"Terima kasih Mary Aram," ucapan Mary Aram cukup menghibur Amar Mea Malawi. Perasaan haru, serta sukacita mendalam membangkitkan semangat pria itu, menyingkirkan rasa cemburu yang berkecamuk akan pria lain."Suamiku…" Mary Aram menatap mata suaminya.'Bisakah aku mencintai pria ini?', sejenak wanita cantik itu terdiam namun matanya terus menatap mata teduh suaminya."Suamiku, beri waktu Mary Aram untuk berdamai dengan kenyataan," kemudian ia memeluk leher suaminya, dan berinisiatif mencurahkan kasih sayang pada pria yang telah menjungkir balikkan hidupnya itu.Seorang pria gagah berjalan dengan santai melintasi lobby perusahan Mea Malawi. Pria itu membawa sebotol anggur dan dua gelas, sambil tersenyum menganggukkan kepala pada petugas keamanan dan karyawati yang bertugas di lobby.Pria itu langsung menuju lift naik ke lantai tiga, tempat kantor Amar Mea Malawi berada.Dengan membawa sekeranjang manisan, Mary Aram keluar dari kantor suaminya hendak ke sungai induk untuk membagikan mani
"Bagaimana kau bisa jatuh ke tangan Amar Mea Malawi?" Bisikan penuh kekecewaan disertai aroma wangi maskulin pria mengusik kesendirian Mary Aram."Tidak lah masalah apabila Kakak Sepupu beranggapan bahwa Mary Aram adalah wanita tidak setia," Mary Aram tersenyum sinis menanggapi bisikan Abee Bong Moja."Ceritakan bagaimana Mary Aram bisa jatuh ke tangan Amar Mea Malawi?" Kecupan Abee Bong Moja pada leher Mary Aram berhenti pada bibir.Mary Aram memejamkan mata menahan kecemasan yang sangat. Ia tahu, bahwa saat ini Abee Bong Moja sedang dalam puncak kemarahan. Napas yang memburu, sewaktu-waktu akan meledak menjadi emosi yang mengerikan. Lebih mengerikan dari emosi Amar Mea Malawi.Ingin rasanya Mary Aram memeluk, dan mencurahkan perasaan rindu. Namun kini keadaan sangat lah berbeda. 'Sakit! Sangat sakit menekan suatu perasaan rindu!'"Mary Aram tidak akan bercerita, toh Mary Aram tidak bertanya bagaimana kehidupan Kakak Sepupu bersama Miriam Aram selama di Cina," masih dengan mata terpe
"Nak, benarkah menantuku sedang sakit?" Tuan besar Sahu Mea Malawi bertanya ketika nona Patrice turun dari lantai dua."Sst...sepertinya nyonya muda sedang hamil muda," Nona Patrice mendekat melapor pada tuan besar Sahu Mea Malawi."Hamil muda?" Tuan besar Sahu Mea Malawi terkejut menaikkan alis. Wajahnya dari kecemasan berubah menjadi cerah. "Bagaimana kau tahu?""Warna kismis pada bukit kembar nyonya muda berubah warna dari pink menjadi coklat tua, bentuk bukitnya juga sedikit membesar dan kencang. Nyonya sering menyembunyikan sendawa," nona Patrice bercerita dengan antusias. "Tetapi itu hanya sebatas dugaan Patrice saja Tuan Besar.""Baik, kita lihat saja dahulu perkembangan menantuku itu," tuan Sahu Mea Malawi tertawa terkekeh menyimpan bahagia.Tuan besar itu segera masuk ke dalam kamarnya dan berganti pakaian,"Subur sekali menantuku itu, sepertinya aku harus menyiapkan banyak hadiah."Tidak lama kemudian ia keluar kamar, langsung menuju garasi. Dengan hati berbunga, tuan besar i
"Sepertinya kau benar-benar lelah, dan tubuhmu sangat dingin, " Amar Mea Malawi prihatin dengan kondisi istrinya. "Kau harus diperiksa oleh dokter.""Jika Mary Aram tidur awal, besok pasti akan baik," Mary Aram malas berurusan dengan Meina Aram. "Besok Mary Aram akan memeriksakan diri di Balai Pengobatan milik ayah saja.""Baiklah!" Amar Mea Malawi mengusap keringat dingin di punggung istrinya."Suamiku," Mary Aram menatap mata Amar Mea Malawi. Dengan tulus ia tersenyum, "Terimakasih!""Kita tidur awal, besok aku mengantarmu ke Balai Pengobatan," Amar Mea Malawi mengecup kening istrinya.Malam itu berlalu penuh dengan kedamaian, Mary Aram bersandar dalam pelukan suaminya. Sosok pria dewasa yang tampan dan gagah, dengan bidang maskulin yang indah hanya tertutup segitiga biru. Harum dan hangat!Ia benar-benar menikmati aura kasih sayang dari suaminya. Hembusan lembut napas Amar Mea Malawi menggugah hati Mary Aram."Suamiku benarkah kau cinta padaku?" Ia memejamkan mata menikmati hembus
["Maaf Meina Aram, segala urusan keuangan rumah tangga berada di tangan istriku. Jika itu urusan keuangan bisnis, barulah urusanku," nada bicara Amar Mea Malawi terdengar tegas.]Mary Aram menghentikan langkahnya, suaminya itu sedang berbicara serius dengan Meina Aram di taman.["Amar Mea, istrimu itu memotong banyak uang belanjaku. Bagaimana hidupku selama satu bulan?" Meina Aram protes dengan kesal.]Kenapa kedua Aram bersaudara bisa mendapatkan tunjangan dari Amar Mea Malawi? Dan begitu mudahnya mereka meminta uang, seolah Amar Mea adalah keluarga mereka?["Aku tidak bisa mencampur pengeluaran untuk bisnis dengan pengeluaran rumah tangga," Amar Mea Malawi melambaikan tangan memanggil salah seorang pelayan Mary Aram yang sedang memetik bunga mawar di taman.]["Berikan madu ini pada Nyonya Muda, pastikan majikanmu itu meminumnya," pria itu menyerahkan sebotol madu pada pelayan Mary Aram.]Meina Aram menatap iri atas perhatian Amar Mea Malawi kepada istrinya. Betapa beruntung sepupu d
["Amar Mea, aku sangat kesal! Istrimu itu memikat hati Adam Mizeaz." Meina Aram menangis, "Sejak kehadiran Mary Aram, Adam Mizeaz mengacuhkan diriku.]["Mengapa harus kesal? Toh Mary Aram adalah istriku, Adam Mizeaz tidak dapat memiliki Mary Aram," Amar Mea Malawi berkomentar heran.']["Aku mendapati Adam Mizeaz membeli obat untuk organ intim ketika Mary Aram dirawat di pondok Apung," tangisan Mary Aram tidak terbendung. "Tentunya Adam Mizeaz telah menyingkap aurat intim istrimu ketika mengobatinya"]["Meina Aram, omong kosong apa itu?" Amar Mea Malawi memotong pembicaraan Meina Aram. "Adam Mizeaz seorang dokter, wajar saja jika ia mengobati pasiennya."]["Kau tidak cemas akan hal itu Amar Mea? Dari dokter, diam-diam bisa menjadi kekasih," tangis Meina Aram menggoyahkan hati Amar Mea.]Mary Aram tersentak mendengar pengaduan Meina Aram, dirinya mendapat firasat tidak baik akan terjadi. Ia menggenggam tangan nona Patrice erat."Nyonya Muda... Tidak akan terjadi apa-apa," nona Patric
Keheningan ruangan serta kelelahan tubuh membantu Mary Aram untuk melepas lelahnya, lelah tubuh, lelah batin. Mary Aram benar-benar putus asa, ia tidak mengharapkan hari esok. Sebab hari esok akan sama saja."Dokter Esmeralda…" perlahan pintu di geser."Ya dokter Mizeaz, Silahkan masuk! Aku sudah selesai menangani pasien," suara ramah dokter Esmeralda menyambut kedatangan dokter Mizeaz."Aku melihat seseorang yang ku kenal dibawa masuk ke ruangan ini," dokter Mizeaz bertanya dengan penuh kecemasan."Oh! Anda mengenal Nyonya Mary Aram?" Dokter Esmeralda menarik napas lega. "Tolong bantu kami menghubungi keluarganya, pelayannya kebingungan mengurus administrasi rumah sakit.""Aku sangat mengenal Mary Aram, kami berteman baik!" Dokter Mizeaz mengambil berkas administrasi Mary Aram di atas meja. "Aku yang akan membayar biaya pengobatannya. Bagaimana keadaannya?""Apakah suaminya itu sakit jiwa? Perbuatannya sungguh brutal!" Dokter Esmeralda sangat marah. Adam Mizeaz melangkah masuk ke da
"Nyonya Mudamu selamat, namun sayang bayinya tidak selamat," dokter Mizeaz mendengus kesal."Oh!" Nona Patrice merasa bersalah tidak menjaga majikannya dengan baik."Sudahlah, hubungi orang rumah. Kabarkan jika nyonya muda selamat," dokter Mizeaz berusaha tersenyum, kemudian ia kembali tenggelam dalam percakapan telepon dengan kawan-kawannya mencari Meina Aram dan Amar Mea Malawi.Akhirnya dokter Mizeaz mendapat kabar jika Meina Aram dan Amar Mea Malawi berada di lahan yang akan mereka beli untuk mendirikan poliklinik Meina Aram. "Apakah itu lahanmu Boa Moza? Jika itu lahanmu, aku akan membelinya," dokter Mizeaz tiba-tiba mendapatkan gagasan, untuk masa depan Mary Aram.["Ya! Itu lahanku Adam Mizeaz," suara rekan dokter Adam Mizeaz menjawab antusias.]"Baik! Lahan itu bersebelahan dengan Balai Pengobatan dokter Felix Aram, aku berencana menjalin bekerja sama dengan anak perempuan dokter Felix Aram membangun rumah sakit serta layanan kesehatan untuk masyarakat tidak mampu," dokter Mi