Ketika suasana mulai tenang dan Stacey selesai membereskan makan malam yang ia bawa untukku, aku berterima kasih dan ia kembali ke rumahnya. Karena takut, aku menyalakan lampu di setiap ruangan. Entah kenapa sudut gelap membuatku grogi seakan-akan ada sepasang mata tak kasat mata yang memerhatikanku dari ketiadaan.
Aku sudah memeriksa tempat-tempat yang kira-kira bisa menjadi tempat ular atau laba-laba bersembunyi. Tidak ada jejak hewan sama sekali. Meskipun aku cemas, aku tidak ingin menelepon Ayah karena takut mendistraksi beliau dan menambah beban pikiran.
Dengan perasaan campur aduk, aku mondar-mandir di depan ruang tamu. Kusetel TV, tapi tak benar-benar kuperhatikan. Volumenya kubesarkan sebagai suara di belakang layar. Aku lapar tetapi tidak berselera, jadi aku menyumpal roti tawar ke mulutku dan mengunyahnya asal-asalan.
Sekitar pukul sepuluh malam, suara mobil ayah terdengar dari depan halaman rumah. Perasaan lega membanjiriku dan aku segera berlari memeluk ayahku.
"Oh, Katrina! Ada apa? Maafkan Ayah pulang malam lagi." katanya dengan suara lelah. Aku jadi ragu menceritakan kejadian tadi kepada Ayah. Aku mencoba menekan kekhawatiranku.
"Tidak apa, Yah." aku memutuskan tidak bilang apa-apa. "Bagaimana kabar Ibu?" dalam hati aku ingin memastikan Ibu baik-baik saja dan juga ada di tempat. Kalau tidak, apakah itu menjelaskan kejadian tadi sore?
"Begitulah, Kat. Aku cukup bersyukur kalau dia tidak melukai dirinya sendiri." ujarnya muram.
Aku terkesiap, "Ibu melukai dirinya sendiri?"
Ayah menoleh padaku, seakan baru benar-benar menyadari aku ada di sebelahnya. Wajahnya sedih dan rambutnya yang coklat berkilau kemerahan itu tampak lebih gondrong dan berantakan sekarang. Aku tahu ayahku mencoba tabah untuk kami. Akhirnya ia terenyum lelah dan menyapu rambutku ke belakang telingaku sebelum merapikan anak rambutnya sendiri untuk minggir dari matanya.
"Kau tahu, Kat? Terkadang Ayah pun bingung apakah kau sudah cukup matang mendengar berita ini. Ayah sering bertanya-tanya sejauh mana Ayah perlu bercerita. Aku sedih kau harus mengalami ini semua, tapi aku juga ingin tidak ada rahasia di keluarga kita. Kebenaran akan membuat keluarga kita semakin kompak dan kuat." ujarnya mantap. Sisi ayahku yang percaya diri dengan prinsip-prinsipnya adalah salah satu hal yang membuatku merasa aman meski mesti melewati segala cobaan ini.
Aku mengangguk, setuju. Aku sudah hampir SMA dan sebentar lagi akan melewati masa puber. Aku bukan anak kecil lagi.
"Bagaimana kabar Ibu, Yah? Ayo masuk dulu. Stacey seperti biasa baik sekali, membantu keluarga kita dengan homecooked meal. Sementara aku cuma bisa menggoreng telur mata sapi dan membuat pasta dengan saus kalengan." candaku supaya suasana hati Ayah menjadi lebih baik. Usaha yang disambut dengan tawa lepas dan usapan gemas ke kepalaku.
"Ibumu satu sisi semakin baik, tetapi juga saat ia kambuh ia mulai menyakiti dirinya sendiri. Sejujurnya Ayah tidak tahu mana yang lebih baik. Tapi setidaknya, disana ia tidak bisa menyihir. Ayah lebih tenang, bagaimanapun sihir menggunakan mana dan dengan kondisinya ia akan lebih mudah sakit dan berimbas pada mentalnya yang sedang lemah."
Seketika aku membeku. Betul, menggunakan sihir secara berlebihan seperti memanggil kawanan hewan untuk menunggu rumahmu berhari-hari misalnya, akan menggunakan banyak sekali mana. Setelah menyihir dalam kadar normal Penyihir biasanya akan merasa lapar, haus, atau mengantuk. Tetapi pada kadar yang melebihi normal dari segi jangka waktu, jumlah, maupun jarak, ia bisa jatuh sakit, pingsan, mengalami halusinasi atau demensia. Jika mana seorang Penyihir habis tanpa diistirahatkan, Penyihir itu bisa saja mati.
Tapi lebih dari itu, sebuah pertanyaan menohok dalam benakku.
"Ibu tidak bisa menggunakan sihir?" tanyaku dengan suara setengah berbisik. Tiba-tiba saja tenggorokanku terasa kering.
"Tidak bisa, Kat. Sebagian besar sanatorium dan rumah sakit di Voltaire memberikan obat pemberhenti sihir selama mereka dirawat inap. Ada beberapa bagian bangunan yang juga bisa meminimalisir atau bahkan memblokir kekuatan sihir." ayahku menjelaskan sambil menggaruk kening, "kalau tidak salah ada sihir khusus untuk membuat bangunan seperti itu. Sihir untuk membuat semacam dinding magis. Kau bisa bayangkan kalau semua pasien Penyihir yang tidak memiliki kendali menggunakan sihir bersamaan? Tentu harus ada buffer, kalau tidak kami tenaga medis akan kewalahan." pungkas Ayahku.
Bulu halus di tengkukku berdiri. Tiba-tiba ada dorongan kuat untuk menatap sudut dekat rak sepatu di samping pintu depan tempat ular kobra itu muncul tadi sore. Aku terkesiap, melihat bayangan perempuan berambut kusut dengan gaun putih gading berkerah tinggi berdiri disitu. Wajahnya penuh luka. Aku ingin menjerit, tapi alih-alih cuma bisa merasakan nafasku semakin memburu.
"Kat??" panggil ayahku.
Aku menggeleng, mencoba menunjukkan pada ayahku ada perempuan berdiri disana. Sinar lampu taman dan cahaya malam yang memancar ke kaca stensil pintu depan, membuat sinar remang menyinari bagian bawah wajah perempuan itu. Disitu ada senyum simpul yang nampak jahat.
Setelah terpaku selama beberapa detik yang terasa lama bagiku, aku menoleh lagi kepada ayahku. Wajahnya cemas. "Kau tidak apa-apa?"
Aku menggeleng perlahan, lebih untuk menenangkan diriku sendiri. "Tidak apa-apa, Yah. Aku hanya sedih mendengar kabar tentang Ibu."
"Beberapa hari lagi musim gugur, yang berarti semakin dekat dengan hari ulang tahunmu. Kita bisa menjenguk ibumu bersama-sama di akhir perkan sebelum itu."
Aku menelan dengan susah payah. Beberapa kali usaha untuk merayakan hari ulang tahunku bersama Ibu seringkali berakhir kurang baik. Terkadang, di hari Ibu tidak terpancing gara-gara aku, ia tetap akan mengingatkanku untuk tidak menjadi Penyihir. Bukan hanya karena itu hampir tidak mungkin, tapi siapa sih di dunia kami yang bisa memilih mau jadi apa?
Jadi, bukannya merasa senang dan bahagia, hampir setiap waktu aku akan pulang dengan beban pikiran. Akhirnya aku memutuskan sebaiknya kami tidak sering-sering bertemu karena aku takut kami menjadi toxic bagi satu sama lain. Tentu hal ini sangat miris, karena aku sangat merindukan dan mencintai ibuku.
Oktober sebentar lagi, tetapi entah kenapa rasanya amat sangat lama.
🔥
Musim gugur datang seperti semilir angin yang tiba-tiba merubah warna daun-daun perlahan-lahan jadi jingga dan kecoklatan. Rasa gerah dan keringat yang bercucuran hanya karena bernapas diganti dengan baju hangat. Beberapa gerai kopi mulai menjual kopi dan kue-kue dengan rasa dan hiasan labu kuning dan rempah kayu manis dan kapulaga. Akhirnya ayahku mengetahui dari Stacey kalau hari itu rumahku hampir kebakaran. Ayahku jadi lebih jarang mampir ke sanatorium di hari kerja dan memilih kesana hari Jumat dan akhir pekan bersamaku meski seringkali aku hanya menunggu. Rasanya merindukan seseorang tetapi sulit bertemu mereka adalah nyeri yang tidak bisa diungkapkan. Seperti lebam yang tidak selalu berdenyut ngilu hingga kau lupa ada luka disitu. Suatu saat luka itu akan terantuk dan membuatmu menjerit, dan tahu-tahu lebam itu menjadi ungu lagi. Begitulah rasanya. Suatu hari saat mengunjungi Ibu, seperti biasa aku duduk di satu sudut taman. Dari sini aku bisa melihat air manc
Ulang tahunku datang berbarengan dengan perayaan Halloween. Semakin dekat dengan hari itu, tanda di atas nadiku semakin pedih meskipun belum benar-benar nyata. Hantu perempuan itu masih membuntutiku, seperti bayangan di sudut mata. Terkadang ia nampak di cermin, membuatku terkejut dengan wajahnya yang rusak.Pada malam hari di kamarku, kadang aku bisa mendengarnya bernapas. Menghidu baunya yang seperti dupa dan arang. Melihatnya duduk di ujung ranjangku dan mengamatiku. Anehnya, semakin lama aku bersamanya ia kelihatan semakin pudar. Mimpi buruk tetap ada sekali-kali, tetapi setidaknya aku tidak lagi merasakan jari-jemarinya yang bernoda hitam merayap naik ke leherku, atau bagaimana ia membuatku nyaris celaka di rumahku sendiri.Besok adalah hari ulang tahunku dan Ayah berjanji akan mengambil pesanan kuenya ke toko kue langganan kami. K
Tanganku bergetar. Keheningan yang sinis seakan menyelimutiku dan aku ingin melangkah keluar, tetapi seluruh tubuhku tertahan sebuah kekuatan tak kasat mata."Oh, anak malang. Jahat benar kau, Stacey. Dia sampai menangis." ejek Newt."Cepat bunuh dia atau ambil darahnya. Perasaanku tidak enak." gumam laki-laki yang satu lagi."Tahan sebentar, Grimm." kata Stacey. "Kita harus berhati-hati karena kita tidak tahu bentuk sihir anak ini." ucapannya membuat Pemburu di belakangnya bergumam setuju dan bergerak tidak nyaman.Saat itu juga, Stacey melakukan hal yang janggal. Ia mengambil pisau dari dapur lalu menorehkan telapak tangannya. Darah merembes keluar dari lukanya lalu dengan darah itu ia membuat lingkaran di bawah tubuhku dengan tulis
Kraztavh adalah tempat yang dikenal sebagaisleepy townatau kota yang terlampau tenang tanpa atraksi atau kegiatan menarik. Kota yang muram, membosankan, tapi istimewa. Berbeda dengan Ibukota Ogham yang sibuk atau Uruz, dataran tinggi tempat Sanatorium terletak yang dikelilingi desa-desa kecil, peternakan, dan perkebunan. Kraztavh adalah tempat yang dikelilingi hutan lebat dengan hujan hampir sepanjang tahun. Penghuninya biasanya pasangan usia pasca-produktif yang mencari ketenangan atau pasangan dan keluarga yang ingin memiliki rumah liburan di tengah cuaca yang cocok untuk berselimut.Aku memasuki gerbong kereta. Lama perjalanan dari jalan setapak di belakang rumah itu hanya memakan kurang dari 15 menit berjalan kaki hingga ke stasiun yang sibuk. Tetapi sesuai dugaan, penumpang ke arah Kraztavh tidak banyak. Koridor-koridor kosong melompong, ada banyak kursi kosong.
Sinar matahari yang sudah lama tak kurasakan datang menerobos kamarku – kamar rumah sakit tepatnya. Entah sudah berapa lama aku terbaring disini. Aku tidak dapat mengingat banyak hal. Aku berusaha menggali kejadian-kejadian sebelum aku berakhir disini. Tiba-tiba bahuku terasa panas, segera kuintip gaun pasienku dan cuma ada luka yang sudah berubah menjadi abu-abu disitu.Seketika, rentetan ingatanku melimpah keluar seperti isian botol toples yang berserakan. Kepalaku sakit. Sekujur tubuhku sakit. Yah, setidaknya aku masih bisa merasakan nikmatnya disinari matahari dari jendela bangsal ini. Setelah bisa mengendalikan diri, kuulurkan tanganku ke arah cahaya. Akibat terlalu lama di dalam ruangan, kulitku
Kata dokter, aku tertidur selama hampir 2 bulan. Katanya trauma psikologisku mungkin sangat besar sampai aku sempatshut downbegitu saja. Aku tetap terbangun pada pagi hari dengan teratur tetapi tidak responsif terhadap apapun, lalu malamnya aku akan tidur seperti biasa. Tetapi karena kondisi vitalku baik dan perlahan-lahan aku menunjukkan respons sosial, maka mereka membiarkan aku pulih dengan sendirinya.Kudengar respons traumatisku itu sah-sah saja mengingat kota kami sedang berantakan. Para Pemburu dan Secondary sedang membuat kerusuhan sebagai upaya pemberontakan. Mereka membencistatus quoyang
Tanda yang diwariskan di atas nadi kami sama halnya dengan keturunan yang bersifat genetik. Jika kedua orangtuamu memiliki warna mata berbeda, misalnya. Ia cenderung akan mengikuti orangtua yang lebih dominan atau pada kasus tertentu, seperti lotre. Tanda peran yang akan kami jalani sepanjang hidup biasanya muncul saat kami beranjak remaja, diiringi ciri-ciri pubertas pada umumnya.Seorang dengan keturunan campur dengan ibu seorang Penyihir dan ayah seorang Murni, biasanya akan menjadi Secondary. Tetapi saat ulang tahunku yang ke-15 kemarin, gurat hangus yang mulai nampak di atas nadiku adalah tanda seorang Penyihir. Alih-alih merasa senan
Aku pingsan saat kejadian itu. Ayahku datang tepat waktu untuk menyelamatkan aku dengan dibantu keluarga van Kelley yang langsung sigap mengantar ibuku ke sanatarium. Layaknya sebagian besar Murni, ayahku dan ayah Wolfram adalah dokter. Orang Murni kebanyakan menjadi dokter, guru, peneliti, penasehat pemerintah, orang hukum, dan jenis-jenis pekerjaan lainnya yang memerlukan penyerapan informasi yang tinggi.Ayahku dan Robert kenal siapa yang akan merawat ibu dan bagaimana ibuku akan ditangani setelah kejadian malam itu.
Kraztavh adalah tempat yang dikenal sebagaisleepy townatau kota yang terlampau tenang tanpa atraksi atau kegiatan menarik. Kota yang muram, membosankan, tapi istimewa. Berbeda dengan Ibukota Ogham yang sibuk atau Uruz, dataran tinggi tempat Sanatorium terletak yang dikelilingi desa-desa kecil, peternakan, dan perkebunan. Kraztavh adalah tempat yang dikelilingi hutan lebat dengan hujan hampir sepanjang tahun. Penghuninya biasanya pasangan usia pasca-produktif yang mencari ketenangan atau pasangan dan keluarga yang ingin memiliki rumah liburan di tengah cuaca yang cocok untuk berselimut.Aku memasuki gerbong kereta. Lama perjalanan dari jalan setapak di belakang rumah itu hanya memakan kurang dari 15 menit berjalan kaki hingga ke stasiun yang sibuk. Tetapi sesuai dugaan, penumpang ke arah Kraztavh tidak banyak. Koridor-koridor kosong melompong, ada banyak kursi kosong.
Tanganku bergetar. Keheningan yang sinis seakan menyelimutiku dan aku ingin melangkah keluar, tetapi seluruh tubuhku tertahan sebuah kekuatan tak kasat mata."Oh, anak malang. Jahat benar kau, Stacey. Dia sampai menangis." ejek Newt."Cepat bunuh dia atau ambil darahnya. Perasaanku tidak enak." gumam laki-laki yang satu lagi."Tahan sebentar, Grimm." kata Stacey. "Kita harus berhati-hati karena kita tidak tahu bentuk sihir anak ini." ucapannya membuat Pemburu di belakangnya bergumam setuju dan bergerak tidak nyaman.Saat itu juga, Stacey melakukan hal yang janggal. Ia mengambil pisau dari dapur lalu menorehkan telapak tangannya. Darah merembes keluar dari lukanya lalu dengan darah itu ia membuat lingkaran di bawah tubuhku dengan tulis
Ulang tahunku datang berbarengan dengan perayaan Halloween. Semakin dekat dengan hari itu, tanda di atas nadiku semakin pedih meskipun belum benar-benar nyata. Hantu perempuan itu masih membuntutiku, seperti bayangan di sudut mata. Terkadang ia nampak di cermin, membuatku terkejut dengan wajahnya yang rusak.Pada malam hari di kamarku, kadang aku bisa mendengarnya bernapas. Menghidu baunya yang seperti dupa dan arang. Melihatnya duduk di ujung ranjangku dan mengamatiku. Anehnya, semakin lama aku bersamanya ia kelihatan semakin pudar. Mimpi buruk tetap ada sekali-kali, tetapi setidaknya aku tidak lagi merasakan jari-jemarinya yang bernoda hitam merayap naik ke leherku, atau bagaimana ia membuatku nyaris celaka di rumahku sendiri.Besok adalah hari ulang tahunku dan Ayah berjanji akan mengambil pesanan kuenya ke toko kue langganan kami. K
Musim gugur datang seperti semilir angin yang tiba-tiba merubah warna daun-daun perlahan-lahan jadi jingga dan kecoklatan. Rasa gerah dan keringat yang bercucuran hanya karena bernapas diganti dengan baju hangat. Beberapa gerai kopi mulai menjual kopi dan kue-kue dengan rasa dan hiasan labu kuning dan rempah kayu manis dan kapulaga. Akhirnya ayahku mengetahui dari Stacey kalau hari itu rumahku hampir kebakaran. Ayahku jadi lebih jarang mampir ke sanatorium di hari kerja dan memilih kesana hari Jumat dan akhir pekan bersamaku meski seringkali aku hanya menunggu. Rasanya merindukan seseorang tetapi sulit bertemu mereka adalah nyeri yang tidak bisa diungkapkan. Seperti lebam yang tidak selalu berdenyut ngilu hingga kau lupa ada luka disitu. Suatu saat luka itu akan terantuk dan membuatmu menjerit, dan tahu-tahu lebam itu menjadi ungu lagi. Begitulah rasanya. Suatu hari saat mengunjungi Ibu, seperti biasa aku duduk di satu sudut taman. Dari sini aku bisa melihat air manc
Ketika suasana mulai tenang dan Stacey selesai membereskan makan malam yang ia bawa untukku, aku berterima kasih dan ia kembali ke rumahnya. Karena takut, aku menyalakan lampu di setiap ruangan. Entah kenapa sudut gelap membuatku grogi seakan-akan ada sepasang mata tak kasat mata yang memerhatikanku dari ketiadaan. Aku sudah memeriksa tempat-tempat yang kira-kira bisa menjadi tempat ular atau laba-laba bersembunyi. Tidak ada jejak hewan sama sekali. Meskipun aku cemas, aku tidak ingin menelepon Ayah karena takut mendistraksi beliau dan menambah beban pikiran. Dengan perasaan campur aduk, aku mondar-mandir di depan ruang tamu. Kusetel TV, tapi tak benar-benar kuperhatikan. Volumenya kubesarkan sebagai suara di belakang layar. Aku lapar tetapi tidak berselera, jadi aku menyumpal roti tawar ke mulutku dan mengunyahnya asal-asalan. Sekitar pukul sepuluh malam, suara mobil ayah terdengar dari depan halaman rumah. Perasaan lega membanjiriku dan aku segera berlari m
Tanpa Ibu di rumah, kami berdua menjadi lebih murung. Ayahku berusaha keras mencairkan suasana dengandaddy jokesyang garing dan basi jika kami bersama, tapi seringkali ia seperti menyesapi rasa sepi dan kerinduannya terhadap ibu. Akupun menjadi lebih diam di sekolah sementara teman-temanku sudah beranjak puber dan mulai menikmati berdandan, jalan-jalan di akhir pekan, dan menggoda lawan jenis.Sebentar lagi para Pemburu muda akan memamerkan kelihaian mereka di lapangan olahraga atau diindoor hall.Biasanya para laki-laki akan adu jago dan bertaruh. Para Penyihir muda akan berbisik, menceritakan karu
Aku pingsan saat kejadian itu. Ayahku datang tepat waktu untuk menyelamatkan aku dengan dibantu keluarga van Kelley yang langsung sigap mengantar ibuku ke sanatarium. Layaknya sebagian besar Murni, ayahku dan ayah Wolfram adalah dokter. Orang Murni kebanyakan menjadi dokter, guru, peneliti, penasehat pemerintah, orang hukum, dan jenis-jenis pekerjaan lainnya yang memerlukan penyerapan informasi yang tinggi.Ayahku dan Robert kenal siapa yang akan merawat ibu dan bagaimana ibuku akan ditangani setelah kejadian malam itu.
Tanda yang diwariskan di atas nadi kami sama halnya dengan keturunan yang bersifat genetik. Jika kedua orangtuamu memiliki warna mata berbeda, misalnya. Ia cenderung akan mengikuti orangtua yang lebih dominan atau pada kasus tertentu, seperti lotre. Tanda peran yang akan kami jalani sepanjang hidup biasanya muncul saat kami beranjak remaja, diiringi ciri-ciri pubertas pada umumnya.Seorang dengan keturunan campur dengan ibu seorang Penyihir dan ayah seorang Murni, biasanya akan menjadi Secondary. Tetapi saat ulang tahunku yang ke-15 kemarin, gurat hangus yang mulai nampak di atas nadiku adalah tanda seorang Penyihir. Alih-alih merasa senan
Kata dokter, aku tertidur selama hampir 2 bulan. Katanya trauma psikologisku mungkin sangat besar sampai aku sempatshut downbegitu saja. Aku tetap terbangun pada pagi hari dengan teratur tetapi tidak responsif terhadap apapun, lalu malamnya aku akan tidur seperti biasa. Tetapi karena kondisi vitalku baik dan perlahan-lahan aku menunjukkan respons sosial, maka mereka membiarkan aku pulih dengan sendirinya.Kudengar respons traumatisku itu sah-sah saja mengingat kota kami sedang berantakan. Para Pemburu dan Secondary sedang membuat kerusuhan sebagai upaya pemberontakan. Mereka membencistatus quoyang