Sepanjang perjalanan, Dimas bercerita banyak hal tentang kehidupannya di Singapura. Sekolah, teman-temannya bahkan saat ia Kuliah dan masih banyak cerita lainnya yang tak bisa Aku ingat.
Karena fikiranku bukan di sini, tapi di tempat lain. Rasa sakit itu makin terasa di dalam hatiku. Aku langsung menatap Dimas dan berkata, "Dim, bisa nggak Aku tidur sebentar? Aku capek ... Kalo udah sampe di Pantainya, Kamu bangunin Aku ya .... "
Dimas langsung menoleh ke arahku dan tersenyum hangat, "Boleh Cassy, nanti kalo udah sampe, Aku pasti bangunin Kamu kok."
"Makasih ya Dim .... " Aku langsung memejamkan mataku, sebenarnya badan ini tak merasa capek sama sekali. Tapi perasaanku ... semuanya hancur lebur sekarang. Aku bahkan ragu mampu menghadapi penghianatan ini, Aku ingin tidur ... untuk selamanya, tapi tidak ... kasian Mama dan Papa, Aku Kuliah di Luar Negeri saja Mama bisa menangis terus saat Kami melakukan panggilan video. Aku hanya tak ingin menyakiti Orang-orang yang Ku sayang.
Masih terekam dalam ingatan dengan sangat jelas bagaimana sakit dan hancurnya Mama saat harus kehilangan Caramel, Adik manisku satu-satunya. Yang harus meregang nyawa di usianya yang baru tiga tahun, tepat empat tahun lalu. Adikku adalah korban dari tabrak lari, tak ada yang tahu siapa Pengemudi yang tidak bertanggungjawab itu. Bahkan Petugas juga mengalami jalan buntu dalam penyelidikan.
Butuh waktu setahun bagi Mama untuk bisa menerima kenyataan bahwa Caramel telah tiada. Bukan keputusan yang mudah untuk Mama melepaskan Aku sendiri di Negeri Asing, tapi Mama tetaplah Wanita terhebat yang selalu bisa mengendalikan perasaannya dalam mengambil keputusan.
Mama mengizinkan Aku, karena Mama tahu ini adalah mimpiku sejak dulu. Sebenarnya lebih dari itu, Aku sangat ingin mewujudkan mimpi Caramel yang selalu berceloteh ingin selalu menikmari masakanku setiap hari jika sudah besar nanti.
Tiba-tiba ada rasa rindu yang besar dalam hati, Aku sadar rasa sakit karena penghianatan tak seberapa dengan rasa sakit saat kehilangan Orang-orang yang Kita cintai dan mencintai Kita.
Sedih tapi bersyukur. Luka ini akan sulit untuk sembuh, tapi bukan berarti bisa mengambil hidupku. Terlalu besar harganya untuk Mereka yang hanya jadi parasit dalam hidupku.
Nyaman sekali ku rasa, Aku ... tiba-tiba ingin terlelap sekarang. Lagu itu ... iya, lagu yang sedang dimainkan sekarang, benar-benar menenangkan dan ....
***
Aku tak tahu berapa lama Aku terlelap, tapi saat kubuka mata, Dimas tak ada di sampingku. Mobil juga dalam posisi diam di tempat. Aku langsung merentangkan tanganku, Meregangkan semua persendian yang terasa kaku.
Aku membuka pintu mobil, dan di depanku sudah membentang luas laut biru yang menyejukkan mataku yang lama terpejam tadi. Aku menurunkan kakiku satu persatu, tanpa alas kaki. Pasir putih dan halus menyambut telapak kakiku yang polos, Aku sangat menikmatinya.
Angin pantai yang sejuk, karena memang sudah mulai petang. Sebentar lagi matahari akan terbenam. Anginnya menyapa rambutku yang sudah berantakan ini, kubiarkan saja angin membelainya lembut.
Aku langsung berjalan semakin dekat ke arah laut, sejenak lupa atas apa yang baru saja ku alami. Aku hanya ingin menikmati waktu ini, hanya ada Aku di sini. Aku semakin dekat dengan air laut yang semakin kencang deburan ombaknya.
Aku merentangkan tanganku menantang angin yang semakin dingin, lalu berteriak sebisaku. Air mataku mengalir tak terbendung, sakit itu semakin terasa dan Aku hanya bisa berteriak dalam tangis.
Setelah beberapa saat, Aku baru tersadar bahwa Aku ke sini dengan Dimas. Aku melihat ke sekitar, tapi Pria itu tetap tak kelihatan batang hidungnya yang mancung itu.
Karena tak menemukan Dimas di sekitar pantai ini, Aku semakin leluasa melampiaskan semua rasa yang tengah bergemuruh dalam hati.
"Raka ... Mona ... Apa salahku? Mengapa Kalian bisa sejahat itu? Selama ini Aku selalu berusaha menjadi Kekasih dan Sahabat yang baik! Tapi kenapa? Kenapa Kalian bisa berhianat seperti ini?"
Hanya suara ombak menerjang karang yang terdengar, angin laut yang terasa dingin menyentuh kulit tak mampu mendinginkan panasnya hati yang terasa makin membara.
Sekali lagi Aku berteriak dengan kuat hingga suaraku terasa serak, Suara ombak yang semakin membesar seolah menelan teriakanku.
"Aku tak akan menangis lagi! Aku janji!" dalam sisa teriakanku, Aku hanya ingin berjanji untuk diriku sendiri bahwa ini adalah pertama dan terakhir kalinya Aku menangisi Mereka berdua.
Setelah agak tenang, sesak yang ada di relung hati semakin berkurang. Aku memutuskan untuk duduk di pasir putih yang agak jauh dari jangkauan air laut yang semakin naik.
Aku duduk dengan menikmati pemandangan indah yang terbentang di depan mata.
"Cassy, Kamu mau minum gak?"
"Kamu dari mana saja Dim?" tanyaku pada Dimas yang kini sudah duduk di sampinggku, sambil menyerahkan air mineral.
"Tadi Aku kebelet, terus nyari Toilet deket sini. Adanya ya, di Rumah Warga agak jauh sih ... tapi Aku juga ingat udah abis persediaan air mineralnya, jadinya sekalian beli deh .... "
DIMAS POVNamaku Dimas Aditya. Usiaku sama dengan Cassandra, 22 tahun. Aku mengenal Cassandra sejak kami masih Anak-anak.Aku dan Cassandra selalu memilih sekolah yang sama sejak masih Taman Kanak-kanak ... maksudku, secara tak sengaja tentu saja.Waktu masih kecil, tubuhku lebih berisi tapi berisi dengan lemak yang banyak. Karena Aku memang sangat suka makan. Segala jenis makanan Aku santap dengan nikmat. Nafsu makanku sebesar badanku.Aku dan Cassandra tak begitu dekat, karena walaupun Sekolah Kami sama, tapi Aku dan Dia tak sekelas.Aku rasa hanya Aku yang mengenalnya, Gadis periang itu baik pada semua Orang. Hingga Aku yakin, meski bukan pada Orang yang dekat dengannya Dia tak sungkan menolong.Aku masih ingat dengan jelas, dulu waktu Ibuku masih harus mengantarkan Kakakku Cek up ke Dokter. Ibu memang rutin membawa Aku dan Kakakku ke Dokter, wajib k
Riko Anak genius yang sibuk belajar saat di kelas. Ketika di rumah, Kami banyak menghabiskan waktu dengan bermain play station dan baca komik.Tapi tak pernah ada masalah dengan itu, Aku belajar tentang materi di Sekolah dari Riko dan Riko tahu tentang Plastation dan komik dari Aku.Meski berbeda tempat, komunikasi antara Aku dan Riko tak pernah putus. Dari Riko, Aku tahu tentang Cassandra yang akhirnya memiliki seorang Sahabat yang bernama Mona.💍💍💍💍Gadis yang kurang beruntung dari segi ekonominya itu, tetap bisa berteman
Saat hendak kembali ke mobil, Aku melihat Cassy yang mulai terbangun. Aku sengaja berlindung di sebuah pohon yang cukup besar. Tapi dari posisiku sangat terlihat pergerakan dari Cassay, Aku hanya ingin melindunginya dari jauh.Gadis itu tampak meregangkan otot dan melihat sekeliling. Lalu ia keluar dari mobil, tanpa alas kaki. Aku hanya bisa tersenyum saat ia tampak menikmati berada di Pantai ini.Gadis itu telah berjalan hingga sampai ke depan air laut. Lalu ia berteriak. Aku mendengar dengan jelas semua teriakan putus asanya. Aku hanya bisa ikut menangis dari tempatku bersembunyi.Aku sengaja membiarkannya sendiri, agar ia bisa melampiaskan rasa sakit yang ada. Walau cara ini berhasil, nyatanya sakit yang ku rasa dalam hati tak berkurang tapi malah bertambah.Setelah agak tenang, Aku keluar dari tempatku dan mengambil air mineral yang kusimpan di bagasi mobil. Aku selalu punya persediaan air dalam kardus yang selalu kuletakkan dalam bagasi.Cassy yang
CASSY POVWaktu terus berjalan seiring dengan perasaan yang gamang hingga tak terasa telah sampai di ujung senja. Aku masih duduk di pasir putih ini dengan di temani Dimas yang kini mulai membuka nostalgia tentang masa di Sekolah Dasar dulu. Setidaknya cerita itu mampu menghadirkan senyum dalam hati yang sakit.Saat tengah asyik berbincang, hand phone Dimas berdering. Dimas langsung mengambil benda pipih itu dari saku celananya. Setelah pamit sebentar, Dimas pun beranjak dari sampingku untuk menjawab panggilan telepon yang ... entah dari siapa. Aku kembali sendiri di sini.Karena terlalu menikmati sentuhan angin laut yang terasa dingin di kulitku, Aku bahkan tak sadar saat Dimas kembali ke tempatnya, tapi ia tak segera duduk."Cassy, Kita balik yuk ... udah mulai gelap juga kan ... tadi yang nelpon Mama, nanyain kalo Aku ketemu sama Kamu atau enggak. Soalnya Mama Kamu gak bisa hubungin hand phone Kamu ... ""Hape? Mama? Astaga ... Aku lupa Dim, haru
DIMAS POVDi dalam Ruang tamu Cassy, sedang duduk kedua Orangtuanya, dan dua orang yang paling kubenci sekarang. Siapa lagi kalau bukan Raka dan Mona. Para penghianat itu, dengan berani datang ke Rumah Cassy.Pantas saja Cassy hanya berdiri mematung sekarang, Aku mengerti perasaannya. Ditambah lagi semua mata di Ruangan itu kini terarah padanya."Sayang, Kamu udah sampai ya ... Nih ada Mona dan Raka ... Tadi Mereka langsung ke sini loh waktu tahu Kamu pulang .... " ucap Mamanya Cassy sambil tersenyum."Iya Cassy, Aku kangen banget sama Kamu. Tumben Kamu gak ngabarin Aku" ujar Mona sambil tersenyum lebar, Gadis itu bahkan sudah dalam posisi akan berdiri dari tempatnya."Aku juga khawatir sama Kamu Cassy, tadi Mama Kamu nelpon Aku nanyain Kamu. Aku k
Cassy PoVEntah berapa lama tak sadarkan diri, Aku tak tahu. Aku hanya ingat bagaimana bencinya Aku melihat Raka dan Mona. Luka yang kurasakan beberapa saat lalu semakin terasa pedihnya.Aku tak ingat sama sekali peristiwa setelah Aku terjatuh. Tapi yang pasti saat membuka mata, Aku hanya ingin melihat Dimas. Aku tak tahu mengapa. Mungkin karena Dimas yang menemaniku seharian ini. Iya, bisa saja itu alasannya.Mona dan Raka.Mereka berdua masih ada di kamarku, tapi Aku tak bisa menyembunyikan rasa kesalku pada Mereka. Jika bukan karena Mama, Aku sudah menampar keduanya. Darahku seperti mendidih melihat mereka. Tapi, Aku masih memikirkan Mama. Entah bagaimana caraku menjelaskan pada Mama nanti tentang penghianatan ini. Mama sangat dekat dan sayang pada Mona.Beruntung kedua 'Penghianat' itu akhirnya pergi juga dari kamarku. Aku bisa sedikit bernafas lega.Se
Papa Mengantarkan Dimas turun ke bawah, sambil bercerita tentang ... Aku tak tahu. Tapi sepertinya Dimas cukup nyambung dengan Papa, salah satu hal yang tak pernah Aku temui saat bersama Raka.Duh, lagi-lagi bandingin Raka dan Dimas ... Sadar Cassy, Raka itu cocoknya ke laut aja ... gak sebanding lah sama Dimas."Sayang, kok melamun? Lagi mikirin Raka atau Dimas nih?" kelakar Mama sambil mengerlingkan sebelah matanya untuk meledekku."Apa sih Ma?" jawabku Malu atas lelucon Mama barusan."Jadi sebenarnya hubungan Kamu sama Raka gimana? Tadi Mama liat, Kamu lebih peduli sama Dimas daripada Raka? Bukannya pagi ini Kamu mau ngasih kejutan buat Raka? Kok malah jalan bareng Dimas? Mama jadi bingung deh sama Kamu Sayang?""Pelan-pelan Ma ... jangankan Mama, Cassy juga bingung sendiri. Tapi sekarang, Cassy mau istirahat dulu aja. Nanti deh kalo udah tenang, pasti Cassy cerita ke Mama.""Ya udah kalo gitu, Kamu istirahat aja sekarang ya ... semoga gak saki
Hari yang berat telah berlalu, tapi luka itu masih ada. Setidaknya Cassy masih bisa terlelap juga pada akhirnya. Saking lelapnya ia tidur, hari ini bangun kesiangan lagi. Bedanya hari ini ia bangun sendiri, tampaknya sang Mama tak ingin mengganggu tidur Putrinya yang sempat pingsan semalam.Cassy bangun dari tempat tidurnya, ia membuka jendelanya agar udara bisa masuk. Sambil membuka daun jendela, ia menghirup udara yang masuk. Beruntung matahari tak menyengat hari ini. Hanya angin sepoi-sepoi menerpa wajahnya. Cassy menutup matanya, seolah angin yang menerpa mampu membawa sesak yang tengah ia rasa. Tapi sayangnya, tak ada perubahan yang terjadi. Tanpa bisa dicegah bulir bening dari matanya mulai mengalir dengan pelan. Penghianatan yang dilakukan Raka dan Mona tergambar dengan jelas dalam ingatannya. Meski kemarin sempat sedikit terlupakan karena ada Dimas di sa