Beranda / Fantasi / Perjalanan Waktu Sang Penjelajah Takdir / BAB 102: DYAH SULASTRI MENGUNGKAP RAHASIA BARU

Share

BAB 102: DYAH SULASTRI MENGUNGKAP RAHASIA BARU

Penulis: Arjuna Wiraguna
last update Terakhir Diperbarui: 2025-03-03 02:00:32
Malam itu, suasana di istana Gilingwesi terasa lebih berat dari biasanya. Udara dingin membawa aroma tanah basah dan dedaunan hijau yang berembun, sementara angin malam berdesir pelan, seolah-olah membawa pesan dari dunia lain. Setelah peringatan Banaspati tentang ancaman besar yang mendekat, ketegangan di istana semakin memuncak. Para prajurit berjaga dengan waspada, sementara para pemimpin kerajaan berkumpul untuk merencanakan langkah selanjutnya.

Namun, di tengah kekacauan tersebut, Dyah Sulastri meminta Raka untuk bertemu dengannya di tepi sungai suci. Tempat itu adalah salah satu lokasi paling sakral di kerajaan, tempat Naga Niskala—penjaga sungai suci—sering muncul dalam legenda. Raka mengikuti Dyah dengan rasa penasaran, meskipun ia tahu bahwa sesuatu yang penting akan terungkap malam ini.

Saat mereka tiba di tepi sungai, cahaya bulan memantul di permukaan air yang tenang, menciptakan atmosfer magis yang mendalam. Suara gemericik air dan desiran angin menambah nuansa mistis yang
Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi
Bab Terkunci

Bab terkait

  • Perjalanan Waktu Sang Penjelajah Takdir   BAB 103: PENYIHIR GELAP KEMBALI

    Malam itu, langit di atas Kerajaan Gilingwesi tampak gelap dan tertutup awan kelabu yang tebal. Tidak ada bintang yang bersinar, hanya petir sesekali menyambar jauh di cakrawala, menciptakan kilatan cahaya yang menerangi bayangan-bayangan di hutan lebat sekitar kerajaan. Udara dingin membawa aroma tanah basah dan dedaunan hijau yang berembun, sementara angin malam berdesir pelan, seolah-olah membawa pesan dari dunia lain. Suasana di istana semakin tegang setelah peringatan Banaspati dan pengungkapan rahasia Dyah Sulastri. Namun, ancaman baru datang lebih cepat dari yang diperkirakan.Di tepi hutan, sebuah portal hitam muncul secara tiba-tiba, mengeluarkan asap pekat yang berputar-putar seperti pusaran angin. Dari dalam portal itu, sosok penyihir gelap yang pernah dikalahkan Raka muncul kembali—tetapi kali ini ia terlihat lebih kuat, lebih menyeramkan. Tubuhnya diliputi oleh kabut hitam yang berdenyut seperti denyut nadi, matanya menyala merah menyala penuh kebencian, dan suaranya berge

    Terakhir Diperbarui : 2025-03-03
  • Perjalanan Waktu Sang Penjelajah Takdir   BAB 104: PERSIAPAN PERTEMPURAN BARU

    Pagi itu, suasana di istana Gilingwesi dipenuhi dengan ketegangan yang terasa hingga ke sudut-sudut terjauh. Udara dingin membawa aroma tanah basah dan dedaunan hijau yang berembun, sementara angin pagi berdesir pelan, seolah-olah membawa bisikan dari dunia gaib. Setelah kemunculan penyihir gelap yang mengancam kerajaan, Raka, Dyah Sulastri, dan Arya Kertajaya berkumpul di ruang perang untuk mempersiapkan strategi melawan ancaman besar ini.Raka duduk di ujung meja, matanya penuh tekad saat ia menatap peta besar Kerajaan Gilingwesi yang terbentang di depannya. "Kita tidak punya banyak waktu," katanya dengan nada serius. "Penyihir gelap itu sudah memiliki kekuatan baru, dan pasukan bayangan Ki Jagabaya pasti akan menyerang lebih agresif."Dyah Sulastri berdiri di sampingnya, wajahnya penuh keteguhan meskipun matanya menunjukkan rasa khawatir. "Kita harus menggunakan semua sumber daya yang kita miliki. Tidak hanya kekuatan manusia, tetapi juga bantuan dari makhluk gaib."Arya Kertajaya m

    Terakhir Diperbarui : 2025-03-03
  • Perjalanan Waktu Sang Penjelajah Takdir   BAB 105: KONFRONTASI AWAL

    Malam itu, suasana di desa-desa pinggiran Kerajaan Gilingwesi tiba-tiba berubah menjadi kekacauan. Pasukan bayangan Ki Jagabaya muncul tanpa peringatan, membawa teror dan kehancuran. Mereka menyerang dengan cepat, membakar rumah-rumah penduduk, merampas persediaan makanan, dan menciptakan kepanikan yang meluas. Udara malam dipenuhi oleh jeritan ketakutan, aroma asap yang menyengat, dan suara pedang yang beradu. Angin malam berdesir kencang, membawa bisikan gaib yang seolah-olah mencoba memberi peringatan kepada mereka yang masih tersadar.Raka, yang sedang memimpin pasukan loyalis untuk menjaga wilayah tersebut, segera menyadari bahwa serangan ini bukan sekadar aksi sporadis—ini adalah bagian dari strategi besar untuk melemahkan pertahanan kerajaan. Ia mengumpulkan para prajuritnya di tengah desa yang kini penuh api dan kehancuran."Kita tidak bisa mundur!" teriak Raka, suaranya penuh tekad meskipun wajahnya tertutup jelaga dari kobaran api. "Jika kita kehilangan desa-desa ini, maka pi

    Terakhir Diperbarui : 2025-03-03
  • Perjalanan Waktu Sang Penjelajah Takdir   BAB 106: SEJARAH TERSEMBUNYI

    Di tengah malam yang sunyi, Raka duduk di ruang bawah tanah istana, dikelilingi oleh gulungan-gulungan naskah kuno yang berdebu. Cahaya lilin yang redup memantul pada wajahnya yang penuh rasa penasaran, sementara angin malam berdesir pelan melalui celah-celah dinding, membawa aroma tanah basah dan dedaunan hijau yang berembun. Suara gemericik air dari sungai suci di kejauhan terdengar samar-samar, seolah-olah alam itu sendiri sedang menyaksikan momen penting ini.Sejak pertempuran melawan pasukan bayangan Ki Jagabaya, ia merasa ada sesuatu yang lebih besar—sebuah rahasia yang belum terungkap sepenuhnya tentang lenyapnya Kerajaan Gilingwesi. Tangannya bergetar saat ia membuka salah satu gulungan tua yang hampir rapuh. Tinta hitam yang memudar masih menyisakan jejak-jejak tulisan kuno dalam aksara Jawa kuno. Matanya menyipit untuk membaca dengan lebih jelas. Saat ia mulai memahami isi dokumen itu, ekspresinya berubah dari rasa ingin tahu menjadi keheranan mendalam."Gilingwesi tidak hany

    Terakhir Diperbarui : 2025-03-03
  • Perjalanan Waktu Sang Penjelajah Takdir   BAB 107: KONFLIK BATIN RAKA

    Malam itu, Raka duduk sendirian di tepi sungai suci, tempat di mana Naga Niskala sering muncul. Udara dingin membawa aroma tanah basah dan dedaunan hijau yang berembun, sementara angin malam berdesir pelan, seolah-olah mencoba memberi jawaban atas pertanyaannya yang tak terucap. Cahaya bulan pucat memantul di permukaan air yang tenang, menciptakan bayangan-bayangan halus yang terlihat seperti wajah-wajah dari masa lalu.Raka menundukkan kepala, tangannya memegang erat cermin perunggu yang telah membawanya ke masa ini. Ia merasa terjebak antara dua dunia: masa depan yang ia tinggalkan—dunia modern dengan teknologi canggih, logika, dan pengetahuan ilmiah—dan masa lalu yang kini menjadi tanggung jawabnya. Dunia Gilingwesi yang penuh mistis, ritual gaib, dan makhluk mitologi membuatnya merasa seperti seorang asing yang dipaksa untuk mengambil peran penting dalam konflik besar."Apa aku benar-benar bisa mengubah takdir kerajaan ini?" gumam Raka pelan, suaranya nyaris tenggelam dalam gemeris

    Terakhir Diperbarui : 2025-03-04
  • Perjalanan Waktu Sang Penjelajah Takdir   BAB 108: HUBUNGAN RAKA-DYAH SULASTRI MEMANAS

    Pagi itu, suasana di istana terasa berbeda. Udara segar membawa aroma bunga kenanga yang mekar di taman kerajaan, tetapi ketegangan tampak jelas di wajah para penghuni istana. Dyah Sulastri duduk di tepi kolam suci di halaman belakang istana, tangannya menyentuh permukaan air yang tenang. Wajahnya murung, matanya penuh dengan kekhawatiran. Ia merasa beban takdir semakin berat, terutama setelah mengetahui bahwa hubungannya dengan Raka mulai mendapat sorotan dari banyak pihak.Raka muncul dari balik pintu kayu ukir, langkahnya ragu-ragu saat melihat Dyah duduk sendirian. Ia ingin mendekat, tetapi sesuatu dalam dirinya membuatnya berhenti sejenak. Ia bisa merasakan bahwa ada sesuatu yang mengganggu pikiran Dyah—dan ia khawatir itu adalah dirinya."Dyah," panggilnya pelan, suaranya nyaris tenggelam dalam gemericik air kolam.Dyah menoleh, wajahnya mencoba tersenyum meskipun rautnya masih penuh kecemasan. "Raka... aku tahu kau pasti akan datang."Raka duduk di sampingnya, matanya mencari ja

    Terakhir Diperbarui : 2025-03-04
  • Perjalanan Waktu Sang Penjelajah Takdir   BAB 109: ARYA KERTAJAYA MENYELIDIKI

    Malam itu, angin dingin berhembus pelan melewati lorong-lorong istana Gilingwesi. Di bawah cahaya lampu minyak yang redup, Arya Kertajaya melangkah dengan langkah tertutup, hatinya penuh kecurigaan dan ketegangan. Sejak peringatan dari Banaspati beberapa hari lalu, ia tidak bisa mengenyahkan firasat buruk tentang Ki Jagabaya—pemimpin pasukan bayangan yang selama ini dipercaya oleh Rakai Wisesa.Arya telah memperhatikan sesuatu yang mencurigakan. Beberapa kali ia melihat Ki Jagabaya berbicara diam-diam dengan para pengikutnya di sudut-sudut tersembunyi istana, atau bahkan meninggalkan wilayah kerajaan pada malam hari tanpa alasan yang jelas. Ada sesuatu yang tidak beres, dan Arya bertekad untuk menemukan jawabannya.Angin malam berdesir lebih kencang, membawa aroma belerang yang menusuk hidung. Suara gemericik air dari sungai suci terdengar samar-samar, seolah-olah alam itu sendiri sedang menanggapi ketegangan yang sedang terjadi.Arya menyelinap keluar dari istana menuju hutan lebat ya

    Terakhir Diperbarui : 2025-03-04
  • Perjalanan Waktu Sang Penjelajah Takdir   BAB 110: RITUAL GAIB BARU

    Matahari mulai tenggelam di balik pegunungan, memancarkan cahaya jingga yang lembut namun misterius. Udara di istana terasa lebih berat dari biasanya, seolah-olah alam sedang menahan napas. Di ruang singgasana, Rakai Wisesa duduk dengan wajah muram, sementara para penasehat dan panglima perang berkumpul dalam suasana tegang.Tiba-tiba, pintu besar ruang singgasana terbuka dengan suara berderit pelan. Semua mata tertuju pada sosok tua yang melangkah masuk—Resi Agung Darmaja. Ia tampak lebih rapuh daripada biasanya, tetapi matanya bersinar dengan kekuatan spiritual yang luar biasa. Jubah putihnya bergoyang lembut, seakan angin gaib mengiringi setiap langkahnya."Yang Mulia," kata Resi Agung Darmaja dengan suara rendah namun penuh otoritas. "Aku membawa kabar penting yang tidak bisa ditunda lagi."Rakai Wisesa menegakkan tubuhnya, matanya menyipit. "Apa yang kau maksud, Resi?"Resi Agung Darmaja maju beberapa langkah, lalu berhenti di depan takhta. "Kita membutuhkan perlindungan lebih kua

    Terakhir Diperbarui : 2025-03-04

Bab terbaru

  • Perjalanan Waktu Sang Penjelajah Takdir   Bab 219: Ki Jagabaya Melarikan Diri Lagi

    Malam yang pekat menyelimuti istana Gilingwesi. Di bawah tanah, di mana udara lembap dan bau lumut menyengat, Ki Jagabaya duduk dalam selnya yang sempit. Dinding batu yang berlumut dan jeruji besi berkarat menjadi saksi bisu penderitaannya. Ia menatap tajam pada bayangan yang bergerak-gerak di sudut sel, seolah mencari celah untuk melarikan diri. Tubuhnya yang tegap dan wajahnya yang penuh bekas luka menunjukkan bahwa ia bukan tahanan biasa. Matanya yang tajam seperti elang meneliti setiap inci lorong penjara, mencari kelemahan penjagaan. Sejak ditangkap karena pengkhianatannya, Ki Jagabaya tak pernah berhenti merencanakan pelarian. Ia tahu, keberadaannya di penjara hanyalah kesalahan fatal yang harus diperbaiki. "Mereka mengira rantai ini bisa menahanku?" gumamnya pelan, suaranya parau namun penuh keyakinan. Tangan kasarnya menggenggam erat jeruji besi, menguji kek

  • Perjalanan Waktu Sang Penjelajah Takdir   Bab 218: Arya Kertajaya Mengambil Keputusan Akhir

    Langit kelabu menggantung seperti kain berkabung yang basah oleh embun pagi, menyelimuti lapangan latihan kerajaan dengan kesan murung. Angin dingin berhembus pelan, menggoyang rumput liar yang tumbuh di antara bekas jejak kaki prajurit. Arya Kertajaya berdiri di sana, tubuhnya tegak seperti patung perunggu, namun jemarinya gemetar menggenggam Keris Pusaka Kyai Slamet . Pedang warisan itu terasa semakin berat, seolah menyerap seluruh beban penyesalan yang menggerogoti hatinya. Bayangan di tanah tiba-tiba bergerak sendiri, membentuk siluet Buto Ijo yang mengangkat kapak perunggu. Ini pertanda , pikirnya. Alam gaib tidak merestui keputusanku . Kilas balik menghantuinya: bocah delapan tahun yang berlari di halaman istana, tertawa riang bersama Dyah Sulastri kecil. "Arya, kau lambat!" serunya dulu. "Jika kau tertangkap Buto Ijo, aku ti

  • Perjalanan Waktu Sang Penjelajah Takdir   BAB 217: IDENTITAS SEJATI DYAH SULASTRI

    Matahari pagi mulai muncul di balik awan kelabu, menyinari istana Gilingwesi yang hancur akibat pertempuran besar. Udara masih dipenuhi oleh asap tipis yang membumbung dari reruntuhan bangunan-bangunan kerajaan. Di dalam ruangan pribadi Dyah Sulastri, lilin-lilin kecil yang diletakkan di sekeliling tempat tidurnya mulai padam satu per satu, seolah-olah memberi isyarat bahwa sesuatu yang penting akan terjadi.Raka duduk di sisi ranjang, matanya tertuju pada wajah Dyah Sulastri yang pucat namun damai. Ia telah berjaga selama berjam-jam, menunggu tanda-tanda kehidupan dari gadis itu. Tangannya yang gemetar memegang artefak perunggu, benda yang menjadi kunci dari semua kekacauan ini. Tetesan air hujan mengalir di wajah Raka, bercampur dengan air mata yang terus mengalir. Setiap tetesan itu terasa seperti be

  • Perjalanan Waktu Sang Penjelajah Takdir   BAB 216: RESI AGUNG DARMAJA MENGUNGKAP SEMUA

    Malam itu, langit di atas istana Gilingwesi dipenuhi oleh awan kelabu yang menyelimuti bintang-bintang. Udara terasa berat, seolah-olah alam semesta menahan napasnya untuk sesuatu yang akan terjadi. Raka mengikuti Resi Agung Darmaja ke ruangan pribadinya yang terletak di menara tertinggi istana. Ruangan itu dipenuhi gulungan-gulungan kuno, artefak-artefak spiritual, dan lilin-lilin yang memancarkan cahaya redup. Di tengah ruangan, sebuah meja kayu tua menopang artefak perunggu yang dikenalnya—cermin waktu yang membawanya ke sini.Resi Agung Darmaja berdiri di depan jendela besar, punggungnya menghadap Raka. Suaranya rendah namun menggema seperti guntur di ruangan sempit itu. "Kau telah melalui banyak hal, Raka," katanya tanpa berbalik. "Namun, ada sesuatu yang harus kau ketahui sebelum semuanya terlambat."Raka merasakan beban tak terlihat menekan dadanya. Ia meraih artefak perunggu di pinggangnya, memastikan bahwa ia siap jika sesuatu terjadi. "Apa yang ingin kau katakan, Resi Agung?

  • Perjalanan Waktu Sang Penjelajah Takdir   BAB 215: KEPUTUSAN TERAKHIR

    Malam itu, angin dingin berdesir melalui reruntuhan istana Gilingwesi. Raka berdiri di ruang bawah tanah yang gelap, tempat portal waktu kini aktif kembali. Cahaya biru keperakan dari artefak perunggu memancar dengan intensitas yang membuat udara di sekitarnya bergetar seperti gelombang energi kosmik. Ia merasakan tarikan kuat dari portal itu—sebuah panggilan yang sulit diabaikan.Namun, suara lain juga terdengar di kepalanya. Suara-suara halus dari masa lalu dan masa depan bergema bersamaan, membisikkan pilihan-pilihan yang saling bertentangan. "Kembalilah... duniamu menantimu," bisik salah satu suara. "Tetaplah... hanya kau yang bisa menyelamatkannya," balas suara lainnya.Raka menutup matanya erat-erat, mencoba menghalau keraguan yang mulai memenuhi pikirannya. "Apa

  • Perjalanan Waktu Sang Penjelajah Takdir   BAB 214: PORTAL WAKTU AKTIF KEMBALI

    Setelah pertempuran besar yang menghancurkan, suasana di istana Gilingwesi mulai mereda. Namun, ketegangan masih menyelimuti udara. Raka berdiri di tepi sungai suci, artefak perunggu di pinggangnya bergetar lemah. Ia tidak bisa menyingkirkan perasaan bahwa sesuatu yang besar sedang terjadi—sesuatu yang melampaui kemenangan sementara atas pasukan asing dan penyihir gelap.Saat ia memandangi artefak itu, cahaya biru keperakan tiba-tiba memancar dengan intensitas yang belum pernah ia lihat sebelumnya. Getarannya semakin kuat, hingga nyaris terlepas dari genggamannya. Suara gemuruh rendah bergema di udara, seperti desiran energi kosmik yang membangunkan seluruh istana."Raka!" seru sebuah suara di belakangnya. Arya Kertajaya berlari mendekat, wajahnya dipenuhi oleh kekhawatiran. "Apa yang terjadi? Apakah itu cerminmu?"

  • Perjalanan Waktu Sang Penjelajah Takdir   BAB 213: KEMENANGAN SEMENTARA

    Setelah pertempuran besar yang menghancurkan, pasukan asing akhirnya mundur. Penyihir gelap telah dikalahkan oleh kekuatan spiritual Raka, dan pasukan loyalis berhasil menekan sisa-sisa pasukan bayangan Ki Jagabaya. Namun, kemenangan ini tidak datang tanpa harga mahal. Kerajaan Gilingwesi terlihat seperti reruntuhan—istana utama hancur sebagian, desa-desa di sekitarnya luluh lantak, dan banyak korban jiwa berjatuhan.Angin dingin berembus di medan perang, membawa aroma darah dan abu yang masih menyelimuti udara. Asap tebal mengepul dari bangunan-bangunan yang terbakar, menciptakan suasana kelabu yang suram. Prajurit loyalis berkumpul di lapangan istana, wajah mereka lelah namun penuh rasa syukur atas kemenangan yang diraih dengan susah payah.Namun, bagi Raka, kemenangan ini terasa kosong. Ia berdiri di tengah-tengah kerumunan prajurit, tetapi pikirannya jauh dari perayaan. Matanya tertuju pada reruntu

  • Perjalanan Waktu Sang Penjelajah Takdir   BAB 212: KI JAGABAYA DITANGKAP

    Pertempuran besar di luar istana mulai mereda setelah kekalahan penyihir gelap. Pasukan loyalis berhasil menekan pasukan bayangan Ki Jagabaya, yang kini tercerai-berai tanpa pemimpin mereka yang menghilang bersama penyihir gelap. Namun, Arya Kertajaya tidak puas dengan hasil ini. Ia tahu bahwa Ki Jagabaya adalah otak di balik serangan mematikan terhadap kerajaan, dan ia bertekad untuk menangkap pria itu sebelum ia melarikan diri. Di tengah kekacauan medan perang, Arya Kertajaya memimpin pasukan kecil menuju lokasi rahasia di hutan lebat tempat Ki Jagabaya diketahui bersembunyi. Ia telah mendengar desas-desus dari beberapa prajurit bayangan yang tertangkap bahwa Ki Jagabaya sedang mempersiapkan langkah selanjutnya—rencana yang lebih berbahaya daripada serangan pertama. Setelah berjam-jam mencari, Arya Kertajaya dan pasukannya akhirnya menemukan Ki Jagabaya di sebuah gua tersembunyi di tepi sungai suci.

  • Perjalanan Waktu Sang Penjelajah Takdir   BAB 211: KEKUATAN BARU RAKA

    Setelah Dyah Sulastri jatuh ke dalam koma, medan perang terasa semakin sunyi bagi Raka. Tubuhnya masih gemetar karena kelelahan dan emosi yang memuncak. Ia berlutut di tanah, memegang tubuh tak berdaya sang putri dengan erat, air mata mengalir deras di pipinya."Kenapa harus seperti ini?" gumamnya pelan, suaranya penuh rasa bersalah dan kemarahan. "Kenapa aku tidak bisa melindungimu?"Pasukan loyalis mencoba mendekat untuk membawa Dyah Sulastri ke tempat aman, tetapi Raka menolak mereka dengan gerakan tangan yang tegas. Matanya kosong, namun di dalam dirinya, api kemarahan mulai menyala. Ia merasakan sesuatu yang baru—sesuatu yang belum pernah ia rasakan sebelumnya.Angin dingin berdesir, membawa aroma belerang yang semakin kuat. Penyihir gelap muncul kembali, tertawa dingin di tengah kabut hitam yang menyelimuti medan perang. "Lihatlah dirimu, Raka," ejeknya. "Kau

Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status