Share

BAB 110: RITUAL GAIB BARU

last update Last Updated: 2025-03-04 17:00:44
Matahari mulai tenggelam di balik pegunungan, memancarkan cahaya jingga yang lembut namun misterius. Udara di istana terasa lebih berat dari biasanya, seolah-olah alam sedang menahan napas. Di ruang singgasana, Rakai Wisesa duduk dengan wajah muram, sementara para penasehat dan panglima perang berkumpul dalam suasana tegang.

Tiba-tiba, pintu besar ruang singgasana terbuka dengan suara berderit pelan. Semua mata tertuju pada sosok tua yang melangkah masuk—Resi Agung Darmaja. Ia tampak lebih rapuh daripada biasanya, tetapi matanya bersinar dengan kekuatan spiritual yang luar biasa. Jubah putihnya bergoyang lembut, seakan angin gaib mengiringi setiap langkahnya.

"Yang Mulia," kata Resi Agung Darmaja dengan suara rendah namun penuh otoritas. "Aku membawa kabar penting yang tidak bisa ditunda lagi."

Rakai Wisesa menegakkan tubuhnya, matanya menyipit. "Apa yang kau maksud, Resi?"

Resi Agung Darmaja maju beberapa langkah, lalu berhenti di depan takhta. "Kita membutuhkan perlindungan lebih kua
Continue to read this book for free
Scan code to download App
Locked Chapter

Related chapters

  • Perjalanan Waktu Sang Penjelajah Takdir   BAB 111: NAGA NISKALA MEMBERIKAN JAWABAN

    Matahari mulai tenggelam di balik pepohonan rindang, memancarkan cahaya jingga yang lembut namun misterius. Udara di sekitar sungai suci terasa lebih dingin dari biasanya, membawa aroma tanah basah dan dedaunan hijau yang berembun. Raka dan Dyah Sulastri melangkah perlahan menuju tepi sungai, di mana airnya mengalir dengan tenang, memantulkan kilauan sinar matahari yang tersisa.Dyah tampak tegang, tangannya erat menggenggam selendangnya. "Aku tidak tahu apakah kita akan mendapatkan jawaban yang kita cari," katanya pelan, suaranya penuh keraguan.Raka menatapnya dengan ekspresi tenang, meskipun matanya menyiratkan kecemasan. "Kita harus mencoba, Dyah. Naga Niskala adalah satu-satunya yang bisa memberikan petunjuk tentang apa yang sebenarnya terjadi pada kerajaan ini."Angin malam berdesir pelan, membawa bisikan gaib yang samar-samar. Suara gemericik air dari sungai suci terdengar seperti lagu kuno, seolah-olah alam itu sendiri sedang menunggu pertemuan mereka dengan Naga Niskala. Aroma

    Last Updated : 2025-03-04
  • Perjalanan Waktu Sang Penjelajah Takdir   BAB 112: SERANGAN DI MALAM HARI

    Malam itu, langit di atas istana Gilingwesi terlihat gelap tanpa bintang. Hanya suara angin yang berbisik lembut melewati dedaunan dan gemericik air dari sungai suci yang memecah keheningan. Namun, ada sesuatu yang menggelisahkan dalam udara—seolah-olah alam sedang menahan napas, menunggu sesuatu yang besar akan terjadi. Aroma tanah basah dan dedaunan hijau yang berembun menambah nuansa mistis yang mendalam.Raka sedang duduk di dekat jendela kamarnya, matanya tertuju pada cermin perunggu kuno yang ia temukan di gua. Pikirannya dipenuhi oleh pertanyaan-pertanyaan tentang takdir, masa lalu, dan bagaimana ia bisa menjadi bagian dari sejarah kerajaan ini. Ia merasa seperti ada dua dunia yang saling tarik-menarik—masa depan yang ia tinggalkan dan masa lalu yang kini menjadi tanggung jawabnya.Namun, ketenangan malam itu tiba-tiba pecah oleh jeritan keras dari halaman istana."Serangan! Pasukan bayangan menyerang!" teriak salah satu prajurit penjaga istana dengan nada panik.Suara logam ber

    Last Updated : 2025-03-05
  • Perjalanan Waktu Sang Penjelajah Takdir   BAB 113: ARYA KERTAJAYA MENGAMBIL KEPUTUSAN

    Pagi itu, matahari terbit perlahan di balik pegunungan yang mengelilingi istana Gilingwesi. Cahayanya yang lembut menyapu reruntuhan pertempuran malam sebelumnya—lantai marmer yang ternoda darah, senjata-senjata yang berserakan, dan jejak-jejak kacau dari serangan pasukan bayangan Ki Jagabaya. Udara pagi masih membawa aroma belerang, sisa-sisa kehadiran makhluk gaib yang turut ambil bagian dalam konflik tersebut. Suara angin berdesir pelan melewati dedaunan, menciptakan atmosfer yang mencekam.Di ruang bawah tanah istana, Raka, Dyah Sulastri, dan Arya Kertajaya duduk dalam diam. Lilin-lilin kecil yang mereka nyalakan untuk penerangan mulai melemah, api mereka berkedip-kedip seperti nyala harapan yang hampir padam. Wajah mereka semua tampak lelah, tetapi ada keteguhan baru yang muncul di mata Arya Kertajaya."Aku sudah memutuskan," kata Arya dengan suara tegas, memecah keheningan. "Aku akan mendukungmu sepenuhnya, Raka."Raka menatap Arya dengan ekspresi terkejut. Ia tahu betapa sulitny

    Last Updated : 2025-03-05
  • Perjalanan Waktu Sang Penjelajah Takdir   BAB 114: KI JAGABAYA MENYUSUN RENCANA BESAR

    Malam itu, hutan lebat yang mengelilingi istana Gilingwesi tampak lebih gelap dari biasanya. Di bawah naungan pepohonan raksasa, api unggun kecil berkedip-kedip, memancarkan cahaya redup yang hanya cukup untuk menerangi wajah-wajah dingin para prajurit bayangan. Udara malam dipenuhi aroma belerang dan desiran angin yang membawa bisikan-bisikan tak terdengar oleh telinga manusia biasa.Ki Jagabaya duduk di atas batu besar, matanya menyipit saat ia menatap peta kuno yang terbentang di pangkuannya. Peta itu bukan sekadar gambaran wilayah kerajaan—ia adalah cetak biru untuk membuka portal waktu permanen. Tangannya meraba permukaan peta dengan hati-hati, seolah-olah mencoba merasakan energi gaib yang tersimpan di dalamnya."Kita sudah berhasil mencuri artefak pertama," kata Ki Jagabaya dengan suara rendah, tetapi tajam seperti mata pedang. "Tapi ini baru permulaan."Penyihir gelap tertawa pelan, suaranya bergema seperti gema di gua kosong. "Dan apa rencanamu selanjutnya, tuanku? Apakah kita

    Last Updated : 2025-03-05
  • Perjalanan Waktu Sang Penjelajah Takdir   BAB 115: HILANGNYA ARTEFAK

    Malam itu, angin berdesir lebih kencang dari biasanya di sekitar istana Gilingwesi. Pepohonan bergoyang liar, dedaunan berjatuhan, dan suara gemuruh terdengar dari kejauhan, seolah-olah alam sedang memperingatkan akan datangnya bahaya besar. Udara malam dipenuhi aroma belerang yang menusuk hidung, menciptakan atmosfer yang mencekam. Di dalam istana, suasana tegang menyelimuti setiap sudut. Api lilin-lilin kecil yang menerangi ruangan mulai melemah, api mereka berkedip-kedip seperti nyala harapan yang hampir padam.Raka, Dyah Sulastri, dan Arya Kertajaya berkumpul di ruang strategi, mencoba memahami apa yang baru saja terjadi. Beberapa saat lalu, Ki Jagabaya dan pasukan bayangannya berhasil menembus pertahanan istana, mencuri artefak penting yang diyakini sebagai kunci untuk membuka portal waktu permanen. Artefak itu adalah sebuah kristal biru keperakan yang telah disimpan di ruang bawah tanah istana selama ratusan tahun, dijaga oleh mantra-mantra gaib yang kuat."Bagaimana ini bisa ter

    Last Updated : 2025-03-05
  • Perjalanan Waktu Sang Penjelajah Takdir   BAB 116: MENCARI ARTEFAK YANG DICURI

    Pagi itu, udara di sekitar istana Gilingwesi terasa lebih berat dari biasanya. Awan kelabu menutupi langit, dan angin dingin berdesir pelan melewati reruntuhan bekas serangan pasukan bayangan malam sebelumnya. Raka memimpin tim kecil yang terdiri dari Arya Kertajaya, Dyah Sulastri, dan beberapa prajurit pilihan untuk menyelidiki lokasi pencurian artefak penting oleh Ki Jagabaya.Di ruang bawah tanah istana, tempat artefak disimpan selama ratusan tahun, suasana masih dipenuhi aura gaib yang tidak nyaman. Lilin-lilin kecil yang mereka nyalakan untuk penerangan mulai berkedip-kedip, api mereka bergetar seperti merespons energi negatif yang tersisa di sana. Lantai marmer yang rusak akibat pertempuran malam sebelumnya dipenuhi jejak-jejak aneh—seperti bekas cakaran tangan besar yang tidak mungkin dilakukan oleh manusia biasa."Ada sesuatu yang tidak wajar di sini," gumam Raka pelan, tangannya menyentuh lantai marmer yang retak. Ia bisa merasakan getaran halus yang mengalir melalui permukaan

    Last Updated : 2025-03-05
  • Perjalanan Waktu Sang Penjelajah Takdir   BAB 117: ARYA KERTAJAYA MENYUSUP

    Malam itu, langit tertutup awan kelabu yang tebal, memadamkan cahaya bulan dan bintang. Hutan di sekitar istana terasa lebih sunyi dari biasanya, hanya sesekali terdengar suara angin berdesir di antara dedaunan kering. Udara dingin membawa aroma belerang yang menusuk hidung, menciptakan atmosfer mencekam yang membuat setiap langkah terasa lebih berat. Arya Kertajaya bergerak diam-diam melewati pepohonan lebat, tubuhnya tertutup jubah hitam untuk menyamarkan keberadaannya. Ia tahu bahwa misi ini adalah salah satu yang paling berbahaya dalam hidupnya—tetapi ia juga tahu bahwa informasi tentang rencana Ki Jagabaya bisa menjadi kunci untuk menyelamatkan kerajaan.Setelah meninggalkan tim Raka dan Dyah Sulastri, Arya memutuskan untuk bertindak sendiri. Ia tidak ingin membahayakan orang lain, terutama Dyah Sulastri, yang masih menjadi target utama Ki Jagabaya. Dengan pedangnya tersembunyi di balik jubah, ia melangkah menuju lokasi markas pasukan bayangan yang telah ia selidiki sebelumnya.Ma

    Last Updated : 2025-03-06
  • Perjalanan Waktu Sang Penjelajah Takdir   BAB 118: DYAH SULASTRI MENGHADAPI KETAKUTAN

    Malam itu, angin dingin berdesir pelan melewati halaman istana. Di bawah cahaya rembulan yang redup, Dyah Sulastri duduk sendirian di tepi kolam suci, airnya yang tenang memantulkan bayangan wajahnya yang penuh kegelisahan. Ia memandangi permukaan air dengan tatapan kosong, seolah-olah mencoba menemukan jawaban dari kedalaman kolam itu. Hatinya dipenuhi oleh ketakutan yang tak terungkapkan—ketakutan bahwa ia adalah penyebab utama lenyapnya kerajaan Gilingwesi.Sejak Naga Niskala memberikan petunjuk tentang siklus alam yang tidak bisa dihindari, Dyah merasa beban itu semakin berat. Ia tahu bahwa dirinya adalah calon ratu suci yang harus dikorbankan dalam ritual untuk menjaga kestabilan kerajaan. Namun, ada sesuatu yang lebih dalam—sebuah rahasia besar yang selama ini ia simpan di dalam hati. Ia mulai menyadari bahwa keberadaannya mungkin bukan hanya bagian dari ritual, tetapi juga bagian dari rencana Ki Jagabaya untuk membuka portal waktu permanen.Angin malam membawa aroma belerang yan

    Last Updated : 2025-03-06

Latest chapter

  • Perjalanan Waktu Sang Penjelajah Takdir   Bab 218: Arya Kertajaya Mengambil Keputusan Akhir

    Langit kelabu menggantung seperti kain berkabung yang basah oleh embun pagi, menyelimuti lapangan latihan kerajaan dengan kesan murung. Angin dingin berhembus pelan, menggoyang rumput liar yang tumbuh di antara bekas jejak kaki prajurit. Arya Kertajaya berdiri di sana, tubuhnya tegak seperti patung perunggu, namun jemarinya gemetar menggenggam Keris Pusaka Kyai Slamet . Pedang warisan itu terasa semakin berat, seolah menyerap seluruh beban penyesalan yang menggerogoti hatinya. Bayangan di tanah tiba-tiba bergerak sendiri, membentuk siluet Buto Ijo yang mengangkat kapak perunggu. Ini pertanda , pikirnya. Alam gaib tidak merestui keputusanku . Kilas balik menghantuinya: bocah delapan tahun yang berlari di halaman istana, tertawa riang bersama Dyah Sulastri kecil. "Arya, kau lambat!" serunya dulu. "Jika kau tertangkap Buto Ijo, aku ti

  • Perjalanan Waktu Sang Penjelajah Takdir   BAB 217: IDENTITAS SEJATI DYAH SULASTRI

    Matahari pagi mulai muncul di balik awan kelabu, menyinari istana Gilingwesi yang hancur akibat pertempuran besar. Udara masih dipenuhi oleh asap tipis yang membumbung dari reruntuhan bangunan-bangunan kerajaan. Di dalam ruangan pribadi Dyah Sulastri, lilin-lilin kecil yang diletakkan di sekeliling tempat tidurnya mulai padam satu per satu, seolah-olah memberi isyarat bahwa sesuatu yang penting akan terjadi.Raka duduk di sisi ranjang, matanya tertuju pada wajah Dyah Sulastri yang pucat namun damai. Ia telah berjaga selama berjam-jam, menunggu tanda-tanda kehidupan dari gadis itu. Tangannya yang gemetar memegang artefak perunggu, benda yang menjadi kunci dari semua kekacauan ini. Tetesan air hujan mengalir di wajah Raka, bercampur dengan air mata yang terus mengalir. Setiap tetesan itu terasa seperti be

  • Perjalanan Waktu Sang Penjelajah Takdir   BAB 216: RESI AGUNG DARMAJA MENGUNGKAP SEMUA

    Malam itu, langit di atas istana Gilingwesi dipenuhi oleh awan kelabu yang menyelimuti bintang-bintang. Udara terasa berat, seolah-olah alam semesta menahan napasnya untuk sesuatu yang akan terjadi. Raka mengikuti Resi Agung Darmaja ke ruangan pribadinya yang terletak di menara tertinggi istana. Ruangan itu dipenuhi gulungan-gulungan kuno, artefak-artefak spiritual, dan lilin-lilin yang memancarkan cahaya redup. Di tengah ruangan, sebuah meja kayu tua menopang artefak perunggu yang dikenalnya—cermin waktu yang membawanya ke sini.Resi Agung Darmaja berdiri di depan jendela besar, punggungnya menghadap Raka. Suaranya rendah namun menggema seperti guntur di ruangan sempit itu. "Kau telah melalui banyak hal, Raka," katanya tanpa berbalik. "Namun, ada sesuatu yang harus kau ketahui sebelum semuanya terlambat."Raka merasakan beban tak terlihat menekan dadanya. Ia meraih artefak perunggu di pinggangnya, memastikan bahwa ia siap jika sesuatu terjadi. "Apa yang ingin kau katakan, Resi Agung?

  • Perjalanan Waktu Sang Penjelajah Takdir   BAB 215: KEPUTUSAN TERAKHIR

    Malam itu, angin dingin berdesir melalui reruntuhan istana Gilingwesi. Raka berdiri di ruang bawah tanah yang gelap, tempat portal waktu kini aktif kembali. Cahaya biru keperakan dari artefak perunggu memancar dengan intensitas yang membuat udara di sekitarnya bergetar seperti gelombang energi kosmik. Ia merasakan tarikan kuat dari portal itu—sebuah panggilan yang sulit diabaikan.Namun, suara lain juga terdengar di kepalanya. Suara-suara halus dari masa lalu dan masa depan bergema bersamaan, membisikkan pilihan-pilihan yang saling bertentangan. "Kembalilah... duniamu menantimu," bisik salah satu suara. "Tetaplah... hanya kau yang bisa menyelamatkannya," balas suara lainnya.Raka menutup matanya erat-erat, mencoba menghalau keraguan yang mulai memenuhi pikirannya. "Apa

  • Perjalanan Waktu Sang Penjelajah Takdir   BAB 214: PORTAL WAKTU AKTIF KEMBALI

    Setelah pertempuran besar yang menghancurkan, suasana di istana Gilingwesi mulai mereda. Namun, ketegangan masih menyelimuti udara. Raka berdiri di tepi sungai suci, artefak perunggu di pinggangnya bergetar lemah. Ia tidak bisa menyingkirkan perasaan bahwa sesuatu yang besar sedang terjadi—sesuatu yang melampaui kemenangan sementara atas pasukan asing dan penyihir gelap.Saat ia memandangi artefak itu, cahaya biru keperakan tiba-tiba memancar dengan intensitas yang belum pernah ia lihat sebelumnya. Getarannya semakin kuat, hingga nyaris terlepas dari genggamannya. Suara gemuruh rendah bergema di udara, seperti desiran energi kosmik yang membangunkan seluruh istana."Raka!" seru sebuah suara di belakangnya. Arya Kertajaya berlari mendekat, wajahnya dipenuhi oleh kekhawatiran. "Apa yang terjadi? Apakah itu cerminmu?"

  • Perjalanan Waktu Sang Penjelajah Takdir   BAB 213: KEMENANGAN SEMENTARA

    Setelah pertempuran besar yang menghancurkan, pasukan asing akhirnya mundur. Penyihir gelap telah dikalahkan oleh kekuatan spiritual Raka, dan pasukan loyalis berhasil menekan sisa-sisa pasukan bayangan Ki Jagabaya. Namun, kemenangan ini tidak datang tanpa harga mahal. Kerajaan Gilingwesi terlihat seperti reruntuhan—istana utama hancur sebagian, desa-desa di sekitarnya luluh lantak, dan banyak korban jiwa berjatuhan.Angin dingin berembus di medan perang, membawa aroma darah dan abu yang masih menyelimuti udara. Asap tebal mengepul dari bangunan-bangunan yang terbakar, menciptakan suasana kelabu yang suram. Prajurit loyalis berkumpul di lapangan istana, wajah mereka lelah namun penuh rasa syukur atas kemenangan yang diraih dengan susah payah.Namun, bagi Raka, kemenangan ini terasa kosong. Ia berdiri di tengah-tengah kerumunan prajurit, tetapi pikirannya jauh dari perayaan. Matanya tertuju pada reruntu

  • Perjalanan Waktu Sang Penjelajah Takdir   BAB 212: KI JAGABAYA DITANGKAP

    Pertempuran besar di luar istana mulai mereda setelah kekalahan penyihir gelap. Pasukan loyalis berhasil menekan pasukan bayangan Ki Jagabaya, yang kini tercerai-berai tanpa pemimpin mereka yang menghilang bersama penyihir gelap. Namun, Arya Kertajaya tidak puas dengan hasil ini. Ia tahu bahwa Ki Jagabaya adalah otak di balik serangan mematikan terhadap kerajaan, dan ia bertekad untuk menangkap pria itu sebelum ia melarikan diri. Di tengah kekacauan medan perang, Arya Kertajaya memimpin pasukan kecil menuju lokasi rahasia di hutan lebat tempat Ki Jagabaya diketahui bersembunyi. Ia telah mendengar desas-desus dari beberapa prajurit bayangan yang tertangkap bahwa Ki Jagabaya sedang mempersiapkan langkah selanjutnya—rencana yang lebih berbahaya daripada serangan pertama. Setelah berjam-jam mencari, Arya Kertajaya dan pasukannya akhirnya menemukan Ki Jagabaya di sebuah gua tersembunyi di tepi sungai suci.

  • Perjalanan Waktu Sang Penjelajah Takdir   BAB 211: KEKUATAN BARU RAKA

    Setelah Dyah Sulastri jatuh ke dalam koma, medan perang terasa semakin sunyi bagi Raka. Tubuhnya masih gemetar karena kelelahan dan emosi yang memuncak. Ia berlutut di tanah, memegang tubuh tak berdaya sang putri dengan erat, air mata mengalir deras di pipinya."Kenapa harus seperti ini?" gumamnya pelan, suaranya penuh rasa bersalah dan kemarahan. "Kenapa aku tidak bisa melindungimu?"Pasukan loyalis mencoba mendekat untuk membawa Dyah Sulastri ke tempat aman, tetapi Raka menolak mereka dengan gerakan tangan yang tegas. Matanya kosong, namun di dalam dirinya, api kemarahan mulai menyala. Ia merasakan sesuatu yang baru—sesuatu yang belum pernah ia rasakan sebelumnya.Angin dingin berdesir, membawa aroma belerang yang semakin kuat. Penyihir gelap muncul kembali, tertawa dingin di tengah kabut hitam yang menyelimuti medan perang. "Lihatlah dirimu, Raka," ejeknya. "Kau

  • Perjalanan Waktu Sang Penjelajah Takdir   BAB 210: DYAH SULASTRI MENGORBANKAN DIRI LAGI

    Pertempuran besar di luar istana mencapai puncaknya. Suara senjata yang beradu, teriakan prajurit, dan raungan makhluk gaib menggema di udara malam. Api melahap beberapa sudut benteng, sementara asap hitam membumbung tinggi ke langit, menyelimuti medan perang dalam kabut pekat. Pasukan bayangan Ki Jagabaya dan sekutunya dari dunia gaib terus menyerang tanpa henti, memanfaatkan setiap celah dalam pertahanan kerajaan.Di tengah medan perang yang kacau, Raka berdiri di garis depan, menggunakan kekuatan spiritualnya untuk melindungi pasukan loyalis. Meskipun ia berhasil menahan serangan-serangan awal, kekuatannya mulai terasa melemah. Ia merasakan energinya terkuras habis dengan cepat, membuat tubuhnya semakin goyah.Penyihir gelap muncul di tengah medan perang, dikelilingi oleh kabut hitam yang pekat. Matanya bersinar seperti bara ap

Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status