Share

Bersembunyi

Penulis: Firstly_Cute
last update Terakhir Diperbarui: 2021-05-01 05:46:32

Ayah masih saja bergeming di dalam kamarku, aku sudah kehabisan cara untuk membuat ayah keluar dari kamar.

[Sayang, buruan suruh ayah kamu keluar, aku bisa mati jika terlalu lama di sini.]

Aku segera membaca pesan dari Jovan dan dengan cepat membalasnya.

[Sabar Jo, aku lagi berusaha. Tahan dikit lagi ya.]

Saat aku kirim pesan ke Jovan, suara handphone Jovan berdering dengan deras sehingga kecurigaan ayah semakin bertambah.

"Suara handphone siapa itu?"

"H-handphone Jo, Yah!"

"Jo, siapa Jo?"

Aku terkejut di buat ucapanku sendiri, aku keceplosan menyebut nama Jo.

"Jo, siapa Jo. Ayah pasti salah dengar, bukan Jo, Yah tapi Je," ucapku memberi alasan.

Ayah menarik nafas dan membuangnya dengan kasar. Mata ayah masih saja tertuju pada satu benda, dan aku tidak mau menanyakannya.

"Yah, maaf, Jeanna sudah mengantuk, apa rasa curiga ayah sudah hilang?"

Aku memasang wajah cemberut dan berulang kali menguap palsu, agar ayah mengira aku benar-benar sangat mengantuk.

"Ya sudah, kamu tidurlah. Jendela sudah ayah kunci dengan rapat. Tidurlah putri ku Sayang, selamat malam, semoga mimpi indah," ucap ayah sambil mencium keningku.

Setelah ayah keluar dari kamarku, dengan cepat aku menutup pintu rapat-rapat dan segera aku kunci.

Jo yang hampir kehabisan nafas langsung jatuh kelantai.

"Jo, kamu tidak apa-apa?" tanyaku panik sambil memukul-mukul pipi Jovan.

"Deerr!" Suara Jovan mengagetkan aku.

"Kamu ya, bercandanya buat aku takut," ambek ku.

"Sttt! Jangan ribut, nanti ada yang patroli lagi."

"Maksud kamu ayah ku?"

"Iya," jawab Jovan sambil mengangguk.

Tubuhku di gendong oleh Jovan dan di baringkan di atas ranjangku yang tidak terlalu besar. Namun untuk tubuhku dan Jovan masih muat walau harus berdempetan. Sangat jauh berbeda dengan tempat tidur yang pernah aku dan Jovan tiduri bersama waktu itu. Yah namanya juga hotel bintang lima.

Tangan Jovan mulai bergerilya, menyentuh setiap lekukan tubuhku. Aku bahkan harus menahan eranganku karena takut ayah akan mendengar suara berisik dari kamarku.

"Jo, jangan serang aku dengan sentyhan yang membuat aku mendesah dan melenguh, itu akan membangunkan ayah," bisikku di telinga Jovan.

"Tapi tubuhmu terlalu indah bila dilewatkan satu inci saja Sayang."

"Jo ..., aku takut ketauan ayah!"

"Sttt! Tenang Sayang, jangan mikiri yang aneh-aneh. Nikmati saja malam kita ini."

Jovan berulang kali mendaratkan sweetkiss nya di bibir dan leherku, bahkan kadang sampai membuat tanda merah di sana.

Sesekali cumbuannya turun ke dada, dan lidahnya bermain-main di antara buah yang belum keluar bijinya.

Pikiranku melayang entah kemana saja, sesekali terngiang ucapan Angelyang mengatakan kenikmatan hidup itu adalah di dalam percintaan, dan selebihnya hanyalah selingan.

Malam ini kami benar-benar seperti sepasang muda-mudi yang lupa diri, dengan sadar kami melakukan itu lagi dan itu lagi. 

Keringatku dan juga Jo sudah bercucuran, seperti petani yang baru selesai menyangkut, nafas kami terengah dengan berat.

"Sayang, kamu hebat!" puji Jo padaku.

Lagi-lagi aku terbuai dengan pujian Jo. Kami berbaring bersebelahan tanpa penutup tubuh. Angin dari kipas angin tidak cukup untuk membuat tubuh ini segar.

Perlahan, aku terlelap. Dan saat aku terbangun ketika ayah mengetuk pintu kamarku, aku tidak melihat diri Jo.

"Jo, di mana kamu?" panggilku dengan pelan.

"Jeanna, bangun! Sudah pagi Sayang!"

Suara ayah membuat aku gelapan, aku segera memakai baju ku. Dan dengan cepat menjawab panggilan ayah.

"Iya Yah, Jeanna mau mandi dulu," sahutku dengan cepat.

Aku masih sibuk mencari Jovan yang tidak tampak batang hidungnya. Aku dekati jendela kamarku, dan ternyata jendela itu sudah tidak lagi tertutup sempurna.

"Hufftt! Syukurlah dia sudah pergi, Jo kamu memang lelaki yang cerdas dan hebat. Aku semakin cinta padamu," ucapku lirih.

Aku hidupkan air keran dengan deras dan bahkan paling deras. Aku cuci semua bagian tubuhku. Tersisa bayang-bayang Jo di pelupuk mata ini, bagaimana dia menaklukkan aku, sungguh tidak terlupakan.

"Selamat pagi Ayah?"

Sapa ku pada ayah yang tengah asik menyeruput kopi dan membaca koran.

"Pagi Sayang, bagaimana tidurmu?"

"Sangat nyenyak ayah," jawabku dengan cepat.

"Oh, baguslah!"

"Apa isi berita hari ini Ayah?"

"Tragis, isinya sungguh tragis. Wanita di bawah umur dibunuh pacarnya sendiri karena menuntut tanggung jawab, karena hamil."

Aku menelan seliva ku saat mendengar perkataan ayah. Pikiranku kembali kepada Jo, aku takut akan nasibku. Tapi Jo berjanji akan tanggung jawab.

"Ah, Jo tidak akan seperti itu padaku," gumamku dalam hati. 

"Jeanna!"

Suara ayah mengagetkan aku, membuat pikiran liarku kembali pada tempat di mana aku harus memposisikannya.

"Kamu ada masalah?" tanya ayah menyelidiki.

"T-tidak Ayah," ucapku gugup.

"Ayah merasa ada yang aneh denganmu, apa kamu sedang jatuh cinta?"

Mendengar ucapan ayah, seakan menembak tepat di ulu hati. Wajahku pucat pasi, keringat dingin tiba-tiba keluar.

"Oh Tuhan, bagaimana ini? Aku harus menjawab apa?" bisik batinku.

"Jeanna, kenapa diam saja. Apa kamu sudah punya pacar?"

"T-tidak Ayah, Jeanna hanya kurang enak badan saja. Jeanna boleh istirahat di kamar Yah?"

"No ... No ...! Tidur di pagi hari akan semakin membuat tubuh mu lemas. Lebih baik kita merumput saja."

Aku pikir ide itu juga cukup baik, untuk mengelak dari serangkaian serangan pertanyaan ayah yang semuanya tidak meleset. 

Aku benar sudah punya pacar, aku benar sedang jatuh cinta dan bahkan hari ini aku begitu merindukannya.

"Jeanna!"

Lagi-lagi ayah memanggilku, padahal aku sengaja menyiangi rumput yang tumbuh di bawah pohon mangga agar berada sedikit jauh dari ayah.

Dengan langkah malas, dan jantung yang berdebar tidak karuan, aku pun menghampiri ayah.

"Ya Yah?"

"Sini duduk, ayah mau bicara sedikit pada kamu."

"Yah, bukannya dari tadi ayah sudah berbicara banyak, lagi pula Kitakan mau menyiangi rumput Yah, bukan mau merumpi," sahutku asal-asalan.

Aku hanya ingin menghindar dari ayah, bukan hanya karena rasa takut padanya, tapi aku tidak mau terus-terusan membohongi ayah dengan jawaban yang tidak benar.

"Ini penting Jeanna, duduklah dulu!"

Mau tidak mau, aku pun duduk di samping ayah. Dulu, hal seperti ini yang paling aku suka, tetapi setelah mengenal Jovan, aku lebih senang bersama Jovan dari pada ayah.

"Jeanna, kamu putri ayah satu-satunya, ayah cuma mau menyampaikan pesan dari almarhumah ibumu."

Mendengar nama ibu, aku pun menanti kelanjutan ucapan ayah. Aku memandang wajah ayah yang terlihat serius memandang ke arah jalanan.

"Apa pesan ibu Yah?" tanyaku penasaran. Aku tidak sabar menunggu ayah memulainya.

"Kata ibumu, wanita itu terlihat terhormat dan mahal apabila dia bisa menjaga kesuciannya. Ibu berpesan, baik-baiklah kamu bergaul, dan jaga kehormatanmu juga nama baik keluarga, terutama ayah yang masih hidup ini."

Aku melihat mata ayah berkaca-kaca, ada genangan air yang tertumpuk di sana. Aku merasa bersalah, karena aku sudah gagal menjaga kehormatanku. Tapi Jovan akan bertanggung jawab. Aku tidak perlu takut akan membuat malu ayah.

"Yah, Jeanna akan menjadi wanita yang baik," sahutku enteng 

"Jeanna, ayah percaya padamu, tapi ayah belum bisa percaya sepenuhnya kepada teman-temanmu. Jeanna, jangan pernah terpengaruh dengan bujuk rayu mereka."

"Siap Ayah!" seru ku.

Aku hanya tidak ingin membuat ayah resah. Sekalipun aku sudah tidak perawan, aku yakin Jovan tidak akan sesadis itu padaku. Jovan pasti tidak akan mengingkari janjinya padaku.

"Kamu tau Jeanna, bagaimana perasaan orang tua saat mengetahui putri mereka hamil di luar nikah, lalu menuntut tanggung jawab, tapi hasilnya nyawa melayang?"

Duh, pertanyaan ayah sangat menyeramkan, hingga aku tidak bisa berkata-kata, aku hanya menggelengkan kepala saja.

"Lebih baik anak itu mati di tangan orang tuanya, dari pada setelah besar justru mati di tangan orang lain dan menorehkan aib."

Ucapan ayah begitu sadis. Aku membayangkan bila posisi aku terjadi pada gadis itu, mungkin benar-benar ayah akan memenggal kepalaku.

"Ayah, sudahlah lebih baik kita jangan bicara hal-hal yang menyeramkan seperti itu, Jeanna takut ayah," sungut ku.

"Tidak perlu kamu takut Jeanna, itu hanya sepenggal kisah anak orang yang tidak kita kenal, tetapi beritanya bisa kamu ambil pelajaran. Sebab kamu perempuan, jangan sebodoh gadis di surat kabar itu."

Aku menarik nafas, lalu mengangguk. Aku merasa serba salah, melepas Jovan sama artinya aku membuang berlian. Namun jika dilanjutkan, aku akan merasa sangat bersalah pada ayah juga almarhumah ibu.

Atau aku menikah muda saja?

"Yah, kalau misalnya Jeanna menikah muda, apa ayah mengizinkan?" tanyaku penuh keragu-raguan.

"Menikah muda? Apa kamu sudah punya pacar?"

"T-tidak ayah, tidak. Jeanna hanya bertanya saja, Jeanna hanya ingin tau pendapat ayah," ucapku penuh rasa takut. Aku takut ayah tau jika aku sudah punya pacar.

"Jika kamu tidak punya pacar, lalu untuk apa kamu memikirkan akan menikah muda. Menikah itu tidak melulu berbicara tentang keindahan, akan ada banyak masalah di dalamnya Jeanna. Lagi pula, kamu ini masih kuliah, jadi jauhkan pikiran untuk menikah muda. Tamatkan kuliah kamu, jika kamu punya pacar, bawa pacar kamu kehadapan ayah, agar ayah bisa memberitahukannya, jika kamu masih harus kuliah, jadi jangan ganggu konsentrasi belajar kamu dengan iming-iming kebahagiaan."

Aku jadi merinding mendengar ceramah ayah yang panjang, dan penuh penekanan-penekanan. 

"Oh Tuhan, aku harus bagaimana? Aku tidak ingin putus dengan Jovan, bahkan menjadi istrinya adalah mimpiku. Lebih baik aku tutupi saja semua ini rapat-rapat dari ayah," gumam ku dalam hati.

"Ingat Jeanna, jangan pacaran sebelum kamu berhasil jadi wanita mandiri. Cam kan itu!"

"Oh ayah, andai ayah tau kekayaan Jovan tidak akan habis sampai aku beranak cucu, lalu untuk apa aku harus mandiri dan susah-sudah belajar," ocehanku dalam hati.

"Yah, sudah mulai panas, kita masuk yuk!" ajak ku.

Ayah dan aku jarang beriringan menuju rumah, namun aku langsung menuju kamarku, dan membersihkan tubuhku.

Aku ambil handphone ku, dan ternyata handphone ini sudah berdering berkali-kali.

"Oh Tuhan, seratus panggilan tidak terjawab dari Jovan. Aduh, aku yakin dia pasti marah, semoga Jovan tidak mutusi aku."

Bab terkait

  • CINTAKU TERGADAI   Berubah

    Mengingat Jovan masih marah karena teleponnya tidak terjawab hingga 100 kali, pagi ini aku harus pergi dengan bis kota menuju kampus.Biasanya Jovan selalu menjemput ku di simpang jalan."Jo, please maafkan aku, aku semalam itu lagi cabut rumput sama ayah di halaman, jadi aku tidak dengar suara teleponku berdering," rayu ku pada Jovan.Emang dasarnya dia idola, jadi rengekkan ku seperti nyanyian merdu. Bukannya memberi maaf, dia justru meninggalkan aku pergi dengan wanita lain."Kasian ya sih Juliet di tinggal kabur sama Romeo nya," ejek kawan-kawan kampus ku sambil tertawa terbahak-bahak.Aku berlari menuju taman belakang kampus, karena tidak tahan menahan malu akibat ejekan dan cibiran fans-fans Jovan."Angela, hanya Angela yang mengerti aku saat ini," gumamku, aku hapus air mataku dan aku mencari Angela sekeliling kampus."Arghh! Di mana anak itu?" gerutu ku sambil terus mencari.Langkah ku berhenti, di depan sebuah ruang ko

    Terakhir Diperbarui : 2021-05-01
  • CINTAKU TERGADAI   Perang Dingin

    "Jovan, aku akan membalas perbuatanmu," umpatku dengan kesal.Aku kembali kerumah dengan wajah kusut. Aku lihat rumah kosong karena ayah sedang bekerja. aku masuk ke kamarku, aku banting pintu kamarku dengan kuat. Aku hempaskan tubuhku ke atas tempat tidur yang menyimpan kenangan dengan Jovan."Jovan, kamu brengsek ... brengsek, aku benci sama kamu, lihat saja aku akan membalasnya!" ucapku lirih. Air mataku terus saja menetes membasahi bantal.Aku mengurung diri di kamar, aku larut bersama kesedihan dan kenanganku bersama Jovan, hingga aku tidak lagi mendengar kepulangan ayah."Jeanna, kamu sudah ppulang, Nak?"Suara ayah menyadarkanku, aku segera menyeka air mataku, aku rapikan rambutku yang berantakan. Aku bercermin dan kulihat mata ini sembab karena banyak menangis."Ayah sudah pulang?" ucapku sambil membuka pintu kamar."Ada apa dengan kamu Jeanna?"Pertanyaan ayah membuat aku tertunduk, aku malu menatap ayah karena aku sud

    Terakhir Diperbarui : 2021-05-01
  • CINTAKU TERGADAI   Positive

    Hari ini aku akan di antar oleh Edo, dapat kesempatan lagi buat manas-manasi Jovan."Salah kamu sendiri Jo, aku jadi kayak gini. Aku memang masih cinta padamu, tapi kau sangat menyebalkan," gerutu ku di dalam kamar.Setengah jam kemudian aku keluar dan lagi-lagi ayah sudah lebih dulu pergi ke kantor. Setiap hari aku hanya sarapan seorang diri, andai saja masih ada ibu.Getar di ponselku menandakan pesan masuk, ya benar pesan dari Edo. Dia sudah menungguku di simpang.Aku sudahi sarapanku, dan aku segera berjalan menuju simpang rumahku, tepatnya ke tempat di mana Edo menungguku."Halo," sapaku dengan ramah."Sayang, kenapa sih, aku tidak boleh jemput kamu kerumah aja, jadi kamu kan gak perlu capek-capek jalan, Sayang!""Edo, jalan dua meter di mana capeknya sih? Malah sehat tau," ucapku mengelak."Ya, ya, kamu memang gadis baik dan mandiri."Edo memacu mobilnya, dan kali ini tepat sasaran. Jovan juga baru sampai parkiran.

    Terakhir Diperbarui : 2021-05-02
  • CINTAKU TERGADAI   Kabur

    "Bagaimana ini Jo, aku benaran hamil?" ucapku dengan wajah tegang menatap Jovan."Iya, terus aku harus apa?""Ya, kamu harus menikahi aku!" ucapku lirih."Oke, kita akan nikah, tetapi hanya pernikahan siri. Sebab kau tau sendiri kan Jeanna, kita ini masih muda. Kita juga masih kuliah, apa kau mau jadi ibu rumah tangga setelah kita menikah nanti?"Aku pun menggelengkan kepalaku. Aku memang ingin hidup mewah dan bahagia bersama Jovan, tapi aku juga punya cita-cita, bukan sekedar ibu rumah tangga."Ah, terserah Jo. Yang penting kamu nikahi aku. Ayo kita kerumah ayah!"Aku pun menarik tangan Jovan agar segera masuk ke dalam mobil. Aku mengarahkan jalan, agar Jovan tau arah menuju rumahku.Hatiku memang benar-benar kalut, aku yakin, ayah pasti memarahi ku. Tetapi aku juga tidak ingin melepaskan Jovan. Paling tidak kehadiran anak di dalam rahimku ini membuat aku dan Jovan terikat, sehingga cewek-cewek genit di luar sana tidak lagi ber

    Terakhir Diperbarui : 2021-05-07
  • CINTAKU TERGADAI   Terjebak

    "Jeanna, bagaimana kau bisa ada di sini?" tanya Jovan kaget.Jeanna membuka mata, lalu mengerjapkannya."Jo, kau sudah pulang, siapa wanita di samping kamu itu?" tanya Jeanna merasa terkejut, matanya tidak berkedip menatap wanita di samping kekasihnya."Kamu siapa? Bagaimana kau berani di rumah ini, aku kekasih Jovanther, jadi lebih baik kau pergi dari sini," sahut perempuan di samping Jovan."Tidak, aku tidak mau pergi dari sini, sebab sekarang ini aku sedang mengandung anak Jovan."Aku menarik tangan Jovan dari sisi wanita di sampingnya itu, Jovan dengan tenang mengikuti mauku. Wanita di sampingnya langsung menggerutu, dan pergi meninggalkan aku dan Jovan. Terdengar suara mobil yang melaju dengan kencang, pergi meninggalkan halaman rumah Jovan."Jo, ayo kita menikah, anak dalam rahim ku ini butuh pengakuan ayahnya, aku rela kabur dari rumah meninggalkan ayah demi memilih kamu Jo," ucap Jeanna mengeluh."Oke Jeanna, kamu jangan khawat

    Terakhir Diperbarui : 2021-05-10
  • CINTAKU TERGADAI   Bersalin

    "Jo ... tolong Jo! Perut ku sakit Jo, sepertinya aku akan melahirkan," teriak ku.Aku meringis, meraung menahan sakit, tangisku pecah, keringat dingin mengucur."Bi, Bibi ... tolong!" teriak ku memanggil pembantu rumah Jo.Aku tidak mampu turun ke bawah, sebab rasa sakit ini begitu membuat aku tidak berdaya, jangan untuk berdiri, hanya untuk menggeser tubuh pun, aku tidak mampu."Jo ...," tangisku meringis memanggil nama lelaki yang aku cintai dan ayah dari calon anak ku."Jo ... di mana kamu?" batin ku.Aku ingin mengambil ponsel yang terletak di nakas, namun tangan ku tidak mampu meraihnya.Air mataku terus saja menetes tidak mampu ku bendung. Aku sudah pasrah, jika aku harus melahirkan di ruangan ini sendiri. Kamar yang besar, namun tidak memberiku ke tentraman. Rindu ayah dan ibu."Auww ... huhu ...!"Aku mencoba mengatur nafasku, menarik nafas, lalu membuangnya perlahan.Entah apa yang menggerakkan hati pem

    Terakhir Diperbarui : 2021-05-14
  • CINTAKU TERGADAI   Lari Malam

    "Jeanna ... Jeanna!" teriak Jovan memanggil namaku. Aku segera turun ke bawah, kini aku dan Jovan bertemu dan terpaku saling tatap. Aku ingin sekali memeluk Jovan, tetapi aku masih merasa kesal, marah dan benci padanya, sebab sudah berbulan-bulan Jovan tidak mpulang, bahkan belum sempat menggendong bayi kami. "Kau masih ingat pulang, Jo?" tanyaku lirih. "Sudah jangan banyak bicara, ayo kita pergi dari sini. Susun bajumu dan baju anak kita, cepat!" "Anak kita? Kau masih ingat kalau kau punya anak?" ucapku kesal. "Sudah jangan banyak bicara, itu nanti aja kita bahas, aku tidak punya banyak waktu," sahut Jovan. Aku melihat Jovan berjalan menuju kamar Bibi. Sementara aku masih bingung dengan situasi aneh ini. Tidak lama kemudian Jovan menghampiri aku di kamar. "Sudah, jangan terlalu banyak bawa baju. Ayo kita pergi!" ucap Jovan sambil menarik tanganku. Aku hentakkan tangang Jovan, "Tunggu Jo, kita mau kemana malam-m

    Terakhir Diperbarui : 2021-05-27
  • CINTAKU TERGADAI   Derita

    "Ini rumah baru kita, maaf hanya seperti ini yang bisa aku bayar," ucap Jovan sambil mengecup keningku dan bayi kami. "Tidak apa, ini pun sudah membuat aku bahagia," ucapku dengan senyum sederhana. Rumah yang hanya ukuran kotak sabun, sudah membuat aku bersyukur, setidaknya Jovan kini sudah berada di sampingku dan anak kami. Jika dibandingkan dengan rumahku dan juga rumah Jovan, keadaan ini begitu miris, namun aku harus berusaha tersenyum agar aku tidak membuat Jovan putus asa. Hutang memang telah membuat Jovan menjadi lebih dekat denganku. "Lalu, apa rencana kamu setelah ini Jovan?" tanyaku. "aku akan mencari pekerjaan di dekat daerah sini, kita akan mulai hidup baru kita di sini," ucap Jovan serius. Aku tersenyum mendengar jawaban Jovan, kali ini aku merasa pilihanku untuk hidup bersama Jovan adalah benar, karena Jovan memang benar-benar bertanggung jawab padaku dan anka kami, aku yakin, suatua hari nanti saat aku pulang, ayah pasti su

    Terakhir Diperbarui : 2021-05-31

Bab terbaru

  • CINTAKU TERGADAI   Derita

    "Ini rumah baru kita, maaf hanya seperti ini yang bisa aku bayar," ucap Jovan sambil mengecup keningku dan bayi kami. "Tidak apa, ini pun sudah membuat aku bahagia," ucapku dengan senyum sederhana. Rumah yang hanya ukuran kotak sabun, sudah membuat aku bersyukur, setidaknya Jovan kini sudah berada di sampingku dan anak kami. Jika dibandingkan dengan rumahku dan juga rumah Jovan, keadaan ini begitu miris, namun aku harus berusaha tersenyum agar aku tidak membuat Jovan putus asa. Hutang memang telah membuat Jovan menjadi lebih dekat denganku. "Lalu, apa rencana kamu setelah ini Jovan?" tanyaku. "aku akan mencari pekerjaan di dekat daerah sini, kita akan mulai hidup baru kita di sini," ucap Jovan serius. Aku tersenyum mendengar jawaban Jovan, kali ini aku merasa pilihanku untuk hidup bersama Jovan adalah benar, karena Jovan memang benar-benar bertanggung jawab padaku dan anka kami, aku yakin, suatua hari nanti saat aku pulang, ayah pasti su

  • CINTAKU TERGADAI   Lari Malam

    "Jeanna ... Jeanna!" teriak Jovan memanggil namaku. Aku segera turun ke bawah, kini aku dan Jovan bertemu dan terpaku saling tatap. Aku ingin sekali memeluk Jovan, tetapi aku masih merasa kesal, marah dan benci padanya, sebab sudah berbulan-bulan Jovan tidak mpulang, bahkan belum sempat menggendong bayi kami. "Kau masih ingat pulang, Jo?" tanyaku lirih. "Sudah jangan banyak bicara, ayo kita pergi dari sini. Susun bajumu dan baju anak kita, cepat!" "Anak kita? Kau masih ingat kalau kau punya anak?" ucapku kesal. "Sudah jangan banyak bicara, itu nanti aja kita bahas, aku tidak punya banyak waktu," sahut Jovan. Aku melihat Jovan berjalan menuju kamar Bibi. Sementara aku masih bingung dengan situasi aneh ini. Tidak lama kemudian Jovan menghampiri aku di kamar. "Sudah, jangan terlalu banyak bawa baju. Ayo kita pergi!" ucap Jovan sambil menarik tanganku. Aku hentakkan tangang Jovan, "Tunggu Jo, kita mau kemana malam-m

  • CINTAKU TERGADAI   Bersalin

    "Jo ... tolong Jo! Perut ku sakit Jo, sepertinya aku akan melahirkan," teriak ku.Aku meringis, meraung menahan sakit, tangisku pecah, keringat dingin mengucur."Bi, Bibi ... tolong!" teriak ku memanggil pembantu rumah Jo.Aku tidak mampu turun ke bawah, sebab rasa sakit ini begitu membuat aku tidak berdaya, jangan untuk berdiri, hanya untuk menggeser tubuh pun, aku tidak mampu."Jo ...," tangisku meringis memanggil nama lelaki yang aku cintai dan ayah dari calon anak ku."Jo ... di mana kamu?" batin ku.Aku ingin mengambil ponsel yang terletak di nakas, namun tangan ku tidak mampu meraihnya.Air mataku terus saja menetes tidak mampu ku bendung. Aku sudah pasrah, jika aku harus melahirkan di ruangan ini sendiri. Kamar yang besar, namun tidak memberiku ke tentraman. Rindu ayah dan ibu."Auww ... huhu ...!"Aku mencoba mengatur nafasku, menarik nafas, lalu membuangnya perlahan.Entah apa yang menggerakkan hati pem

  • CINTAKU TERGADAI   Terjebak

    "Jeanna, bagaimana kau bisa ada di sini?" tanya Jovan kaget.Jeanna membuka mata, lalu mengerjapkannya."Jo, kau sudah pulang, siapa wanita di samping kamu itu?" tanya Jeanna merasa terkejut, matanya tidak berkedip menatap wanita di samping kekasihnya."Kamu siapa? Bagaimana kau berani di rumah ini, aku kekasih Jovanther, jadi lebih baik kau pergi dari sini," sahut perempuan di samping Jovan."Tidak, aku tidak mau pergi dari sini, sebab sekarang ini aku sedang mengandung anak Jovan."Aku menarik tangan Jovan dari sisi wanita di sampingnya itu, Jovan dengan tenang mengikuti mauku. Wanita di sampingnya langsung menggerutu, dan pergi meninggalkan aku dan Jovan. Terdengar suara mobil yang melaju dengan kencang, pergi meninggalkan halaman rumah Jovan."Jo, ayo kita menikah, anak dalam rahim ku ini butuh pengakuan ayahnya, aku rela kabur dari rumah meninggalkan ayah demi memilih kamu Jo," ucap Jeanna mengeluh."Oke Jeanna, kamu jangan khawat

  • CINTAKU TERGADAI   Kabur

    "Bagaimana ini Jo, aku benaran hamil?" ucapku dengan wajah tegang menatap Jovan."Iya, terus aku harus apa?""Ya, kamu harus menikahi aku!" ucapku lirih."Oke, kita akan nikah, tetapi hanya pernikahan siri. Sebab kau tau sendiri kan Jeanna, kita ini masih muda. Kita juga masih kuliah, apa kau mau jadi ibu rumah tangga setelah kita menikah nanti?"Aku pun menggelengkan kepalaku. Aku memang ingin hidup mewah dan bahagia bersama Jovan, tapi aku juga punya cita-cita, bukan sekedar ibu rumah tangga."Ah, terserah Jo. Yang penting kamu nikahi aku. Ayo kita kerumah ayah!"Aku pun menarik tangan Jovan agar segera masuk ke dalam mobil. Aku mengarahkan jalan, agar Jovan tau arah menuju rumahku.Hatiku memang benar-benar kalut, aku yakin, ayah pasti memarahi ku. Tetapi aku juga tidak ingin melepaskan Jovan. Paling tidak kehadiran anak di dalam rahimku ini membuat aku dan Jovan terikat, sehingga cewek-cewek genit di luar sana tidak lagi ber

  • CINTAKU TERGADAI   Positive

    Hari ini aku akan di antar oleh Edo, dapat kesempatan lagi buat manas-manasi Jovan."Salah kamu sendiri Jo, aku jadi kayak gini. Aku memang masih cinta padamu, tapi kau sangat menyebalkan," gerutu ku di dalam kamar.Setengah jam kemudian aku keluar dan lagi-lagi ayah sudah lebih dulu pergi ke kantor. Setiap hari aku hanya sarapan seorang diri, andai saja masih ada ibu.Getar di ponselku menandakan pesan masuk, ya benar pesan dari Edo. Dia sudah menungguku di simpang.Aku sudahi sarapanku, dan aku segera berjalan menuju simpang rumahku, tepatnya ke tempat di mana Edo menungguku."Halo," sapaku dengan ramah."Sayang, kenapa sih, aku tidak boleh jemput kamu kerumah aja, jadi kamu kan gak perlu capek-capek jalan, Sayang!""Edo, jalan dua meter di mana capeknya sih? Malah sehat tau," ucapku mengelak."Ya, ya, kamu memang gadis baik dan mandiri."Edo memacu mobilnya, dan kali ini tepat sasaran. Jovan juga baru sampai parkiran.

  • CINTAKU TERGADAI   Perang Dingin

    "Jovan, aku akan membalas perbuatanmu," umpatku dengan kesal.Aku kembali kerumah dengan wajah kusut. Aku lihat rumah kosong karena ayah sedang bekerja. aku masuk ke kamarku, aku banting pintu kamarku dengan kuat. Aku hempaskan tubuhku ke atas tempat tidur yang menyimpan kenangan dengan Jovan."Jovan, kamu brengsek ... brengsek, aku benci sama kamu, lihat saja aku akan membalasnya!" ucapku lirih. Air mataku terus saja menetes membasahi bantal.Aku mengurung diri di kamar, aku larut bersama kesedihan dan kenanganku bersama Jovan, hingga aku tidak lagi mendengar kepulangan ayah."Jeanna, kamu sudah ppulang, Nak?"Suara ayah menyadarkanku, aku segera menyeka air mataku, aku rapikan rambutku yang berantakan. Aku bercermin dan kulihat mata ini sembab karena banyak menangis."Ayah sudah pulang?" ucapku sambil membuka pintu kamar."Ada apa dengan kamu Jeanna?"Pertanyaan ayah membuat aku tertunduk, aku malu menatap ayah karena aku sud

  • CINTAKU TERGADAI   Berubah

    Mengingat Jovan masih marah karena teleponnya tidak terjawab hingga 100 kali, pagi ini aku harus pergi dengan bis kota menuju kampus.Biasanya Jovan selalu menjemput ku di simpang jalan."Jo, please maafkan aku, aku semalam itu lagi cabut rumput sama ayah di halaman, jadi aku tidak dengar suara teleponku berdering," rayu ku pada Jovan.Emang dasarnya dia idola, jadi rengekkan ku seperti nyanyian merdu. Bukannya memberi maaf, dia justru meninggalkan aku pergi dengan wanita lain."Kasian ya sih Juliet di tinggal kabur sama Romeo nya," ejek kawan-kawan kampus ku sambil tertawa terbahak-bahak.Aku berlari menuju taman belakang kampus, karena tidak tahan menahan malu akibat ejekan dan cibiran fans-fans Jovan."Angela, hanya Angela yang mengerti aku saat ini," gumamku, aku hapus air mataku dan aku mencari Angela sekeliling kampus."Arghh! Di mana anak itu?" gerutu ku sambil terus mencari.Langkah ku berhenti, di depan sebuah ruang ko

  • CINTAKU TERGADAI   Bersembunyi

    Ayah masih saja bergeming di dalam kamarku, aku sudah kehabisan cara untuk membuat ayah keluar dari kamar.[Sayang, buruan suruh ayah kamu keluar, aku bisa mati jika terlalu lama di sini.]Aku segera membaca pesan dari Jovan dan dengan cepat membalasnya.[Sabar Jo, aku lagi berusaha. Tahan dikit lagi ya.]Saat aku kirim pesan ke Jovan, suara handphone Jovan berdering dengan deras sehingga kecurigaan ayah semakin bertambah."Suara handphone siapa itu?""H-handphone Jo, Yah!""Jo, siapa Jo?"Aku terkejut di buat ucapanku sendiri, aku keceplosan menyebut nama Jo."Jo, siapa Jo. Ayah pasti salah dengar, bukan Jo, Yah tapi Je," ucapku memberi alasan.Ayah menarik nafas dan membuangnya dengan kasar. Mata ayah masih saja tertuju pada satu benda, dan aku tidak mau menanyakannya."Yah, maaf, Jeanna sudah mengantuk, apa rasa curiga ayah sudah hilang?"Aku memasang wajah cemberut dan berulang kali menguap palsu

DMCA.com Protection Status