Home / Romansa / Candu Cinta Dokter Muda / 72. Tiba-Tiba Saja

Share

72. Tiba-Tiba Saja

Author: Sayap Ikarus
last update Last Updated: 2025-04-27 16:38:29

"It's okay Dok, mungkin akan normal untuk satu atau dua bulan ke depan. Nggak ada masalah," ucap Dokter Andri pada Rai. Ia baru saja selesai memeriksa Gendhis di urutan terakhir.

"Makasih Dok, maaf bikin Dokter Andri telat pulang," balas Rai.

"Nggak masalah," kata Dokter Andri tak keberatan. "Mbak Gendhis, nanti kalau ada yang mau ditanyakan bisa ke Dokter Christ, hasil USG juga nggak perlu penjelasan dari saya, ya," ucapnya.

"Iya, makasih Dokter," gumam Gendhis tersenyum simpul.

"Kalau gitu kami pamit, Dok. Makasih sekali lagi," ujar Rai kemudian berdiri, ia papah Gendhis keluar dari ruang praktik Dokter Andri, lalu memintanya untuk duduk di kursi tunggu. "Biar kuurus administrasinya bentar. Aku belom bisa pake identitas sebagai suamimu, jadi kamu nggak bisa jadi penerima manfaat fasilitas untuk keluarga tenaga medis di rumah sakit ini," terangnya.

"Iya nggak pa-pa," ucap Gendhis maklum. "Aku tunggu di sini," katanya.

Menatap langkah Rai yang menjauh, pikiran Gendhis kembali mel
Continue to read this book for free
Scan code to download App
Locked Chapter

Related chapters

  • Candu Cinta Dokter Muda   73. Kekhawatiran Gendhis

    "Kalau emang nggak ada waktu nggak usah dipaksain ah," Gendhis menepuk lengan Rai lembut. "Bulan madu bisa di rumah juga," ucapnya sambil berusaha mengimbangi langkah Rai yang lebar itu. "Beneran nggak pa-pa?" tanya Rai. Ia sengaja menghentikan langkahnya seraya menatap Gendhis dengan sorot teduhnya yang membius. "Aku pengin kamu juga menikmati pernikahan kita sebagaimana pasangan lainnya, Ndhis," tandasnya. "Aku menikmati kok," ucap Gendhis mengembangkan senyumnya. 'Aku sadar nilaiku, nggak boleh nuntut yang macem-macem ke kamu.'"Tapi ekspresimu nggak bilang gitu. Ke depannya, aku bakalan usahain semaksimal mungkin buat kebahagiaanmu," janji Rai. "Aku tau kamu cukup terbebani sama situasi kita saat ini. Bahkan mungkin, nikah sama aku sebenernya nggak ada dalam to do list hidupmu.""Nikah sama kamu emang dadakan, nggak pernah terpikir di kepalaku sama sekali, dan nggak ada dalam anganku bakalan jadi istrimu secepat ini. Tapi aku bahagia, Rai. Aku seneng bisa dampingin kamu.""Terus

    Last Updated : 2025-04-27
  • Candu Cinta Dokter Muda   1. Apakah Itu Kamu?

    "Argh… Sakit, sakit banget!" "Mbak, Mbak masih bisa denger suara saya?" Sekuat tenaga Gendhis berusaha mengangguk saat guncangan di Pundak dan pertanyaan itu ditujukan padanya. “Sakit sekali, Dokter.” Lagi-lagi, hanya erangan kesakitan yang Gendhis beri sebagai tambahan jawabannya. Tangannya tergerak mencengkeram perut bagian bawahnya, keringat dingin membasahi sekujur tubuh. "Dari kapan sakitnya?" tanya perawat di sebelah Gendhis. Gendhis menggeleng, "Semalam…" gumamnya tak yakin. "Ada bercak darah?" Gendhis mengangguk kali ini, ia berusaha membuka matanya. Tak jauh dari ranjangnya sekarang, seorang perempuan berusia 40 tahunan tengah menatapnya dari kejauhan. Tampak cemas, tapi juga tak berani mendekat. "S-saya hamil. Test pack saya positif," ungkap Gendhis terbata. Tak ada jawaban, semua orang yang menangani Gendhis di Instalasi Gawat Darurat itu tampak sibuk melakukan tugasnya masing-masing setelah mendengar pengakuannya. Air mata Gendhis menetes, ia ingin men

    Last Updated : 2025-03-25
  • Candu Cinta Dokter Muda   2. Aku Tahu Itu Kamu

    Gendhis menyipitkan pandangannya, rasa haus yang amat sangat memenuhi mulut dan tenggorokannya. Samar ia dengar suara orang tengah mengobrol, tapi kantuk yang menggantung di matanya memaksa Gendhis kembali memejamkan mata. "Semisal saya tinggal pulang dan nggak ada yang nemenin, apa aman, Dok?" Suara berisik di sebelahnya semakin terdengar jelas oleh Gendhis. Seseorang tengah mengobrol dengan dokter, membicarakan kondisinya. "Silakan, ada perawat kami yang bisa diandalkan. Pasien juga baru boleh makan setelah lewat tengah malam," balas suara berat lain. Gendhis mengenal suara bariton seksi ini, milik sebuah nama yang menghuni sisi lain hatinya. Kali ini, Gendhis berusaha lagi membuka mata. Kantuk seketika menyerang, tapi ia tak menyerah. Ia harus tahu, siapa pemilik suara berat yang mengobrol di sampingnya. "Kalau gitu, gue balik dulu, bisa berantakan kerjaan kalau gue lama-lama di sini. Nanti gue kirim orang buat jagain lo," pamit si perempuan paruh baya berdandan men

    Last Updated : 2025-03-25
  • Candu Cinta Dokter Muda   3. Memastikan Tentangmu

    "Ada yang mau ditanyakan?" Gendhis bungkam, ia hanya menatap tajam pada sosok tampan berjas snelli dengan masker menutupi separuh wajahnya itu. Tiga hari pasca operasi, Gendhis dipindahkan ke ruang perawatan setelah kondisinya dipastikan stabil. "Kapan dia bisa dibawa pulang, Dok?" Wida—perempuan berpenampilan mencolok yang tak pernah berada jauh dari sisi Gendhis, sang mucikari veteran. "Harus dilihat perkembangannya Bu," jawab dokter di sebelah ranjang Gendhis, Dokter Christ, atau Gendhis mengenalnya sebagai Rai. "Kamu jijik sama aku?" tanya Gendhis tiba-tiba, menatap tajam pada Rai. "Ya?" Rai mengernyit tak mengerti. "Ah, aku bener. Sikapmu yang begini… aku paham kok,” ujar Gendhis terdengar kecewa. “Kupikir malam itu aku emang cuma mimpi." "Sepertinya sudah tidak ada pertanyaan lagi. Kalau gitu, saya permisi.” Menatap punggung Rai yang berlalu, hati Gendhis seakan runtuh bak gletser di kutub. Perih menyayat bukan hanya pada bekas luka operasinya, tapi di dalam da

    Last Updated : 2025-03-25
  • Candu Cinta Dokter Muda   4. Sama Rindunya

    "Ada tindakan medis yang perlu saya lakukan?" tanya Rai seraya berdiri dari kursinya. Gendhis tertegun, ia amati Rai yang sibuk memberesi beberapa barangnya, pun juga mengganti masker di wajahnya dengan yang baru. Untuk sepersekian detik, Gendhis terhenyak. Pria di hadapannya ini benar-benar Rai-nya 13 tahun lalu, cinta pertamanya. "Terima kasih sudah mendonorkan darah untuk saya," sebut Gendhis terbata, berubah dalam mode formal yang canggung. "Juga, terima kasih sudah menyelamatkan nyawa saya.” "Sudah kewajiban saya," balas Rai singkat. "Suster Tiwi akan mengantar Mbak kembali ke kamar rawat," ucapnya sembari memberi kode pada perempuan di pintu, perawat yang dimaksud. "Gendhis Kemuning Btari, nama saya," ujar Gendhis. "Barangkali Dokter lupa," tandasnya menusuk. Kini giliran Rai yang mematung, gerakannya yang sudah siap menenteng tas, terhenti. Tatapan matanya berubah, menusuk pada sang pasien yang masih berusaha menahan tangis di kursi rodanya itu. Lelaki itu memberik

    Last Updated : 2025-03-25
  • Candu Cinta Dokter Muda   5. Alasan Masa Lalu

    "Banyak staf perawat bertanya ke saya, apa hubungan Dokter dengan pasien K.E.T itu," sebut Suster Tiwi mengiringi langkah Rai menuju parkiran di hari lain seusai praktik di poli. "Terus Mbak Tiwi jawab apa?" balas Rai tak acuh. "Rumor tersebar, mereka pikir Dokter Christ adalah salah satu pelanggannya di rumah bordil," kata Tiwi hati-hati. "Ya biar aja mereka nganggap begitu." "Tapi banyak yang nggak rela, Dokter kan maskot ketampanan rumah sakit kita, masa jajan di rumah bordil. Nggak mungkin kan Dok?" Rai tersenyum, "Menurut Mbak Tiwi, saya begitu nggak?" tanyanya. "Enggak," tegas Suster Tiwi. "Dok, jangan ya," pintanya sudah seperti kakak bagi Rai. "Iya," sahut Rai geli. "Gendhis, hari ini dia bisa pulang. Mbak sudah buatkan surat kontrolnya untuk dua minggu ke depan?" tanyanya. "Siap, sudah Dokter!" balas Suster Tiwi. Rai mengangguk, lantas melambai ringan pada Tiwi sebelum akhirnya keduanya berpisah di simpang antara lobi dan arah IGD. Seolah takdir me

    Last Updated : 2025-03-25
  • Candu Cinta Dokter Muda   6. Perawanku

    Rai menghela napas panjang sambil meneguk air putihnya bernafsu. Ia meraup wajahnya untuk mengusap peluh, sengaja menghindari bersitatap dengan Ben, sang ayah angkat. "Tumben kalah," gumam Ben justru duduk di sebelah Rai. "Ada isinya apaan itu kepala?" tanyanya. "Otak dan organ lainnya, Ketua," balas Rai sekenanya. "Perempuan," tebak Ben sangat tepat. "Ada satu perempuan di kepalamu, tapi bukan Kiara, Christ," ulangnya. "Selalu ada Ane-san," balas Rai tersenyum. "Siapa? Setelah sekian lama, hatimu tergerak?" "Ben," Rai lagi-lagi meneguk air putihnya. "Aku pusing," keluhnya. "Aku tau, kalah dariku membuktikan kalau sesuatu terjadi dengan kepalamu.""Gimana dong?" "Selesaikan. Sejak kapan klan Wisanggeni lemah sama perempuan?" tantang Ben. "Dia beda, dan iya, dia memang kelemahanku," ungkap Rai jujur. "Sampai apa?" tanya Ben sambil menyulut rokoknya. "Melibatkan perasaan? Ranjang?" "Aku harus ke rumah sakit," balas Rai menghindar. "Ah, aku harus bilang Ane-san kalau anak kes

    Last Updated : 2025-03-25
  • Candu Cinta Dokter Muda   7. Dua Minggu

    "Ini hari Rabu kan?" Rai meneliti kalender di mejanya. Sudah mendekati jam 9 malam, Rai baru saja menyelesaikan praktiknya di poli Obgyn. Wajahnya tampak gusar, seperti ada sesuatu yang mengganggu pikirannya. Sudah hampir dua minggu semenjak Rai menandatangi surat kepulangan Gendhis dari rumah sakit dan perempuan itu tidak lagi muncul untuk sekadar kontrol bagaimana kondisinya. Padahal, Rai sudah menjadwalkan dua kali kunjungan demi memantau luka bekas operasi yang baru saja Gendhis jalani. "Ada yang kelupaan, Dok?" tanya Suster Tiwi perhatian. "Apa pasien K.E.T yang kita pulangkan dua minggu lalu itu ada dateng kontrol ke Dokter Andri?" tanya Rai sambil pura-pura sibuk memberesi bawaannya. "Sepertinya nggak ada riwayat kunjungan kontrol ke Dokter Andri juga, Dok," jawab Suster Tiwi. "Perlu saya tanyakan ke Suster Ana?" tawarnya. "Boleh kalau nggak ngrepotin Mbak Tiwi," ujar Rai sungkan. "Nggak kok Dok, sebentar saya cek dulu ke bagian pendaftaran dan Suster Ana ya Dok," pamit S

    Last Updated : 2025-03-25

Latest chapter

  • Candu Cinta Dokter Muda   73. Kekhawatiran Gendhis

    "Kalau emang nggak ada waktu nggak usah dipaksain ah," Gendhis menepuk lengan Rai lembut. "Bulan madu bisa di rumah juga," ucapnya sambil berusaha mengimbangi langkah Rai yang lebar itu. "Beneran nggak pa-pa?" tanya Rai. Ia sengaja menghentikan langkahnya seraya menatap Gendhis dengan sorot teduhnya yang membius. "Aku pengin kamu juga menikmati pernikahan kita sebagaimana pasangan lainnya, Ndhis," tandasnya. "Aku menikmati kok," ucap Gendhis mengembangkan senyumnya. 'Aku sadar nilaiku, nggak boleh nuntut yang macem-macem ke kamu.'"Tapi ekspresimu nggak bilang gitu. Ke depannya, aku bakalan usahain semaksimal mungkin buat kebahagiaanmu," janji Rai. "Aku tau kamu cukup terbebani sama situasi kita saat ini. Bahkan mungkin, nikah sama aku sebenernya nggak ada dalam to do list hidupmu.""Nikah sama kamu emang dadakan, nggak pernah terpikir di kepalaku sama sekali, dan nggak ada dalam anganku bakalan jadi istrimu secepat ini. Tapi aku bahagia, Rai. Aku seneng bisa dampingin kamu.""Terus

  • Candu Cinta Dokter Muda   72. Tiba-Tiba Saja

    "It's okay Dok, mungkin akan normal untuk satu atau dua bulan ke depan. Nggak ada masalah," ucap Dokter Andri pada Rai. Ia baru saja selesai memeriksa Gendhis di urutan terakhir. "Makasih Dok, maaf bikin Dokter Andri telat pulang," balas Rai. "Nggak masalah," kata Dokter Andri tak keberatan. "Mbak Gendhis, nanti kalau ada yang mau ditanyakan bisa ke Dokter Christ, hasil USG juga nggak perlu penjelasan dari saya, ya," ucapnya. "Iya, makasih Dokter," gumam Gendhis tersenyum simpul. "Kalau gitu kami pamit, Dok. Makasih sekali lagi," ujar Rai kemudian berdiri, ia papah Gendhis keluar dari ruang praktik Dokter Andri, lalu memintanya untuk duduk di kursi tunggu. "Biar kuurus administrasinya bentar. Aku belom bisa pake identitas sebagai suamimu, jadi kamu nggak bisa jadi penerima manfaat fasilitas untuk keluarga tenaga medis di rumah sakit ini," terangnya."Iya nggak pa-pa," ucap Gendhis maklum. "Aku tunggu di sini," katanya. Menatap langkah Rai yang menjauh, pikiran Gendhis kembali mel

  • Candu Cinta Dokter Muda   71. Diam-Diam

    Rai mematung kaku di pintu utama rumahnya, tatapan matanya yang biasa teduh itu dipenuhi kilat marah yang ia tahan mati-matian. Di seberangnya, Eriska dan Kiara berdiri berdampingan, melempar senyum tak terdefinisikan untuk Rai. "Calon istri nggak pa-pa kan main ke rumah kamu, Bang?" kata Kiara tanpa beban. Ia mencoba melongok ke dalam beberapa kali, tapi tubuh tinggi Rai jelas menghalanginya."Mami nganter, kasian Kiara kalau kamu cuekin di rumah kan," kata Eriska lalu nyelonong masuk begitu saja, menabrak tegap tubuh Rai yang pasrah bungkam menempel daun pintu. "Kayak cicak deh Bang," cibir Kiara. "Masuk ya," katanya mengekor langkah Eriska. "Kalian mau ngapain? Aku ada jadwal poli dua jam lagi," ujar Rai menyusul masuk, menemui tamunya yang sudah duduk di ruang tamu. "Rumah kamu gede ya Bang," kata Kiara mengitarkan padangan. "Tapi nggak pa-pa kalau nanti abis nikah kita tinggal di apartemen aja, kalau ke sini aksesnya dari rumah sakit rada jauh," katanya nyerocos. "Cari aja y

  • Candu Cinta Dokter Muda   70. Penawar Selera

    "Gimana?" Gendhis menyambut kepulangan Rai di meja makan dengan beberapa masakan yang sudah terhidang, senyumnya terkembang cantik. Ini adalah kali pertamanya memasak untuk Rai. "Kamu yang masak?" lengkung senyum Rai ditarik dengan paksa oleh pemiliknya. Tidak! Gendhis tidak boleh tahu hal apa yang baru saja terjadi dengannya di rumah Ben dan bagaimana Taka-Sama menuntutnya untuk tetap fokus pada rencana. "Iya, aku belajar sama Ann, tadi dia ke sini, katanya ini semua makanan kesukaan kamu," ucap Gendhis ceria. "Terus Ann ke mana sekarang?" Rai celingak-celinguk mencari sosok cantik sang ibu angkat. "Udah pulang, katanya kalau Ben pulang ke rumah dan dia nggak ada, bisa gawat," jawab Gendhis mengedikkan bahunya. "Udah laper belom? Mau langsung makan atau bersih-bersih dulu?" tanyanya mendekati Rai, meraih lengannya dan membimbingnya untuk duduk di salah satu kursi. "Aku langsung coba dulu masakannya," ucap Rai pengertian. "Tolong ambilin nasinya," pintanya lembut. Gendhis mengan

  • Candu Cinta Dokter Muda   69. Melemahnya Keyakinan

    "Kenapa tiba-tiba gini?" tanya Rai setengah berbisik di samping ayah angkatnya, Ben.Ben mengedikkan pundaknya, "Kayak nggak kenal Taka-Sama," tukasnya. "Nggak ada masalah sama proses kemaren kan?" "Bisa jadi. Bersiap aja buat semua kemungkinan," balas Ben. Ia melangkah masuk lebih dulu, membungkukkan badan lantas mengambil duduk di atas tatami paling depan. "Ben, aku perlu bicara sama Christ, bukan sama Ketua," tolak Taka-Sama, pimpinan para Tetua. "Aku diusir?" gumam Ben terpana. "Kita ada urusan nanti. Saat ini, aku perlu bicara cuma sama Christ. Keluar dulu sana," perintah Taka-Sama. Meski terlihat khawatir, Ben tak memiliki pilihan lain. Ia beranjak dan melangkah keluar setelah sebelumnya menepuk pundak Rai sebagai bentuk dukungan. "Christopher," panggil Taka-Sama setelah Rai duduk menempati tatami yang tadi sempat Ben duduki. "Apa kabar, Kakek?" tanya Rai setenang mungkin. "Rada pusing, aku dari bandara langsung ke sini. Denger kabar soal kamu, Kiara ngadu," ucap Taka-S

  • Candu Cinta Dokter Muda   68. Hari Keberuntungan

    Gendhis bungkam, di depannya Rai ikut diam, hanya jemarinya yang sibuk menjentik-jentik permukaan luar gelas kopinya. Sementara, pandangan Rai tajam ke arah Gendhis, ada letupan marah dari sorot teduh itu, tapi tertahan sangat rapat dalam keheningan yang merebak entah sudah berapa puluh menit berlalu. "Mami tadi telepon, minta ketemu. Kusuruh aja ke sini," ungkap Gendhis hati-hati, sambil mengamati ekspresi dingin suaminya yang tak berubah sama sekali. "Nggak taunya, dia sama Doni, asistennya Mario," lanjutnya. Sontak pandangan mata Rai yang tadi sempat tertuju pada jelaga di dasar gelasnya, naik menatap Gendhis lagi. Sorot marah itu berubah seketika menjadi kabut khawatir yang tak bisa Rai sembunyikan. "Aku nggak diapa-apain," ucap Gendhis seakan bisa membaca arti dari pandangan teduh di mata sang suami. "Mau apa dia?" desis Rai seketika beranjak, ia mendekati Gendhis, duduk di sebelahnya. Diamatinya tubuh Gendhis saksama, mencari kalau-kalau terdapat luka atau lebam bekas pukula

  • Candu Cinta Dokter Muda   67. Pergi Ke mana?

    "Mereka lapor kalau Nyonya minta mereka makan siang dulu di restoran bawah. Pas mereka balik, Nyonya udah nggak ada di kamar," lapor Ardi sambil menunjuk dua orang yang diminta berjaga untuk kamar Gendhis. "Siapa yang goblok?" gumam Rai terlihat sangat kesal. Pulang dari bekerja, Rai berharap bisa bertemu istrinya untuk bermanja, tapi ia justru tidak menemukan Gendhis di kamarnya. Gendhis juga tidak meninggalkan pesan apapun pada Rai, ponselnya tidak bisa dihubungi. "Suruh mereka pergi sebelum gue lempar dua bedebah ini dari jendela!" sengal Rai terdengar sangat marah. Ardi langsung tanggap, ia gerakkan tangannya demi mengusir dua orang penjaga yang tak berguna itu. Hanya menyisakan dirinya dan Rai saja, Ardi paham bahwa Rai ingin mengobrol serius. "Para tetua apa orangnya Mario?" tembak Rai langsung, meminta pendapat Ardi. "Kalau para tetua, menurut gue nggak mungkin. Pasti udah geger duluan kan?" balas Ardi menganalisis. "Kemungkinan Kiara atau Eriska?" "Gue juga lagi mikir

  • Candu Cinta Dokter Muda   66. Ancaman Serius

    "Naik level ya lo sekarang, Sugar," cibir Wida iri, ia amati seisi kamar hotel yang dihuni Gendhis. "Mami ngajak janji temu cuma mau bilang itu?" gumam Gendhis sambil meneguk air mineralnya. "Lo nggak bisa sembunyi dari Mario selamanya, Sugar," ucap Wida tiba-tiba, hampir membuat Gendhis tersedak. "Lo sengaja ngajak ketemuan sama gue biar dia bisa ngelacak lokasi gue?""Gue serba salah. Pacar dokter lo itu menekan gue sampe gue nggak bisa ngelawan. Si Mario ngancam bakalan ngebongkar semua tentang rumah bordil kalau nggak bisa bikin janji sama lo," sengal Wida kalut. "Terus?" Gendhis membulatkan matanya. "Lo siap-siap," kata Wida mencurigakan. "Gue bisa dijeblosin ke penjara sama Mario kalau nggak bisa nemuin lo! Dan identitas soal pacar dokter lo itu udah dipegang sama orangnya Mario. Lo nggak mau terjadi sesuatu kan sama dia?" "Lo ngancem gue, Mi?" sergah Gendhis tak habis pikir."Iya. Biar lo selesaiin urusan lo secepatnya sama Mario!" ucap Wida tanpa keraguan. Ia berdiri dar

  • Candu Cinta Dokter Muda   65. Tidak Akan Melepasmu

    "Apa yang bakalan terjadi kalau Mami Eris-mu itu tau soal acara pernikahan kita, Rai?" tanya Gendhis hati-hati. Setelah selesai prosesi pernikahan yang sangat privat dan rahasia itu, Rai dan Gendhis memilih untuk tinggal lebih dulu di hotel. Sementara Rai pergi bekerja nanti sore, akan lebih aman jika Gendhis menunggu sang suami di kamar hotel dengan penjagaan beberapa orang suruhan Ben. Nanti, jika sudah selesai pekerjaan yang menjadi tanggung jawab Rai, mereka baru akan pulang ke rumah besar di mana Rai menobatkan Gendhis sebagai nyonya rumahnya. "Aku juga nggak punya bayangan, yang pasti, kamu yang paling terancam kalau Mami sampe tau," jawab Rai menoleh perempuan yang berbaring damai di sebelahnya. "Aku nggak kasih tau siapapun dari pihakku soal pernikahan kita. Cuma berusaha untuk nggak membuka kemungkinan kalau pernikahan ini justru bakalan bocor dari pihakku," desis Gendhis. "Mamiku tadi sempat WA. Mario nyariin aku, dia mau booking buat lusa," ceritanya. "Terus kamu bilang

Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status