenapa itu kamu ganti baju? Habis mandi lagi?""Iya, mas gerah. Tadi di rumah Kartika, mas disuruh benerin kompor dulu jadi agak lama disana.""Hah? Beralih jadi tukang servis nih?" tanyaku dengan nada menyindir."Kasihan, Dek. Katanya dari siang dia gak bisa masak karena kompornya ngadat.""Oh. Hati-hati lho, berawal dari kasihan bisa menjadi cinta.""Haha, ya enggaklah. Kamu ada-ada aja deh. Kenapa sih kok cemberut gitu? Cemburu ya?""Hah? Enggak kok, ngapain cemburu. Kalau sampah ya buang aja pada tempatnya.""Maksudnya apa, Dek?" tanya Mas Hendi dengan kening berkerut."Ini lho mas, sampahnya dibuang di tempat sampah,
Aku tak pernah menyangka, ternyata tetangga yang baru pindah enam bulan yang lalu di kompleks perumahan itu kini justru menjadi pelakor dalam rumah tanggaku. Perkenalanku pertama kali dengannya adalah saat ia membeli kebutuhan sehari-hari dalam toko-ku, ia berbelanja cukup banyak hingga kerepotan. Dan akulah yang meminta Mas Hendi untuk membawakan barang belanjaannya. Saat itu, ia mengenalkan diri dengan nama Kartika. Dan pindah kemari karena habis diceraikan oleh sang suami. Hari-hari berikutnya ia sering ke toko untuk sekedar berbelanja. Bahkan aku menawarinya jasa online. Bila ada kebutuhan yang mau dibeli biar kami yang mengantarkan sampai rumah, ia hanya kasih list daftar belanjaannya saja ke nomorku dan transaksi setelah barang sampai di rumah. Karena kulihat ia cukup sibuk beraktivitas, entah bekerja sebagai apa, tapi yang jelas ia sering pergi mengenakan pakaian seksi dan kurang bahan itu.Tak sekalipun terlintas bahwa suami akan mengkhianatiku. Keseharian kami yang selalu b
Saat aku ingin menghampirinya, tiba-tiba ponselku bergetar berulang kali, cukup menggangguku. Aku menoleh sebentar, mereka masih berdiri di depan resepsionis.Kuraih handphoneku, nomor rumah memanggil. Ada apa ya mbok Jum meneleponku disaat yang tidak tepat. Kuabaikan saja panggilan itu, tapi lagi-lagi handphoneku bergetar. Sepertinya sangat penting.[Hallo assalamualaikum mbok, ada apa?]-- sahutku, kembali menjauh agar tidak terlihat oleh mereka.[Waalaikum salam. Non, ibu Wirda datang]-- sahut Mbok Jum dari seberang telepon dengan nada khawatir. Bu Wirda adalah ibu mertuaku, ibunda Mas Hendi.[Mbok, tolong suruh tunggu aja dulu ya. Saya masih ada perlu]-- jawabku sembari mengatur helaan nafas.[Mbok udah bilang non, tapi ibu datang sambil nangis-nangis][Lho nangis-nangis kenapa?][Anu non, katanya Non Freya sakit. Terus ada masalah apa, mbok juga kurang paham. Ibu nangis-nangis terus dari tadi. Tadi juga mbok udah coba hubungi Mas Hendi, tapi gak diangkat-angkat, non][Ya sudah mbo
"Nak, kamu kenapa? Kok kamu bisa seperti ini. Terus ini siapa? Hendi mana?" Ibu mertua memberondongku dengan pertanyaan seraya membantuku memapah sampai duduk di kursi."Kamu gak sama Hendi?" tanyanya lagi."Enggak Bu, tadi aku pergi sendirian, ada perlu. Mas Hendi gak tahu pergi kemana, tadi pagi pamit katanya mau ketemu teman.""Tadi mbok Jum udah coba telepon ke Hendi, gak diangkat malah katanya sekarang nomor teleponnya tidak aktif," sahut ibu."Baterainya lowbet kali, Bu.""Iya mungkin. Terus ini kenapa kakimu jadi seperti ini? Harusnya kamu hati-hati kalau bawa motor.""Maaf Bu, ini murni kesalahan saya. Saya yang sudah membuat Mbak Reina celaka." sela Mas Rusdy. Ibu menoleh ke arahnya. "Tadi saya yang menabraknya, Bu," lanjut Mas Rusdy lagi."Gak apa-apa kok, Bu. Mas Rusdy gak sengaja karena tadi aku yang ngerem mendadak.""Ya sudah, udah kayak gini mau diapain lagi. Sekarang, kamu harus istirahat sampai kakimu sembuh. Biar nanti ibu bilang ke Hendi, pergi kok lama banget sampe
POV HendiEnam bulan yang laluMatahari sangat terik, panasnya begitu menusuk ke kulit. Saat ini aku masih berkutat dengan beberapa pesanan pelanggan toko Reina. Apalagi yang pesan jauh dari lokasi perumahan, membutuhkan waktu dan tenaga lebih ekstra.Kutepikan motor tossa ini di bibir jalan, mengambil botol air mineral lalu meneguknya hingga sisa setengah untuk sekadar menghilangkan dahaga.Netraku sibuk mencari kala mendengar suara tangis seorang perempuan. Kukira memang ada penampakan pada siang bolong begini, nyatanya benar. Penampakannya ialah seorang wanita yang cantik dan sangat kukenali.Itu bukannya Kartika? Aku bertanya pada diriku sendiri, saat melihat wanita itu duduk sambil menangis pilu. Ya, aku sangat mengenalinya. Perempuan yang sangat kucintai dimasa lalu, sampai saat ini juga aku masih belum bisa melupakannya walau aku sudah menikah dengan orang lain, lima tahun terakhir ini.Aku segera menghampirinya. "Kartika?" sapaku.Ia mendongak, tampak terkesiap kaget saat mel
"Mas, sini lho. Ini bantuin mbaknya bawain belanjaan. Mbaknya repot, belanjaannya banyak," pinta Reina.Kartika tersenyum pada Reina, lalu menoleh ke arahku. Aku menangkap keterkejutan di wajahnya saat melihatku kembali."I-iya dek," jawabku tergagap.Reina tersenyum, istriku itu memang ramah pada setiap orang. Suka membantu. Seminggu sekali biasanya tiap hari Jum'at ia akan mengadakan santunan anak yatim atau berbagi makanan dengan para orang miskin. Entahlah, aku tak mengerti, uang Reina seakan tak ada habisnya. "Oh iya mas, Mbak Kartika ini tetangga baru, yang ngontrak di rumah Pak Komar. Baru pindah tadi, tolong kamu bantu bawa belanjaannya ya mas."Aku mengangguk lalu bergegas mengambil motor untuk membawa belanjaan itu. Sedangkan Kartika sudah pulang lebih dulu dengan berjalan kaki.Deg deg deg!Entah kenapa jantungku berdegup lebih kencang dari biasanya. Motorku berhenti di halaman rumah, lalu menurunkan belanjaannya itu."Makasih ya mas, sudah bantuin aku," ucapnya sambil te
Ternyata mudah sekali membohongi Reina, ia langsung percaya saja apa yang kukatakan. Sepertinya jalanku semulus jalan kereta api, tidak ada macet-macetnya.Berganti hari, seperti biasa aku masih membantu Reina, mengantarkan pesanan para pelanggan. Tapi setiap pulang aku selalu mampir ke rumah Kartika, sekedar bertemu melepas rindu.Hingga sebulan sudah pernikahan rahasia kami. Malam itu, Reina yang cuek pada handphone-ku tiba-tiba memeriksanya. Aku tak sengaja melihatnya sedang memegang handphoneku."Dek, gimana apa ada pesanan yang lain lagi?" tanyaku pada Reina--istriku yang kaya dan baik hati itu."Ada nih mas, WA dari Kartika. Tapi kok chatnya mesra begini ya? Memangnya dia pesan apaan sih, Mas?" tanya Reina sambil mengerutkan keningnya.Aku meraih handphoneku lalu membaca pesan dari Kartika.[Mas, jangan lupa pesananku nanti malam ya, Love you. Mmuuaaacch]Deg! Jantungku mulai berpacu cepat. Aku pun lupa memberi tahu Kartika agar tidak menghubungiku dulu ketika di rumah. Ya waja
"Dek, harusnya kamu hati-hati. Kalau butuh sesuatu panggil mas," ucapku penuh penekanan. Ekspresinya hanya datar saja. Reina dengar tidak ya?"Aku tadi dah manggil kamu, mas. Tapi sepertinya kamu gak dengar.""Memangnya kamu butuh apa? Tadi mas lagi ngobrol sama ibu.""Mas, bisa tidak besok bantuin aku?""Bantuin apa?""Ini mas, ada banyak pesanan masuk, sedangkan kakiku kan lagi begini--""Duh gimana ya dek, sepertinya mas tidak bisa. Besok kan mas mau ke kantornya Rusdy.""Oh. Berarti aku harus cari orang lagi.""Maaf ya, kalau senggang pasti mas bantuin kamu."Reina mengangguk."Nak, ibu mau pulang dulu ya. Kasihan Freya," pamit ibu."Oh iya Freya kenapa, Bu? Katanya Freya sakit?" tanya Reina."Tidak apa-apa nak, biasa masalah anak muda."Reina mengangguk. Tampaknya dia benar-benar tidak tahu. Syukurlah.***Ting[Mas, malam ini bisa gak ke rumah? Aku dah kangen lagi sama kamu]Sebuah pesan yang dikirim oleh Kartika. Aku tersenyum. Heran sama perempuan ini, tadi siang udah seharian
Season 2 Part 26"Mbak Anita, aku titip Bayu. Tolong jaga dan rawat dia dengan baik. Anggap saja dia sebagai anakmu. Aku percaya padamu, sekali lagi maaf aku merepotkanmu," ucap Viona sesaat sebelum masuk ke jeruji besi.Dia divonis bersalah dengan masa hukuman lima belas tahun penjara. Kulirik bocah kecil dalam gendonganku, aku trenyuh saat menatapnya. Di usia sekecil ini, ia harus ditinggal oleh ayah dan ibunya. Rasa kasihan muncul begitu saja. Ya, aku merasa kasihan, takutnya ia terlantar.Aku melirik lelaki yang berdiri di sampingku. Ia tersenyum."Ikuti saja kata hatimu."Hanya ucapan itu yang keluar dari bibirnya, membuat tekadku mantap untuk merawatnya layaknya anakku sendiri. Walaupun kedua orangtuanya pernah menyakitiku, tapi anaknya tidak bersalah. Mungkin ini ujian bagiku agar tetap bersabar.***"Dek, besok kakak akan resmi melamarmu bersama orang tua kakak. Setelah itu, kakak akan langsung mengurus pernikahan kita," ucapnya saat itu. Enam bulan sudah berlalu, ia masih sa
Season 2 Part 25POV Viona"Maaf. Maafkan semua kesalahanku. Aku sudah berbuat jahat padamu.""Apa maksudmu, Mbak?""Aku ... Aku ..."Kuhela nafas dalam-dalam, untuk meringankan gejolak di dada. Baiklah, aku ingin berubah. Hukuman apapun akan kuterima. Aku sudah salah, jadi harus kupertanggungjawabkan ini semua. "Sebentar mbak, sepertinya pembicaraan ini cukup serius. Aku bawa Bayu ke kamar dulu."Aku memandanginya, Anita terlihat begitu tulus sayang sama Bayu. Tak lama, Anita kembali."Ada apa, Mbak?" tanyanya."Maafkan atas semua kesalahanku. Aku, aku yang sudah membuatmu celaka," sahutku sambil terisak."Apa kamu bilang?"Plaaakk!!Tiba-tiba, sebuah tamparan mendarat di pipiku. Kurasakan pipiku sangat panas, pedih dan perih."Kak, jangan kasar sama wanita. Kasihan, Kak." Kupegang pipi yang pasti sudah memerah ini. Lelaki itu yang sudah menamparku. Justru dia yang lebih marah dari pada Anita. Matanya nyalang menatap ke arahku."Duh, kamu ini terlalu baik, Dek! Wanita sejahat dia t
Season 2 Part 24POV VIONA"Viona sayang, cepat kau siap-siap," ucap Leo sambil mengedipkan mata genitnya."Mau kemana?""Kamu gak mau kan tertangkap polisi?""Maksudnya?""Sayang, polisi mulai mengejar kita. Apa kamu mau hidup di penjara?"Aku menggeleng perlahan. Dadaku berdegup lebih kencang. Entahlah selama beberapa hari ini hidupku tidak tenang, seperti dikejar-kejar oleh perasaan bersalah."Kita akan pergi keluar kota, luar pulau kalau bisa.""Beri aku waktu.""Baiklah, mulai besok kita akan pergi.""Tapi--""Ah iya satu lagi, sekarang kau sudah jadi milikku. Bercerailah dari suamimu. Terserah apapun alasanmu, kamu harus berpisah dengannya."Aku menunduk dalam. Kalau akhirnya seperti ini, aku tak mungkin mau mencelakai Anita. Yang kudengar kabar terakhir tentang Anita, dia lolos dari maut. Tapi kenapa polisi justru akan menangkapku? Yang bersalah disini adalah Leo, bukan aku. Kenapa kesialan terus menerus menghantuiku? "Bukankah dia tidak jadi mati? Kenapa polisi--""Polisi te
Season 2 Part 23POV AryaUntuk beberapa jeda, Anita menoleh ke arahku, tatapannya begitu sayu dan mendung."Kak, apa yang terjadi?" tanyanya pelan. Anita terlihat sangat lemah.Aku hanya tersenyum, belum berani mengatakan yang sejujurnya. Takut ia kembali shock.Tak lama, perawat datang bersama dokter jaga. Lalu memeriksa kondisi Anita. Kondisinya memang belum stabil, tapi sudah menunjukkan kemajuan."Kak, gimana keadaan ayah?" tanyanya kemudian.Deg. Bagaimana aku menyampaikan berita sebenarnya pada Anita. Haruskah kukatakan yang sejujurnya? Tapi aku takut kondisinya akan drop kembali."Tenanglah dek, ayahmu baik-baik saja. Kamu harus sehat ya, jangan pikirkan yang lain dulu."Anita mengangguk lalu tersenyum. Tiba-tiba ia meraba perutnya."Bayiku, mana bayiku...?! Mana bayiku?!" tanyanya histeris, saat menyadari kehilangannya."Sayang, tenanglah. Bayimu sudah tidak merasakan sakit lagi. Kamu kegugur--""Tidak, itu tidak mungkin! Aku tidak mungkin keguguran, Kak! Tolong kembalikan ba
Season 2 Part 22"Paman tahu perasaanmu padanya. Kamu mencintai Anita, bukan? Paman merestui kalian. Tolong jaga Anita untuk paman--"Suaranya tertahan, tanpa terasa butiran bening jatuh di pipi keduanya. "Ya, Paman, pasti. Paman tidak usah khawatir, saya akan menjaga mereka dengan baik. Paman, cepatlah sembuh, agar bisa melihat pernikahan kami."Pak Rusdy tersenyum, kemudian ia pamit untuk tidur. Arya tak pernah menyangka kalau tidurnya adalah tidur untuk selamanya dan tak pernah kembali lagi."Innalilahi wa innailaihi roji'un--" ucap dokter saat ia memeriksanya.Semua hening, seolah tak percaya Pak Rusdy berpulang begitu cepat, padahal Anita pun belum sadar dari komanya.Fandi dan Bi Surwi menangis tergugu. Kehilangan orang yang sangat penting dalam hidup adalah menyakitkan.Arya menelepon beberapa orang kepercayaannya, untuk mengurus segala keperluan pemakaman Pak Rusdy.Para relasi, karyawan serta staff perusahaan ikut berbela sungkawa atas kepergiannya.***Sementara di balik je
Season 2 Part 21"Tentang perasaan kakak padamu. Kakak tahu ini tabu. Tapi---" ucapannya terhenti ketika melihat sosok laki-laki paruh baya itu datang mendekat."Lho kok pada diam? Lagi pada serius ngobrolin apa?" tanya Pak Rusdy.Mereka saling berpandangan. Tegang."Ah itu Paman ..." Arya melirik ke arah Anita yang tampak menggeleng pelan lalu menunduk dalam. Sepertinya ia tak setuju kalau Arya mengatakan yang sejujurnya. Ia takut sang ayah tidak setuju."Sini duduk dulu, Paman. Biar sekalian saya kupasin buahnya ya, hahaha ..." Arya mencoba mencairkan suasana. Pak Rusdy hanya tersenyum simpul lalu melirik putrinya yang sedari tadi diam."Menurut Paman gimana kalau ada laki-laki yang menyukai Anita dan melamarnya?" tanya Arya basa-basi sembari mengupas buah apel yang ada di tangannya."Memangnya siapa? Dia tidak dekat dengan siapapun kecuali kamu," sahut Pak Rusdy."Hahaha, ini kan misalnya ...""Paman tidak akan memaksa Anita lagi, semua terserah padanya. Kalau Anita suka, Paman ak
Season 2 Part 20"Apaaa? gagal, Mas?" pekik Viona, kecewa."Sorry Vi, tadi keburu ada yang dateng menolongnya, kami sempat berkelahi, terus ada polisi juga. Jadi kami kabur.""Ish ... Punya mantra apa sih wanita itu, kenapa selalu saja beruntung! Pokoknya aku gak mau tau ya mas, kamu harus menghancurkan dia! Bagaimanapun caranya.""Iya, iya Viona'ku sayang. Kamu jangan khawatir.""Pokoknya aku mau lihat dia hancur, Mas! Karena dia sudah menghancurkanku!" seru Viona lagi. Dendam dan amarah kasih menguasai hatinya.***Arya membopong tubuh Anita dan membawanya masuk ke dalam mobil. Perasaanya diliputi kekhawatiran yang berlebih. Ia takut terjadi apa-apa terhadap Anita. Arya mengendarai mobilnya cukup kencang. Sampai di rumah sakit, Anita langsung ditangani oleh tenaga medis.Laki-laki itu tampak berjalan mondar-mandir di depan ruang perawatan. Gelisah. Ia masih menunggu hasil pemeriksaan Anita. Entahlah, ia sendiri tidak tahu jelas dengan perasaannya. Perasaannya bukan hanya sekedar ra
Season 2 Part 19Usai kepergian Mas Bagus, aku masih berada di kantor, menunggu ayah dan Kak Arya selesai meeting lanjutan. Rencananya kami akan pulang bersama sore nanti.***"Bagaimana perasaanmu, Nak? Apa kamu sudah lebih baik?" tanya ayah saat kami akan berjalan menuju ke rumah. "Ya, Ayah. Jauh lebih baik dari sebelumnya," sahutku seraya mencari kunci pintu."Syukurlah. Kapan kamu mau pindah dari sini?""Ayah, Anita perlu waktu untuk mengemas barang-barang disini.""Gak usah khawatir, biar kakak bantu," tukas Kak Arya.Mereka duduk di sofa sambil menyenderkan tubuhnya, sesekali matanya tampak terpejam. Tiba-tiba ponsel ayah berdering."Assalamualaikum, ya halo. Ada apa, Bi? Fandi? Ya, ya saya segera pulang."Ayah beranjak dari duduknya. "Kenapa, Ayah? Ada apa dengan Fandi?" tanyaku khawatir."Kata Bi Surwi, tubuhnya babak belur. Mungkin berkelahi lagi itu anak. Ayah pulang dulu ya," sahut ayah agak tegang."Nita ikut, Yah.""Jangan. Kamu istirahat disini saja. Gak boleh stress
Season 2 Part 18POV Viona"Selamat sore, dengan Bu Viona?" --ucap suara dari seberang telepon."Iya saya sendiri," sahut wanita itu harap-harap cemas."Kami dari kepolisian.""Iya pak, ada apa?""Pak Bagus ditangkap atas tuduhan korupsi dan menggelapkan uang perusahaan.""Apaa?""Kami hanya ingin menginformasikan hal itu, bila ada pertanyaan lebih lanjut, silahkan datang ke kepolisian.""Baik, pak. Terima kasih""Sama-sama. Selamat sore.""Sore"Panggilan itu terputus begitu saja. Kenapa Mas Bagus bisa di penjara? Siapa yang melaporkannya? Bukankah ia menantu pemilik perusahaan? Kenapa ambil sedikit uangnya saja dituduh korupsi dan menggelapkan uang perusahaan? Lalu bagaimana dengan nasibku dan Bayu? Apalagi pembangunan rumah di kampung belum selesai, sekarang justru Mas Bagus masuk penjara. Aargghh.Anita pasti bisa membantunya keluar dari penjara. Aku yak