Share

Bab 4 Malam Pengantin

Perlahan pak Akbar masuk kedalam kamar istri barunya, pelan dan sangat perlahan, dia menutup kembali pintu dan langsung menguncinya dari dalam.

Pak Akbar mendekati Puteri yang sudah terbang kenirwana dengan pulasnya, memandangnya dengan tajam dan menarik nafas berat.

"Bukan ini mau hamba ya Allah, memiliki dua istri, hamba lelaki akhir jaman yang tidak akan dapat adil dan amanah untuk mereka." gumannya pelan.

Semakin mendekati sang istri dan perlahan duduk disampingnya. Selama ini tidak pernah sekalipun dia melihat sang istri yang dulu calon menantunya itu tidak mengenakan hijab, ternyata dibalik hijab kecantikannya sungguh luar biasa.

Perlahan tangannya menyentuh anak rambut Puteri yang selalu melambai lambai didahi dan daun telinganya. Tatapan matanya tak lepas dari wajah, terutama bibir Puteri.

Perlahan tapi pasti pak Akbar mencium dahi, hidung dan bibir istrinya. Setelah itu dia melangkah kearah sofa untuk mengerjakan tugas melalui laptop yang tadi dibawa nya.

Perjanjian operasi untuk pasien yang tidak sengaja harus ditunda nya untuk dilakukan besok pagi.

Banyak menuai kecewa, pada keluarga para pasien. Dan ini sungguh tidak baik pada reputasi rumah sakit miliknya.

Dan salah satu pasien yang akan dioperasinya besok adalah termasuk orang terpenting negara ini.

Pembangunan rumah sakit baru yang pasti terkendala karena kepergian sang putera.

Membuatnya tak habis fikir, kapan lagi waktunya untuk memantau semua. Istri yang minta dimengerti. Sungguh membuat pak Akbar ingin lari saja.

Tidak sanggup untuk melihat leptop lama, karena mengantuk, akhirnya pak Akbar membaringkan tubuhnya disofa, dan ikut tidur menemani Puteri walaupun tidak tidur bersama.

Sudah jadi kebiasaan setiap harinya, Puteri terbangun untuk melaksanakan solat tahajjud, waktu sudah menunjukkan jam empat pagi.

"Aku kesiangan," gumannya pelan.

Matanya tak sengaja melihat kearah sofa, Puteri sangat terkejut, bagai melihat hantu pada sosok yang sedang tidur dengan damainya.

"Kapan orang tua itu masuk, perasaan pintunya sudah kukunci,? guman Puteri dan langsung pergi kekamar mandi, Karena waktu subuh akan segera tiba.

Keluar dari kamar mandi,Puteri melihat pak Akbar sudah ada dihadapannya dengan bertelanjang dada.

" Kamu mau solat tahajjud,?" tanya pak Akbar.

"Iiiyaa," jawab Puteri setengah terkejut.

" Tunggu mas, kita akan solat bersama." ujar pak Akbar.

Puteri hanya diam tak merespon, tetapi melakukan apa yang dikatakan oleh suaminya.

Tak lama, pak Akbar datang dengan rambut basah dan sudah memakai pakaian Koko yang entah dari mana dia dapat.

Puteri hanya menunduk tak berani melihat wajah suaminya sedikitpun, sajadah yang telah dia gelar untuk suaminya, langsung ditempati pak Akbar.

Dikamar yang lain, Bu Nova terbangun dan langsung terduduk dipembaringan. Wajah yang tadinya masih mengantuk berubah menjadi wajah takut, takut kehilangan sesuatu.

Sadar kalau suaminya, sudah tidak ada lagi dikamar   bersamanya. Tangis Bu Nova tumpah, menjadi jadi.

Membayangkan kalau suaminya telah melalui malam pertama dengan istri muda, membuat Bu Nova tidak bisa bernafas, sakit dan perih sekali rasa hatinya.

Beranjak dari tempat tidur, Bu Nova langsung membersihkan tubuhnya. Setelah itu dia buru- buru untuk datang kekamar sang madu. Azan subuh yang terdengar tak lagi membuatnya untuk bangkit melaksanakan solat.

Bu Nova hanya duduk terdiam, untuk menunggu solat subuh selesai, setelah itu dia ingin melihat suami dan madunya. Jantungnya rasa ingin loncat keluar, mengingat kebersamaan suaminya bersama Puteri.

Tapi rasa ingin tahu, tentang apa yang mereka lakukan. Membuat Bu Nova, ingin mendatangi kamar pengantin itu.

Didalam kamar pengantin, sepasang pengantin beda usia itu baru saja selesai melaksanakan solat subuh  berjamaah. Berzikir dan berdoa bersama, kemudian pak Akbar memutar tubuhnya, untuk menghadap istri mudanya.

Puteri langsung mencium tangan, calon ayah mertua yang telah berubah status menjadi suami sahnya. Walau bagaimana situasinya saat ini, yang pasti orang yang ada dihadapannya saat ini adalah imamnya.

"Ingin murajaah, biar mas dengar." ucap Akbar, sebagai pembuka obrolan kepada istrinya.

Tanpa banyak tanya, puteri langsung membuka mushaf yang telah disediakannya.

Membaca dengan fasih, Puteri mulai membaca Qur'an, tidak gagap ataupun terbata, Karena Puteri setiap pagi dan malam, selalu membacanya.

Akbar memandang takjub pada puteri, semakin banyak kelebihan yang dia lihat pada sosok puteri, anak dari sahabat baiknya.

Baru saja membaca dua ayat, ketukan pintu dan handle yang dipaksakan untuk membuka pintu dari luar, terdengar jelas.

Puteri dan Akbar serentak menoleh kearah  sumber suara. Pak Akbar yang sudah bisa membaca akan situasi ini, langsung bangun dari duduknya.

Berjalan menuju pintu, dan membukanya.

"Papa ngapain disini, sedang apa kalian." Sarkas Bu Nova, yang tiba-tiba muncul dan langsung menerobos masuk kedalam kamar.

Bu Nova melihat rambut suaminya yang nampak basah, seperti baru keramas. Air mata sudah berderai membayangkan sesuatu yang terjadi.

Tanpa berkata dia menghampiri Puteri yang sedang  terbengong melihat pasangan suami istri itu diseberang tempat tidur pengantin.

Puteri yang menyadari Bu Nova melangkah menghampirinya, segera bangun, dari duduknya.

Tiba-tiba  Bu Nova menarik dan mencoba membuka mukena yang masih terpasang rapi ditubuh Puteri.

Pak Akbar yang kurang menyadari kecepatan tangan istri tuanya, sangat terkejut. Dia tidak menyangka atas ke bar- baran istri yang selama ini lembut padanya.

" Ma...?" Bentak pak Akbar.

"Ibu, ada apa ?" Puteri yang terkejut pun  tak dapat mengelak.

Mukena telah terlepas dan memperlihatkan rambut basah dan wajah Puteri yang semakin imut tanpa polesan. Pak Akbar dan Bu Nova sama - sama terkejut melihat penampakan Puteri dengan rambut tergerainya sebatas pinggang.

"Cantik," puji pak Akbar dalam hati.

"Kurang ajar kalian," Bu Nova menjerit histeris melihat rambut basah istri muda suaminya .

Pak Akbar dan Puteri saling berpandangan heran melihat Bu Nova yang menjerit tanpa sebab.

"Kamu perempuaaaannn, sanggup kamu melayani suami orang, yang sebaya dengan ayahmuuuu,"

Mendengar ucapan istri tuanya, pak Akbar langsung paham, kearah mana tuduhan istrinya.

Sementara Puteri hanya berdiri melihat Bu Nova yang sudah berderai air mata.

"Mama kenapa ? Kenapa ngamuk- ngamuk," tanya pak Akbar yang berusaha meraih lengan cinta pertamanya.

"Aku tidak sanggup berbagi pa ? Aku tidak sanggup." berulang- ulang Bu Nova mengucapkan kalimat itu.

" Bu, nanti saya akan minta cerai dari suami ibu." ujar Puteri yang tiba-tiba datang menghampiri Bu Nova yang sudah menjadi madunya.

Rasa kasihan dan tidak tega membuat Puteri untuk berdamai dan menjanjikan akan bercerai dengan suaminya. Namun tak disangka uluran tangan puteri langsung ditepis, dan hampir saja Bu Nova menjambak rambut Puteri yang tergerai, kalau saja pak Akbar tidak menarik Puteri untuk berdiri dibelakangnya.

"Ma, jaga tanganmu, jangan sampai aku hilang kesabaran dan jaga harga dirimu," ucap pak Akbar.

Menarik tangan sang istri untuk keluar dari kamar tersebut.

Setelah mengeluarkan Bu Nova dari kamar yang ditempati Puteri, Pak Akbar kembali masuk kekamar dan berkata. " Maaf atas situasi ini, nanti mas datang lagi, dan kita akan sarapan bersama.

Lalu pak Akbar keluar dan membawa istri pertamanya pergi menuju kamar mereka.

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status