King yang sedang dalam perjalanan pun merasa tak jenak karena info yang di berikan Leo tadi sangat mengganggunya. Dia amenggeram marah dan Leo pun yang ada di depan melirik King dari kaca spion yang ada di sana.
"Kamu benar benar jatuh cinta sama dia atau cuma ingin berterima kasih kepadanya karena udah nolongin dia?"
King melirik ke arah Leo, dia yang awalnya bingung dengan apa yang akan di jawabnya akhirnya tersenyum tipis. King menatap keluar jendela dan melihat banyak pohon di luar sana yang berjajar dalam kegelapan.
"Awalnya aku nggak tahu dia siapa bahkan sampai aku terluka itu juga tak menyangka. Aku nggak tahu kenapa bisa sampai di gudang itu padahal tempat penyeranganku pun jauh dari sana. Yang lucunya malah tiba tiba aku kehabisan tenaga dan malah dia menolongku tanpa pikir panjang. Dia nggak tahu siapa aku dan juga nggak tahu siapa yang menyerangku tapi dia berani menolongku. Kalau sekarang aku belum cinta sama dia, bukannya dia layak buat di perjuangkan? Aku nggak butuh wanita yang hanya gila belanja, tapi aku butuh wanita yang tangguh seperti dia. Ku rasa nanti ketika dia sudah berhasil ku miliki aku bisa menggembleng kemampuannya lebih jago lagi,"
Leo nampak tak percaya dengan semua jawaban King barusan karena dia tak biasanya dia akan bersikap seperti ini. Leo sendiri yakin ada yang di sembunyikan King dari nya meskipun dia belum tahu apa yang di sembunyikan King saat ini.
King dan Leo segera bergegas karena waktu mereka juga sangat mepet saat ini. King sendiri sudah tak merasakan kesakitan di lengannya bekas luka tembak kemarin karena semua obat yang dia terima juga sudah jelas itu adalah obat yang terbaik.
"Setelah ini kita terbang ke Jepang karena di sana juga ada pertemuan penting,"
Leo menyebutkan agenda King setelah mereka selesai mengurusi senjata yang King pesan. King sendiri mengangguk lemas. Entah kenapa setelah bertemu dengan Kavaya dia enggak pergi jauh dari gadis itu, padahal gadis itu tak melakukan apa apa kepadanya.
King mengambil sebuah kalung dari kantongnya dan melihat liontin yang ada di kalung itu.Ada senyum samar di wajah tampan King saat melihat liontin itu tanpa sepengetahuan Leo tentunya. King kembali memasukkan kalung itu ke dalam saku jasnya. Dan tepat saat mereka sudah dekat dengan tempat perjanjian itu Leo memberikan sebuah topeng yang biasa di pakai King.
King mengambil pistol kesayangannya dan menyimpannya di balik jasnya seperti biasa. Dia Leo segera bergegas turun untuk segera memeriksa kelayakan dan semua ijin senjata itu. Meskipun King adalah ketua dunia bawah dia tak ingin ada barang selundupan di areanya.
"Wah, kamu telat beberapa menit ternyata. Tak biasanya kamu seperti ini." Tegur salah satu orang yang ikut melakukan transaksi di sana.
King tak menggubrisnya dan membuat orang itu berdecih sinis sekaligus marah. Dia ingin sekali menghabisi King saat ini tapi dia menahannya.
"Leo, apa sudah di periksa semua?" tanya King setelah dia melihat beberapa contoh senjata itu.
Leo membisikkan sesuatu pada King dan membuat King terdiam. Dia melirik semua orang yang ada di sana lalu terbitlah seringaian di bibir merahnya.
Dor....
Suara tembakan pada salah satu orang yang ada di sana membuat semua orang menatap King tak percaya.
"Leo, kenapa Lord menembaknya? Apa ada yang salah dengannya?" tanya salah satu orang itu.
Lord, adalah sebutan orang orang itu untuk King di dunia bawah, mereka tentu saja tak pernah tahu wajah King yang sebenarnya meskipun dulu sempat topeng yang di pakai King pecah tapi tak ada yang pernah tahu wajah aslinya seperti apa.
"Jangan pernah berani berkhianat atau kalian akan bernasib sama seperti mereka!"
Glek...
Mereka menelan ludah mereka dengan kasar dan tahu arti dari kata kata King saat ini.
Leo segera memerintahkan anak buahnya untuk segera memindahkan semua senjata itu setelah dia selesai bertransaksi. King sendiri sudah berjalan ke arah mobil mereka tadi, di susul oleh Leo di belakangnya.
King mengamati semua mobil anak buahnya yang sudah pergi dari sana membawa semua senjata miliknya.
"Leo, ledakan!"
Bipp.... Dan Boommmm...
Suara ledakan menggema di udara begitu juga dengan si jago merah yang langsung melahap semua tempat itu begitu juga semua orang yang ada di sana.
"Berani sekali mereka menusukku dari belakang. Leo kita ke bandara langsung!"
Leo mengangguk dan segera mengemudikan mobilnya dengan cepat ke bandara karena jet pribadi mereka sudah menunggu dan bersiap di sana.
*
*
Sedangkan di sisi lain. Rebecca sudah terlonjak senang saat ada yang menghubunginya menawari pekerjaan yang dia nantikan sejak lama.
"Lihat mama, aku dapat tawaran pekerjaan yang selama ini aku incar. Dia memberiku langsung posisi utama." pekik Rebeca senang.
Para pengunjung cafe itu nampak terganggu dengan suara cempreng Rebeca apalagi dengan pakaiannya yang terlalu mini itu. Tapi jelas Rebeca tak peduli dengan itu dan nampak wajah sombong yang ada di wajah Rebecca saat ini.
"Rebecca duduklah, jangan membuat gaduh di sini." tegur Miranda pada putrinya itu.
Rebecca berdecak kesal karena mamanya menegurnya di tempat umum.
"Ck, mama merusak kesenanganku saja," omel Rebecca.
Miranda ingin sekali memukul kepala Rebecca yang terkadang bodoh ini.
"Rebeca, jangan membuat onar. Kamu bentar lagi kan terkenal jangan membuat mereka merekammu dan malah menghancurkan apa yang kamu saat ini. Bisakan kamu nggak bertingkah bodoh saat ini?" sahut Miranda kesal.
Rebecca nampak terdiam mendengar kata kata mamanya dan dia memikirkan apa yang di katakan sang mama pun ada benarnya.
Jika dia bersikap arogan saat ini dan banyak yang tahu bahkan merekamnya pasti karirnya tak akan berjalan mulus setelah ini. Pasti orang orang itu akan cepat menyebarkan gosip yang tak baik kepada banyak orang.
"Ma, kalau gitu bukannya kita harus belanja baju lagi kan buat persiapan pemotretan itu?" rayu Rebecca pada mamanya.
Miranda tentu saja mengangguk setuju karena sudah jelas suaminya akan mengijinkannya karena jelas Rebecca akan bisa membanggakan keluarganya. Miranda sudah membayangkan bagaimana kehidupan mereka nantinya setelah Rebeca terkenal dan menjadi model internasional. Miranda juga memikirkan jika setelah ini dia bisa mengusir Kavaya dari rumah itu dan juga bisa mengambil semua kekayaan yang di wariskan kepada Kavaya.
Rebecca mengerutkan keningnya saat melihat Miranda malah terdiam di tempatnya dan tak segera beranjak dari sana.
"Ck, mama ini kenapa? Kenapa malah diam saja, ayo katanya kita mau belanja setelah ini?" dumel Rebeca pada Miranda.
"Ah, iya, mama sedang bayangin kalau kamu jadi model terkenal dan banyak uang, kita bisa mengusir gadis sialan itu dari rumah secepatnya, Karena jelas setelah ini juga kamu akan menjadi menantu tuan Axel. Bukankah itu akan semakin memberikan kita kuasa untuk merebut semuanya?" ucap Miranda dengan percaya dirinya.
Rebeca bertepuk tangan ceria mendengar semua gambaran itu, dia segera meraih tangan Miranda dan mengajaknya pergi dari sana dengan perasaan gembira.
*
*
Kavaya yang ada di rumah sendirian segera mengumpulkan semua milik mamanya yang tersisa dan segera meletakkanya di tempat yang tak akan pernah bisa di temukan siapapun kecuali dirinya sendiri.
"Mama, apapun akan aku lakukan untuk menyelamatkan apa yang sudah mama perjuangkan selama ini!"
Tanpa sadar pun semua yang di lakukan Kavaya juga sudah di laporkan kepada King meskipun King saat ini sudah dalam perjalanan ke Jepang.
"Gadis ini benar benar di luar prediksi!"
to be continued
Kavaya segera membereskan semua barang barang miliknya agar jika nanti terjadi sesuatu dia tinggal pergi dan angkat kaki dari rumah terkutuk itu. Kavaya tak ingin tinggal di sana meskipun rumah itu banyak menyimpan kenangan bersama dengan sang mama tapi Kaavaya juga merasakan sakit yang berbarengan di sana karena ulah papanya yang menurutnya tak tahu diri itu."Aku harus bisa lebih kuat lagi, jangan sampai mereka nanti mereka melakukan sesuatu yang malah akan membahayakan nyawaku nantinya." gumam Kavaya.Dia kembali ke dalam kamar dan berdiam diri disana. Malam ini dia ingin tidur dengan nyenyak tanpa ada gangguan apapun dari dua wanita yang selalu mengganggunya itu.Tak menunggu lama Kavaya terlelap di ranjangnya yang sangat sempit itu. Semenjak sang mama tiada semenjak papanya membawa dua benalu ke rumah mereka Kavaya tak pernah menangis sama sekali.**Rebeca dan Miranda pulang dalam keadaan setengah mabuk dan banyak sekali belanjaan milik mereka yang di turunkan dari mobil yang
Saat King pergi dari tempat buat meting tadi gumpalan asap hitam sudah mengepul di udara dan itu pertanda jika apa yang di inginkan King sudah terlaksana. Dan King memutuskan untuk segera kembali ke negara A karena entah perasaannya tak tenang tentang Kavaya yang ada di sana. "Leo beri perintah pada anak buah kita di sana untuk terus mengawasi gadisku. Aku mempunyai firasat tak enak tentangnya!"Leo yang sedang memeriksa beberapa laporan pekerjaan segera menghentikannya dan meraih ponselnya untuk menghubungi anak buahnya yang ada di dekat rumah Kavaya. Dan setelah memastikan semua aman, dia melanjutkan pekerjaannya kembali. Sementara King berusaha memejamkan matanya meskipun dia tak akan bisa tidur untuk saat ini.**Pagi hari menjelang dan Kavaya sudah siap untuk pergi kuliah hari ini tapi bukan berarti dia akan berpenampilan rapi seperti anak kuliahan lainnya. Karena jika itu sampai ketahuan nasibnya akan berakhir tragis di tangan ibu tiri dan saudara tirinya.Tap.. tap...Suara l
King segera masuk ke dalam vila itu dan mencari di mana Kavaya sedang di tahan. Richard segera menyusul King masuk ke dalam dan di sana ada beberapa orang yang sudah tergeletak di lantai dengan bersimbah darah dimana mana."Astaga..... udah jelas ini bakalan ada puting beliung angin ribut ini." gumam Richard pelan. Dia segera berlari menyusul King untuk naik ke lantai atas. Saat Richard tengah bingung mencari di mana bosnya itu terdengar suara barang pecah berserakan dan di sana nampak barang pecah berserakan. Tak hanya itu ada dua orang yang sedang di hajar oleh King sampai mereka babak belur tak berbentuk lagi."Kan bener apa dugaanku!"Richard segera menghampiri King dan melihat di sana ada yang aneh dengan Kavaya. Richard segera masuk ke dalam dan jelas indera penciumannya mencium bau yang sangat dia kenali.Srettt...."Kinggg....Berhenti.... Kavaya butuh kamu!!!" Richard berhasil menghentikan King menghajar orang yang sudah tak bergerak itu dan bisa di pastikan jika kedua orang
Kavaya mulai melakukan aksinya pada milik King yang sudah berdiri tegak seolah menantangnya untuk melakukan sesuatu yang membuat tubuhnya panas dingin dan hawa di ruangan itu semakin panas.Kavaya mulai mendekatkan wajahnya ke benda yang sudah tegak berdiri itu dan membuat King menahan napasnya sesaat. Tapi tak sampai beberapa detik mata King terpejam serta kepalanya menengadah ke atas karena dia menikmati apa yang di lakukan Kavaya pada senjata miliknya yang sudah berdiri tegak. Otot ototnya pun juga terlihat di sana saat Kavaya mulai menggerakkan bibir manisnya untuk bergerak di sana. Tak hanya itu jari jemari Kavaya juga bergerak lincah mengikuti nalurinya. Dia terus memainkan benda milik King yang sedang di pegangnya saat ini. King sendiri sudah tak bisa melakukan apa apa karena Kavaya terus memanjakan junior miliknya."Swetty, oh...."Akhirnya suara itu keluar juga dari mulut King dengan nada seraknya. Kavaya terus memainkannya dan juga menjilatnya seperti dia sedang memakan es
Pagi hari menjelang, tapi dua orang yang baru saja menyelesaikan pergumulunnya semalam masih terlelap dalam tidur. Kavaya yang matanya terkena sinar matahari yang masuk ke dalam kamar itu mulai membuka matanya perlahan. Tapi dia mengerutkan keningnya saat dia merasa ada benda berat di atas perutnya. Awalnya dia bingung saat melihat atap kamar itu yang jelas bukan kamarnya. Dia juga beralih pada perutnya dan seketika matanya terbelalak saat melihat ada tangan kekar yang melingkar di atas perutnya.Kavaya masih terdiam mengingt apa yang terjadi, dan matanya membola sempurna saat ingatan demi ingatan apa yang terjadi semalam mulai terlintas di benaknya."Astaga, apa yang aku lakuin?" gumam Kavaya lirih.Dia dengan pelan menyingkirkan tangan itu dan ingin pergi dari sana. Tapi ternyata bagian inti miliknya masih terasa perih dan membuatnya meringis kesakitan."Sshhh....."Dan karena posisi dia yang tak benar akhirnya Kavaya pun terjatuh di atas lantai."Awww...."King yang semula terlela
"Ehmmm...." Wajah Kavaya bingung saat ini dan itu membuat King bertanya tanya. "Apa masih ada yang mengganggu pikiran kamu?" "Jadi aku harus memanggilmu apa? Kamu dari tadi terus memanggilku dengan panggilan Sweety tapi kita tak punya hubungan sedekat itu sebelumnya. Kecuali....?" King yang mendengar pernyataan Kavaya hampir saja mengamuk tapi kemudian dia melihat raut wajah bingung Kavaya dia memahami apa yang membuat Kavaya banyak berpikir sejak tadi. King tiba tiba kembali berjongkok di depan Kavaya dan membuat Kavaya mengerjakan matanya lucu. "Kamu bisa panggil aku sayang jika kamu mau. Dan lagi mungkin di sini sudah ada kecebong yang sudah berkembang biak dengan banyak," celetuk King santai. "A-apa? Berkembang biak?" King mengangguk dan dia mendekatkan dirinya pada Kavaya yang membuat Kavaya sedikit mundur ke belakang. "Apa yang ingin kamu lakukan?" cicit Kavaya takut. "Aku harap kamu mengandung anakku, dengan begitu kamu tidak akan mempunyai pikiran untuk
Miranda terus bertahan di dalam mobilnya tapi salah satu preman itu memecahkan kaca mobil dengan senjata yang dia bawa.Prankkk....."Aaaaa......."Miranda berteriak dengan kencang dan menutup kedua telinganya. Preman itu segera membuka paksa pintu mobil itu. Mereka menarik paksa Miranda untuk keluar dari dalam mobil. Miranda terus berteriak tapi sayangnya area itu sangat sepi dan tak ada mobil yang berlalu lalang di sana. Jangan ditanya bagaimana bisa seperti itu, tentu saja semua ada campur tangan Leo di balik itu semua."Kalian ini siapa? Kalian mah apa hah?" teriak Miranda mencoba untuk berani.Tapi ternyata para preman itu mengacungkan senjata pada Miranda yang membuat Miranda gemetar ketakutan."Kalian akan di penjara jika kalian menembakku." ucap Miranda tergagap.Dia memundurkan badannya karena mereka mengacungkan pistol itu tepat di kepalanya saat ini dan jelas Miranda masih sayang nyawanya, jadi dia memutuskan untuk tak melawan lagi.Miranda melihat salah satu preman itu me
Kavaya yang baru saja mengangguk kemudian membelalakkan matanya kembali. Dan dia menatap King serta Moa bergantian dan itu membuat Moa yang ada di depannya tentu saja gemas dengan tingkah Kavaya."Kenapa bingung?" tanya Moa lagi."Tunggu, jadi dia eh King ini anak Tante?" Moa mengangguk geli karena Kavaya terlihat terkejut kembali."Hemm, dan yang bikin Tante senang adalah Tante nggak perlu maksain dia buat mau ketemu sama kamu karena dia sendiri yang udah bawa kamu pulang kemari. Jadi jelas Tante nggak akan keluarin tenaga extra buat paksa dia menikah sama kamu," jelas Moa lagi.King sudah melihat ke sembarang arah karena entah kenapa ada perasaan yang tak bisa di jelaskan lagi darinya mendengar ternyata Kavaya lah yang akan di jodohkan dengannya.Sedangkan Kavaya masih terlihat bingung dengan situasi yang terjadi saat ini."Tapi bukannya Tante kemarin memilih Rebeca ya untuk di jadikan menantu Tante?" tanya Kavaya ragu.Moa meraih wajah Kavaya dan mencubit pipi gadis itu dengan ge
Keesokan paginya Kaito yang sudah ada di kantor pun segera menyuruh beberapa orang kepercayaannya untuk menyiapkan pesta topeng sesuai dengan apa yang di mau Kavaya. Dan dengan begitu tak ada yang tahu jika Kavaya ada disini. Karena memang selama ini wajah cantik Kavaya sudah di bingkai dengan topeng yang sudah di design sendiri oleh Kavaya jadi tak akan ada yang tahu wajah dan rupa di balik topeng hitam yang menutup sebagian mata indah milik Kavaya."Apa ada yang harus di siapkan lagi tuan muda?" tanya asisten Kaito yang selalu setia pada Kaito selama ini.Kaito nampak memeriksa semuanya dengan teliti, dia tak ingin ada yang luput dari pengawasannya. Terutama mengenai semua pesta itu dan tak ingin ada yang mengganggu kenyamanan Kavaya nanti."Aku rasa sudah semua, dan lagi teliti semua makanan yang akan di konsumsi semua orang nanti. Pastikan jika tak akan ada satu hal pun yang membuat gaduh nanti." pesan Kaito pada asistennya.Sang asisten mengangguk mengerti, dia juga tak ingin ad
"AKavaya dan Kaito sudah dalam perjalanan kembali ke tempat dimana Kavaya pernah tinggal. Kaito sejak tadi memerhatikan Kavaya yang hanya diam dan tak bersuara lagi."Ada apa? Apa yang kamu pikirkan?" Kavaya membuka matanya perlahan dan menatap ke arah Kakaknya saat ini. Dia bingung apa yang ada di pikirannya saat ini."Kak jika aku ikut bersama kakak ke kantor aku takut akan ada yang langsung mengenaliku nanti. Jadi nanti aku nggak akan ikut kakak ke kantor." Kavaya mencoba memberitahu sang kakak tentang apa yang dia pikirkan saat ini. Dan Kaito pun nampak memikirkan apa yang di bicarakan sang adik."Kamu benar, mungkin jika harus kembali ke kantor nanti ketika semua sudah berjalan dengan apa yang kita mau. Tapi setelah kita sampai akan ada pesta penyambutan. Apa yang akan kamu lakukan?" Kavaya menaikkan sebelah alisnya."Pesta untuk apa?" "Untuk penyambutan karena kita sudah kembali ke kantor. Apa kamu punya ide yang lain? Sebenarnya ini ide semua direksi yang ada disana karen
Naom mulai menjerit keras saat Richard mulai bermain di bawah sana dengan cepat, bahkan tak cuma benda lunak itu saja yang mencagak isi dalam lembah milik Naomi. Dua jari bergantian dengan cepat mengobrak abrik milik Naomi."Ahhhhh, Richarddd..... tidakkkk oh....." Naomi semakin berteriak keras saat lahar kenikmatan miliknya mulai menyembur disana. Richard sendiri menikmatinya tanpa ada rasa jijik padanya. Napas Naomi tersengal sengal saat badai gelombang itu datang dengan cepat.Richard melihat ke arah wajah Naomi yang masih memerah dan nampak wajah sayu serta mata yang masih menatap Richard dengan pandangan yang berbeda.Richard mulai berdiri dan dia mulai melepas apa yang masih ada di badannya. Naomi yang sebenarnya sudah terbiasa melihat itu masih memalingkan wajahnya karena malu."Kenapa masih malu? Padahal kamu sudah biasa melihatnya?" goda Richard.Bukan masalah Naomi yang sudah terbiasa melihatnya tapi karena Richarda sedang memainkan benda milikna di hadapan Naomi tanpa ras
Kavaya yang baru saja selesai dengan mengurus benalu itu segera kembali ke kamarnya dan membersihkan dirinya sendiri karena dia sudah berkeringat dan dia benci hal itu.Tapi sebelum dia benar benar masuk ke dalam kamar mandi ponselnya bergetar tanda ada pesan masuk ke dalam ponselnya itu."Ava, kapan kamu kembali kesini?" Isi pesan itu, tapi Kavaya tak membalasnya dan hanya melihatnya saja. Dia bahkan tak tertarik untuk membuka ponselnya lagi saat ini.Kavaya melanjutkan langkahnya kembali masuk ke dalam kamar mandi. Di saat semua pakaian sudah di lepasnya. Kavaya menatap tubuhnya di cermin yang ada di depannya. Spontan tangan kirinya meraba bekas jahitan yang ada di perutnya meskipun itu sudh terlihat samar tapi masih saja ada bekasnya. Kavaya memejamkan matanya sekilas dan tiba tiba rasa sesak itu kembali lagi saat ini."Padahal sudah lama sekali, tapi kenapa rasanya masih sesak." gumam Ava lirih.Dia menghembuskan napasnya untuk sekedar mengontrol emosinya. Dia takut jika dia lepa
Bulan pun berganti tahun, dan banyak sekali yang berubah. King semakin dingin dan semakin kejam tapi sayapnya semakin mengepak lebar dengan semua usahanya baik perusahaan maupun dunia bawah. Tak sedikit juga para partner King menyodorkan anak gadis mereka untuk King tapi semua berakhir dengan penolakaapa sudah dan bahkan ada yang sampai tewas di tangan King karena berusaha naik ke ranjang King dengan menjebaknya.Leo dan Richard pun tak bisa melakukan apa apa ketika King marah atau mereka berdua akan berakhir di rumah sakit lagi dengan banyak luka dan patah tulang. King sendiri sudah seperti robot yang kaku dan tak tersentuh, hanya dengan Moa saja King masih bisa berbasa basi meskipun dengan wajah yang datar itu."King, ada laporan soal perusahaan yang di anak cabang, ada yang menggelapkan dana tapi tak ada bukti sama sekali yang mereka temukan."Leo masuk ke dalam ruangan King yang sedang menghisap rokoknya itu. Leo melihat King masih berdiri di dekat jendela tapi tak lama dia seger
King sudah sampai di rumah sakit tempat Kavaya di rawat. Beberapa petugas kesehatan itu mulai dari Directur dan juga jajarannya serta para dokter yang bertugas menjaga Kavaya hanya bisa menunduk tak berani menatap ke arah King serta Leo yang baru saja datang.Sementara di satu sisi ada Moa yang terus menangis di pelukan Axel."Papi..." Panggil King yang langsung menghampiri Axel.Sorot mata King yang tajam membuat Axel sedikit tak nyaman, dia sangat tahu bagaimana King saat marah. Pedro pun juga sudah sampai di sana untuk menemani anak buah Axel mencari dan melacak keberadaan Kavaya yang sudah pergi tanpa jejak. King yang melihat Moa terus menangis pun tak tega, dia berjongkok di depan maminya dan memegang lembut tangan sang mami."Mami, tenanglah.... Aku akan segera mencarinya. Jika mami terus menangis mami akan sakit nanti." ucap King lirih.King tak menyangka jika hilangnya Kavaya membuat maminya terpukul.Dia menenangkan sang mami sampai terpaksa sang mami di berikan obat penen
Axel terus memerhatikan Kavaya dari luar dan itu membuat Moa bertanya tanya apa yang sedang Axel pikirkan saat ini. Kenapa mendadak Axel nampak gelisah saat melihat Kavaya. "Axel, apa terjadi sesuatu sampai kamu gelisah seperti ini?" tanya Moa membuyarkan lamunan Axel.Axel langsung menggelengkan kepalanya dan melihat ke arah Moa, dia bingung ingin mengatakan sesuatu tapi dia sendiri belum yakin dengan apa yang ada di pikirannya. Tapi melihat semua yang King berikan keyakinannya bisa berlipat."Apa perlu aku menyuruh Pedro untuk mencari tahu? Tapi bagaimana jika itu benar? Kavaya pasti akan di bawa sama mereka, di tambah keadaan Kavaya yang sedang tak baik!" batin Axel gundah."Moa, aku ingin mengatakan sesuatu tapi aku sendiri belum yakin dengan ini." Moa masih menunggu apa yang akan di katakan oleh Axel saat ini dan ini semakin membuatnya penasaran apalagi Axel terlihat sangat gelisah saat ini dan itu membuatnya tak tenang. Past ada sesuatu tentang Kavaya yang belum dia tahu."Mo
King masih terdiam di kamarnya saat ini, bayangan Kavaya yang bersimbah darah dan memanggil namanya terus teringang di benaknya dan membuatnya tak bisa tidur malam ini. Leo sendiri sudah kembali ke kamarnya begitu juga dengan Richard.Segelas anggur merah ada di tangan King, perlahan dia menyesap sedikit demi sedikit minuman yang bisa membuat semua orang itu melayang. Tapi berbeda dengan King, daya tahan tubuhnya pun jauh berbeda dengan orang lain, meskipun dia minum berapa botol pun tak akan berpengaruh padanya.Ting...Pesan masuk ke dalam ponselnya dan itu dari Axel yang memberi tahu jika mereka sudah tiba di rumah sakit yang menjadi tujuan Axel saat ini. Dia juga menerima sebuah foto Kavaya yang sudah terbaring di ruangannya.Air mata King kembali menetes saat dia melihat Kavaya yang terbaring lemah dengan banyak selang di semua badannya. King mengusap ponsel itu yang ada foto Kavaya, tapi dia segera menutup kembali ponselnya agar dia tak semakin larut dengan kesedihannya. Dia ta
Leo pun pergi menyusul King dan memastikan sepupunya itu juga baik baik saja. Sedangkan Richard yang baru saja melihat Leo pergi sudah menghembuskan napas panjang dan memejamkan matanya sejenak.Setelahnya Richard kembali memandang Rebeca dengan tajam, dia meraih sarung tangan yang di berikan anak buahnya kepadanya.Richard berjalan pelan ke arah Rebeca dan itu membuat Rebeca tentu saja gemetar ketakutan."Ap-apa yang ingin kamu lakukan sebenarnya? Apa belum puas kalian menghukumku kemarin?" tanya Rebeca terbata bata.Richard tersenyum tapi senyumannya tak seperti senyuman yang biasa tapi lebih menakutkan dari pada yang dia lihat biasanya."Kamu sudah tahu apa kesalahanmu tapi kamu masih saja banyak bicara dan itu membuat aku semakin kesal. Kalau sudah busuk mau kamu berlaku seperti apa tetap aja busuk, bahkan dari kejauhan pun sudah tercium bau busuk kalian!" ucap Richard dengan kejamnya.Rebeca terhenyak dengan perkataan Richard, apa sebegitu pentingnya Kavaya buat mereka sampai dia