Keheningan ruangan serta kelelahan tubuh membantu Mary Aram untuk melepas lelahnya, lelah tubuh, lelah batin. Mary Aram benar-benar putus asa, ia tidak mengharapkan hari esok. Sebab hari esok akan sama saja."Dokter Esmeralda…" perlahan pintu di geser."Ya dokter Mizeaz, Silahkan masuk! Aku sudah selesai menangani pasien," suara ramah dokter Esmeralda menyambut kedatangan dokter Mizeaz."Aku melihat seseorang yang ku kenal dibawa masuk ke ruangan ini," dokter Mizeaz bertanya dengan penuh kecemasan."Oh! Anda mengenal Nyonya Mary Aram?" Dokter Esmeralda menarik napas lega. "Tolong bantu kami menghubungi keluarganya, pelayannya kebingungan mengurus administrasi rumah sakit.""Aku sangat mengenal Mary Aram, kami berteman baik!" Dokter Mizeaz mengambil berkas administrasi Mary Aram di atas meja. "Aku yang akan membayar biaya pengobatannya. Bagaimana keadaannya?""Apakah suaminya itu sakit jiwa? Perbuatannya sungguh brutal!" Dokter Esmeralda sangat marah. Adam Mizeaz melangkah masuk ke da
"Nyonya Mudamu selamat, namun sayang bayinya tidak selamat," dokter Mizeaz mendengus kesal."Oh!" Nona Patrice merasa bersalah tidak menjaga majikannya dengan baik."Sudahlah, hubungi orang rumah. Kabarkan jika nyonya muda selamat," dokter Mizeaz berusaha tersenyum, kemudian ia kembali tenggelam dalam percakapan telepon dengan kawan-kawannya mencari Meina Aram dan Amar Mea Malawi.Akhirnya dokter Mizeaz mendapat kabar jika Meina Aram dan Amar Mea Malawi berada di lahan yang akan mereka beli untuk mendirikan poliklinik Meina Aram. "Apakah itu lahanmu Boa Moza? Jika itu lahanmu, aku akan membelinya," dokter Mizeaz tiba-tiba mendapatkan gagasan, untuk masa depan Mary Aram.["Ya! Itu lahanku Adam Mizeaz," suara rekan dokter Adam Mizeaz menjawab antusias.]"Baik! Lahan itu bersebelahan dengan Balai Pengobatan dokter Felix Aram, aku berencana menjalin bekerja sama dengan anak perempuan dokter Felix Aram membangun rumah sakit serta layanan kesehatan untuk masyarakat tidak mampu," dokter Mi
Dengan penuh emosi dokter itu menuding Amar Mea Malawi, "Aku tidak menyingkap aurat Mary Aram! Adikmu itu ular beludak! Terus saja mempercayai mulut racunnya."Dokter tampan itu kembali menghajar Amar Mea Malawi, tentu saja Amar Mea Malawi melawan dengan penuh amarah. Keduanya terlibat pertarungan yang seimbang."Adam Mizeaz cukup! Kau bisa membunuh kakakku!" Dengan panik Meina Aram berteriak sekuat tenaga. "Boa Moza tolong buka pintunya! Kakakku bisa terluka.""Mengapa Adam Mizeaz sangat marah dan menyerang dirimu? Sempat aku lihat dokter itu menunjuk ke arah dirimu, apakah perkelahian mereka berdua disebabkan olehmu?" Tiba-tiba Boa Moza menoleh dan mencengkram tengkuk Meina Aram."Boa Moza, kau menyakitiku!" Meina Aram berusaha melepaskan diri."Jangan kau sentuh Mary Aram! Jika aku mendapati kau mencurangi Mary Aram, aku akan membuat perhitungan padamu," mata Boa Moza sangat mengerikan, membuat Meina Aram menciut nyalinya. "Aku membatalkan transaksi penjualan lahan kepadamu.""Apak
Adam Mizeaz tertegun menatap surat lahan di tangan Boa Moza, lalu menatap mata Boa Moza. 'Semudah itu mendapatkan sebuah lahan yang bernilai fantastis?'Dokter Adam Mizeaz berusaha mencerna makna tatapan mata Boa Moza."Kenapa? Kau membatalkan proyekmu?" Boa Moza tersenyum menanggapi tatapan ragu-ragu dokter Mizeaz."Kau memiliki maksud terselubung?" Dokter Mizeaz mempelajari ekspresi wajah tenang Boa Moza. "Lahan milikmu bernilai fantastis, semudah itu kau berikan kepadaku?""Ya! Aku mengincar penelitian herbal dokter Felix Aram! Dengan memproduksi hasil penelitian herbal dokter Felix Aram, aku mendapatkan banyak keuntungan," Boa Moza balas menatap mata dokter Mizeaz, sorot matanya menunjukkan bahwa ia tidak main-main."Baik! Kau akan mendapatkannya!" Dokter Mizeaz beranjak meninggalkan kantor Boa Moza dengan sertifikat lahan incarannya di tangan. Banyak harapan yang ada di benaknya, yang utama adalah merebut Mary Aram!Perahu terus melaju menuju ke laut. Mary Aram terpekik kegirang
"Kau sangat cantik," Abee Bong Moja kembali memagut bibir indah pujaan hatinya. Tangannya mengeluarkan sehelai sapu tangan putih, lalu menutupkan ke wajah Mary Agam.Abee Bong Moja mengecup lembut kening Mary Aram serta berbisik, "Di Bawah pancaran sinar bulan purnama, aku mengambilmu menjadi istriku. Semoga TUHAN senantiasa memberi kebahagiaan kepada kita."Dalam wajah tertutup sapu tangan putih, Mary Aram merasakan Abee Bong Moja membuka pita bajunya satu persatu. Kemudian menyingkap kain tenunnya.Hembusan angin dingin membelai kulit, disertai gerak lembut bibir Abee Bong Moja menjelajahi tubuh Mary Aram. Sentuhan-sentuhan lembut itu bermain di puncak bukit mengulum kismis."Kakak sepupu…" sentuhan itu terasa hangat mengalahkan dinginnya udara Muara Mua."Panggil aku Abee Bong Moja," bisik Abee Bong Moja naik menjelajah leher."Abee Bong Moja, aku cinta padamu," bisik Mary Aram memeluk tubuh polos kekasihnya."Terimakasih Mary Aram!" Bisikan Abee Bong Moja terasa damai di hati.Per
Entahlah Amar Mea? Ayah tidak mengerti dengan dirimu. Kau ini sangatlah keterlaluan! Anak sendiri bisa gugur di tanganmu sendiri," dengan sangat gusar, tuan besar Sahu Mea Malawi menuding anak tunggalnya."Maafkan aku Ayah! Aku tidak tahu jika Mary Aram sedang mengandung," Amar Mea Malawi duduk di samping pembaringan istrinya sambil menutup wajah penuh penyesalan."Mengandung tidak mengandung, kau tetap harus memperlakukan istrimu dengan bermartabat!" Tuan besar Sahu Mea Malawi berusaha mengendalikan emosinya agar tidak menghajar Amar Mea Malawi."Ya Ayah! Aku salah," Amar Mea Malawi mengakui kesalahannya, ia meraih telapak tangan Mary Aram dan mengecupnya. "Entah mengapa jika menyangkut Mary Aram, hatiku selalu dikuasai rasa cemburu akan pria lain?"Akhirnya tuan besar Mea Malawi tidak dapat membendung kesal. Tuan besar itu tidak tahan melihat Mary Aram yang terbaring kaku seperti boneka, maka ia pun menampar putranya sendiri."Sadarlah! Kau itu sangat beruntung mendapat istri cantik
"Aku kecewa denganmu Amar Mea," dokter Mizeaz terus menatap Mary Aram dari balik dinding kaca."Kita ini tumbuh bersama, Kau tahu siapa diriku dan bagaimana karakterku," dokter Mizeaz tertawa sejenak, "Bisa-bisanya kau termakan racun Meina Aram? Bahkan kau tega melakukan penganiayaan hasrat pada Mary Aram.""Maafkan aku Adam Mizeaz, aku terbakar cemburu," ujar Amar Mea Malawi sangat menyesal, "Dan juga, aku tidak tega mendapati adikku menangis patah hati.""Apakah kau akan memaksaku untuk menjalin hubungan dengan Meina Aram," Adam Mizeaz menoleh menatap Amar Mea Malawi."Ya! Aku mengharapkan kau dapat menjalin pernikahan dengan Meina Aram adikku," Amar Mea Malawi balas menatap Adam Mizeaz."Maaf Amar Mea. Mendapati tabiat adikmu yang egois dan bermulut racun, aku lebih nyaman mengejar pelayan badungmu itu," Adam Mizeaz terbahak meninggalkan Amar Mea Malawi."Oh ya," dokter Mizeaz menghentikan langkahnya sejenak, "Mendapati betapa brutalnya kau terhadap Mary Aram, jangan salahkan aku j
'Kurang ajar kau Meina Aram! Tega sekali kau pada kerabatmu sendiri,' sekuat tenaga Mary Aram membangunkan tubuh kakunya."Mary Aram, Mary Aram… tidak akan ada yang menolongmu! Ha ha…" Meina Aram tertawa licik. "Bahkan rasa cinta suamimu kepadamu, tetap terkalahkan oleh tangisan sendu Meina Aram.""Suamimu terus melampiaskan kecemburuan padamu! Tubuhmu akan rusak, kecantikanmu akan pudar! Dan… suamimu akan berpindah pada wanita lain," Meina Aram mengejek, menepuk-nepuk pipi Mary Aram, lalu bersenandung.Senandung lembut mewarnai ruangan perawatan Mary Aram, senandung lembut itu terdengar sebuah ejekan bagi Mary Aram.Terasa selang infus Mary Aram sedikit bergeser, 'Oh astaga! Apa yang kau lakukan dengan infus, Meina Aram?'"Kau bermain-main denganku Mary Aram, tetapi aku tidak suka bermain-main," sekali lagi terasa selang infus kembali bergerak. "Kau merebut kasih sayang kakek dan nenek, bahkan kasih sayang ayahku.""Kini, kau menguasai uang Amar Mea, juga perhatian Adam Mizeaz. Kau s