Beranda / Romansa / Candu Cinta Dokter Muda / 22. Kenangan di Awal Rasa

Share

22. Kenangan di Awal Rasa

Penulis: Sayap Ikarus
last update Terakhir Diperbarui: 2025-04-01 16:54:03

Rai-Gendhis di masa bertahun-tahun lalu ....

"Ayok! Lelet banget kaki lo," paksa Inne, seorang LC senior yang dipercaya oleh pemilik bar untuk menangani pekerja baru. "Masih ada 364 hari lagi yang tersisa buat lo bayar utang bokap lo di sini, jangan buang waktu!" sergahnya mulai tak sabar.

Gendhis berjalan terseok, beberapa kali hampir terjatuh karena tergesa mengejar langkah Inne. Tak pernah terbayangkan dalam angan Gendhis bahwa ia akan dijadikan jaminan pembayar hutang oleh papa kandungnya sendiri, Robby Januar. Semenjak kematian ibundanya tercinta karena penyakit kanker rahim, Gendhis yang adalah anak semata wayang harus menjalani kehidupan sulit dan penuh siksaan. Sang papa melampiaskan semua kemarahan dan kekesalan karena ditinggalkan sang istri pada Gendhis yang sebenarnya juga masih sangat terluka. Puncaknya, ketika perusahaannya bangkrut dan kekayaannya ludes, Robby menjadikan Gendhis anak kandungnya sendiri sebagai jaminan hutang dan menjualnya pada salah satu pemberi pinja
Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi
Bab Terkunci

Bab terkait

  • Candu Cinta Dokter Muda   24. Masih Sama, Selalu

    "Aku lagi cari cara buat menolak perjodohan kami," sebut Rai begitu masuk ke ruangan pribadi penthouse-nya. Ada Gendhis mengekor di belakangnya, sengaja. "Setelah waktu pernikahan ditentuin 6 bulan lagi? Bukan karena aku kan?" tanya Gendhis tampak berusaha percaya diri. Rai menghela napas panjang, tapi ia tak menoleh Gendhis. Dibukanya pintu balkon dan ia justru berjalan keluar sambil menggenggam rokoknya. "Rai," Gendhis mengejar, menuntut jawaban. "Aku harus balik lagi ke hidupku, nggak bisa selamanya di sini." "Kamu bisa hidup di sini, aku bisa jamin semua kebutuhan kamu bakalan terpenuhi," balas Rai. Ia sulut rokoknya santai, lalu diembusnya asap itu ke udara. Betapa pikirannya sedang tidak tenang dan hanya bisa ia representasikan lewat kepulan asap putih pekat yang keluar dari mulut dan hidungnya. "Aku punya kehidupan sendiri di luar sana, lagipula aku bukan perusak hubungan orang. Dari awal,

    Terakhir Diperbarui : 2025-04-02
  • Candu Cinta Dokter Muda   25. Akan Ada di Tempat Semula

    "Jangan berpikir aku bakalan ngelepasin kamu," serang Rai begitu Gendhis keluar dari kamar mandi. "Kamu nggak bisa menanggung hidup dua perempuan sekaligus Rai, apalagi mengikat hatinya," sahut Gendhis tak mau menatap wajah Rai. Ia selalu berusaha berpaling. "Kamu menikmati pekerjaan ini? Jadi pelacur?" Rai memperjelas profesi yang tengah Gendhis jalani tanpa filter. "Iya, semua kebutuhan hidupku terpenuhi dari pekerjaan ini," kata Gendhis tanpa ragu. "Kupenuhi semua kebutuhan hidup kamu dan berhentilah! Berapa kali aku harus ngasih tau kamu!"Gendhis tersenyum miring, "Aku nggak mau bergantung lagi sama kamu setelah semua yang kulalui, Rai.""Anggap kamu jadi simpananku," sebut Rai gamblang. Mulut Gendhis menganga takjub, wajahnya tampak pias, tak bisa memberi tanggapan spontan lain. Setelah semua yang sudah terjadi pada hidupnya, Gendhis tak memiliki takut pada apapun, tapi kali ini, melihat sikap Rai yang ambigu dan tidak sedang ada di pihaknya, Gendhis merinding. "Waktu bany

    Terakhir Diperbarui : 2025-04-02
  • Candu Cinta Dokter Muda   1. Apakah Itu Kamu?

    "Argh… Sakit, sakit banget!" "Mbak, Mbak masih bisa denger suara saya?" Sekuat tenaga Gendhis berusaha mengangguk saat guncangan di Pundak dan pertanyaan itu ditujukan padanya. “Sakit sekali, Dokter.” Lagi-lagi, hanya erangan kesakitan yang Gendhis beri sebagai tambahan jawabannya. Tangannya tergerak mencengkeram perut bagian bawahnya, keringat dingin membasahi sekujur tubuh. "Dari kapan sakitnya?" tanya perawat di sebelah Gendhis. Gendhis menggeleng, "Semalam…" gumamnya tak yakin. "Ada bercak darah?" Gendhis mengangguk kali ini, ia berusaha membuka matanya. Tak jauh dari ranjangnya sekarang, seorang perempuan berusia 40 tahunan tengah menatapnya dari kejauhan. Tampak cemas, tapi juga tak berani mendekat. "S-saya hamil. Test pack saya positif," ungkap Gendhis terbata. Tak ada jawaban, semua orang yang menangani Gendhis di Instalasi Gawat Darurat itu tampak sibuk melakukan tugasnya masing-masing setelah mendengar pengakuannya. Air mata Gendhis menetes, ia ingin men

    Terakhir Diperbarui : 2025-03-25
  • Candu Cinta Dokter Muda   2. Aku Tahu Itu Kamu

    Gendhis menyipitkan pandangannya, rasa haus yang amat sangat memenuhi mulut dan tenggorokannya. Samar ia dengar suara orang tengah mengobrol, tapi kantuk yang menggantung di matanya memaksa Gendhis kembali memejamkan mata. "Semisal saya tinggal pulang dan nggak ada yang nemenin, apa aman, Dok?" Suara berisik di sebelahnya semakin terdengar jelas oleh Gendhis. Seseorang tengah mengobrol dengan dokter, membicarakan kondisinya. "Silakan, ada perawat kami yang bisa diandalkan. Pasien juga baru boleh makan setelah lewat tengah malam," balas suara berat lain. Gendhis mengenal suara bariton seksi ini, milik sebuah nama yang menghuni sisi lain hatinya. Kali ini, Gendhis berusaha lagi membuka mata. Kantuk seketika menyerang, tapi ia tak menyerah. Ia harus tahu, siapa pemilik suara berat yang mengobrol di sampingnya. "Kalau gitu, gue balik dulu, bisa berantakan kerjaan kalau gue lama-lama di sini. Nanti gue kirim orang buat jagain lo," pamit si perempuan paruh baya berdandan men

    Terakhir Diperbarui : 2025-03-25
  • Candu Cinta Dokter Muda   3. Memastikan Tentangmu

    "Ada yang mau ditanyakan?" Gendhis bungkam, ia hanya menatap tajam pada sosok tampan berjas snelli dengan masker menutupi separuh wajahnya itu. Tiga hari pasca operasi, Gendhis dipindahkan ke ruang perawatan setelah kondisinya dipastikan stabil. "Kapan dia bisa dibawa pulang, Dok?" Wida—perempuan berpenampilan mencolok yang tak pernah berada jauh dari sisi Gendhis, sang mucikari veteran. "Harus dilihat perkembangannya Bu," jawab dokter di sebelah ranjang Gendhis, Dokter Christ, atau Gendhis mengenalnya sebagai Rai. "Kamu jijik sama aku?" tanya Gendhis tiba-tiba, menatap tajam pada Rai. "Ya?" Rai mengernyit tak mengerti. "Ah, aku bener. Sikapmu yang begini… aku paham kok,” ujar Gendhis terdengar kecewa. “Kupikir malam itu aku emang cuma mimpi." "Sepertinya sudah tidak ada pertanyaan lagi. Kalau gitu, saya permisi.” Menatap punggung Rai yang berlalu, hati Gendhis seakan runtuh bak gletser di kutub. Perih menyayat bukan hanya pada bekas luka operasinya, tapi di dalam da

    Terakhir Diperbarui : 2025-03-25
  • Candu Cinta Dokter Muda   4. Sama Rindunya

    "Ada tindakan medis yang perlu saya lakukan?" tanya Rai seraya berdiri dari kursinya. Gendhis tertegun, ia amati Rai yang sibuk memberesi beberapa barangnya, pun juga mengganti masker di wajahnya dengan yang baru. Untuk sepersekian detik, Gendhis terhenyak. Pria di hadapannya ini benar-benar Rai-nya 13 tahun lalu, cinta pertamanya. "Terima kasih sudah mendonorkan darah untuk saya," sebut Gendhis terbata, berubah dalam mode formal yang canggung. "Juga, terima kasih sudah menyelamatkan nyawa saya.” "Sudah kewajiban saya," balas Rai singkat. "Suster Tiwi akan mengantar Mbak kembali ke kamar rawat," ucapnya sembari memberi kode pada perempuan di pintu, perawat yang dimaksud. "Gendhis Kemuning Btari, nama saya," ujar Gendhis. "Barangkali Dokter lupa," tandasnya menusuk. Kini giliran Rai yang mematung, gerakannya yang sudah siap menenteng tas, terhenti. Tatapan matanya berubah, menusuk pada sang pasien yang masih berusaha menahan tangis di kursi rodanya itu. Lelaki itu memberik

    Terakhir Diperbarui : 2025-03-25
  • Candu Cinta Dokter Muda   5. Alasan Masa Lalu

    "Banyak staf perawat bertanya ke saya, apa hubungan Dokter dengan pasien K.E.T itu," sebut Suster Tiwi mengiringi langkah Rai menuju parkiran di hari lain seusai praktik di poli. "Terus Mbak Tiwi jawab apa?" balas Rai tak acuh. "Rumor tersebar, mereka pikir Dokter Christ adalah salah satu pelanggannya di rumah bordil," kata Tiwi hati-hati. "Ya biar aja mereka nganggap begitu." "Tapi banyak yang nggak rela, Dokter kan maskot ketampanan rumah sakit kita, masa jajan di rumah bordil. Nggak mungkin kan Dok?" Rai tersenyum, "Menurut Mbak Tiwi, saya begitu nggak?" tanyanya. "Enggak," tegas Suster Tiwi. "Dok, jangan ya," pintanya sudah seperti kakak bagi Rai. "Iya," sahut Rai geli. "Gendhis, hari ini dia bisa pulang. Mbak sudah buatkan surat kontrolnya untuk dua minggu ke depan?" tanyanya. "Siap, sudah Dokter!" balas Suster Tiwi. Rai mengangguk, lantas melambai ringan pada Tiwi sebelum akhirnya keduanya berpisah di simpang antara lobi dan arah IGD. Seolah takdir me

    Terakhir Diperbarui : 2025-03-25
  • Candu Cinta Dokter Muda   6. Perawanku

    Rai menghela napas panjang sambil meneguk air putihnya bernafsu. Ia meraup wajahnya untuk mengusap peluh, sengaja menghindari bersitatap dengan Ben, sang ayah angkat. "Tumben kalah," gumam Ben justru duduk di sebelah Rai. "Ada isinya apaan itu kepala?" tanyanya. "Otak dan organ lainnya, Ketua," balas Rai sekenanya. "Perempuan," tebak Ben sangat tepat. "Ada satu perempuan di kepalamu, tapi bukan Kiara, Christ," ulangnya. "Selalu ada Ane-san," balas Rai tersenyum. "Siapa? Setelah sekian lama, hatimu tergerak?" "Ben," Rai lagi-lagi meneguk air putihnya. "Aku pusing," keluhnya. "Aku tau, kalah dariku membuktikan kalau sesuatu terjadi dengan kepalamu.""Gimana dong?" "Selesaikan. Sejak kapan klan Wisanggeni lemah sama perempuan?" tantang Ben. "Dia beda, dan iya, dia memang kelemahanku," ungkap Rai jujur. "Sampai apa?" tanya Ben sambil menyulut rokoknya. "Melibatkan perasaan? Ranjang?" "Aku harus ke rumah sakit," balas Rai menghindar. "Ah, aku harus bilang Ane-san kalau anak kes

    Terakhir Diperbarui : 2025-03-25

Bab terbaru

  • Candu Cinta Dokter Muda   25. Akan Ada di Tempat Semula

    "Jangan berpikir aku bakalan ngelepasin kamu," serang Rai begitu Gendhis keluar dari kamar mandi. "Kamu nggak bisa menanggung hidup dua perempuan sekaligus Rai, apalagi mengikat hatinya," sahut Gendhis tak mau menatap wajah Rai. Ia selalu berusaha berpaling. "Kamu menikmati pekerjaan ini? Jadi pelacur?" Rai memperjelas profesi yang tengah Gendhis jalani tanpa filter. "Iya, semua kebutuhan hidupku terpenuhi dari pekerjaan ini," kata Gendhis tanpa ragu. "Kupenuhi semua kebutuhan hidup kamu dan berhentilah! Berapa kali aku harus ngasih tau kamu!"Gendhis tersenyum miring, "Aku nggak mau bergantung lagi sama kamu setelah semua yang kulalui, Rai.""Anggap kamu jadi simpananku," sebut Rai gamblang. Mulut Gendhis menganga takjub, wajahnya tampak pias, tak bisa memberi tanggapan spontan lain. Setelah semua yang sudah terjadi pada hidupnya, Gendhis tak memiliki takut pada apapun, tapi kali ini, melihat sikap Rai yang ambigu dan tidak sedang ada di pihaknya, Gendhis merinding. "Waktu bany

  • Candu Cinta Dokter Muda   24. Masih Sama, Selalu

    "Aku lagi cari cara buat menolak perjodohan kami," sebut Rai begitu masuk ke ruangan pribadi penthouse-nya. Ada Gendhis mengekor di belakangnya, sengaja. "Setelah waktu pernikahan ditentuin 6 bulan lagi? Bukan karena aku kan?" tanya Gendhis tampak berusaha percaya diri. Rai menghela napas panjang, tapi ia tak menoleh Gendhis. Dibukanya pintu balkon dan ia justru berjalan keluar sambil menggenggam rokoknya. "Rai," Gendhis mengejar, menuntut jawaban. "Aku harus balik lagi ke hidupku, nggak bisa selamanya di sini." "Kamu bisa hidup di sini, aku bisa jamin semua kebutuhan kamu bakalan terpenuhi," balas Rai. Ia sulut rokoknya santai, lalu diembusnya asap itu ke udara. Betapa pikirannya sedang tidak tenang dan hanya bisa ia representasikan lewat kepulan asap putih pekat yang keluar dari mulut dan hidungnya. "Aku punya kehidupan sendiri di luar sana, lagipula aku bukan perusak hubungan orang. Dari awal,

  • Candu Cinta Dokter Muda   22. Kenangan di Awal Rasa

    Rai-Gendhis di masa bertahun-tahun lalu ...."Ayok! Lelet banget kaki lo," paksa Inne, seorang LC senior yang dipercaya oleh pemilik bar untuk menangani pekerja baru. "Masih ada 364 hari lagi yang tersisa buat lo bayar utang bokap lo di sini, jangan buang waktu!" sergahnya mulai tak sabar. Gendhis berjalan terseok, beberapa kali hampir terjatuh karena tergesa mengejar langkah Inne. Tak pernah terbayangkan dalam angan Gendhis bahwa ia akan dijadikan jaminan pembayar hutang oleh papa kandungnya sendiri, Robby Januar. Semenjak kematian ibundanya tercinta karena penyakit kanker rahim, Gendhis yang adalah anak semata wayang harus menjalani kehidupan sulit dan penuh siksaan. Sang papa melampiaskan semua kemarahan dan kekesalan karena ditinggalkan sang istri pada Gendhis yang sebenarnya juga masih sangat terluka. Puncaknya, ketika perusahaannya bangkrut dan kekayaannya ludes, Robby menjadikan Gendhis anak kandungnya sendiri sebagai jaminan hutang dan menjualnya pada salah satu pemberi pinja

  • Candu Cinta Dokter Muda   22. Kenangan di Awal Rasa

    Rai-Gendhis di masa bertahun-tahun lalu ...."Ayok! Lelet banget kaki lo," paksa Inne, seorang LC senior yang dipercaya oleh pemilik bar untuk menangani pekerja baru. "Masih ada 364 hari lagi yang tersisa buat lo bayar utang bokap lo di sini, jangan buang waktu!" sergahnya mulai tak sabar. Gendhis berjalan terseok, beberapa kali hampir terjatuh karena tergesa mengejar langkah Inne. Tak pernah terbayangkan dalam angan Gendhis bahwa ia akan dijadikan jaminan pembayar hutang oleh papa kandungnya sendiri, Robby Januar. Semenjak kematian ibundanya tercinta karena penyakit kanker rahim, Gendhis yang adalah anak semata wayang harus menjalani kehidupan sulit dan penuh siksaan. Sang papa melampiaskan semua kemarahan dan kekesalan karena ditinggalkan sang istri pada Gendhis yang sebenarnya juga masih sangat terluka. Puncaknya, ketika perusahaannya bangkrut dan kekayaannya ludes, Robby menjadikan Gendhis anak kandungnya sendiri sebagai jaminan hutang dan menjualnya pada salah satu pemberi pinja

  • Candu Cinta Dokter Muda   21. Takut Tumbuh Rasa

    "Ini nggak bisa asal cancel gitu aja sih, Sugar, gila aja ya lo!" cecar Wida, menyempatkan diri untuk menemui Gendhis di lobi hotel. "Bukan gue yang ngebatalin, tapi klien yang lo terima asal-asalan ini yang bikin acara sendiri," gumam Gendhis menyasar Rai. "Asal-asalan?""Ya iya kan Mi? Asal duitnya gede sih lo nggak peduli mau gue minta libur barang sehari juga.""Dia bilang lo pasti mau ngelayanin dia, makanya gue oke, itu di samping bayarannya yang emang dia berani ngasih gede," sangkal Wida. "Lagian kalian kan udah saling kenal sejak di rumah sakit itu, nggak masalah juga kalau gue terima job dari dia tanpa sepengetahuan lo, kan?""Masalah banget ya Mi, ini nggak sesederhana yang lo kira. Sekarang lo tau kan gimana berkuasanya dia? Dia langsung nge-cancel 3 pelanggan gue sekaligus," sambar Gendhis. "Terus sekarang lo malah ke sini dan protes ke gue. Ya mana gue tau kalau Rai bertindak sejauh ini. Dia power-nya di bisnis nggak macem-macem, gue tau banget. Profesi dia sebagai dok

  • Candu Cinta Dokter Muda   20.Tak Mau Kehilangan

    Menghabiskan malam bersama, bercinta, mengobrol banyak hal tentang bagaimana keduanya saling mendoakan meski tak bertemu, Rai dan Gendhis berusaha berdamai dengan kenangan buruk mereka di masa lalu. Walaupun tidak ada ikatan pasti yang membuat mereka saling menjaga hati untuk satu sama lain, rasa itu ada dan kuat mengakar, menghuni ruang hati masing-masing, sejak lama. "Aku ada poli di dua rumah sakit hari ini, nanti kuminta orang buat ngirim baju gantimu," ucap Rai saat Gendhis membuka matanya di pagi hari. Sambil menggeliat, Gendhis mengamati gerak-gerik Rai yang sudah selesai membersihkan dirinya itu. Ada beberapa hiasan tato di punggung dan perut bawahnya menutupi 'abs', sedangkan di bagian leher, Rai menutupnya dengan plester besar sewarna kulit. "Kamu mau ke mana?" tanya Gendhis lembut. "Kerja, Sugar," tukas Rai menoleh sebentar lantas sibuk pada plester di tangannya. "Emang nggak boleh dokter keliatan punya tato?" gumam Gendhi

  • Candu Cinta Dokter Muda   19. Tetaplah Tinggal

    Gendhis bangkit dari ranjang. Bukannya menjawab soal pertanyaan Rai, ia justru memungut pakaiannya, memakai bra dan celana dalamnya dengan santai. Melihat sikap Gendhis yang tak acuh, Rai ikut bangun, hanya mengenakan trunk-boxernya saja. Ia raih bungkus rokok di atas nakas, diambilnya sebatang dan disulutnya seraya berjalan keluar menuju balkon. "Untuk hidupku yang udah terlanjur serusak ini, aku nggak mau menghadirkan perasaan bernama cinta itu lagi, Rai," ucap Gendhis menyusul Rai, ia kenakan handuk kimono demi menutupi indah lekuk tubuhnya. Rai tampak tenang, matanya menerawang jauh, menatap ke arah jalanan ibukota yang seakan tidak pernah sepi meski sudah selarut ini. Kepulan asap yang muncul dari embusan rokoknya seakan menari-nari, mempermainkan perasaan. "Salahku karena ngebiarin kamu sendirian selama dan sejauh ini," ujar Rai. "Pasti banyak hal mengerikan yang harus kamu lalui," tebaknya sambil menoleh Gendhis. Senyum Gendhis ter

  • Candu Cinta Dokter Muda   18. Agar Tidak Mati-Bertahun Lalu

    Rai-Gendhis di masa SMA ....Langkah gontai Gendhis berhenti di ujung anak tangga paling atas, pintu atap sekolah yang ditujunya sudah terbuka setengah. Sambil tertatih melanjutkan langkahnya, Gendhis mengitarkan pandangan. Atap sekolah memang difungsikan untuk gudang di sisi sebelah barat dan lokasi penampungan air besar ada di sebelah timur. Tidak banyak siswa yang naik ke atap di situasi panas seperti ini, tapi jika menjelang sore dan beberapa ekstrakurikuler masih berlangsung, para siswa sering memanfaatkan atap sekolah untuk bersantai. Menyisir rambut panjangnya yang kusut karena jambakan dari Aini, kakak kelas berkuasa yang tak terima ditatap sinis olehnya, Gendhis duduk di satu kursi kayu yang sudah rusak sandarannya. Ia hela napas panjang, hari-harinya ke depan pasti akan terasa berat dan menantang. Ia murid baru, pindahan sekitar dua hari yang lalu. "Lo emang nggak punya tempat di manapun di dunia ini, Ndhis," lirih Gendhis bermonolog, setitik a

  • Candu Cinta Dokter Muda   17. Masihkah Cinta Itu

    "Untuk VVIP, aku biasanya dibayar buat tiga sampai 4 kali main, Rai," ucap Gendhis setelah napasnya teratur. Ia tarik selimut untuk menutupi tubuh polosnya. Rai merubah posisi berbaringnya, miring menghadapi Gendhis, ikut membenamkan setengah tubuhnya di dalam selimut yang sama. Ia usap pipi Gendhis lembut, tatapannya begitu redup. "Berhentilah, Ndhis," pintanya tulus. Gendhis spontan menoleh lelaki di sebelahnya, "Maksud kamu?" "Aku serius soal bilang perasaanku ke kamu.""Rai, udah sekian lama, bersikaplah kayak pas kita ketemu di rumah sakit waktu itu. Jangan kayak gini," pinta Gedhis tersenyum getir. "Aku nggak mau percaya sama apapun lagi tentang kamu, sejak saat itu. Karena terakhir aku percaya, aku kehilangan segenap rasa yang kujaga. Seandainya di masa lalu aku nggak bilang cinta sama kamu, jadi pelacur nggak akan seberat ini."Rai membasahi bibirnya, ia tercekat, tak menyangka Gendhis akan dengan tegas menyebut kisah

Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status