'Kurang ajar kau Meina Aram! Tega sekali kau pada kerabatmu sendiri,' sekuat tenaga Mary Aram membangunkan tubuh kakunya."Mary Aram, Mary Aram… tidak akan ada yang menolongmu! Ha ha…" Meina Aram tertawa licik. "Bahkan rasa cinta suamimu kepadamu, tetap terkalahkan oleh tangisan sendu Meina Aram.""Suamimu terus melampiaskan kecemburuan padamu! Tubuhmu akan rusak, kecantikanmu akan pudar! Dan… suamimu akan berpindah pada wanita lain," Meina Aram mengejek, menepuk-nepuk pipi Mary Aram, lalu bersenandung.Senandung lembut mewarnai ruangan perawatan Mary Aram, senandung lembut itu terdengar sebuah ejekan bagi Mary Aram.Terasa selang infus Mary Aram sedikit bergeser, 'Oh astaga! Apa yang kau lakukan dengan infus, Meina Aram?'"Kau bermain-main denganku Mary Aram, tetapi aku tidak suka bermain-main," sekali lagi terasa selang infus kembali bergerak. "Kau merebut kasih sayang kakek dan nenek, bahkan kasih sayang ayahku.""Kini, kau menguasai uang Amar Mea, juga perhatian Adam Mizeaz. Kau s
Benturan pada kepala Mari Aram oleh Meina Aram, menyadarkan Mary Aram sepenuhnya. Perlahan ia membuka mata, kepalanya terasa pusing karena banyak kehilangan darah ketika keguguran.Dalam ruangannya, seorang perawat mengganti jarum beserta cairan infus. Sedangkan perawat yang lain membenahi posisi tidurnya."Darah? Bagaimana bisa kepala pasien berdarah?" Dengan hati-hati perawat mengangkat kepala Mary Aram. "Lihat! Kepala pasien terluka.""Oh astaga! Wajah pasien juga memerah seperti bekas tamparan," kedua perawat itu memeriksa kondisi Mary Aram dengan cermat."Dokter Esmeralda, seseorang telah menganiaya pasien," perawat yang membenahi posisi tidur Mary Aram melapor ketika dokter Esmeralda dan Amar Mea Malawi memasuki ruangan perawatan Mary Aram."Menganiaya pasien, bagaimana?" Dokter Esmeralda segera mengambil alih pemeriksaan Mary Aram.Diliputi perasaan cemas, Amar Mea Malawi ikut memeriksa kepala Mary Aram. "Bagaimana lukanya Dokter?""Lukanya cukup serius! Harus dilakukan CT Scan
"Ya, akulah Patrice Mea Malawi!" Nona Patrice berkacak pinggang di atas tempat tidur, "Kaulah yang membuangku di hutan Plum! Kau sangat jahat sama jahatnya dengan Meina Aram!""Kakak macam apa kau ini? Menjadikan adik sendiri sebagai pelayan!" Gadis itu melompat dari tempat tidur dan menginjak-injak tubuh Amar Mea Malawi."Patrice, nakal sekali kau!" Amar Mea Malawi berusaha bangkit menghindar dari serangan nona Patrice."Kau sangat jahat dan tidak tahu diri! Aku membantumu mendapatkan wanita pujaanmu, dan kau menyia-nyiakannya," dengan luapan kekesalan nona Patrice semakin gencar menghajar Amar Mea Malawi."Kau selalu saja memanjakan Meina Aram! Apakah ia berterima kasih? Tentu saja tidak!" Gadis itu meraih jarum suntik yang terbungkus plastik dan melemparkan ke pada Amar Mea Malawi."Orang gila itu justru mencelakai istrimu! Dan dengan bodohnya kau masih membelanya!" Nona Patrice sangat kesal, ia menunjukkan sebuah rekaman dari ponselnya kepada Amar Mea Malawi."Aku sangat mengagumi
Air danau begitu jernih, menampakan bebatuan alam yang menjadi dasar danau. Mary Aram tersihir oleh damainya sekeliling danau.'Mungkin mandi di danau dapat membersihkan diriku?' Dengan antusias Mary Aram bangkit dari kursi roda, dan berjalan ke arah danau."Nyonya Muda! Tidak boleh ke danau, sangat berbahaya!" Patrice Mea Malawi tersentak mencegah. Dipeluknya tubuh Mary Aram erat, agar tidak ke danau.Mary Aram sekuat tenaga melanjutkan langkahnya, mengacuhkan Patrice Mea Malawi. "Patrice mohon, jangan ke sana Nyonya Muda!" Lalu Patrice Mea. berteriak panik memanggil pertolongan, sambil terus memeluk erat kakak iparnya.Niat Mary Aram hanya satu, yaitu kesuciannya kembali! Dalam sekali sentak Patrice Mea Malawi jatuh terguling dan Mary Aram berlari sekencangnya masuk ke dalam danau."Tolong! Nyonya Muda terjun ke danau!" Nona Patrice menarik tali lonceng menara air. Gadis itu membunyikan lonceng berkali-kali.Para pengerja perkebunan dan pelayan rumah induk dalam waktu singkat ber
Menjelang petang, terdengar suara tiupan terompet dari Muara menandakan bahwa perayaan bulan purnama segera dimulai.Tambur ditabuh bersahut-sahutan, diiringi suara alat musik tradisional yang lain."Istriku, perayaan bulan purnama telah dimulai. Kita segera ke sungai, perahu kita telah menanti," Amar Mea Malawi menyisir dan mengikat rambut panjang Mary Aram dengan pita merah."Istri? Benarkah aku telah menjadi istrimu?" Mata Mary Aram menatap bayangan dirinya sendiri di cermin. Perlahan ia tersenyum, ekspresinya tampak sangat bahagia."Ya kita telah menikah," Amar Mea Malawi juga tersenyum bahagia melihat senyum menawan tersungging di bibir istrinya."Abee Bong... kau menerimaku kembali?" Mary Aram menyentuh punggung tangan Amar Mea Malawi, "Aku telah ternoda, aku sangat malu!"Senyum bahagia Amar Mea Malawi sirna seketika, perlahan telapak tangan pria itu mengepal."Bisakah kau tidak menyebut nama pria itu?" Ujar Amar Mea Malawi geram."Pria itu? Apa maksudnya?" Mary Aram tertegun
Senandung pengantar tidur begitu lembut mengalun. Rasa nyaman perlahan mengalir merasuki hati, menyegarkan jiwa yang lelah.Aroma obat-obatan herbal menyapa hidung Mary Aram, hatinya sesaat melonjak. 'Ayah?' Mary Aram membuka mata dan segera memeluk tuan besar Felix Aram yang berbaring di sampingnya."Ayah, Mary Aram sangat merindukanmu," ia tidak kuasa membendung tangis. "Mary Aram sangat takut!""Ayah ada bersama denganmu," tuan besar Felix Aram menepuk punggung anaknya memberi ketenangan. Ia sangat marah dan tidak tega mendapati anak tunggalnya yang cantik penuh dengan luka."Ayah, bolehkah Mary Aram bersekolah di St John," Mary Aram menarik napas panjang menghirup aroma kasih sayang ayahnya, sangat tentram berada dalam pelukan ayah."St John?" Tuan Besar Felix Aram terdiam sejenak, hatinya sangat hancur mengamati wajah sendu anaknya."Entahlah Ayah, sepertinya St Martin sangat menakutkan," Mary Aram menyembunyikan wajahnya dalam dekapan hangat tuan besar Felix Aram. "Baik, jik
Tuan besar Felix Aram, ayah Mary Aram benar-benar tidak dapat membendung emosi, manakala mendapati Amar Mea Malawi muncul di hadapannya. Dokter senior itu memanggil perawat untuk memindahkan Mary Aram ke ruangan lain, agar tidak mendengar amarahnya."Kau?! Berani sekali muncul di hadapanku?" tanpa membuang kesempatan, Tuan besar Felix Aram bangkit menghajar menantunya."Apa jadinya anak perempuanku, jika pengelola pondok pohon tidak menemukannya?" Hajaran tuan besar Felix Aram telak mengenai pelipis Amar Mea Malawi."Ayah, Amar Mea ingin berjumpa Mary Aram," Amar Mea Malawi menunduk tidak melawan."Ingin berjumpa dengan Mary Aram?" Tuan besar Felix Aram tertawa sinis. "Bukankah kau telah meninggalkannya dalam keadaan demam dan sekarat di hutan?""Ayah, Maafkan! Ama Mea kesal, karena di benak Mary Aram hanya ada Abee Bong Moja," Amar Mea Malawi terus menunduk."Kau seharusnya tahu diri! Kau menodainya, kau menikahinya secara paksa, dan kau brutal kepadanya! Jangan sakit hati jika anak
"Mary Mea Malawi…?" Pria itu tercengang, kemudian menghalangi wajahnya dengan telapak tangan menyembunyikan tawa.Mary Aram menaikkan kedua kakinya di bangku taman. Dengan santai ia duduk bersila, sambil terus mengupas kulit kuaci dengan gigi depannya yang rapi."Bagaimana bisa kau bingung dengan namamu sendiri?" Wajah pria itu merah padam menahan tawa."Sejatinya aku adalah keturunan Aram, namun Bong Moja adalah moyang dari ibuku, mereka mencatat nama Mary Bong Moja dalam silsilah keluarga," Mary Aram menggeliat kuat-kuat mengusir pegal, kemudian menoleh pada pria itu."Bahkan Mea Malawi juga mengklaim bahwa diriku ini adalah anak perempuan mereka. Hmm… mungkin karena aku cantik dan pintar?" Mary Aram mengangkat bahu. "Jadi, terserah Tuan memanggil.""Bagaimana jika aku memanggilmu... istriku?" Pria itu duduk menyilangkan kaki dengan elegan sambil tersenyum.Mary Aram mengerutkan kening menatap pria itu. Masih duduk bersila, tiba-tiba tangan kirinya mencengkram kancing kemeja pria i