Rama meninggalkan posko pengungsian. Entah mengapa cowok itu ingin menyendiri. Kata-kata Andi, salah seorang Tim SAR seolah memenuhi seluruh isi otaknya. Bagaimana tidak, seorang pendaki tidak akan selamat jika sudah terlempar ke dalam jurang itu.
Rama terus melangkah menyusuri jalan desa. Hujan semalam membuat jalan berlubang itu tergenang oleh air. Dia tidak tahu harus kemana. Dari kaki lereng bukit itu, Rama memandangi puncak Mahameru. Betapa indahnya. Namun dibalik fenomena keindahannya itu menyimpan bahaya yang setiap saat mengancam.
"Jangan berpikir sendiri, Rama. Tapi ini sudah menjadi tanggungjawab kita bersama. Hilangnya Tedy dan Bando bukan karena semata-mata kesalahanmu. Namun kesalahan kita semua," Suara Niken tiba-tiba mengejutkannya. Cewek itu menemani Rama yang duduk sendirian di tepian danau.
Rama masih terdiam. Pandangan matanya nanar menatap air danau yang nampak berkilau. "Aku tidak bisa me
Tekat Rama sudah bulat. Dia akan melakukan pencarian sendiri terhadap Tedy dan Bando yang hingga saat ini belum diketahui keberadaannya. Dia tidak bisa menunggu petugas yang terlalu lama menunda proses pencariannya."Aku ikut, Rama," ujar Niken. Rama tidak bisa menolaknya.Pagi itu, dia melakukan pendakian bersama Niken. Pendakian itu dilakukan secara diam-diam tanpa mengindahkan imbauan petugas. Melalui jalan setapak, keduanya menuju Bukit Tanjakan Cinta. Entah berapa kali mereka berhenti. Keluar masuk hutan belantara. Namun mereka tidak juga sampai ke bukit itu. Meskipun perjalanan mereka sudah cukup jauh."Dimana ini, Rama?" tanya Niken. Tenaganya sudah mulai terkuras habis, setelah melakukan perjalanan ratusan kilo meter.Rama juga mengaku tidak tahu sekarang berada dimana. Ia berusaha untuk mengingatnya. Padahal saat melakukan pendakian dengan kawan-kawannya, Rama tidak p
Sore itu, langit mulai gelap. Rama dan Niken mulai kebingungan. Mereka tidak tahu harus kemana berada di tengah hutan belantara. Kembali ke posko pengungsian? Hal itu tidak mungkin dilakukan karena perjalanan mereka sudah cukup jauh."Kita lanjutkan pencarian ini besuk pagi, Niken," kata Rama. Tubuhnya menyandar pada sebuah batang pohon besar."Tapi kita tidak mungkin tinggal di alam terbuka seperti ini. Setidaknya kita mencari tempat untuk berlindung."Ya, Niken benar. Tinggal di tengah hutan belantara itu sangat berbahaya. Bisa-bisa mereka menjadi santapan hewan buas. Untungnya, langit di atas awan tidak sekelam hari-hari kemarin. Bintang mulai bertaburan di langit angkasa. Puncak Mahameru benar-benar menyimpan sebuah keindahan yang eksotis.Kedua mahasiswa itu kemudian melanjutkan perjalanannya. Mereka tidak tahu arah. Mereka hanya mengikuti langkah kakinya yang terus menyusuri k
Mereka terpaksa tinggal di bangunan gubuk itu. Melihat kondisinya, gubuk itu sepertinya memang sudah lama tidak dipakai. Di dalam, Rama tidak menemukan apa-apa. Yang ada hanya dedaunan kering yang berserakan dimana-mana. Bahkan di dalam ruangan itu dipenuhi kotoran debu yang sudah tebal.Di luar malam semakin larut. Hutan belantara mulai gelap gulita. Hawa dingin mulai terasa."Apa kita yakin dengan upaya pencarian ini, Rama?" tiba-tiba Niken bertanya. Ia menatap Rama yang sedang membakar tungku kecil untuk mengusir rasa dinginnya."Kenapa kau bertanya seperti itu, Niken?" sahutnya pendek. Ia mengumpulkan sisa-sisa ranting kecil."Aku merasa ada yang aneh.""Maksudmu?""Seharian kita melakukan pencarian. Namun semakin jauh kita berjalan, kita semakin tidak menemukan arah."Niken benar. Rama juga merasakan seperti itu. Na
Keesokan paginya Rama kembali melanjutkan pencariannya. Dari atas tebing itu, dia dapat melihat sunrise matahari puncak Mahameru. Sebuah keindahan alam yang memukau.Dari atas tebing itu, Rama juga melihat dua buah jembatan jauh di seberang sana. Orang bilang jembatan itu bernama jembatan Janik dan jembatan Watu Rejeng. Melihat dua jembatan itu, Rama teringat dengan sesuatu. Ya, bukankah dia melintasi jembatan itu saat melakukan pendakian bersama Tedy dan Bando? Bahkan, di bawah jembatan Watu Rejeng itu terdapat sebuah sumber mata air."Kau mau kemana Bando?" tanya Tedy saat itu.Cowok itu berlarian. Melewati jalan setapak dan menuruni jurang kecil. Bando kemudian mengisi botol yang dibawanya dengan air itu.Ya, kejadian itu terekam jelas di otaknya. Cowok itu mendesah. Lamunannya berkelana kemana-mana, sehingga lupa terhadap Niken yang masih berada di gubuk itu.
Mereka tidak menyangka akan bertemu dengan petugas Tim SAR. Rama sendiri merasa kaget. Mereka mendatangi gubuk dimana cowok itu tinggal."Seharusnya kalian tidak melakukan pendakian sampai ke tempat ini," ujar salah seorang petugas.Lelaki berkumis itu kemudian menghampiri Rama dan Niken. Dia sempat memarahi keduanya. "Apa kalian tidak membaca papan larangan di bawah sana?" tanyanya.Rama dan Niken diam. Keduanya tidak menyahut. Rama memandangi beberapa petugas yang sedang bincang-bincang. Lalu salah satu dari mereka menghampiri Rama yang sedang dimarahi lelaki berkumis itu."Sebentar," kata petugas yang tubuhnya agak kurusan itu menyela."Bukankah kalian teman dua mahasiswa yang hilang itu?" tanya dia melanjutkan. Pria itu menatap Rama dan Niken secara bergantian. Seolah dia mengingat sesuatu yang ada dalam otaknya."Iya,
Kabar hilangnya dua orang mahasiswa di puncak Mahameru begitu cepatnya menyebar luas. Di kampusnya, Rama menjadi bahan pertanyaan. Hampir semua mahasiswa menanyakannya secara bergiliran.Waktu terus berlalu. Sudah dua hari ini Niken tidak kelihatan di kampus. Entah kemana cewek itu. Rama sudah mencoba untuk menghubunginya, namun telponnya tidak aktif. Cowok itu berjalan menuju ruang pustaka. Lastri pasti ada disana. Ia pasti tahu kemana Niken berada."Aku juga tidak tahu," sahut cewek itu pendek. Cewek itu terlihat sibuk mencari buku-buku literatur.Sebelum Rama menanyakannya, dia juga sempat menghubunginya. Namun telponnya tidak aktif. Lastri heran, tidak biasanya cewek itu tiba-tiba menghilang tanpa kabar."Tapi aku tadi mendapat kabar dari adik leting, katanya dia sakit," kata Lastri kemudian."Benarkah?" Rama sedikit terkejut mendengarnya.C
"Mungkin bagi orang lain tidak penting. Tapi bagiku barang ini sangat berharga," ujar cewek itu.Rama menatap cewek itu yang menunjukkan sebuah resep dokter. Dia terkejut. Begitu pentingkah selembar kertas itu sehingga dia harus mempertaruhkan nyawanya.?"Oh ya aku Rama,""Anita," katanya menyodorkan tangannya.Rama menatap cewek itu. Sekilas wajahnya seperti mirip dengan seseorang. Entah dengan siapa."Aku harus pergi menebus resep obat ini," katanya melangkah pergi. Namun kakinya terhenti saat Rama kembali bertanya.Entahlah, tiba-tiba Rama penasaran dengan cewek itu. Rasa penasarannya bukan karena soal resep itu, melainkan kemiripan wajahnya dengan seseorang."Siapa yang sakit?" Tiba-tiba Rama menanyakannya. Kalimat itu seperti keluar dengan sendirinya.Cewek itu terdiam. Raut mukanya
Di depan rumah sakit itu, entah mengapa langkah kaki Rama terasa berat. Ia merasa ragu untuk memasuki ruang ICU. Bau obat di sekelilingnya membuatnya seperti sesak napas.Rama melihat langkah Anita semakin jauh. Ia memasuki sebuah ruang di sebelah ujung sana. Rama mengejarnya. Namun langkah cewek itu semakin cepat.Di depan ruang ICU itu, Rama menghentikan langkahnya. Dia tidak langsung masuk. Dari balik tirai jendela itu, dia melihat sebuah monitor hemodinamik. Sebuah alat untuk mengetahui denyut jantung pasien.Di sebelahnya, seorang wanita terbaring lemas tak berdaya.Duh, Gusti, benarkah apa yang dilihatnya? Jantung Rama tiba-tiba berdebar kencang. Merasa tidak percaya dengan apa yang dilihatnya. Dia seperti orang bermimpi. Rama kembali memastikan pandangannya. Benarkah dia...."Rama, kenapa kau berdiri disitu?" Sebuah tangan menepuk pundaknya. Anita. Cewek itu tiba-tiba berdiri di samping