Ternyata mudah sekali membohongi Reina, ia langsung percaya saja apa yang kukatakan. Sepertinya jalanku semulus jalan kereta api, tidak ada macet-macetnya.
Berganti hari, seperti biasa aku masih membantu Reina, mengantarkan pesanan para pelanggan. Tapi setiap pulang aku selalu mampir ke rumah Kartika, sekedar bertemu melepas rindu.Hingga sebulan sudah pernikahan rahasia kami.Malam itu, Reina yang cuek pada handphone-ku tiba-tiba memeriksanya. Aku tak sengaja melihatnya sedang memegang handphoneku."Dek, gimana apa ada pesanan yang lain lagi?" tanyaku pada Reina--istriku yang kaya dan baik hati itu."Ada nih mas, WA dari Kartika. Tapi kok chatnya mesra begini ya? Memangnya dia pesan apaan sih, Mas?" tanya Reina sambil mengerutkan keningnya.Aku meraih handphoneku lalu membaca pesan dari Kartika.[Mas, jangan lupa pesananku nanti malam ya, Love you. Mmuuaaacch]Deg! Jantungku mulai berpacu cepat. Aku pun lupa memberi tahu Kartika agar tidak menghubungiku dulu ketika di rumah. Ya wajar sih, mungkin dia kangen padaku. Duh, semoga saja tidak ketahuan dan Reina tidak curiga. Akupun berkilah, paling Kartika hanya iseng saja.Lagi, Reina percaya saja padaku meskipun ada drama malam-malam namun aku berhasil meyakinkannya. Aku berpura-pura acuh saat ia terus saja bertanya tentang Kartika. Tak mungkin aku berterus terang padanya mengenai hal ini, sama aja aku bunuh diri.Besok adalah waktunya aku berjalan-jalan dengan Kartika, kebetulan Rusdy--teman saat kami bekerja dulu menghubungiku untuk bertemu. Ia bilang ada pekerjaan untukku. Bukankah ini moment kebetulan yang sangat menguntungkan?***Seharian penuh aktivitasku berjalan dengan lancar, bertemu Rusdy lalu bersenang-senang dengan Kartika. Bukankah aku laki-laki yang sangat beruntung?Aku mengajak Kartika berbelanja di mall, ia tampak bahagia saat memilih-milih baju kesukaannya. Setelah itu kami lanjut pergi ke hotel. Ya layaknya pengantin baru, kami berbulan madu, meskipun waktunya cukup singkat.Menjelang malam aku baru sampai di rumah. Hatiku berbunga-bunga seakan mendapatkan energi positif berlipat-lipat.Alangkah terkejutnya saat kulihat Rusdy berada di rumah. Kenapa ia bisa tahu rumahku? Ada ibu dan juga Reina yang tampak kesakitan.Rusdy menatapku tajam, membuatku salah tingkah saja. Jangan-jangan dia mengatakan sesuatu pada Reina?"Ah ini kok bisa--, maksudku kamu kok tahu aku kalau aku tinggal disini?" tanyaku gugup."Hush! Kamu kok malah berkata seperti itu! Nak Rusdy itu yang sudah menyelamatkan istrimu, dia mengantarnya sampai ke rumah," tegur ibu membuatku makin gelagapan saja.Tapi dari reaksi Reina kulihat sepertinya Rusdy tak mengatakan apapun pada istriku yang bodoh itu. Sembari berusaha menguasai suasana, aku mengajak Rusdy duduk lalu mengenalkan pada ibu dan Reina, kalau dia yang sudah mengajakku bekerja sama."Mungkin saya perlu memikirkan ulang untuk hal ini," jawab Rusdy."Maksudnya apa? bukankah tadi kita sudah deal?""Kita bicarakan nanti saja, saya permisi pulang dulu. Saya pamit ya Bu, mbak Reina. Assalamualaikum," sahutnya lagi.Cukup tercengang mendengar jawaban Rusdy. Apa maksudnya, memikirkannya kembali?Tidak, besok aku harus melobinya lagi, kesepakatan kita kan sudah deal, enak saja main membatalkan begitu saja. Mau taruh dimana mukaku di hadapan Kartika maupun Reina.Setelah Rusdy pergi, aku fokus ke Reina. Kenapa bisa dia kecelakaan seperti ini dan Rusdy yang menolongnya? Istriku yang super sibuk ini sebenarnya habis pergi dari mana? Hah! Menyebalkan sekali! Bisa hancur kalau Reina tahu semua rahasiaku.Aku membawa Reina ke kamarnya, agar dia bisa beristirahat. Kasihan juga melihatnya kesakitan begitu."Kamu istirahat dulu ya, nanti biar mas yang siapkan air hangat untuk kamu mandi. Kalau butuh sesuatu tinggal bilang aja. Mas benar-benar khawatir keadaanmu seperti ini," ucapku sembari mencium keningnya.Namun kulihat ekspresinya seperti tidak suka. Aku harus berpura-pura manis lagi di hadapannya."Dek, maaf. Tadi harusnya selesai bertemu Rusdy, mas langsung pulang. Tapi mas pergi ke rumah teman mas yang lain. Maaf ya," ujarku selembut mungkin.Kukecup punggung tangannya, tapi ia justru menariknya. Ada apa ini? Apakah Reina marah? Ah biar nanti kubujuk dia lagi. Dengan senjata rayuan maut, dia pasti akan luluh kembali. Aku yakin itu."Hen, bisa bicara sebentar?" teriak ibu dari luar."Iya, Bu," sahutku. Aku beranjak menemui ibu. Kami berbincang di halaman belakang rumah. Sepertinya ibu ingin mengatakan hal yang penting."Ada apa, Bu?""Hen, adikmu shock berat.""Freya kenapa, Bu? Ada masalah apa?""Freya hamil, Hendi. Dia mencoba bunuh diri, untung tadi ibu memergokinya. Kalau tidak dia pasti sudah--" Ibu tak melanjutkan kata-katanya. Ia menangis tersedu. Air matanya bercucuran membasahi pipi."Kurang ajar! Apa dia hamil dengan pacarnya?"Ibu mengangguk.Aaarggghh!! Aku tak percaya Freya hamil, jadi pergaulan dia sudah sebebas itu?"Minta laki-laki itu untuk bertanggung jawab Bu!""Justru itu yang ingin ibu sampaikan.""Kenapa? Ada apa, Bu?""Pacarnya meninggal dalam kecelakaan maut tiga hari lalu. Dan sialnya kandungan Freya sekarang sudah 2 bulan, dia baru ngaku sama ibu setelah ibu mencecarnya habis-habisan. Ibu gak tahu harus bagaimana lagi dengan anak itu.""Sekarang keadaan Freya bagaimana, Bu?" tanyaku."Ibu mengurungnya di kamar. Ibu juga sudah mengancamnya agar dia tidak melakukan tindakan yang bodoh. Ibu benar-benar malu, gak tahu harus bagaimana dengan anak itu. Dia masih sekolah tapi sudah bergaul bebas seperti itu.""Nasi sudah menjadi bubur Bu, ibu menyesalpun sudah tak ada gunanya. Kehamilannya tak mungkin bisa ditutupi lagi, semakin lama pasti perutnya akan semakin membesar. Terus bagaimana, Bu? Apakah aman kalau digugurkan?""Freya keukeuh ingin mempertahankan bayi itu. Tapi mau ditaruh dimana muka ibu, dia hamil tanpa suami! Keluarga kita bisa jadi bulan-bulanan para warga! Apa kamu ada ide?" jelas ibu.Aku terdiam. Masalah ini cukuplah pelik. Harus bagaimana menghadapi masalah adikku?"Hen, bagaimana kalau seperti ini saja. Freya biar disembunyikan di suatu tempat, tapi ibu butuh bantuan Reina juga.""Maksud ibu?""Jadi selama Freya hamil, Reina juga berpura-pura hamil. Nanti kalau Freya melahirkan bayi itu, ibu akan langsung serahkan pada kalian untuk merawat bayi Freya. Apa kamu setuju?""Aku tidak yakin Reina setuju melakukan hal itu. Dia tidak mungkin mau berbohong, Bu," jawabku lagi."Terus bagaimana? Ibu kasihan pada Freya.""Aku punya usul, Bu. Bagaimana kalau kita menjebak Rusdy, agar dia bisa bertanggung jawab pada Freya. Dia mapan, aku yakin hidup Freya gak akan kekurangan. Lagi pula tadi ibu sudah lihat sendiri kan sosok Rusdy seperti apa?""Maksudmu? Kamu akan menjodohkan Rusdy sama Freya?""Iya, bukankah itu hal yang bagus. Kita diuntungkan dari keduanya. Hidup ibu pun akan lebih terjamin, aku juga akan mendapatkan pekerjaan layak.""Kamu yakin Rusdy mau menikahi Freya?""Kenapa tidak? Freya cantik, putih. Tenang saja Bu, aku akan mengatur semuanya. Ibu tinggal ikuti semua rencanaku. Bagaimana?"BRUUKK ...!Tiba-tiba terdengar suara terjatuh dari dalam. Aku segera menghampirinya, kulihat Reina terjatuh di dekat pintu. Kakinya seperti tidak bisa menopangnya berdiri."Lho Reina, kamu tidak apa-apa, Nak?" tanya ibu."Kamu kenapa, Dek? Kok bisa sampai sini? Harusnya tadi kalau butuh sesuatu tinggal panggil aku saja!" tukasku.Wanita itu hanya meringis kesakitan. Hah, dasar banyak tingkah! Disuruh diam di kamar saja malah berkeliaran. Jangan-jangan dia mendengar semua percakapanku dengan ibu atau ......"Dek, harusnya kamu hati-hati. Kalau butuh sesuatu panggil mas," ucapku penuh penekanan. Ekspresinya hanya datar saja. Reina dengar tidak ya?"Aku tadi dah manggil kamu, mas. Tapi sepertinya kamu gak dengar.""Memangnya kamu butuh apa? Tadi mas lagi ngobrol sama ibu.""Mas, bisa tidak besok bantuin aku?""Bantuin apa?""Ini mas, ada banyak pesanan masuk, sedangkan kakiku kan lagi begini--""Duh gimana ya dek, sepertinya mas tidak bisa. Besok kan mas mau ke kantornya Rusdy.""Oh. Berarti aku harus cari orang lagi.""Maaf ya, kalau senggang pasti mas bantuin kamu."Reina mengangguk."Nak, ibu mau pulang dulu ya. Kasihan Freya," pamit ibu."Oh iya Freya kenapa, Bu? Katanya Freya sakit?" tanya Reina."Tidak apa-apa nak, biasa masalah anak muda."Reina mengangguk. Tampaknya dia benar-benar tidak tahu. Syukurlah.***Ting[Mas, malam ini bisa gak ke rumah? Aku dah kangen lagi sama kamu]Sebuah pesan yang dikirim oleh Kartika. Aku tersenyum. Heran sama perempuan ini, tadi siang udah seharian
Part 10"Mas berangkat ke kantor dulu ya," pamit Mas Hendi pagi itu. Setelah kepergian Mas Hendi, tak lama datang 2 orang pemuda ke toko. Namanya Adit dan Eza, mereka keponakan Mbok Jum yang akan bekerja di tokoku. Jadi aku tak perlu pusing lagi, memikirkan bagaimana cara mengirimkan pesanan ke pelanggan. Apalagi akhir-akhir ini, tambah banyak pesanan yang masuk. Aku tinggal mengawasi mereka bekerja sambil duduk.Kakiku memang masih terasa sakit tapi, sudah mendingan tidak seperti kemarin. Beberapa ibu-ibu datang untuk berbelanja."Mbak Reina, saya mau beli detergent, shampoo sama sabun mandi masing-masing satu. Terus tepung terigunya satu kilo," ucap Bu Lena."Kalau saya, telor setengah kilo, minyak gorengnya satu liter mbak," ujar Bu Wiwi."Saya ini mbak, beras dua kilo, teh satu pak, gula pasir setengah kilo," ucap Bu Sarti.Aku mencatat semua pesanan ibu-ibu lalu memberikan catatan itu pada Eza untuk menyiapkan barang-barangnya."Eh maaf lho Mbak Reina. Sekarang suami mbak Rei u
Part 11[Mbak Rei, suami mbak lagi di rumah janda penggoda itu]Pesan WA dari Bu Wiwi membuatku terperanjat. Kulirik jam yang bertengger di dinding, waktu menunjukkan pukul sepuluh malam. Benar, Mas Hendi memang belum pulang ke rumah sejak berangkat kerja tadi pagi.Hah! Kuembuskan nafas kasar. Rupanya dia mampir ke tempatnya Kartika. Ia lebih memilih kesana dari pada pulang ke rumah istrinya? Dasar gila.Dengan segenap hati dan tekad kukirim balasan untuk Bu Wiwi.[Baik, Bu. Terima kasih infonya. Saya boleh minta bantuan ibu?][Boleh mbak, katakan saja. Apa yang bisa saya bantu][Bisa kumpulkan warga sekitar dan juga lapor Pak RT?][Oke, saya siap membantu. Ini maksudnya mau gerebek mereka, Mbak?][Iya Bu, tolong ya][Tapi apa Mbak Reina yakin?][Iya saya yakin. Nanti saya akan datang ditengah-tengah keributan][Wah, saya salut lho sama mbak. Hebat, gak cengeng][Iya Bu, kita harus memergoki apa yang mereka lakukan disana. Kita gak bisa biarin ini terus menerus][Betul, perselingkuha
Part 12"Dek, maaf. Mas bersalah karena tidak mengatakan yang sejujurnya dari awal. Tapi tolong, mulai hari ini terimalah Kartika jadi adik madumu."Mataku membulat mendengar ucapan Mas Hendi. Tega-teganya dia ... Apa dia sudah gak waras?"Apa aku gak salah denger, Mas?""Iya, mas yakin kamu mau menerima Kartika. Kamu adalah wanita yang baik hati, Dek. Kita bisa hidup berdampingan nantinya.""Enak banget kamu ngomong gitu, Mas. Apa kamu gak mikirin perasaan aku 'hah? Ah iya, tentu saja tidak. Karena sudah ada wanita ini di hatimu.""Dek ...""Jadi selama sebulan ini kalian sudah menikah diam-diam? Kamu sudah mengkhianati pernikahan kita, Mas. Apa salahku?""Dek ...""Kalau iya memang kenapa? Kita sudah menikah dari sebulan lalu karena kami saling mencintai. Mas, bilang saja kalau kita memang sudah menjalin hubungan asmara sedari dulu. Ya! Kita adalah sepasang kekasih, sebelum kau hadir di kehidupan Mas Hendi, bahkan kami hampir menikah, tapi semua kandas gara-gara kehadiranmu. Puasss?
Part 13Pulang dari tempat pengacara, kulihat Adit dan Eza sibuk menyiapkan barang-barang toko dengan jumlah yang banyak."Pesanan siapa sebanyak ini?" tanyaku, rupanya cukup membuat mereka kaget.Adit dan Eza saling berpandangan. Takut dan ragu terpancar jelas di wajah keduanya."Itu Bu, ini ... Permintaan Pak Hendi katanya buat Bu Kartika--" jawab Adit dengan nada ragu."Bayar, gak?"Mereka menunduk sambil menggeleng pelan. Kuhela nafas dalam-dalam. Enak saja, dikira beli barang-barang ini gratis pakai daun, seenak jidatnya sendiri mau memindahkan barang daganganku ke rumah istri sirinya. Dasar benalu."Kalau gak bayar gak usah disiapin. Kembalikan barang-barang ke tempat semula.""Maaf Bu, tadi kata Pak Hendi suruh siapin aja, katanya Bu Reina pasti setuju," sahut Eza."Barang sebanyak ini? Ini sih namanya mau ngrampok toko, segala macam mau dibawa!""Tapi Bu, kalau kami gak nurut, Pak Hendi mengancam mau pecat kami--""Gak usah takut dengan dia. Disini kalian saya yang bayar, kali
Part 14[Sama-sama mbak. Oh iya maaf, kalau hari Minggu ini ada waktu, mau tidak mbak menemani saya membagi-bagikan donasi paket sembako ke warga? Kebetulan asisten saya sedang libur pulang ke kampung. Dan yang saya dengar mbak juga sering jadi donatur seperti ini, jadi mbak pasti lebih berpengalaman. Ah maaf sebelumnya kalau saya lancang. Harusnya saya gak bilang seperti ini ke mbak. Maaf sudah mengganggu waktunya]Aku menghela nafas dalam-dalam. Ajakannya memang baik, untuk melakukan donasi pada warga. Tapi sepertinya tidak etis pergi bersama lelaki lain disaat aku belum resmi bercerai.[Maaf mas, aku tidak bisa. Biar nanti kusuruh karyawanku saja ya yang bantu-bantu mas disana] --balasku.[Maaf merepotkanmu, mbak][Tidak apa-apa. Kira-kira mau berbagi di daerah mana?][Yang dekat-dekat saja, biar gak terlalu jauh yang di daerah Limbangan itu. Tadi siang, saya sudah sempat koordinasi dengan pengurus Masjid][Oke, biar nanti saya bilang ke Adit sama Eza. Sekarang mereka juga lagi nyi
Part 15POV Hendi"Mas, aku hamil," ucap Kartika pagi itu.Aku terhenyak mendengarnya, rasanya tak percaya dengan apa yang ia katakan. Kami baru sebulan menikah, tapi cepat sekali diberi momongan. Tidak seperti pernikahanku dengan Reina. Lima tahun penantian, benih-benih cinta kami tak tumbuh juga."Kok ekspresimu begitu, Mas? Kamu gak suka ya aku hamil?""Eh enggak kok sayang, cuma terkejut aja. Kamu bisa cepet hamil," sahutku.Aku mendekat ke arahnya, lalu memeluknya dari belakang sembari mengusap perutnya yang masih rata. Ah di perut ini ternyata sudah tumbuh benih cintaku dengan Kartika."Jaga kandungan ini baik-baik sayang. Kamu tahu sendiri kan, aku sudah lama menanti kehadiran anak.""Sama mas, ini juga anak pertamaku, sudah pasti aku menjaganya dengan baik."Segera kukecup bibirnya yang merah delima itu. Kartika memang pintar merebut hatiku. Ia sangat pandai membuat hatiku senang dan berbunga-bunga. Tiap ada masalah dan aku cemburu, ia tahu apa yang harus dilakukan.***"Aaaar
Part 16"Lho, Freya? Apa yang terjadi?" tanyaku. Dia terperanjat kaget saat melihatku datang dengan Mas Rusdy. Ia terlihat gugup, tak bisa menjawab.Ia yang hanya memakai kaos ketat dan celana hotpants, membuatku sedikit risih menatapnya. Pakaiannya koyak disisi lengan dan bagian dadanya, mungkin disengaja untuk memuluskan sandiwaranya agar terkesan natural. Ingin rasanya tertawa saat melihat ekspresi Freya, antara kaget dan bingung, tapi segera kutahan. "Mas, tolong kamu cari bantuan yang lain dulu ya. Ini Freya adik iparku," sahutku lagi. Mas Rusdy mengangguk, lalu pergi. Syukurlah dia segera pergi dari sini jadi lolos dari jebakan yang direncanakan oleh Mas Hendi.Aku menghampirinya, menundanya berdiri. Lalu melepas jaket yang kupakai dan segera menyampirkan ke pundaknya, sedikit menutupi bagian tubuhnya yang terbuka. Dia masih sangat muda sayang sekali terjebak dalam pergaulan bebas."Kenapa kamu bisa ada disini Freya?" tanyaku.Freya terdiam. "Terus kenapa pakaianmu seperti
Season 2 Part 26"Mbak Anita, aku titip Bayu. Tolong jaga dan rawat dia dengan baik. Anggap saja dia sebagai anakmu. Aku percaya padamu, sekali lagi maaf aku merepotkanmu," ucap Viona sesaat sebelum masuk ke jeruji besi.Dia divonis bersalah dengan masa hukuman lima belas tahun penjara. Kulirik bocah kecil dalam gendonganku, aku trenyuh saat menatapnya. Di usia sekecil ini, ia harus ditinggal oleh ayah dan ibunya. Rasa kasihan muncul begitu saja. Ya, aku merasa kasihan, takutnya ia terlantar.Aku melirik lelaki yang berdiri di sampingku. Ia tersenyum."Ikuti saja kata hatimu."Hanya ucapan itu yang keluar dari bibirnya, membuat tekadku mantap untuk merawatnya layaknya anakku sendiri. Walaupun kedua orangtuanya pernah menyakitiku, tapi anaknya tidak bersalah. Mungkin ini ujian bagiku agar tetap bersabar.***"Dek, besok kakak akan resmi melamarmu bersama orang tua kakak. Setelah itu, kakak akan langsung mengurus pernikahan kita," ucapnya saat itu. Enam bulan sudah berlalu, ia masih sa
Season 2 Part 25POV Viona"Maaf. Maafkan semua kesalahanku. Aku sudah berbuat jahat padamu.""Apa maksudmu, Mbak?""Aku ... Aku ..."Kuhela nafas dalam-dalam, untuk meringankan gejolak di dada. Baiklah, aku ingin berubah. Hukuman apapun akan kuterima. Aku sudah salah, jadi harus kupertanggungjawabkan ini semua. "Sebentar mbak, sepertinya pembicaraan ini cukup serius. Aku bawa Bayu ke kamar dulu."Aku memandanginya, Anita terlihat begitu tulus sayang sama Bayu. Tak lama, Anita kembali."Ada apa, Mbak?" tanyanya."Maafkan atas semua kesalahanku. Aku, aku yang sudah membuatmu celaka," sahutku sambil terisak."Apa kamu bilang?"Plaaakk!!Tiba-tiba, sebuah tamparan mendarat di pipiku. Kurasakan pipiku sangat panas, pedih dan perih."Kak, jangan kasar sama wanita. Kasihan, Kak." Kupegang pipi yang pasti sudah memerah ini. Lelaki itu yang sudah menamparku. Justru dia yang lebih marah dari pada Anita. Matanya nyalang menatap ke arahku."Duh, kamu ini terlalu baik, Dek! Wanita sejahat dia t
Season 2 Part 24POV VIONA"Viona sayang, cepat kau siap-siap," ucap Leo sambil mengedipkan mata genitnya."Mau kemana?""Kamu gak mau kan tertangkap polisi?""Maksudnya?""Sayang, polisi mulai mengejar kita. Apa kamu mau hidup di penjara?"Aku menggeleng perlahan. Dadaku berdegup lebih kencang. Entahlah selama beberapa hari ini hidupku tidak tenang, seperti dikejar-kejar oleh perasaan bersalah."Kita akan pergi keluar kota, luar pulau kalau bisa.""Beri aku waktu.""Baiklah, mulai besok kita akan pergi.""Tapi--""Ah iya satu lagi, sekarang kau sudah jadi milikku. Bercerailah dari suamimu. Terserah apapun alasanmu, kamu harus berpisah dengannya."Aku menunduk dalam. Kalau akhirnya seperti ini, aku tak mungkin mau mencelakai Anita. Yang kudengar kabar terakhir tentang Anita, dia lolos dari maut. Tapi kenapa polisi justru akan menangkapku? Yang bersalah disini adalah Leo, bukan aku. Kenapa kesialan terus menerus menghantuiku? "Bukankah dia tidak jadi mati? Kenapa polisi--""Polisi te
Season 2 Part 23POV AryaUntuk beberapa jeda, Anita menoleh ke arahku, tatapannya begitu sayu dan mendung."Kak, apa yang terjadi?" tanyanya pelan. Anita terlihat sangat lemah.Aku hanya tersenyum, belum berani mengatakan yang sejujurnya. Takut ia kembali shock.Tak lama, perawat datang bersama dokter jaga. Lalu memeriksa kondisi Anita. Kondisinya memang belum stabil, tapi sudah menunjukkan kemajuan."Kak, gimana keadaan ayah?" tanyanya kemudian.Deg. Bagaimana aku menyampaikan berita sebenarnya pada Anita. Haruskah kukatakan yang sejujurnya? Tapi aku takut kondisinya akan drop kembali."Tenanglah dek, ayahmu baik-baik saja. Kamu harus sehat ya, jangan pikirkan yang lain dulu."Anita mengangguk lalu tersenyum. Tiba-tiba ia meraba perutnya."Bayiku, mana bayiku...?! Mana bayiku?!" tanyanya histeris, saat menyadari kehilangannya."Sayang, tenanglah. Bayimu sudah tidak merasakan sakit lagi. Kamu kegugur--""Tidak, itu tidak mungkin! Aku tidak mungkin keguguran, Kak! Tolong kembalikan ba
Season 2 Part 22"Paman tahu perasaanmu padanya. Kamu mencintai Anita, bukan? Paman merestui kalian. Tolong jaga Anita untuk paman--"Suaranya tertahan, tanpa terasa butiran bening jatuh di pipi keduanya. "Ya, Paman, pasti. Paman tidak usah khawatir, saya akan menjaga mereka dengan baik. Paman, cepatlah sembuh, agar bisa melihat pernikahan kami."Pak Rusdy tersenyum, kemudian ia pamit untuk tidur. Arya tak pernah menyangka kalau tidurnya adalah tidur untuk selamanya dan tak pernah kembali lagi."Innalilahi wa innailaihi roji'un--" ucap dokter saat ia memeriksanya.Semua hening, seolah tak percaya Pak Rusdy berpulang begitu cepat, padahal Anita pun belum sadar dari komanya.Fandi dan Bi Surwi menangis tergugu. Kehilangan orang yang sangat penting dalam hidup adalah menyakitkan.Arya menelepon beberapa orang kepercayaannya, untuk mengurus segala keperluan pemakaman Pak Rusdy.Para relasi, karyawan serta staff perusahaan ikut berbela sungkawa atas kepergiannya.***Sementara di balik je
Season 2 Part 21"Tentang perasaan kakak padamu. Kakak tahu ini tabu. Tapi---" ucapannya terhenti ketika melihat sosok laki-laki paruh baya itu datang mendekat."Lho kok pada diam? Lagi pada serius ngobrolin apa?" tanya Pak Rusdy.Mereka saling berpandangan. Tegang."Ah itu Paman ..." Arya melirik ke arah Anita yang tampak menggeleng pelan lalu menunduk dalam. Sepertinya ia tak setuju kalau Arya mengatakan yang sejujurnya. Ia takut sang ayah tidak setuju."Sini duduk dulu, Paman. Biar sekalian saya kupasin buahnya ya, hahaha ..." Arya mencoba mencairkan suasana. Pak Rusdy hanya tersenyum simpul lalu melirik putrinya yang sedari tadi diam."Menurut Paman gimana kalau ada laki-laki yang menyukai Anita dan melamarnya?" tanya Arya basa-basi sembari mengupas buah apel yang ada di tangannya."Memangnya siapa? Dia tidak dekat dengan siapapun kecuali kamu," sahut Pak Rusdy."Hahaha, ini kan misalnya ...""Paman tidak akan memaksa Anita lagi, semua terserah padanya. Kalau Anita suka, Paman ak
Season 2 Part 20"Apaaa? gagal, Mas?" pekik Viona, kecewa."Sorry Vi, tadi keburu ada yang dateng menolongnya, kami sempat berkelahi, terus ada polisi juga. Jadi kami kabur.""Ish ... Punya mantra apa sih wanita itu, kenapa selalu saja beruntung! Pokoknya aku gak mau tau ya mas, kamu harus menghancurkan dia! Bagaimanapun caranya.""Iya, iya Viona'ku sayang. Kamu jangan khawatir.""Pokoknya aku mau lihat dia hancur, Mas! Karena dia sudah menghancurkanku!" seru Viona lagi. Dendam dan amarah kasih menguasai hatinya.***Arya membopong tubuh Anita dan membawanya masuk ke dalam mobil. Perasaanya diliputi kekhawatiran yang berlebih. Ia takut terjadi apa-apa terhadap Anita. Arya mengendarai mobilnya cukup kencang. Sampai di rumah sakit, Anita langsung ditangani oleh tenaga medis.Laki-laki itu tampak berjalan mondar-mandir di depan ruang perawatan. Gelisah. Ia masih menunggu hasil pemeriksaan Anita. Entahlah, ia sendiri tidak tahu jelas dengan perasaannya. Perasaannya bukan hanya sekedar ra
Season 2 Part 19Usai kepergian Mas Bagus, aku masih berada di kantor, menunggu ayah dan Kak Arya selesai meeting lanjutan. Rencananya kami akan pulang bersama sore nanti.***"Bagaimana perasaanmu, Nak? Apa kamu sudah lebih baik?" tanya ayah saat kami akan berjalan menuju ke rumah. "Ya, Ayah. Jauh lebih baik dari sebelumnya," sahutku seraya mencari kunci pintu."Syukurlah. Kapan kamu mau pindah dari sini?""Ayah, Anita perlu waktu untuk mengemas barang-barang disini.""Gak usah khawatir, biar kakak bantu," tukas Kak Arya.Mereka duduk di sofa sambil menyenderkan tubuhnya, sesekali matanya tampak terpejam. Tiba-tiba ponsel ayah berdering."Assalamualaikum, ya halo. Ada apa, Bi? Fandi? Ya, ya saya segera pulang."Ayah beranjak dari duduknya. "Kenapa, Ayah? Ada apa dengan Fandi?" tanyaku khawatir."Kata Bi Surwi, tubuhnya babak belur. Mungkin berkelahi lagi itu anak. Ayah pulang dulu ya," sahut ayah agak tegang."Nita ikut, Yah.""Jangan. Kamu istirahat disini saja. Gak boleh stress
Season 2 Part 18POV Viona"Selamat sore, dengan Bu Viona?" --ucap suara dari seberang telepon."Iya saya sendiri," sahut wanita itu harap-harap cemas."Kami dari kepolisian.""Iya pak, ada apa?""Pak Bagus ditangkap atas tuduhan korupsi dan menggelapkan uang perusahaan.""Apaa?""Kami hanya ingin menginformasikan hal itu, bila ada pertanyaan lebih lanjut, silahkan datang ke kepolisian.""Baik, pak. Terima kasih""Sama-sama. Selamat sore.""Sore"Panggilan itu terputus begitu saja. Kenapa Mas Bagus bisa di penjara? Siapa yang melaporkannya? Bukankah ia menantu pemilik perusahaan? Kenapa ambil sedikit uangnya saja dituduh korupsi dan menggelapkan uang perusahaan? Lalu bagaimana dengan nasibku dan Bayu? Apalagi pembangunan rumah di kampung belum selesai, sekarang justru Mas Bagus masuk penjara. Aargghh.Anita pasti bisa membantunya keluar dari penjara. Aku yak