Rama terkejut begitu mendengar suara teriakan. Begitu juga dengan Tedy, Bando dan Feri. Suara teriakan itu berasal dari tenda sebelah. Mereka saling pandang. Sementara jam sudah menunjuk angka delapan. Malam di luar gelap gulita. Hujan deras baru saja reda.
Begitu mendengar teriakan itu Rama langsung meloncat. Ia ingin memastikan suara teriakan itu apa benar dari tenda sebelah. Melihat Rama keluar tenda, yang lain pun turut mengikutinya dari belakang.
Di dalam tenda itu, Rama melihat Lastri sedang menangis. Gadis itu duduk sambil memeluk kedua lututnya. Sedangkan mahasiswa lainnya masih tertidur pulas. Rupanya mereka kecapaian akibat menempuh perjalanan yang cukup jauh. Sehingga tidak mendengar suara jeritan Lastri.
"Ada apa, Lastri?" suara Rama terdengar panik. Dia langsung menghampiri gadis itu yang masih terisak menangis.
Lastri terdiam. Ia terlihat seperti orang ketakutan. Sesaat Rama dan teman-temannya memeriksa keadaan di dalam tenda. Mereka hanya menemukan ada seekor kecoak. Hewan serangga itu merayap di dinding tenda tak jauh dari Lastri.
"Huuu....sontoloyo. hewan segitu aja takut. Aku kira apaan?" ujar Bando. Cowok itu meringis.
Melihat kejadian itu, Rama menghela napas lega. Rasa paniknya berangsur-angsur hilang. Ia lalu membuang hewan serangga itu ke luar tenda. Namun belum sempat Rama kembali ke tendanya, tiba-tiba dia melihat sebuah cahaya dari kejauhan. Sorotan cahaya itu menyeruak di balik kegelapan dari bawah bukit.
Rama dan teman-temannya terlihat panik. Mereka memandangi sorotan cahaya itu yang semakin dekat. "Aku minta kalian tenang. Jangan sampai ada yang panik," kata Rama.
Dari balik sorotan cahaya itu, Rama melihat dua orang sedang berjalan. Mereka menyusuri di antara kelebatan pepohonan. Nampaknya, mereka sedang menuju ke tempat perkemahan Rama dan kawan-kawannya."Apa kalian tahu ini kawasan larangan?" ujar salah satu dari mereka. Melihat dari baju yang dipakainya, kedua orang itu sepertinya petugas pos jaga gunung Semeru.Rama dan kawan-kawannya hanya diam. Sementara kedua orang itu memandangi mereka satu persatu."Kami baru saja datang, Pak. Setelah itu terjadi hujan lebat, sehingga kita tidak sempat meminta ijin," sahut Rama memberanikan diri."Kalian tahu kawasan ini kan? Kami tidak ingin terjadi apa-apa. Sehingga kita nanti yang akan menanggung resiko," kata petugas itu yang mengaku bernama Misbah. Pria itu menatap Rama yang berdiri tak jauh darinya.Benar, daerah itu memang termasuk kawasan larangan. Rama sendiri seringkali mendengar banyak pendaki yang hilan
Rama tidak menyangka betapa indahnya puncak Mahameru. Dia benar-benar merasa takjub. Panorama keindahan alamnya membawa daya tarik tersendiri. Tak heran, jika selama ini banyak pendaki yang ngiler ingin menaiki gunung yang memiliki ketinggian 3.676 mdpl itu.Embun pagi masih menetes. Udaranya yang segar membuat cowok itu merasa betah duduk berlama-lama di tepian danau Kumboro. Dia tidak menyadari kehadiran Niken yang sedari tadi sudah berdiri di dekatnya."Apa kita tetap melanjutkan mendaki bukit itu, Rama," tanya Niken.Cowok itu menoleh. Dia sedikit terkejut ketika melihat kehadiran cewek itu yang datang secara tiba-tiba. "Kenapa tidak? Itu tujuan kita datang kemari," sahutnya.Rama kembali menikmati keindahan alam danau Kumboro. Dia melempar sebuah batu krikil ke tepian danau. Lemparan itu menimbulkan riak kecil yang membentuk sebuah lingkaran. "
Niken tidak ikut mendaki Bukit Tanjakan Cinta. Ia memilih menunggu di tenda bersama Lastri. Di dalam tenda itu, dia merebahkan diri. Entah mengapa dia tidak bisa menghilangkan ingatannya soal peristiwa tadi pagi. Kejadian itu benar-benar membekas. Tatapan matanya seolah menyentuh dalam kalbunya hingga ia menjadi luluh.Berada di dalam pelukan cowok itu, hati Niken seolah bergetar. Getaran itu begitu kuat seolah menembus kisi-kisi kalbunya yang paling dalam."Emangnya kenapa kok kamu senyum-senyum sendiri," Suara Lastri mengejutkan Niken. Lamunan impiannya buyar seketika.Niken hanya mengangkat bahunya. Ia tak menjawab pertanyaan sahabatnya itu. "Aku sudah tahu apa yang ada dalam pikiranmu," kata Lastri."Maksudmu?""Tentang Rama bukan?" tebak Lastri. Matanya mengerling menatap Niken yang beranjak dari tempat rebahannya."Aku juga dapat merasakan
Senja mulai turun. Langit di puncak Mahameru semakin tebal. Sore ini tampaknya akan turun hujan. Di tenda perkemahan, Niken dan Lastri terlihat panik. Kedua cewek itu nampak mondar-mandir."Bagaimana ini, Lastri?" tanya Niken. Ia tak bisa menyembunyikan rasa paniknya."Seharusnya mereka sudah kembali ke perkemahan," sahutnya. Sesekali ia melirik jam yang melingkar di tangannya. Sudah jam lima. "Kita tunggu saja mereka," katanya.Kedua cewek itu kemudian masuk ke dalam tenda saat mendung kelam itu pecah menjadi hujan. Sesekali terdengar kilat menyambar. Niken semakin terlihat panik."Aku sudah mencoba menghubungi mereka, namun telpon mereka tidak ada yang aktif," kata Lastri."Lalu apa yang harus kita lakukan, Lastri?" tanya Niken."Mau bagaimana lagi. Kita harus tetap menunggu mereka kembali. Semoga saja mereka tidak terjadi apa-apa," jawab Lastri. Pandangan matany
Niken merasa lega melihat teman-temannya sudah kembali ke perkemahan. Mereka dibawa mobil polhut setelah petugas melakukan pencarian keesokan harinya.Melihat Rama turun dari kendaraan, Niken langsung menghampirinya. Raut muka cowok itu terlihat sedih. Dia tak bicara apa-apa. Di dalam kendaraan mobil itu, Niken tidak melihat Tedy dan Bando. Niken penasaran, lalu menuju sebuah kendaraan lainnya yang berada di paling belakang. Namun dia juga tidak melihat kedua cowok itu."Tim SAR masih melakukan pencarian. Kita memang berada di tempat yang terpisah," kata salah seorang petugas. Dia menatap Niken yang masih diselimuti perasaan panik. Niken lalu kembali. Ia menuju ke dalam tenda, dimana teman-temannya berada disitu. Di dalam tenda itu, Rama beserta ke empat teman lainnya terlihat lemas. Mereka tak ada yang bicara. Wajah-wajah mereka seperti diselimuti rasa takut yang luar biasa.
Terjadinya cuaca buruk yang tidak menentu membuat Rama dan kawan-kawannya terpaksa diungsikan. Mereka diungsikan ke kantor balai desa. Bahkan pencarian terhadap dua orang mahasiswa yang hilang itu dihentikan sementara. Karena dengan cuaca buruk yang tak menentu itu, badai pasir bisa terjadi setiap saat. Dengan alasan itulah Tim SAR tidak berani melakukan pendakian."Kita harus mematuhi imbauan pusat Vulkanologi. Meskipun badai pasir ini merupakan fenomena yang sudah lazim terjadi," ujar salah seorang Tim SAR saat menemui Rama dan teman-temannya."Lalu sampai kapan ini terjadi, Pak?" tanya Rama menyela."Kita tidak bisa memastikan sampai kapan. Yang jelas, aku minta pada kalian jangan ada yang melakukan pendakian sebelum ada pemberitahuan," kata petugas itu lagi. Pria itu kemudian pergi meninggalkan rombongan Rama dan kawan-kawannya.Mendengar jawaban petugas itu, mereka terdia
Berhari-hari tinggal di posko perasaan jenuh itu mulai terasa. Niken tidak tahu harus kemana. Ia tidak bisa tinggal diam menunggu sesuatu yang tidak ada kepastian.Siang itu, entah mengapa cewek itu punya keinginan untuk bermain di ruang pustaka desa. Meski literaturnya tidak selengkap di kampusnya, setidaknya dengan membaca buku bisa mengusir perasaan jenuhnya."Niken, aku ikut ya?" Suara Lastri mengejarnya.Niken menoleh ke belakang. Ia hanya menyahutnya dengan sebuah anggukan kepala.Di ruang pustaka, cewek itu melihat-lihat rak yang terpajang bermacam-macam judul buku. Dia hanya melewatinya. Dilihat dari judulnya saja, Niken sudah malas untuk membacanya.Tiba-tiba mata Niken tertuju pada sebuah buku. Buku novel itu tergeletak di atas meja. Sampul bukunya sudah agak kusam. Rupanya buku itu sudah berganti-ganti pembaca. Meski agak kotor, namun nama
Niken dan Lastri terlihat semakin panik. Di tengah kerumunan orang-orang itu, Niken mengintipnya dari balik kaca mobil ambulan. Ia ingin memastikan siapa jenasah yang terbujur kaku di dalam mobil itu."Minggir...minggir," kata seorang petugas menghalaunya. Petugas itu lalu berbincang-bincang sebentar dengan Pak Kades. Entah apa yang mereka bicarakan. Niken berusaha untuk mengupingnya, namun petugas itu keburu pergi. Dia akan membawa jenasah itu ke rumah sakit."Tunggu," Niken mencegatnya. Pria itu menatap Niken yang tiba-tiba sudah berdiri di depannya."Ada apa?" tanyanya."Boleh aku melihat jenasah itu, Pak?""Anda siapa? Apa anda saudaranya?" tanya petugas itu.Mendapat tanya itu, Niken terlihat kebingungan. Ia tak segera menjawab pertanyaan petugas itu. Sesaat mobil ambulan itu kemudian pergi. Bunyi sirenenya meraung-raung hin
Siang itu tidak seperti biasanya. Cuaca panas membuat Nyonya Marni merasa gerah. Dia melihat sepeda motor Rama masih terparkir di garasinya. Entah mengapa hari ini dia tidak masuk kuliah. Perempuan setengah baya itu mencarinya di kamar. Namun Nyoya Marni tidak menemukan siapa-siapa. Dia hanya melihat kamar Rama yang acak-acakan.Perempuan itu kemudian keluar. Menuju ke samping rumah. Disana, Nyonya Marni melihat Rama sedang duduk di tepi kolam."Rama..."Cowok itu hanya menoleh. Seraya menabur sentrat, cowok itu tidak menggubris kedatangan mamanya. "Hari ini kau tidak kuliah kenapa?" tanya Mamanya."Tidak apa-apa, Ma. Hanya malas saja," sahutnya.Mendengar jawaban itu, Nyonya Marni hanya memandangi anak semata wayangnya. Tidak biasanya dia menjadi anak pemurung. Sejak sepeninggal ayahnya, Rama menjadi anak yang manja. Apalagi dia hanya anak satu-satunya.Nyonya Mar
Di depan ruang ICU itu Rama terkejut. Dia melihat beberapa teman kuliahnya ada disana. Termasuk juga Lastri. Mereka terlihat sibuk. Ada apa dengan Niken? Rama membuang pikiran buruknya jauh-jauh. Dia tak ingin terjadi sesuatu dengan cewek itu."Happy Birthday to You, Happy Birthday to You, Happy Birthday Dear.... Happy Birthday to You...."Lantunan lagu itu terdengar menggema. Rama terkejut. Dia melihat Niken masih terbaring disana. Siapa yang berulang tahun? Rama menghentikan langkahnya, berdiri di ambang pintu.Dari balik tirai jendela ruangan itu, Rama melihat cewek itu tersenyum. Tiba-tiba Rama terkejut, sebuah tangan menarik pundaknya. Lastri. "Masuklah, dia menunggumu," katanya.Rama diam, merasa tidak yakin dengan apa yang dilihatnya. Perlahan dia kemudian melangkahkan kakinya. Sambil memegang kue tar, Rama mendekati Niken yang sedang terbaring. Sementara lagu Happy Birthday to You  
Rama penasaran. Ia mengejar Anita menuju sebuah taman di sebelah ruangan paviliun rumah sakit. Anita tahu, cowok itu pasti akan menanyakan siapa orangnya.Di taman itu, Anita melihat seorang bocah sedang bermain mengejar kupu-kupu. Dia ditemani seorang pria. Betapa bahagianya anak itu. Anita merasa iri melihatnya. Sejak kecil dia tidak pernah merasakan kasih sayang dari seorang ayah. Kedua orangtuanya bercerai. Itulah sebabnya dia merasa bertanggungjawab terhadap keluarganya. Lebih-lebih ketika Niken mendadak mengidap serangan jantung."Kau masih belum menjawab pertanyaanku," kata Rama mengejutkan lamunannya."Aku kira kau sudah tahu siapa orangnya, Rama," sahut Anita. "Sebelum aku mengenalmu, Niken sering bercerita banyak tentang dirimu."Rama hanya menatap cewek itu. Semakin tidak mengerti arah pembicaraannya. Sesekali dia menghela napas."Seharusnya kau
Perlahan-lahan Niken membuka matanya. Cewek itu mulai tersadar, namun tubuhnya masih terlihat lemas. Ia melihat Rama berdiri di sampingnya. Namun dia tak berkata apa-apa. Bibirnya nampak pucat."Syukurlah kau sudah sadar," kata Rama. Suaranya terdengar lembut.Cewek itu masih tak bergeming. Pandangannya kosong menatap langit-langit kamar. Lalu perlahan mata bening itu menitikkan airmata. Niken menangis. Rama sedih melihatnya. Dia melihat bening itu terus membasahi pipinya. Sesaat kedua bola matanya yang sembab itu melirik ke arah Rama. Seolah tatapan itu mengharapkan sebuah pertolongan."Kau harus segera sembuh, Niken," Hanya itu kalimat yang bisa Rama ucapkan. Sesaat Rama kemudian terdiam. Ruangan itu jadi hening. Tak ada yang bicara.Tiba-tiba suasana hening itu dikejutkan dengan suara ketukan pintu. Seorang dokter masuk. Dokter itu kemudian menyuruh Rama dan Anita keluar. D
Di depan rumah sakit itu, entah mengapa langkah kaki Rama terasa berat. Ia merasa ragu untuk memasuki ruang ICU. Bau obat di sekelilingnya membuatnya seperti sesak napas.Rama melihat langkah Anita semakin jauh. Ia memasuki sebuah ruang di sebelah ujung sana. Rama mengejarnya. Namun langkah cewek itu semakin cepat.Di depan ruang ICU itu, Rama menghentikan langkahnya. Dia tidak langsung masuk. Dari balik tirai jendela itu, dia melihat sebuah monitor hemodinamik. Sebuah alat untuk mengetahui denyut jantung pasien.Di sebelahnya, seorang wanita terbaring lemas tak berdaya.Duh, Gusti, benarkah apa yang dilihatnya? Jantung Rama tiba-tiba berdebar kencang. Merasa tidak percaya dengan apa yang dilihatnya. Dia seperti orang bermimpi. Rama kembali memastikan pandangannya. Benarkah dia...."Rama, kenapa kau berdiri disitu?" Sebuah tangan menepuk pundaknya. Anita. Cewek itu tiba-tiba berdiri di samping
"Mungkin bagi orang lain tidak penting. Tapi bagiku barang ini sangat berharga," ujar cewek itu.Rama menatap cewek itu yang menunjukkan sebuah resep dokter. Dia terkejut. Begitu pentingkah selembar kertas itu sehingga dia harus mempertaruhkan nyawanya.?"Oh ya aku Rama,""Anita," katanya menyodorkan tangannya.Rama menatap cewek itu. Sekilas wajahnya seperti mirip dengan seseorang. Entah dengan siapa."Aku harus pergi menebus resep obat ini," katanya melangkah pergi. Namun kakinya terhenti saat Rama kembali bertanya.Entahlah, tiba-tiba Rama penasaran dengan cewek itu. Rasa penasarannya bukan karena soal resep itu, melainkan kemiripan wajahnya dengan seseorang."Siapa yang sakit?" Tiba-tiba Rama menanyakannya. Kalimat itu seperti keluar dengan sendirinya.Cewek itu terdiam. Raut mukanya
Kabar hilangnya dua orang mahasiswa di puncak Mahameru begitu cepatnya menyebar luas. Di kampusnya, Rama menjadi bahan pertanyaan. Hampir semua mahasiswa menanyakannya secara bergiliran.Waktu terus berlalu. Sudah dua hari ini Niken tidak kelihatan di kampus. Entah kemana cewek itu. Rama sudah mencoba untuk menghubunginya, namun telponnya tidak aktif. Cowok itu berjalan menuju ruang pustaka. Lastri pasti ada disana. Ia pasti tahu kemana Niken berada."Aku juga tidak tahu," sahut cewek itu pendek. Cewek itu terlihat sibuk mencari buku-buku literatur.Sebelum Rama menanyakannya, dia juga sempat menghubunginya. Namun telponnya tidak aktif. Lastri heran, tidak biasanya cewek itu tiba-tiba menghilang tanpa kabar."Tapi aku tadi mendapat kabar dari adik leting, katanya dia sakit," kata Lastri kemudian."Benarkah?" Rama sedikit terkejut mendengarnya.C
Mereka tidak menyangka akan bertemu dengan petugas Tim SAR. Rama sendiri merasa kaget. Mereka mendatangi gubuk dimana cowok itu tinggal."Seharusnya kalian tidak melakukan pendakian sampai ke tempat ini," ujar salah seorang petugas.Lelaki berkumis itu kemudian menghampiri Rama dan Niken. Dia sempat memarahi keduanya. "Apa kalian tidak membaca papan larangan di bawah sana?" tanyanya.Rama dan Niken diam. Keduanya tidak menyahut. Rama memandangi beberapa petugas yang sedang bincang-bincang. Lalu salah satu dari mereka menghampiri Rama yang sedang dimarahi lelaki berkumis itu."Sebentar," kata petugas yang tubuhnya agak kurusan itu menyela."Bukankah kalian teman dua mahasiswa yang hilang itu?" tanya dia melanjutkan. Pria itu menatap Rama dan Niken secara bergantian. Seolah dia mengingat sesuatu yang ada dalam otaknya."Iya,
Keesokan paginya Rama kembali melanjutkan pencariannya. Dari atas tebing itu, dia dapat melihat sunrise matahari puncak Mahameru. Sebuah keindahan alam yang memukau.Dari atas tebing itu, Rama juga melihat dua buah jembatan jauh di seberang sana. Orang bilang jembatan itu bernama jembatan Janik dan jembatan Watu Rejeng. Melihat dua jembatan itu, Rama teringat dengan sesuatu. Ya, bukankah dia melintasi jembatan itu saat melakukan pendakian bersama Tedy dan Bando? Bahkan, di bawah jembatan Watu Rejeng itu terdapat sebuah sumber mata air."Kau mau kemana Bando?" tanya Tedy saat itu.Cowok itu berlarian. Melewati jalan setapak dan menuruni jurang kecil. Bando kemudian mengisi botol yang dibawanya dengan air itu.Ya, kejadian itu terekam jelas di otaknya. Cowok itu mendesah. Lamunannya berkelana kemana-mana, sehingga lupa terhadap Niken yang masih berada di gubuk itu.