Berhari-hari tinggal di posko perasaan jenuh itu mulai terasa. Niken tidak tahu harus kemana. Ia tidak bisa tinggal diam menunggu sesuatu yang tidak ada kepastian.
Siang itu, entah mengapa cewek itu punya keinginan untuk bermain di ruang pustaka desa. Meski literaturnya tidak selengkap di kampusnya, setidaknya dengan membaca buku bisa mengusir perasaan jenuhnya.
"Niken, aku ikut ya?" Suara Lastri mengejarnya.
Niken menoleh ke belakang. Ia hanya menyahutnya dengan sebuah anggukan kepala.
Di ruang pustaka, cewek itu melihat-lihat rak yang terpajang bermacam-macam judul buku. Dia hanya melewatinya. Dilihat dari judulnya saja, Niken sudah malas untuk membacanya.
Tiba-tiba mata Niken tertuju pada sebuah buku. Buku novel itu tergeletak di atas meja. Sampul bukunya sudah agak kusam. Rupanya buku itu sudah berganti-ganti pembaca. Meski agak kotor, namun nama penulisnya masih terbaca dengan jelas. JK Rowling. Seorang novelis yang terkenal dengan buku Harry Potter-nya.
Niken ingin mengambilnya, namun buru-buru ada seseorang yang telah menyambarnya terlebih dulu. "Maaf aku masih belum selesai membacanya," ujar cowok itu. Dia menyunggingkan senyum pada Niken.
"Tidak apa-apa. Aku kira masih belum ada yang meminjamnya," sahut Niken.
Cowok itu bernama Andre. Dia juga seorang pendaki. Dia terpaksa turun karena di puncak terjadi serangan badai.
Mendengar cerita itu, Niken teringat dengan Tedy dan Bando. Entah bagaimana nasib kedua sahabatnya itu sekarang?
"Melihat ganasnya serangan badai itu sulit rasanya pendaki bisa selamat," ucap cowok itu lagi.
Niken terlihat panik saat mendengar cerita Andre. Semoga saja tidak terjadi apa-apa dengan mereka. Tiba-tiba dari luar sana terdengar suara ambulan meraung-raung. Niken dan Lastri terkejut. Bagaimana tidak, kabar tentang seorang pendaki tewas tertimbun longsor itu begitu cepatnya menyebar luas.
Niken dan Lastri langsung meloncat menuju posko pengungsian. Keduanya mencari Rama dan kawan-kawannya. Di depan halaman kantor balai desa sudah banyak orang-orang berkerumun. Mereka mengelilingi mobil ambulan yang membawa pendaki yang tewas itu.
Dada Niken dan Lastri berdebar kencang. Mereka menyeruak dari balik kerumunan orang-orang. Mereka ingin memastikan siapa pendaki yang ditemukan tewas tertimbun tanah longsor itu.
Niken dan Lastri terlihat semakin panik. Di tengah kerumunan orang-orang itu, Niken mengintipnya dari balik kaca mobil ambulan. Ia ingin memastikan siapa jenasah yang terbujur kaku di dalam mobil itu."Minggir...minggir," kata seorang petugas menghalaunya. Petugas itu lalu berbincang-bincang sebentar dengan Pak Kades. Entah apa yang mereka bicarakan. Niken berusaha untuk mengupingnya, namun petugas itu keburu pergi. Dia akan membawa jenasah itu ke rumah sakit."Tunggu," Niken mencegatnya. Pria itu menatap Niken yang tiba-tiba sudah berdiri di depannya."Ada apa?" tanyanya."Boleh aku melihat jenasah itu, Pak?""Anda siapa? Apa anda saudaranya?" tanya petugas itu.Mendapat tanya itu, Niken terlihat kebingungan. Ia tak segera menjawab pertanyaan petugas itu. Sesaat mobil ambulan itu kemudian pergi. Bunyi sirenenya meraung-raung hin
Rama meninggalkan posko pengungsian. Entah mengapa cowok itu ingin menyendiri. Kata-kata Andi, salah seorang Tim SAR seolah memenuhi seluruh isi otaknya. Bagaimana tidak, seorang pendaki tidak akan selamat jika sudah terlempar ke dalam jurang itu.Rama terus melangkah menyusuri jalan desa. Hujan semalam membuat jalan berlubang itu tergenang oleh air. Dia tidak tahu harus kemana. Dari kaki lereng bukit itu, Rama memandangi puncak Mahameru. Betapa indahnya. Namun dibalik fenomena keindahannya itu menyimpan bahaya yang setiap saat mengancam."Jangan berpikir sendiri, Rama. Tapi ini sudah menjadi tanggungjawab kita bersama. Hilangnya Tedy dan Bando bukan karena semata-mata kesalahanmu. Namun kesalahan kita semua," Suara Niken tiba-tiba mengejutkannya. Cewek itu menemani Rama yang duduk sendirian di tepian danau.Rama masih terdiam. Pandangan matanya nanar menatap air danau yang nampak berkilau. "Aku tidak bisa me
Tekat Rama sudah bulat. Dia akan melakukan pencarian sendiri terhadap Tedy dan Bando yang hingga saat ini belum diketahui keberadaannya. Dia tidak bisa menunggu petugas yang terlalu lama menunda proses pencariannya."Aku ikut, Rama," ujar Niken. Rama tidak bisa menolaknya.Pagi itu, dia melakukan pendakian bersama Niken. Pendakian itu dilakukan secara diam-diam tanpa mengindahkan imbauan petugas. Melalui jalan setapak, keduanya menuju Bukit Tanjakan Cinta. Entah berapa kali mereka berhenti. Keluar masuk hutan belantara. Namun mereka tidak juga sampai ke bukit itu. Meskipun perjalanan mereka sudah cukup jauh."Dimana ini, Rama?" tanya Niken. Tenaganya sudah mulai terkuras habis, setelah melakukan perjalanan ratusan kilo meter.Rama juga mengaku tidak tahu sekarang berada dimana. Ia berusaha untuk mengingatnya. Padahal saat melakukan pendakian dengan kawan-kawannya, Rama tidak p
Sore itu, langit mulai gelap. Rama dan Niken mulai kebingungan. Mereka tidak tahu harus kemana berada di tengah hutan belantara. Kembali ke posko pengungsian? Hal itu tidak mungkin dilakukan karena perjalanan mereka sudah cukup jauh."Kita lanjutkan pencarian ini besuk pagi, Niken," kata Rama. Tubuhnya menyandar pada sebuah batang pohon besar."Tapi kita tidak mungkin tinggal di alam terbuka seperti ini. Setidaknya kita mencari tempat untuk berlindung."Ya, Niken benar. Tinggal di tengah hutan belantara itu sangat berbahaya. Bisa-bisa mereka menjadi santapan hewan buas. Untungnya, langit di atas awan tidak sekelam hari-hari kemarin. Bintang mulai bertaburan di langit angkasa. Puncak Mahameru benar-benar menyimpan sebuah keindahan yang eksotis.Kedua mahasiswa itu kemudian melanjutkan perjalanannya. Mereka tidak tahu arah. Mereka hanya mengikuti langkah kakinya yang terus menyusuri k
Mereka terpaksa tinggal di bangunan gubuk itu. Melihat kondisinya, gubuk itu sepertinya memang sudah lama tidak dipakai. Di dalam, Rama tidak menemukan apa-apa. Yang ada hanya dedaunan kering yang berserakan dimana-mana. Bahkan di dalam ruangan itu dipenuhi kotoran debu yang sudah tebal.Di luar malam semakin larut. Hutan belantara mulai gelap gulita. Hawa dingin mulai terasa."Apa kita yakin dengan upaya pencarian ini, Rama?" tiba-tiba Niken bertanya. Ia menatap Rama yang sedang membakar tungku kecil untuk mengusir rasa dinginnya."Kenapa kau bertanya seperti itu, Niken?" sahutnya pendek. Ia mengumpulkan sisa-sisa ranting kecil."Aku merasa ada yang aneh.""Maksudmu?""Seharian kita melakukan pencarian. Namun semakin jauh kita berjalan, kita semakin tidak menemukan arah."Niken benar. Rama juga merasakan seperti itu. Na
Keesokan paginya Rama kembali melanjutkan pencariannya. Dari atas tebing itu, dia dapat melihat sunrise matahari puncak Mahameru. Sebuah keindahan alam yang memukau.Dari atas tebing itu, Rama juga melihat dua buah jembatan jauh di seberang sana. Orang bilang jembatan itu bernama jembatan Janik dan jembatan Watu Rejeng. Melihat dua jembatan itu, Rama teringat dengan sesuatu. Ya, bukankah dia melintasi jembatan itu saat melakukan pendakian bersama Tedy dan Bando? Bahkan, di bawah jembatan Watu Rejeng itu terdapat sebuah sumber mata air."Kau mau kemana Bando?" tanya Tedy saat itu.Cowok itu berlarian. Melewati jalan setapak dan menuruni jurang kecil. Bando kemudian mengisi botol yang dibawanya dengan air itu.Ya, kejadian itu terekam jelas di otaknya. Cowok itu mendesah. Lamunannya berkelana kemana-mana, sehingga lupa terhadap Niken yang masih berada di gubuk itu.
Mereka tidak menyangka akan bertemu dengan petugas Tim SAR. Rama sendiri merasa kaget. Mereka mendatangi gubuk dimana cowok itu tinggal."Seharusnya kalian tidak melakukan pendakian sampai ke tempat ini," ujar salah seorang petugas.Lelaki berkumis itu kemudian menghampiri Rama dan Niken. Dia sempat memarahi keduanya. "Apa kalian tidak membaca papan larangan di bawah sana?" tanyanya.Rama dan Niken diam. Keduanya tidak menyahut. Rama memandangi beberapa petugas yang sedang bincang-bincang. Lalu salah satu dari mereka menghampiri Rama yang sedang dimarahi lelaki berkumis itu."Sebentar," kata petugas yang tubuhnya agak kurusan itu menyela."Bukankah kalian teman dua mahasiswa yang hilang itu?" tanya dia melanjutkan. Pria itu menatap Rama dan Niken secara bergantian. Seolah dia mengingat sesuatu yang ada dalam otaknya."Iya,
Kabar hilangnya dua orang mahasiswa di puncak Mahameru begitu cepatnya menyebar luas. Di kampusnya, Rama menjadi bahan pertanyaan. Hampir semua mahasiswa menanyakannya secara bergiliran.Waktu terus berlalu. Sudah dua hari ini Niken tidak kelihatan di kampus. Entah kemana cewek itu. Rama sudah mencoba untuk menghubunginya, namun telponnya tidak aktif. Cowok itu berjalan menuju ruang pustaka. Lastri pasti ada disana. Ia pasti tahu kemana Niken berada."Aku juga tidak tahu," sahut cewek itu pendek. Cewek itu terlihat sibuk mencari buku-buku literatur.Sebelum Rama menanyakannya, dia juga sempat menghubunginya. Namun telponnya tidak aktif. Lastri heran, tidak biasanya cewek itu tiba-tiba menghilang tanpa kabar."Tapi aku tadi mendapat kabar dari adik leting, katanya dia sakit," kata Lastri kemudian."Benarkah?" Rama sedikit terkejut mendengarnya.C