DIMAS POV
Namaku Dimas Aditya. Usiaku sama dengan Cassandra, 22 tahun. Aku mengenal Cassandra sejak kami masih Anak-anak.
Aku dan Cassandra selalu memilih sekolah yang sama sejak masih Taman Kanak-kanak ... maksudku, secara tak sengaja tentu saja.
Waktu masih kecil, tubuhku lebih berisi tapi berisi dengan lemak yang banyak. Karena Aku memang sangat suka makan. Segala jenis makanan Aku santap dengan nikmat. Nafsu makanku sebesar badanku.
Aku dan Cassandra tak begitu dekat, karena walaupun Sekolah Kami sama, tapi Aku dan Dia tak sekelas.
Aku rasa hanya Aku yang mengenalnya, Gadis periang itu baik pada semua Orang. Hingga Aku yakin, meski bukan pada Orang yang dekat dengannya Dia tak sungkan menolong.
Aku masih ingat dengan jelas, dulu waktu Ibuku masih harus mengantarkan Kakakku Cek up ke Dokter. Ibu memang rutin membawa Aku dan Kakakku ke Dokter, wajib kata Ibu. Aku dan Kakak nurut saja.
Kebetulan hari itu, jadwalnya Kakak cek up, sedangkan Sekolahku pulang cepat. Karena ada rapat. Ibu gak tahu, Aku terpaksa menunggu Ibu di depan Sekolah.
Cassy _ nama panggilannya Cassandra, datang mendekatiku dan bertanya, "Kenapa Kamu sendiri di sini?" Aku menatap Gadis kecil yang rambutnya di kepang dua itu dengan bingung, karena Kami belum saling kenal waktu itu.
Gadis kecil itu lalu berdiri di sampingku, tak peduli dengan tatapan heranku.
"Kamu belum ada jemputan ya? Apa mau pulang bareng Aku saja? Mama sebentar lagi sampai kok" lanjut Cassy, sambil menatap padaku dengan senyum manisnya.
Aku hanya bisa menggeleng, waktu masih kecil Aku memang tak mudah akrab dengan orang lain. Aku lebih pendiam, mungkin karena telah terbiasa seperti itu.
Meski Aku hanya diam saja, tak membuat Cassy marah. Bahkan saat Mamanya datang menjemputnya, Cassy masih sempat minta tolong pada Mamanya untuk menghubungi Ibuku.
"Nak, Nama Kamu Siapa? Kamu tahu nomer telpon Mama Kamu?" tanya Mamanya lembut padaku.
"Dimas ... I ... iya tante ... " jawabku terbata, Aku tak terbiasa bicara dengan Orang Asing.
"Nanti coba Tante hubungin ya ... " ujar Mamanya Cassandra sambil menekan angka-angka pada telepon genggamnya, seiring dengan Aku menyebutkan nomor telepon Ibuku.
Setelah berbicara sebentar di sambungan telepon, Mamanya Cassy berkata, "Dimas, nanti Ibu Kamu ke sini. Dimas mau Tante dan Cassy temenin gak?"
"Gak perlu Tante ... Dimas ... Bisa sendiri .... "
"Ya sudah kalo gitu, Tante kasih tahu Pak Urip dulu ya .... " sambil menatap pada Cassy, Mamanya berkata, "Cassy, temenin Dimas dulu ya ... Mama mau ke Pos Keamanan bentar .... " dengan tersenyum Cassy menjawab, "Iya Ma .... "
Kebetulan Aku nungguin Ibuku agak jauh dari Pos Keamanan, Aku berteduh di bawah pohon besar. Karena ingin sendiri, tapi sekarang malah bersama Cassy.
Setelah Mamanya pergi, Cassy mengambil sesuatu dari tas ransel berwana biru miliknya.
Ternyata yang ia ambil adalah dua buah roti yang terbungkus plastik, ia berikan satu untukku. Aku tak merespon, tapi Gadis kecil itu tetap saja mengulurkan tangan kanannya yang memegang roti ke arahku.
"Silahkan ambil, Kamu pasti lapar kan?" ujarnya dengan tersenyum, Aku akan menggelengkan kepalaku, tapi suara di perutku sudah menjawab lebih dulu.
Cassy hanya tersenyum kecil mendengarnya, Aku langsung menggaruk kepalaku yang tidak gatal karena malu.
"Ini, kata Mama Kita gak boleh menolak niat baik Orang lain ... Kamu makan ya, biar perutnya gak bunyi lagi .... " ucap Cassy dengan senyuman tulusnya, Aku tak tahu artinya apa. Tapi satu hal yang pasti, saat itu Aku tersenyum untuk pertama kalinya pada Orang yang baru Aku kenal.
"Terimakasih .... " ucapku pada Cassy yang dijawabnya dengan anggukan. Saat itu adalah pertama kalinya pula Aku makan bersama Cassy, banyak hal pertama kali yang Aku lakukan bersamanya tanpa ia tahu.
Setelah Mamanya kembali, Cassy pun pamit Padaku dengan riang dan saat masuk mobil pun, ia masih melambaikan ke dua tangannya. Aku hanya bisa membalasnya dengan senyuman dan lambaian tangan juga.
Begitulah kebaikan hati Cassy yang sudah terlihat sejak ia kecil, tapi ada satu kekurangannya. Gadis itu pelupa. Aku sampai membuatkannya sebutan 'Amnesia', terutama menyangkut kebaikannya pada Orang lain ia tak akan mengingatnya.
Seperti waktu itu, keesokan harinya seperti biasa saja. Mungkin karena banyak yang sudah ia bantu, hingga tak ingat denganku yang memang tak pernah mau menampakkan diriku.
Aku hanya melihatnya dari jauh, saat ia bercanda dengan teman-temannya. Karena beda Kelas, jadi Aku hanya bisa melihatnya saat istirahat.
Cassandra sering bermain di Ayunan, saling bergantian dengan temannya untuk mendorong. Gadis itu tertawa ceria, tawa yang perlahan membuat Aku ikut tersenyum. Jauh dari balik jendela kelas.
Aku bisa jadi pendiam dan penyendiri seperti ini karena di Rumah Aku juga merasa begitu, punya Kakak yang tak pernah mau ku ajak bermain. Namanya Dirga Aditya. Aku dan dia berbeda usia tiga tahun. Tapi Kakakku lebih pendiam dariku, Dia bahkan tak pergi ke Sekolah, melainkan menerima pendidikannya di Rumah.
Aku pernah bertanya pada Ibu, mengapa Kak Dirga tak suka keluar Rumah. Ibu hanya menjawab Karena Kakak tidak suka saja. Tapi Aku masih tidak puas dengan jawaban Ibu.
Aku tahu jawaban sebenarnya beberapa tahun kemudian. Aku pernah sangat benci dengan Kak Dirga yang dingin padaku, tapi saat tahu kenyataan yang sebenarnya Aku jadi merasa bersalah pernah membencinya.
Akhirnya Aku dan Kak Dirga saat masa Remaja Kami, sudah bisa saling menerima dan mengerti satu sama lain. Bahkan sekarang Kami tengah menjalankan Bisnis bersama.
***
Kembali pada cerita tentang Cassandra, Aku dekat dengannya sejak duduk di Sekolah Dasar. Karena kali ini Kami sekelas, Cassy sudah lupa soal kisah 'roti' Kami di TK dulu, Aku juga tak pernah membahas soal itu pada Cassy. Aku sangat senang menyimpan kenangan ku sendiri.
Saat di Sekolah Dasar, Aku lebih terbuka. Sudah memiliki banyak Teman selain Cassandra. Tapi nafsu makan ku masih sangat besar, hingga Cassandra memberikan julukan padaku 'Si Subur'.
Aku senang mendapatkan panggilan spesial darinya, tapi tentu tak langsung memperlihatkan padanya. Awalnya Aku pura-pura marah. Tapi karena tak tega melihat Cassandra yang meminta maaf karena merasa bersalah padaku, akhirnya Aku langsung tertawa dan berhenti berpura-pura.
Sejak saat itu Aku resmi jadi 'Si Subur' dan Cassandra jadi 'Si Amnesia'. Tapi itu tak berlangsung lama, saat Bisnis Ayahku sudah mulai berkembang dan Ada Sahabat Ayah yang tinggal di Singapura menawarkan untuk kerja sama, akhirnya Kami sekeluarga pindah ke Singapura waktu itu.
Aku berat untuk pergi, terlebih saat itu Aku mulai akrab dengan Cassandra. Tapi mau tidak mau ya ... Aku harus ikut. Ingin tinggal di sini pun nanti sama Siapa? Jadi begitulah, Aku dan Keluargaku pindah ke Singapura sejak Aku kelas lima SD.
Di Singapura Aku menjalani kehidupan yang ... terasa asing awalnya. Terlebih di sana Aku tak bisa bertemu Cassandra. Beruntung ada Sahabatku Riko, yang selalu update kabar tentang Cassandra.
Karena Riko sekelas dengan Cassandra sampe SMA. Tapi sekali lagi Gadis itu tidak tahu bahwa Aku dan Riko adalah Sahabat, boleh dibilang Riko yang tahu segalanya tentang Aku.
Bahkan Riko dengan senang hati membantuku, melakukan kehidupan Detektifnya saat memberikan berita terbaru tentang Cassandra.
Tentang persahabatanku dengan Riko, itu terjalin karena banyak kesamaan antara Kami. Tapi alasan utamanya adalah karena Kami bertetangga.
Saat Aku masuk kelas satu Sekolah Dasar, keluarga Riko pindah tepat di samping Rumah Kami. Aku jadi akrab dengannya, karena Orangtua Kami yang juga bersahabat.
Akhirnya Aku memiliki seseorang yang sangat mengerti Aku, Riko adalah Sahabat yang selalu bisa diandalkan dan tak pernah pamrih. Kami sudah saling mengerti satu sama lain.
Cassandra sampai tak tahu tentang kedekatan Kami, karena di Sekolah Aku dan Riko tak pernah memperlihatkannya pada siapa pun. Selain itu Aku dan Riko beda Kelas. Jadi di Kelas Riko, Dia yang Juara Kelas, sedangkan di Kelasku Cassandra yang jadi juaranya.
Riko Anak genius yang sibuk belajar saat di kelas, tapi di Rumah Kami banyak menghabiskan waktu dengan bermain play station dan baca komik. Tapi tak pernah ada masalah dengan itu, Aku belajar tentang materi di Sekolah dari Riko dan Riko tahu tentang PlayStation dan komik dari Aku.
Riko Anak genius yang sibuk belajar saat di kelas. Ketika di rumah, Kami banyak menghabiskan waktu dengan bermain play station dan baca komik.Tapi tak pernah ada masalah dengan itu, Aku belajar tentang materi di Sekolah dari Riko dan Riko tahu tentang Plastation dan komik dari Aku.Meski berbeda tempat, komunikasi antara Aku dan Riko tak pernah putus. Dari Riko, Aku tahu tentang Cassandra yang akhirnya memiliki seorang Sahabat yang bernama Mona.💍💍💍💍Gadis yang kurang beruntung dari segi ekonominya itu, tetap bisa berteman
Saat hendak kembali ke mobil, Aku melihat Cassy yang mulai terbangun. Aku sengaja berlindung di sebuah pohon yang cukup besar. Tapi dari posisiku sangat terlihat pergerakan dari Cassay, Aku hanya ingin melindunginya dari jauh.Gadis itu tampak meregangkan otot dan melihat sekeliling. Lalu ia keluar dari mobil, tanpa alas kaki. Aku hanya bisa tersenyum saat ia tampak menikmati berada di Pantai ini.Gadis itu telah berjalan hingga sampai ke depan air laut. Lalu ia berteriak. Aku mendengar dengan jelas semua teriakan putus asanya. Aku hanya bisa ikut menangis dari tempatku bersembunyi.Aku sengaja membiarkannya sendiri, agar ia bisa melampiaskan rasa sakit yang ada. Walau cara ini berhasil, nyatanya sakit yang ku rasa dalam hati tak berkurang tapi malah bertambah.Setelah agak tenang, Aku keluar dari tempatku dan mengambil air mineral yang kusimpan di bagasi mobil. Aku selalu punya persediaan air dalam kardus yang selalu kuletakkan dalam bagasi.Cassy yang
CASSY POVWaktu terus berjalan seiring dengan perasaan yang gamang hingga tak terasa telah sampai di ujung senja. Aku masih duduk di pasir putih ini dengan di temani Dimas yang kini mulai membuka nostalgia tentang masa di Sekolah Dasar dulu. Setidaknya cerita itu mampu menghadirkan senyum dalam hati yang sakit.Saat tengah asyik berbincang, hand phone Dimas berdering. Dimas langsung mengambil benda pipih itu dari saku celananya. Setelah pamit sebentar, Dimas pun beranjak dari sampingku untuk menjawab panggilan telepon yang ... entah dari siapa. Aku kembali sendiri di sini.Karena terlalu menikmati sentuhan angin laut yang terasa dingin di kulitku, Aku bahkan tak sadar saat Dimas kembali ke tempatnya, tapi ia tak segera duduk."Cassy, Kita balik yuk ... udah mulai gelap juga kan ... tadi yang nelpon Mama, nanyain kalo Aku ketemu sama Kamu atau enggak. Soalnya Mama Kamu gak bisa hubungin hand phone Kamu ... ""Hape? Mama? Astaga ... Aku lupa Dim, haru
DIMAS POVDi dalam Ruang tamu Cassy, sedang duduk kedua Orangtuanya, dan dua orang yang paling kubenci sekarang. Siapa lagi kalau bukan Raka dan Mona. Para penghianat itu, dengan berani datang ke Rumah Cassy.Pantas saja Cassy hanya berdiri mematung sekarang, Aku mengerti perasaannya. Ditambah lagi semua mata di Ruangan itu kini terarah padanya."Sayang, Kamu udah sampai ya ... Nih ada Mona dan Raka ... Tadi Mereka langsung ke sini loh waktu tahu Kamu pulang .... " ucap Mamanya Cassy sambil tersenyum."Iya Cassy, Aku kangen banget sama Kamu. Tumben Kamu gak ngabarin Aku" ujar Mona sambil tersenyum lebar, Gadis itu bahkan sudah dalam posisi akan berdiri dari tempatnya."Aku juga khawatir sama Kamu Cassy, tadi Mama Kamu nelpon Aku nanyain Kamu. Aku k
Cassy PoVEntah berapa lama tak sadarkan diri, Aku tak tahu. Aku hanya ingat bagaimana bencinya Aku melihat Raka dan Mona. Luka yang kurasakan beberapa saat lalu semakin terasa pedihnya.Aku tak ingat sama sekali peristiwa setelah Aku terjatuh. Tapi yang pasti saat membuka mata, Aku hanya ingin melihat Dimas. Aku tak tahu mengapa. Mungkin karena Dimas yang menemaniku seharian ini. Iya, bisa saja itu alasannya.Mona dan Raka.Mereka berdua masih ada di kamarku, tapi Aku tak bisa menyembunyikan rasa kesalku pada Mereka. Jika bukan karena Mama, Aku sudah menampar keduanya. Darahku seperti mendidih melihat mereka. Tapi, Aku masih memikirkan Mama. Entah bagaimana caraku menjelaskan pada Mama nanti tentang penghianatan ini. Mama sangat dekat dan sayang pada Mona.Beruntung kedua 'Penghianat' itu akhirnya pergi juga dari kamarku. Aku bisa sedikit bernafas lega.Se
Papa Mengantarkan Dimas turun ke bawah, sambil bercerita tentang ... Aku tak tahu. Tapi sepertinya Dimas cukup nyambung dengan Papa, salah satu hal yang tak pernah Aku temui saat bersama Raka.Duh, lagi-lagi bandingin Raka dan Dimas ... Sadar Cassy, Raka itu cocoknya ke laut aja ... gak sebanding lah sama Dimas."Sayang, kok melamun? Lagi mikirin Raka atau Dimas nih?" kelakar Mama sambil mengerlingkan sebelah matanya untuk meledekku."Apa sih Ma?" jawabku Malu atas lelucon Mama barusan."Jadi sebenarnya hubungan Kamu sama Raka gimana? Tadi Mama liat, Kamu lebih peduli sama Dimas daripada Raka? Bukannya pagi ini Kamu mau ngasih kejutan buat Raka? Kok malah jalan bareng Dimas? Mama jadi bingung deh sama Kamu Sayang?""Pelan-pelan Ma ... jangankan Mama, Cassy juga bingung sendiri. Tapi sekarang, Cassy mau istirahat dulu aja. Nanti deh kalo udah tenang, pasti Cassy cerita ke Mama.""Ya udah kalo gitu, Kamu istirahat aja sekarang ya ... semoga gak saki
Hari yang berat telah berlalu, tapi luka itu masih ada. Setidaknya Cassy masih bisa terlelap juga pada akhirnya. Saking lelapnya ia tidur, hari ini bangun kesiangan lagi. Bedanya hari ini ia bangun sendiri, tampaknya sang Mama tak ingin mengganggu tidur Putrinya yang sempat pingsan semalam.Cassy bangun dari tempat tidurnya, ia membuka jendelanya agar udara bisa masuk. Sambil membuka daun jendela, ia menghirup udara yang masuk. Beruntung matahari tak menyengat hari ini. Hanya angin sepoi-sepoi menerpa wajahnya. Cassy menutup matanya, seolah angin yang menerpa mampu membawa sesak yang tengah ia rasa. Tapi sayangnya, tak ada perubahan yang terjadi. Tanpa bisa dicegah bulir bening dari matanya mulai mengalir dengan pelan. Penghianatan yang dilakukan Raka dan Mona tergambar dengan jelas dalam ingatannya. Meski kemarin sempat sedikit terlupakan karena ada Dimas di sa
Dari suaranya, Cassy bisa menebak jika saat ini sahabatnya itu tengah panik. Karena mendengar itu, Cassy pun pamit pada Mamanya untuk pergi ke Kamarnya dengan bahasa isyarat. Winda pun mengerti dan menganggukan kepala sebagai jawaban.Cassy pergi ke Kamarnya sambil mendengarkan penjelasan Tiara."Nilai ku Cass ... Mr. Richard belum menginputnya ... Hari ini adalah batas akhir, tepatnya satu jam lagi ....""Kamu udah hubungin Mr. Richard atau Asistennya belum?""Udah Cass, tapi nomernya Mr. Richard gak aktif dan Asistennya juga gak bisa hubungin. Jadi sekarang satu-satunya harapanku tinggal Kamu Cass ...""Gimana Aku bisa bantu Kamu Ra? Aku kan lagi ada di Indo sekarang?" tanya Cassy bingung."Justru itu Cass, Mr. Richard juga lagi ada di sana sekarang. Sedang mengikuti pertemuan penting. Menurut informasi dari Asistennya sih harusnya seb
"Apa maksudnya ini?" tanya Raka sambil memperlihatkan video antara aku dan Cassy di restoran tadi, dengan tatapan penuh amarah. "Kenapa tanya aku sayang? Si Cassynya aja tuh yang keterlaluan. Malah di sini aku yang sakit lo. Sampai sekarang pipiku masih terasa perih.""Berhenti pura-pura Mona! Aku tahu semua ini rencana busukmu kan? Aku juga sudah tahu bagaimana kau menjebakku dulu, agar aku bisa tidur denganmu!" Bentak Raka dengan suara yang sangat keras. Aku belum pernah melihat ia semarah ini. "Tapi sayang, aku ...""Jangan panggil aku sayang! Jijik aku melihatmu Mona! Mulai hari ini, menjauhlah dari kehidupanku! Gara-gara kebusukanmu, aku harus kehilangan Cassy! Kita putus! Keluar kau dari sini!""Jangan sepert ini Raka. Aku mohon, aku cinta sama kamu sayang. Aku melakukan semua ini, karena rasa cintaku padamu yang terlalu besar. Tolong jangan tinggalkan aku ...." Tangisku pecah. Aku mengiba padanya sekarang. Aku benar-benar tak menyangka ia
"Sudah puas kau Cassy?" teriakku sambil menitikkan air mata. Semua yang ada di rumah makan itu, langsung menoleh ke meja kami. "Belum Mona, ini tidak seberapa. Rasa sakit hati yang kalian torehkan di hatiku lebih pedih dari tamparan ini.""Kau salah sangka Cassy, ini tidak seperti yang kau duga ... aku ...." Belum selesai ucapanku, tiba-tiba Dimas langsung datang menarik tangan Cassy. "Ayo pulang Cassy, jangan sampai kamu masuk perangkap perempuan berbisa ini!""Kamu jangan fitnah aku ya, dasar perebut pacar orang! Kamu yang sudah merebut Cassy dari Raka kan? Sampai Raka berpaling padaku!""Maksudnya?" Cassy terlihat bingung atas pernyataanku barusan. "Gak ada gunanya meladeni perempuan sinting ini! Ayo Cass ... kita pergi dari sini!""Kasihan sekali Raka ..." Aku menangis histeris seiring dengan langkah kaki Cassy yang diseret Dimas dari rumah makan. Setelah mereka tak nampak, aku langsung duduk d
Aku tak menyangka semudah itu Cassy menuruti permintaanku untuk bertemu dengannya. Aku kira ia akan meradang atau bahkan menghindar dariku, ternyata perkiraanku meleset, gadis itu bahkan terdengar sangat tenang dan langsung menyanggupi untuk bertemu.Di sinilah aku sekarang. Di sebuah rumah makan yang jadi tempat favoritku dulu saat masih sangat dekat dengan Cassy, ia yang memilih tempat ini untuk berjumpa.Sudah sekian lama aku tak datang kemari, karena aku memang tak ingin datang atau melakukan sesuatu yang sering aku lakukan dengan Cassy. Aku sangat membencinya.Seperti sekarang, baru saja duduk di rumah makan ini, memoriku kembali berputar ke masa silam saat aku sering makan di sini bersama Cassy."Mon, kamu mau kan tinggal bareng aku?" tanya Cassy kala itu, ia mengutarakan maksudnya untuk mengajakku tinggal bersama memang di rumah makan ini. Aku baru tersadar hal itu seka
Rencana awal untuk tinggal dulu di Australia, karena ingin menenangkan diri nyatanya harus berubah. Cassy memutuskan untuk pulang bersama kedua orangtuanya dan menyelesaikan urusannya dengan Raka dan Mona."Kamu yakin Cass?" tanya Tiara saat Cassy mengutakaran rencanya untuk pulang esok hari."Sangat yakin Ra, aku gak bisa begini terus. Mereka sangat keterlaluan. Bukan hanya aku yang diserang, tapi juga Dimas dan Dirga.""Baiklah, aku akan mendukung apapun keputusanmu. Titip Ibu ya Cass, aku harus di sini dulu untuk menunggu semua dokumen dari kampus kita lengkap dan juga aku akan mengajukan pengunduran diriku dari Cafe.""Makasih ya Ra, kamu emang sahabat terbaik aku." Cassy langsung memeluk sahabatnya yang langsung menyambut dengan pelukan hangatnya.***Sesuai dengan rencananya, Cassy pulang bersama mama dan papanya serta ibunda Tiara. Mereka jug
"Kenapa kamu ngajak aku ke sini?" tanya Tiara pada Dimas saat mereka mulai menjauh dari tempat Cassy dan Dirga. "Bagaimana jika nanti mamaku juga salah paham? Kamu nggak lupa kan, di sini bukan hanya ada kita berempat?" Lanjut Tiara memastikan."Aku tahu, tapi sekarang waktu yang tepat untuk membuat Cassy dekat dengan kak Dirga," jawab Dimas sembari memilih kursi untuk mereka duduk.***Sementara itu, Cassy dan Dirga larut dalam makan malam mereka, ternyata Dirga tak sedingin yang Cassy duga. Bahkan dibalik obrolan santai mereka, terselip ilmu cullinary art yang bisa Cassy pelajari.Dirga adalah pria cerdas dengan ide-ide fresh yang sangat pantas untuk mendapatkan apresiasi. Bahkan kesan dingin yang selama ini tertanam dalam benak Cassy tentang dirinya perlahan memudar hanya karena mendengarkan ia bercerita. Mungkin bukan dingin, tapi berkharisma. Itu adalah definisi sosok seorang Dirga di mata Cassy sekaran
"Iya, kamu kenal dengan kakakku?" tanya Dimas penasaran, sejak mengetahui ketertarikan Dirga pada Cassy, ia memang tak pernah tahu sedekat apa mereka berdua."Hanya pertemuan yang tidak disengaja." Cassy menjeda ucapannya untuk menunggu reaksi dari Dimas, walau gadis itu tidak yakin, reaksi seperti apa yang ia inginkan. "Dim, kamu datang kan minggu depan?" ucap Cassy pada akhirnya, saat menyadari tak ada respon apa pun dari Dimas."Minggu depan?" tanya Dimas memastikan, ia sedang sibuk dengan fikirannya sendiri. "Iya, minggu depan kan wisudanya Winda ...""Kamu juga kan?" Dimas bertanya dengan polosnya karena Cassy hanya menyebutkan nama Winda. "Tentu saja, tapi bukankah Winda yang jadi prioritas kamu sekarang?""Bagiku sama saja Cass, kamu dan Winda ... aku usahakan buat datang," pungkas Dimas.***Sudah dua puluh menit sambungan telpon dengan Dimas berakhir, namun Cassy masih belum bisa
Sudah jam tiga pagi, tapi mata Tiara bahkan tak bisa terpejam walau hanya semenit. Permintaan Dimas yang jadi penyebabnya.Waktu istirahatnya terganggu dengan panggilan telepon pagi tadi. Nomor tak dikenal menghubungi. Dengan santainya Tiara menjawab panggilan yang tak pernah ia duga akan membuatnya dilema seperti saat ini."Apa yang bisa aku bantu?""Terima panggilanku setiap hari mulai saat ini, sebisa mungkin aku akan menghubungimu.""Mengapa aku?""Agar Cassy terbiasa, ini semua untuk kebaikannya Tiara ....""Maksudnya gimana Dim? Ada apa sebenarnya?""Sepertinya kakakku menyukai Cassy, jadi aku akan mulai menjauh darinya. Tapi aku butuh bantuan darimu untuk meyakinkan Cassy, mari berpura-pura kita saling mengagumi.""Mengapa harus aku?""Karena kamu adalah yang paling dekat dengannya sekarang
DIRGA PoVSuka? Benarkah itu yang aku rasakan pada gadis itu? Aku belum yakin sepenuhnya. Ada sebuah daya yang mampu membuatku ingin mengenalnya lebih dekat, magnet atau apa pun itu sebutannya, aku tidak tahu. Ya, seabsurd itu perasaanku pada gadis yang belum lama ku kenal, justru disaat ia bersitegang dengan kekasihnya, atau mantan kekasihnya? Entahlah, dalam dua kali perjumpaan aku selalu ada diposisi yang sama. Berada di tengah pertengkaran mereka, aku tidak tahu apakah itu pantas untuk dibanggakan atau tidak."Kak Dirga? Halo?" Bayangan tentangnya kembali menggangguku, bahkan disaat aku sedang dalam sambungan telepon dengan adikku."Gimana Dim? Sorry, tadi ada email masuk dari teman kakak." kilahku dengan suara yang kucoba lebih tenang."Enggak Kak, lupakan saja. Oh iya, ada yang bisa Dimas bantu nggak?" Entah apa yang ia sembunyikan, jelas-jelas aku mendengar pertanyaannya soal perasaanku pa
Tak ada yang lebih menyesakkan hati siapapun selain kebohongan yang menyakitkan. Dimas terpaksa melakukannya, meski ia tahu konsekuensi atas perbuatannya adalah rasa sakit itu sendiri.Tepatnya, Dimas tengah menyakiti hatinya yang sudah terpaut pada Cassy setelah sekian lama dan harus melepaskannya dengan harus membuat gadis itu ikut tersakiti. Meski belum terlalu yakin, tapi Dimas merasa bahwa Cassy mulai memiliki rasa untuknya, satu hal yang tentu membahagiakan.Tapi fakta yang tersaji di depan mata, nyatanya mampu memadamkan segalanya. Panggilan suara dari Dirga Aditya semalam adalah alasannya melakukan semua ini."Gimana kabar kamu di sana Dim?" tanya Sang Kakak di seberang sana."Baik kak, kabar kakak dan bapak sama ibu gimana?""Baik juga. Kapan kamu balik?""Rencananya minggu depan kak, masih ada beberapa hal yang belum selesai."